Strategi penanggulangan pembiayaan marabahah bermasalah di Baitul Maal Wa Tamwil Ya'awun Cipulir
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (S.E.I)
Oleh:
EKO PRASETYO 206046103823
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(2)
i
NIM : 206046103823
Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta , 17 September 1987
Alamat : Jl. Pondok Aren II RT 001 RW 01 No. 95
Pondok Betung, Pondok Aren, Tangerang Selatan 15221.
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa :
1. Skripsi dengan judul “Strategi Penanggulangan Pembiayaan Murabahah Bermasalah di BMT Ta’awun Cipulir” merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu pernyataan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian Lembar Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta: 18 November 2010 M
11 Dzulhijjah 1431 H
Eko Prasetyo
(3)
ii
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Strategi
Penanggulangan Pembiayaan Murabahah Bermasalah di BMT Ta’awun”. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kehadirat Rasul pembawa cahaya, Muhammad SAW. Penulis menyadari selesainya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Untuk itu, sudah sepantasnya penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang berkontribusi dalam proses penyelesaian skripsi ini, terutama kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag dan Bapak Ah. Azharudin Lathif, M.Ag.MH, ketua dan sekretaris Program Studi Muamalat.
3. Bapak Drs. Djawahir Hejazziey., SH., MA selaku Koordinator Teknis
Program Non Reguler dan Bapak Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag selaku Sekretaris Koordinator Teknis Program Non Reguler.
4. Bapak Dr. H. Anwar Abbas, M. Ag. MM, selaku dosen pembimbing yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis hingga selesainya penulisan ini.
(4)
iii tersebut.
6. Para Dosen, Staf dan Civitas Akademika, atas segala bantuannya kepada
penulis langsung atau tidak langsung dalam proses penyelesaian studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Kedua orang tua yang selalu mendoakan secara tulus, memberikan semangat,
kasih sayang dan dukungannya baik moril maupun meteril.
8. Teman-teman jurusan Perbankan Syariah angkatan 2006 khususnya kelas B
Program Non Reguler yang telah memberi saran, mensuport dan membantu penulis hingga skripsi ini rampung. Semoga kita menjadi orang-orang terbaik.
9. Rekan-rekan yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, namun telah
memberikan kontribusi yang cukup besar sehingga penulis dapat lulus menjalani perkuliahan di UIN hingga akhir.
Kesemuanya itu sesuai dengan kapasitasnya masing-masing telah berupaya secara maksimal untuk menghantarkan kepada penyelesaian studi yang penulis lakukan. Maka atas dasar keterbatasan penulis, itu semua penulis serahkan kepada Allah, semoga saja dijadikan sebagai amal shaleh sekaligus merupakan amal yang membawa kepada keberkahan hidup.
(5)
iv
keterbatasan dari pihak penulis. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis memohon maaf dan atas segala usul dan saran demi perbaikan karya ilmiah ini, diucapkan terima kasih.
Jakarta, 18 November 2010 M 10 Dzulhijjah 1431 H
Penulis
Eko Prasetyo 206046103823
(6)
v
KATA PENGANTAR………......ii
DAFTAR ISI………...v
DAFTAR GAMBAR……….viii
DAFTAR TABEL………ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………...1
B. Perumusan dan pembatasan Masalah………5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……….6
D. Review Studi Terdahulu………7
E. Kerangka Teori………...10
F. Konsep Penelitian………...12
G. Metodologi Penelitian………...12
H. Sistematika Penulisan………15
BAB II KONSEP TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN PEMBIAYAAN MURABAHAH BERMASALAH A. Konsep Murabahah………17
1. Pengertian Pembiayaan Murabahah………..17
2. Landasan Hukum Murabahah………....19
(7)
vi
1. Pengertian Pembiayaan Murabahah Bermasalah………..24
2. Faktor-faktor Pemicu Terjadi Pembiayaan yang Bermasalah………25
3. Strategi Penanggulangan Pembiayaan Murabahah Bermasalah………...28
BAB III GAMBARAN UMUM BMT TA’AWUN A. Sejarah Berdirinya BMT Ta’awun………..35
B. Prinsip BMT Ta’awun………37
C. Visi dan Misi BMT Ta’awun………..38
D. Tujuan berdirinya BMT………..39
E. Produk-produk BMT Ta’awun………...40
F. Stuktur Organisasi BMT Ta’awun………...43
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN A. Peta Pembiayaan Murabahah Bermasalah di BMT Ta’awun………….52
B. Faktor penyebab timbulnya pembiayaan bermasalah di BMT Ta’awun……….……….61
C. Usaha-usaha Penanggulangan Pembiayaan Murabahah Bermasalah di BMT Ta’awun………64
D. Analisis Terhadap Strategi Penanggulangan Pembiayaan Bermasalah di BMT Ta’awun………67
(8)
vii
B. Saran………..77
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
(9)
viii
1. Gambar 3.1 Strukur Organisasi BMT Ta’awun………51 2. Gambar 4.1 Proses Pembiayaan di BMT Ta’awun………...54
(10)
ix
2. Tabel 4.2 NPF BMT Ta’awun tahun 2007………...58 3. Tabel 4.3 NPF BMT Ta’awun tahun 2008………...59 4. Tabel 4.4 NPF BMT Ta’awun tahun 2009………...60
(11)
1 BAB I
STRATEGI PENANGGULANGAN PEMBIAYAAN MURABAHAH BERMASALAH DI BMT TA’AWUN
A. Latar Belakang Masalah
Pengertian Bank menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah:
“Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak”.1
Secara luas bahwa bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan. Artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan, sehingga berbicara mengenai bank tidak terlepas dari persoalan keuangan dan aktivitasnya yang berorientasi pada penghimpunan dan penyaluran dana masyarakat. Bank perperan sebagai lembaga perantara (intermediary) antara satuan-satuan kelompok masyarakat atau unit-unit ekonomi yang mengalami kelebihan dana (surplus unit) dengan unit-unit yang lain yang mengalami kekurangan dana (deficit unit). Melalui bank kelebihan dana tersebut dapat disalurkan kepada pihak-pihak yang memerlukan dan memberikan manfaat kepada kedua belah pihak.
1
Ferry N Idroes Sugiarti, Manajemen Risiko Bank, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2006, Edisi
(12)
Bank merupakan satu-satunya lembaga keuangan depositori, sebagai lembaga keuangan depositori, bank memiliki izin untuk menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan yaitu berupa giro, tabungan dan deposito. Dana yang diperoleh kemudian dapat dialokasikan kedalam aktiva dalam bentuk pembiayaan dan investasi. Kekhususan kegiatan yang dilakukan oleh bank inilah yang membedakan bank dengan lembaga keuangan lain. Disamping kekhususan dalam menghimpun dana masyarakat atau dana pihak ketiga tersebut bank diperbolehkan untuk menjalankan usaha yang
sama dengan usaha lembaga keuangan lain.2
Akibat dari kebutuhan masyarakat akan jasa keuangan semakin meningkat dan beragam, maka peranan dunia perbankan semakin dibutuhkan oleh seluruh lapisan masyarakat sebagai lembaga keuangan, peranan bank dalam perekonomian sangatlah dominan hampir semua kegiatan perekonomian masyarakat membutuhkan bank, terutama dengan fasilitas kredit atau pembiayaan.
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang
merupakan defisit unit.3
2
Ferry N Idroes Sugiarto, Manajemen Risiko Perbankan, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2006, Edisi
pertama, h. 4
3Muhammad Syafi’I
Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta, Gema Insani Press,
(13)
Pada dasarnya konsep pembiayaan pada bank konvensional dan bank syariah tidak terlalu berbeda, yang menjadi perbedaan antara kredit yang dihasilkan oleh bank konvensional dengan bank syariah terletak pada keuntungan yang diharapkan, bagi bank konvensional keuntungan yang diperoleh melalui bunga, sedangkan pada bank syariah berupa bagi hasil.
Bank Syariah mempunyai mekanisme tersendiri untuk memenuhi kebutuhan pendanaan persediaan tersebut, yaitu antara lain dengan menggunakan
prinsip jual beli (al ba’i) dalam dua tahap. Pada tahap pertama, bank mengadakan (membeli dari dari pemasok secarai tunai) barang yang dibutuhkan oleh nasabah dan pada tahap kedua bank menjual kepada nasabah (pembeli) dengan pembayaran tangguh dan dengan mengambil keuntungan yang disepakati bersama antara bank dengan nasabah. Persediaan dalam usaha produksi terdiri dari biaya pengadaan bahan baku tersebut akan menjadi barang setengah jadi, kemudian menjadi barang jadi yang siap untuk dijual dengan kredit, ia lalu berubah menjadi piutang, yang melalui proses collection akan berubah menjadi
kas kembali.4
Menurut M. Syafi’i Antonio mengatakan bahwa, “Murabahah adalah jual
beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang telah disepakati.
4
Drs. Zainul Arifin MBA, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta, Pustaka
(14)
Dalam murabahah penjual harus memberitahu harga produk yang dibeli dan menambahkan tingkat keuntungan sebagai tambahan”.5
Kebutuhan barang konsumsi, perumahan atau properti apa saja secara umum dapat dipenuhi dengan pembiayaan berpola jual beli dengan akad murabahah. Dengan akad ini Bank Syariah memenuhi kebutuhan nasabah dengan membelikan aset yang dibutuhkan nasabah dari supplier kemudian menjual kembali kepada nasabah dengan mengambil margin keuntungan yang diinginkan. Selain mendapatkan keuntungan margin, Bank Syariah juga hanya menanggung risiko yang minimal. Sementara itu nasabah mendapatkan kebutuhan asetnya
dengan harrga yang tetap.6
Bagi dunia perbankan syariah mitra yang baik sangat sulit didapatkan karena perlu kajian komprehensif dan analisa yang matang terhadap calon mitra tersebut, sehingga bisa disimpulkan bahwa calon mitra itu layak diberikan pembiayaan. Analisa kelayakan usaha calon mitra menjadi ujung tombak dalam menilai perkembangan dan keberlangsungan usaha nasabah agar tidak menjadi pembiayaan yang bermasalah. Pada prinsipnya, setiap pemberian dana oleh bank kepada mitra merupakan amanah yang diemban oleh keduanya (bank dan mitra) dalam mengelola dana masyarakat yang disimpan di bank tersebut. Apabila mitra tidak bisa menjalankan amanah yang diembannya maka akan berimplikasi juga
5
M, Syafi’I Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, Jakarta, Tazkia Institute, 1999, Cet. Ke1, h. 145.
6
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2007, h.
(15)
terhadap kinerja bank tersebut yang mengakibatkan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah tersebut.
Pada praktek yang ada dilapangan, bentuk-bentuk akad jual beli terbilang sangat banyak sekali, jumlahnya bias mencapai belasan jika tidak puluhan. Sungguhpun demikian dari sekian banyak itu ada 3 (tiga) jenis jual beli yang telah banyak dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi diantaranya adalah murabahah, salam dan istisna.
Dari ketiga pembiyaan tersebut, banyak lembaga keuangan syariah termasuk BMT mengeluarkan produk murabahah. Dari sekian produk yang ada di BMT yang banyak berkembang dan diminati masyarakat adalah murabahah.
Berdasarkan pada fenomena diatas, maka diperlukan suatu kajian yang mendalam untuk mengetahui seberapa besar penanganan yang dilakukan lembaga keuangan syariah dalam pembiayaan bermasalah khususnya pada produk murabahah. Merasa tertarik dengan permasalahan diatas, maka penulis
mencoba untuk menelitinya dalam sebuah skripsi yang berjudul, “Strategi
Penanggulangan Pembiayaan Murabahah Bermasalah di BMT Ta’awun Cipulir”.
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah
a. Pembatasan masalah
Mengingat luasnya pembicaraan mengenai pembiayaan bermasalah, maka penulis hanya membicarakan mengenai strategi penanggulangan
(16)
b. Perumusan masalah
Berdasarkan pembatasan diatas, maka perumusan masalah pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana strategi penyelesaian pembiayaan murabahah bermasalah
secara teoritis?
2. Bagaimana peta pembiayaan murabahah bermasalah pada BMT
Ta’awun?
3. Bagaimana keberhasilan BMT Ta’awun dalam menanggulangi
pembiayaan murabahah bermasalah? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan penelitian:
1. Untuk mengetahui strategi penyelesaian pembiayaan murabahah
bermasalah secara teoritis.
2. Untuk mengetahui bagaimana peta pembiayaan murabahah bermasalah di
BMT Ta’awun.
3. Untuk mengetahui bagaimana keberhasilan BMT Ta’awun dalam
menanggulangi pembiayaan murabahah bermasalah.
b. Manfaat penelitian
1. Bagi Penulis
Sebagai media pengembangan wawasan dan ilmu pengetahuan dalam dunia perbankan syariah sekaligus dapat memberikan tambahan
(17)
pengalaman pada bidang tersebut khususnya mengenai penanganan
pembiayaan murabahah bermasalah yang terjadi pada BMT Ta’awun.
2. Bagi Perusahaan
Dari hasil tersebut diharapkan dapat memberikan bahan masukan dalam memecahkan masalah tersebut serta memberikan manfaat demi kemajuan dimasa mendatang.
3. Bagi Pihak Lain
Sebagai bahan informasi dan sumber ilmu pengetahuan serta gambaran proses yang diterapkan Bank syariah dalam menangani pembiayaan murabahah bermasalah bagi yang tertarik sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut.
D. Review Studi Terdahulu
Untuk menghindari penelitian dengan objek yang sama, maka diperlukan kajian terhadap kajian-kajian terdahulu terhadap beberapa penelitian yang dilakukan baik oleh praktisi ataupun oleh mahasiswa mengenai fenomena yang berkaitan dengan penelitian. Dibawah ini terdapat beberapa penelitian berhubungan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis pada saat ini, yaitu: 1. Upaya Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah dalam Rangka Meningkatkan
Aktifitas Perbankan Syariah (Bank Muamalat) –Churmah- (FSH/Muamalat/Perbankan 1423H/2003M)
Penelitian ini menjelaskan mengenai penyaluran atas dana pembiayaan di Bank Muamalat tidak diberikan batasan-batasan mengenai sektor yang akan
(18)
dibiayai. Bank Muamalat memberikannya untuk semua sektor usaha yang sesuai dengan yang telah ditetapkan Bank Indonesia, yaitu melalui penyaluran yang produktif untuk keperluan yang konsumtif. Selain itu jg menjelaskan faktor-faktor penyebab pembiayaan bermasalah yang terjadi di Bank Muamalat dapat berasal dari 2 faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Untuk faktor internal yang berasal dari debitur adalah dikarenakan pihak debitur belum memenuhi pengalaman dalam bidang keuangan dan pengelolaan permasalahan. Penyebab lain adalah unsur kesengajaan debitur memberikan data-data yang tidak benar pada saat mengajukan permohonan dan pihak bank pun tidak mencermatinya. Sedangkan penyebab eksternal (faktor diluar jangkauan kreditur dan debitur) yaitu akibat bencana alam seperti banjir, kebakaran dan kerusuhan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dengan cara kualitatif yang dideskripsikan. 2. Pengaruh Pembiayaan Bermasalah terhadap Kualitas Aktiva Produktif
pada BPRS (Studi Kasus PT. BPRS Risalah Umat) –Saifulloh- (FSH/Muamalat/Perbankan Syariah 1426H/2005M)
Dalam penelitian ini menjelaskan tentang seberapa besar pengaruh pembiayaan bermasalah terhadap kualitas aktiva produktif pada PT. BPRS Risalah Umat dan menjelaskan apakah prosedur pembiayaan yang diterapkan BPRS Risalah Umat telah sesuai dengan prinsip manajemen Islam. Dari penelitian ini dapat diketahui seberapa pengaruhnya pembiayaan bermasalah terhadap kualitas aktiva produktif pada BPRS Risalah Umat. Selain itu juga
(19)
dijelaskan bahwa kegiatan yang dilakukan untuk pencapaian pembiayaan BPRS Risalah Umat selalu berdasarkan konsep dan norma-norma yang diterapkan Islam.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yang bersifat deskriptif yaitu membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang diselidiki yang kemudian dianalisis.
3. Manajemen Pembiayaan Murabahah pada Bank Syariah (studi kasus Bank Syariah Mandiri cab Pondok Indah), -Usman Chalid- (FSH/Muamalat/Perbankan Syariah 1426H/2005M)
Dalam penelitian ini menjelaskan bagaimana manajemen pembiayaan
murabahah yang dilakukan Bank Mandiri Syariah serta menjelaskan prinsip yang diterapkan Bank Syariah Mandiri dalam manajemen pembiayaan murabahah. Dari penelitian ini dapat diketahui bagaimana manajemen pembiayaan murabahah dilakukan yaitu sebelum dilakukan penandatanganan pembiayaan murabahah terlebih dahulu terpenuhi prosedur persyaratan legalitas dan administrati dari nasabah. Selain itu, manajemen yang diterapkan Bank Syariah Mandiri telah sesuai dengan prinsip Islam, karena kegiatan yang dilakukan untuk pencapaian tujuan pembiayaan murabahah selalu berdasarkan konsep dan norma-norma yang diterapkan oleh Allah SWT. Dan dalam melakukan tindakan-tindakan tersebut dilatarbelakangi oleh konsep amal sholeh seperti melakukan perencanaan yang matang, dan terarah untuk menghindari kekeliruan yang dapat
(20)
merugikan, menggunakan konsep pembagian kerja yang didasarkan pada kemampuan fisik, ilmu dan teknologi yang dimiliki oleh masing-masing karyawan dan memelihara nilai-nilai kemuliaan manusia.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriftif dan tertulis dengan informasi dari yang terlibat dalam objek dilapangan. Sedangkan pengumpulan data yang berkenaan dengan penelitian ini adalah menggunakan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.
Yang membedakan skripsi diatas dengan skripsi yang penulis buat adalah apabila dalam skripsi ini penulis lebih menitikberatkan kepada strategi penanggulangan pembiayaan murabahah bermasalah yang ada pada Bank Syariah
E. Kerangka Teori
Sesuai dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998, bank Syariah didefinisikan sebagai berikut:
“Bank Syariah adalah Bank umum yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayarannya”
Pembiayaan dalam perbankan syariah atau istilah teknisnya aktiva produktif, menurut ketentuan Bank Indonesia adalah penanaman dana Bank Syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, qardh,
(21)
surat berharga syariah, penempatan, penyertaan modal/sementara, komitmen dan
kontinjensi pada rekening administratif serta Sertifikat Wadiah Bank Indonesia.7
Pembiayaan memiliki peranan penting dalam melakukan kegiatan operasional bank syariah, karena pembiayaan merupakan bagian terbesar bagi pendapatan bank dan tentunya pula berpengaruh terhadap nisbah bagi hasil yang diterima nasabah pemilik dana. Apabila bank syariah tidak mampu menyalurkan pembiayaannya, sementara dana yang terhimpun dari shahibul maal (dana pihak ketiga) terus bertambah, maka akan terdapat banyak idle (menganggur), yang dapat berpengaruh terhadap pendapatan dari margin bagi hasil. Hal ini pula yang akan menyebabkan penurunan dana pihak ketiga (DPK) pada Bank Syariah. Oleh karena itu, hendaknya bank syariah harus lebih banyak menyalurkan pembiayaan terhadap masyarakat (unit usaha) namun tetap berlandaskan pada prinsip kehati-hatian.8
Salah satu skim fiqih yang paling popular digunakan oleh perbankan syariah adalah skim jual-beli murabahah. Transaksi murabahah ini lazimdilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Secara sederhana, murabahah berarti suatu penjualan barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang yang disepakati. Jadi singkatnya, murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh
7
Muhammad,, Manajemen Dana Bank Syariah, Yogyakarta, Ekonisia, 2004, Cet. 1, hal.
196 8
Siswanto sutojo, Strategi Manajemen Kredit Bank Umum, Jakarta, Damar Mulia
(22)
penjual dan pembeli. Akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainty contracts, karena dalam murabahah ditentukan berapa required rate of profitnya
(keuntungan yang ingin diperoleh).9
Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual-beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang.10
F. Konsep Penelitian
Konsep penanggulangan pembiayaan murabahah bermasalah menitik
beratkan pada usaha BMT Ta’awun dalam menyelamatkan pembiayaan tersebut,
yaitu melihat bagaimana strategi penanggulangan pembiayaan murabahah bermasalah tersebut, dan prosedur serta cara penanganan pembiayaan bermasalah
yang dilakukan oleh BMT Ta’awun.
Penelitian ini juga melihat perkembangan dari penanganan pembiayaan murabahah bermasalah tersebut. Dari situlah dapat dilihat sejauhmana penanganan pembiayaan tersebut dilakukan demi menghasilkan pembiayaan yang baik dan tidak bermasalah.
9
Ir Adiwarman A Karim, Bank Islam (Analisis Fiqih dan Keuangan), Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada, 2006, Edisi 3, Cet 3, h. 113 10
(23)
G. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data yang dihasilkan berupa data kualitatif, yang dikembangkan dengan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan
terhadap obyek yang diteliti.11 Dimana data yang berupa kata-kata, hasil
wawancara, catatan lapangan, dan arsip-arsip dokumen resmi dari perusahaan terkait, akan dikumpulkan, diolah dan dijelaskan sesuai dengan apa adanya. Data yang telah dikumpulkan dan diperiksa kembali demi tercapainya kesesuaian dari apa yang diteliti.
1. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang berkenaan dengan judul penelitian,
maka teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah:
a. Penelitian Kepustakaan (library research)
Untuk menambah referensi serta kekayaan literatur, penelitian ini mengkaji lebih dalam literatur yang ada, baik berupa buku, catatan,
maupun laporan hasil penelitian.12
b. Penelitian Lapangan (field research)
Penulis juga langsung terjun kelapangan penelitian untuk mendapatkan
data hasil pengamatan lapangan atau informasi dari responden. Untuk
11
Ronny Kountur, Metode Penelitian: Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, (Jakarta: PPM,
2005) , cet. Ketiga, h.105. 12
(24)
memperoleh data yang ada dilapangan, maka digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Data Primer
Penulis mewawancarai beberapa orang terkait dengan tema yang penulis bahas.
b. Data Sekunder
1. Dokumentasi atau arsip yang berhubungan dengan penelitian.
2. Penelitian kepustakaan (library research) dari buku, artikel dan
karya ilmiah yang berkaitan dengan penelitian. 2. Metode Pengolahan Data
Metode pengolahan data yang dipakai dalam menganalisa penelitian
ini menggunakan metode deskriptif analisis yaitu kegiatan penelitian
kegiatan yang hendak menganalisa gambaran atau fakta yang ada dilapangan. Dalam hal ini setelah penulis memperoleh data-data dari hasil penelitian kemudian dianalisis tentang bagaimana strategi yang dilalukan BMT
Ta’awun dalam penanggulangan pembiayaan murabahah bermasalah. Dari
analisis tersebut penulis berusaha menganalisa apakah strategi
penanggulangan pembiayaan murabahah bermasalah di BMT Ta’awun sudah
sesuai dengan praktek ekonomi syariah atau hanya sekedar teori saja.
Suatu laporan, artikel atau monograf yang didasarkan pada penelitian kualitatif bukan, atau seharusnya tidak, hanya merupakan pandangan
(25)
seseorang yang tidak dipersiapkan terlebih dahulu mengenai suatu
keadaan.13
Metode deskriptif dengan pendekatan analitis komparatif. Metode deskriptif yaitu suatu metode dalam meneliti sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu pemikiran, atau suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Penelitian analitis merupakan penelitian yang ditujukan untuk meneliti secara teperinci suatu aktifitas atau kejadian dan hasil penelitian tersebut dapat memberikan rekomendasi untuk keperluan yang akan datang 3. Metode Penulisan
Adapun pedoman dan teknik penulisan skripsi ini berpedoman kepada buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007 yang merupakan sandaran dari penulisan karya ilmiah mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada umumnya, khususnya mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum.
H. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembaca dalam mengikuti materi yang akan dibahas, maka penulis paparkan garis besar isi tiap-tiap bab dibawah ini:
BAB I Pendahuluan, menjelaskan mengenai latar belakang penelitian,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, kajian pustaka, kerangka teori dan kerangka konsep serta sistematika penulisan.
13…
(26)
BAB II Landasan Teori, bab ini menjelaskan mengenai landasan teori yang digunakan dalam pembahasan permasalahan seputar penanggulangan pembiayaan bermasalah khususnya dalam pembiayaan murabahah pada BMT.
BAB III Deskripsi objek penelitian, dalam bab ini akan dipaparkan tentang
objek yang diteliti, sejarah perkembangan lembaga tersebut, profil, visi misi, struktur organisasi dan manajemennya, serta produk dan jasa yang disediakan oleh BMT.
BAB IV Analisis pembahasan, bab ini mengupas tentang faktor-faktor yang
menyebabkan pembiayaan bermasalah. Serta, membahas
penanggulangan yang diakibatkan dari pembiayaan bermasalah.
BAB V Penutup, bab terakhir merupakan kesimpulan serta saran yang dapat
diambil dari hasil penelitian ini sehingga dapat dijadikan sebagai bahan yang bermanfaat untuk menambah pengetahuan tentang strategi penanggulangan pembiayaan bermasalah dan dapat digunakan sebagai bahan perbandingan bagi yang tertarik sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut di kemudian hari.
(27)
BAB II
KONSEP TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN PEMBIAYAAN MURABAHAH BERMASALAH
A. Konsep Murabahah
1. Pengertian Pembiayaan Murabahah
Seorang praktisi perbankan, Muhammad Syafi’i Antonio menjelaskan bahwa “murabahah adalah jual beli barang pada harga asal
dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam murabahah penjual harus memberi tahu harga pokok yang ia beli dan menentukan suatu
tingkat keuntungan sebagai tambahannya”.14
Sedangkan secara sederhana Adiwarman A. Karim dalam bukunya mengartikan bahwa:
Murabahah adalah “Suatu penjualan barang yang seharga barang
tersebut di tambah keuntungan yang disepakati”. Misalnya seorang
membeli barang kemudian menjualnya dengan keuntungan tertentu. Betapa besar keuntungan tersebut dapat dinyatakan dalam nominal rupiah atau dalam bentuk presentase dari harga pembeliannya, misalnya 10%
atau 20%.15
14
M. Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik, Jakarta, Gema Insani Press, 2000, cet. ke2, h. 101.
15
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta, PT Raja
(28)
Karnaen A. Perwataatmadja memberi definisi yang tidak jauh
berbeda, yaitu “Pembiayaan yang diberikan oleh nasabah dalam rangka
pemenuhan produksi. Pembiayaan murabahah mirip dengan kredit modal kerja yang biasa diberikan oleh bank-bank konvensional, dan karenanya
pembiayaan murabahah berjangka waktu di bawah 1 tahun.16
Sedangkan menurut Zainul Arifin dalam bukunya menjelaskan bahwa:
Dalam transaksi murabahah, penjual harus menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan dan tidak termasuk barang haram. Demikian juga harga pembelian barang dan keuntungan yang diambil dan cara pembayarannya harus disebutkan dengan jelas. Dengan cara ini si pembeli dapat mengetahui harga sebenarnya dari barang yang dibeli dan
dikehendaki penjual.17
Dari pengertian murabahah, baik dalam literature fiqh maupun praktisi perbankan dapat disimpulkan bahwa pengertian murabahah adalah kontrak jual beli barang antara penjual (BMT) dan pembeli (nasabah) dengan fasilitas penundaan pembayaran baik untuk pembelian asset modal kerja maupun investasi dengan harga asal ditambah dengan keuntungan dan jangka waktu yang telah disepakati oleh kedua belah
16
Karnaen A. Perwataatmadja dan Muhammad Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta, Dana Bhakti Prima Yasa, 1992, cet. ke1, h.15.
17
Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta, Pustaka Alvabet, 2006,
(29)
pihak dan cara pembayarannya dapat dilakukan sekaligus (tunai) pada saat jatuh tempo ataupun dengan cicilan (angsuran).
2. Landasan Hukum Murabahah
a. Al-Quran
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu makan harta
sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah maha penyayang kepadamu”. (an-nisa/3:29).18
Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak akan berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
18
(30)
(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhan Nya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang-orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal didalamnya.”
(Al-baqarah/2:275)19
b. Al-Hadist
Dalam hal ini juga disebutkan. “Pembeli dan penjual berhak untuk membatalkan perjanjian mereka selama mereka tidak terpisa. Apabila mereka itu berbicara benar dan menjalankannya, maka transaksi itu akan diberkahi, tetapi bila mereka saling menyembunyikan dan berdusta, maka berkah atas transaksi mereka itu akan pupus” (HR Bukhari).
Dalam jual beli juga diharapkan adanya unsur suka sama suka,
seperti yang tercantum dalam hadits, “Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan secara suka sama suka” (HR Al-Baihaqi dan Ibnu Majah)
19
(31)
c. Ulas
Umat Islam telah berkonsensus dalam keabsahan jual beli, karena manusia sebagai anggota masyarakat selalu membutuhkan apa yang dihasilkan dimiliki oleh orang lain.oleh karena itu jual beli adalah salah satu jalan untuk mendapatkannya secara sah. Dengan demikian maka
mudahlah bagi setiap individu untuk mendapatkan.20
3. Rukun dan Syarat-syarat Murabahah
a. Rukun Murabahah
Rukun jual beli menurut mazhab Hanafi adalah ijab dan qabul yang menunjukan adanya pertukaran atau kegiatan saling memberi yang menempati kedudukan ijab dan qabul itu.
Menurut jumhur ulama ada 4 rukun dalam jual beli, yaitu: 1). Orang yang menjual,
2). Orang yang membeli, 3). Sighat (Ijab Qabul),
4). Barang/objek atau sesuatu yang diadakan.
5). Harga (tsaman)21
b. Syarat-syarat Murabahah
Dalam murabahah dibutuhkan beberapa syarat antara lain:
20
Wiroso, Jual Beli Murabahah, Yogyakarta, UII Press, 2005, cet. Ke1, h. 13.
21
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Jakarta, Zikrul Hakim,
(32)
1. Mengetahui harga pertama (harga pembelian)
Pembeli kedua hendaknya mengetahui harga pembelian karena hal itu adalah syarat sahnya transaksi jual beli. Jika tidak mengetahui, maka jual beli tersebut tidak sah.22
2. Mengetahui besarnya keuntungan
Karena ia merupakan bagian dari harga (tsaman), sedangkan mengetahui harga adalah syarat sahnya jual beli.
3. Modal hendaknya berupa komoditas yang memiliki kesamaan dan
sejenis, seperti benda-benda yang ditakar, ditimbang dan dihitung.
Syarat ini diperlukan dalam murabahah dan tauliyah, baik ketika dilakukan dengan penjual pertama atau orang lain. Serta baik keuntungan dari jenis harga pertama atau bukan, setelah jenis keuntungan disepakati berupa sesuatu yang diketahui ketentuannya, misalkan dirham ataupun yang lainnya.
4. System murabahah dalam harta ribahendaknya tidak menisbatkan riba
tersebut terhadap harga pertama.
Seperti membeli barang yang ditukar atau ditimbang dengan barang yang sejenis dengan takaran yang sama, maka tidak boleh menjualnya dengan system murabahah. Hal ini tidak diperbolehkan karena murabahah adalah jual beli dengan harga pertama dengan adanya tambahan, sedangkan
22
(33)
tambahan terhadap harta riba hukumnya adalah riba dan bukan keuntungan.
5. Transaksi pertama haruslah secara syara’
Jika transaksi pertama tidak sah, maka tidak boleh dilakukan jual beli secara murabahah, karena murabahah adalah jual beli dengan harga pertama disertai dengan tambahan keuntungan dan hak milik jual beli yang tidak sah ditetapkan dengan nilai barang atau dengan barang yang semisal bukan dengan harga, karena tidak benarnya penamaan.
4. Karakteristik pembiayaan murabahah
Didalam kitab Al-umm karya Imam Syafi’i, beliau menguraikan
karakteristik murabahah, diantaranya:
1. Boleh bagi pemesan/nasabah menentukan spesifikasi pesanannya.
2. Terjadi kesepakatan dalam penentuan keuntungan (margin) pada saat
perjanjian.
3. Penentuan besar kecilnya keuntungan (margin) berdasarkan kelihaian
yang diberi pesanan dalam menyediakan pesanan sesuai spesifikasi yang diminta, kualitas pesanan dan kemampuannya memperoleh dengan harga yang relatif murah.
4. Sistem pembayaran pemesan (cash atau cicil) jadi patokan dalam
penentuan keuntungan.
(34)
1. Bank harus memberitahukan tentang biaya atau modal yang dikeluarkan (capital outlay) atas barang tersebut kepada nasabah.
2. Akad pertama harus sah.
3. Akad tersebut harus bebas dari riba.
4. Bank harus mengungkapkan dengan jelas dan rinci tentang ingkar
janji/wanprestasi yang terjadi setelah pembelian.
5. Bank harus mengungkapkan tentang syarat yang diminta dari harga
pembelian kepada nasabah, misalnya pembelian berdasarkan angsuran.23
Jika salah satu syarat a, b atau c tidak terpenuhi, maka pembelian harus mempunyai pilihan untuk:
1. Melakukan pembayaran penjualan tersebut sebagaimana adanya.
2. Menghubungi penjual atas perbedaan (kekurangan) yang terjadi atau,
3. Membatalkan akad.24
B. Konsep Pembiayaan Murabahah Bermasalah
1. Pengertian Pembiayaan Murabahah Bermasalah
Berdasarkan surat edaran BI no. 31/147/KEP/DIR dan peraturan BI no. 5/7/PBI/2003, untuk penggolongan kualitas aktiva produktif pada bank syariah terdiri dari: Pembiayaan Lancar (L), Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar (KL) , Diragukan (D), Macet (M). Kualitas aktiva produktif ini dinilai berdasarkan usaha, kondisi keuangan
23M. Syafi’i Antonio,
op.cit, h. 102. 24
(35)
dan kemampuan membayar nasabah. Dari lima kualitas pembiayaan diatas yang digolongkan menjadi pembiayaan bermasalah/pembiayaan murabahah bermasalah pada BMT adalah kurang lancar, diragukan dan
macet.25
Pembiayaan murabahah bermasalah adalah pembiayaan yang mengalami kesulitan pengembalian atas pelunasan akibat adanya faktor-faktor dari sisi nasabah ataupun dari sisi bank sendiri sehingga menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Tujuan dari setiap pembiayaan yang diberikan oleh bank adalah untuk menciptakan keuntungan yang diperoleh dari pembayaran hasil keuntungan dan ongkos bank lainnya. Pihak bank harus benar-benar meyakini fasilitas pembiayaan yang diberikan pada nasabah dapat berjalan lancar dan aman, artinya selama pembiayaan berjalan bank akan merasa uangnya aman kemudian pembiayaan tersebut benar-benar dapat memberikan hasil bank, nasabah dan masyarakat yang pada akhirnya pembiayaan tersebut akan kembali pada masa yang telah ditentukan.
2. Faktor-faktor Pemicu Terjadi Pembiayaan yang Bermasalah
Pesatnya perkembangan perbankan syariah telah membawa persaingan yang tajam dikalangan perbankan, tidak hanya dalam menghimpun dana masyarakat tetapi juga dalam penyaluran dana ke
25http://www.google.co.id/#hl=id&biw=1024&bih=383&q=faktor+pemicu+pembiayaan+berm asalah&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=&fp=b63a9513633023ca
(36)
masyarakat (pembiayaan). Persaingan yang terjadi ternyata mendorong pula sikap dan tindakan yang sangat agresif sehingga dalam ekspansi pembiayaan bank kurang mendasar pada prinsip-prinsip usaha yang sehat dan keputusan-keputusan pembiayaan dilakukan secara kurang hati-hati.
Pembiayaan bermasalah jarang timbul secara mendadak, tetapi
datang secara perlahan-lahan dengan memberikan tanda-tanda
penyimpangan (signal of deviation) lebih dulu kepada bank, kecuali
terjadi suatu kecelakaan yang menimpa nasabah atau bidang usahanya.26
Faktor sebab terjadinya pembiayaan bermasalah bermasalah sama halnya dengan sebab pada pembiayaan lainnya yang diberikan bank/BMT kepada nasabahnya. Faktor-faktor pemicu terjadinya pembiayaan murabahah bermasalah secara umum disebabkan sebagai berikut:
1. Ditinjau dari sisi nasabah
a. Kondisi usaha nasabah pembiayaan yang sedang menurun. Hal ini
mungkin disebabkan oleh faktor menejerial perusahaan nasabah yang kurang baik seperti, kelemahan dalam kebijakan pembelian dan penjualan, lemahnya pengawasan biaya dan pengeluaran, kebijakan
piutang yang kurang tepat dan permodalan yang kurang cukup.27
b. Karakter/sikap nasabah. Adanya unsur kesengajaan oleh nasabah untuk
menipu bank dengan jalan memberikan data dan informasi yang tidak
26
Moh. Tjoekam, Perkreditan Bisnis Inti Bank Komersial Konsep, Teknik dan Kasus,
Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 1999, h. 264. 27
(37)
sebenarnya. Disamping itu ada itikad yang kurang baik dari nasabah dalam hal pembayaran kembali pinjamannya, walaupun kemungkinan usahanya baik dan berkembang.
c. Putus Hubungan Kerja (PHK). Ini juga merupakan salah satu faktor
penyebab timbulnya pembiayaan bermasalah. Krisis moneter yang berkepanjangan membawa dampak yang sangat luas, sehingga banyak perusahaan yang memPHK karyawan/pegawainya dikarenakan sudah
tidak beroperasi lagi. Akibat dari PHK secara otomatis
karyawan/pegawai tidak memiliki pendapatan yang mengakibatkan menurunnya atau tidak memiliki kemampuan untuk membayar pembiayaan tersebut.
2. Dari sisi bank
a. Kurang tajamnya analisa. Misalnya, analisa tidak didasarkan pada data
dan proyeksi yang wajar seperti mengabaikan data kinerja operasi dan keuangan perusahaan yang lalu.
b. Tidak terpenuhinya kelengkapan persyaratan minimal, sehingga data
kurang akurat dan kurang relevan hal ini disebabkan karena kurangnya ferivikasi ke pihak ketiga/nasabah.
c. Lemahnya pemantauan (monitoring). Proses terakhir dalam
pembiayaan yaitu monitoring, beberapa langkah monitoring yang harus dilakukan antara lain: memantau mutasi rekening Koran nasabah, memantau pelunasan angsuran, melakukan kunjungan rutin
(38)
ke lokasi usaha nasabah dan melakukan pemantauan terhadap
perkembangan usaha sejenis.28
d. Sistem dan prosedur yang menjadi acuan kurang diindahkan atau tidak
melalui prosedur yang seharusnya dan sering melakukan
penyimpangan.
e. Percaya begitu saja pada data yang disodorkan nasabah tanpa studi dan
penelitian yang komprehensif.
3. Faktor lingkungan, adalah faktor yang berada diluar jangkauan bank
dan nasabah, seperti bencana alam dan peraturan pemerintah yang berubah.
3. Strategi Penanggulangan Pembiayaan Murabahah Bermasalah Strategi sebagai seperangkat tujuan dan rencana tindakan yang spesifik, yang apabila dicapai akan memberikan suatu keunggulan kompetitif yang
diharapkan.29
Pembiayaan yang diberikan oleh perbankan syariah/BMT tidak selamanya berjalan dengan lancar, jika terjadi kegagalan atau permasalahan dalam pengembalian dana masyarakat tersebut ke pihak bank, maka tentunya pihak bank harus menyelamatkan dana masyarakat tersebut, karena dana tersebut merupakan amanah yang dititipkan masyarakat kepada pihak bank. Kewajiban untuk menjaga titipan dengan penuh amanah sangat ditekankan dalam Al-Quran:
28
Sunarto Zulkifli, op-cit, h. 154
29
Blocher. Dkk., Manajemen Biaya, Terjemahan Dra. A. Suty Ambarriani, M.Si, Jakarta:
(39)
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada
yang berhak menerimanya (QS. An-nisa/4 : 58).30
Berikut ini akan dijelaskan upaya atau strategi dalam mengatasi pembiayaan murabahah bermasalah:
1. Melakukan pendekatan kepada nasabah pembiayaan. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui permasalahan yang sedang terjadi pada nasabah pembiayaan. Serta memberikan alternatif solusi dalam mengatasi permasalahan nasabah dengan mendatangi dan mendiskusikannya.
2. Collection, yaitu penagihan secara intensif. Dalam hal ini dilakukan dengan
dua cara sebagai berikut: Pertama, penagihan secara persuasive yaitu dengan mengirimkan surat peringatan atau teguran kepada nasabah yang bermasalah. Kedua, penagihan secara langsung yakni dengan mendatangi langsung nasabah pembiayaan murabahah yang mengalami penunggakan.
3. Rescheduling (penjadwalan ulang), yaitu nasabah diberikan perpanjangan
waktu jatuh tempo dalam pelunasan pembiayaan yang diberikan oleh bank/BMT.
4. Restructuring, yaitu dengan cara:
a. Menambah jumlah kredit
30
(40)
b. Menambah equity yaitu:
- Dengan menyetor uang tunai
- Tambahan dari pemilik31
5. Potongan pelunasan, artinya bank/BMT memberikan keringanan kepada
nasabah yang bermasalah berupa potongan pelunasan dalam tempo yang telah ditentukan.
6. Penyitaan jaminan, yaitu penjualan barang-barang yang dijadikan jaminan
dalam rangka pelunasan pembiayaan. Hal ini dilakukan apabila nasabah sudah benar-benar tidak mampu lagi untuk membayar hutangnya.
7. Hapus buku yaitu langkah terakhir yang dilakukan untuk membebaskan
nasabah dari beban hutangnya, dikarenakan nasabah sudah tidak mampu lagi untuk mengembalikan pinjamannya dan barang yang dijadikan jaminan tidak bisa menutupi hutangnya. Sedangkan usaha yang dijalaninya sudah tidak
bisa diharapkan lagi.32 Seperti firman Allah SWT:
Artinya: Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian
31
Kasmir SE,.MM, Dasar-dasar Perbankan, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2004, edisi
1, cet. 3, h. 128-129.
32
Kasmir, Bank dan Lembaga keuangan Lainnya, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,
(41)
atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui (QS. Al-Baqarah/2:280)
Apabila menurut pertimbangan bank, pembiayaan yang bermasalah tidak mungkin terselamatkan dan menjadi lancar kembali melalui upaya-upaya penyelamatan sehingga akhirnya pembiayaan tersebut menjadi macet. Maka bank akan melakukan tindakan-tindakan penyelesaian atau penagihan pembiayaan bermasalah itu merupakan upaya bank untuk memperoleh kembali pembayaran baik dari nasabah debitur atau penjamin atas kredit bank yang telah menjadi bermasalah atau tanpa melikuidasi angsurannya.
Karena itu, untuk menyelesaikan pembiayaan bermasalah perlu menggunakan pendekatan sebagai berikut:
a. Bank tidak membiarkan atau bahkan menutup-nutupi adanya
pembiayaan bermasalah.
b. Bank harus mendeteksi secara dini adanya pembiayaan bermasalah
atau diduga akan menjadi pembiayaan bermasalah.
c. Penanganan pembiayaan bermasalah atau diduga akan menjadi
pembiayaan bermasalah juga harus dilakukan secara dini dan sesegera mungkin.
d. Bank tidak melakukan penyelesaian pembiayaan bermasalah dengan
(42)
dan mengkapitalisasi tunggakan bunga tersebut atau yang lazim dikenal dengan praktek plafondering pembiayaan.
e. Bank tidak boleh melakukan pengecualian dalam penyelesaian
pembiayaan bermasalah. Khususnya untuk pembiayaan bermasalah kepada pihak-pihak yang terkait dengan bank dan debitur-debitur besar tertentu.
Bank dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah atau macet dapat menempuh cara-cara sebagai berikut:
1. Penyerahan Pengurusan Kredit Macet kepada PUPN
Dengan UU No. 49/Prp/Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara dibentuklah PUPN yang tugasnya mengurus piutang Negara yang oleh pemerintah atau badan-badan yang secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh Negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian, atau sebab lainnya telah diserahkan pengurusannya kepadanya. Piutang yang diserahkan itu ialah piutang yang adanya dan besarnya telah pasti menurut hokum, akan tetapi yang menanggung utangnya (penjamin) tidak melunasi sebagaimana mestinya.
2. Proses Gugatan Perdata
Sejalan dengan klausula yang biasa tercantum dalam setiap perjanjian kredit antara bank dan nasabahnya, maka dalam hal nasabah sebagai debitor tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk melunasi kredit, bank dapat mengajukan gugatan perdata kepada pengadilan. Apabila
(43)
debitur tetap tidak melunasi kredit, maka atas dasar perintah ketua pengadilan negeri tersebut dilakukan penyitaan harta kekayaan debitor untuk kemudian dilelang.
3. Penyelesaian Melalui Badan Arbitrase (perwasitan)
Dalam penyelesaian kredit kadang dicantumkan pula klausula yang menyebutkan bahwa apabila timbul sengketa sebagai akibat dari perjanjian kredit, maka penyelesaiannya melalui arbitrase dan keputusan arbitrase merupakan keputusan final. Adapun manfaat penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini keputusannya lebih cepat diperoleh bila dibandingkan melalui pengadilan yang sifat penyelesaiannya tertutup dan dapat menjaga nama baik para pihak.
4. Penagihan Oleh Penagih Utang (Debt Collector) swasta.
Pemanfaatan debt collector dalam menagih kredit macet bank ini ternyata jauh lebih efektif dibandingkan dengan cara menyerahkannya kepada PUPN atau melalui proses gugatan perdata. Sebab penelitian menunjukan kurang lebih 75% bank-bank swasta menggunakan dept collector untuk menagih kredit mereka yang macet. Hal ini disebabkan antara lain:
a. Karena tidak bekerjanya sarana-sarana hukum dan hokum
dianggap tidak efisien dan efektif.
b. Bertele-telenya proses penegakan hukum menimbulkan
(44)
c. Pengadilan tidak bisa memberikan jaminan kepastian hukum dan berjalan singkat.
d. Dept collector dianggap lebih mampu bekerja dalam waktu
relative singkat dan tingkat keberhasilannya mencapai 90 %. Dalam melakukan kredit macet tidak jarang dept collector memeras, mengintimidasi atau mengancam pihak penanggung hutang. Hal tersebut berlawanan dengan hukum dan dapat menurunkan kredibilitas yang bersangkutan. Oleh karena itu, sudah sewajarnya dept collector bertindak secara professional dalam menagih utang kredit macet dengan cara yang
etis dan tidak berlawanan dengan hukum.33
33
Usman S.H Rachmadi, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta, PT
(45)
BAB III
GAMBARAN UMUM BMT TA’AWUN
A. Sejarah Berdirinya BMT Ta’awun
BMT adalah kependekan kata Balai Usaha Mandiri Terpadu atau Baitul Mal wat Tamwil, yaitu Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip Syariah. BMT sesuai namanya terdiri dari dua fungsi utama, yaitu:
a. Baitul tamwil (rumah pengembangan harta), melakukan kegiatan
pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi.
b. Baitul maal (rumah harta), menerima titipan dana zakat, infak dan sedekah
serta mengoptimalkan distribusikannya sesuai dengan peraturan dan
amanahnya.34
BMT (Baitul Maal wat Tamwil) adalah lembaga keuangan mikro
syari’ah yang ditumbuhkan oleh prakarsa dan dengan modal awal dari tokoh
34
Andri Soemitra MA, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, 2009, Jakarta: kencana.
(46)
tokoh masyarakat setempat sebagai landasan sistem ekonomi yang salaam:
keselamatan, keadilan, dan kesejahteraan.35
Kehadiran BMT Ta’awun sebagai Lembaga keuangan Syari’ah yang
berlokasi di Jl. Amsar No. 4 Cipulir Kebayoran Lama Jakarta Selatan. BMT
Ta’awun beroperasi pada bulan Mei 2004 yang dimotori oleh AMK ( Anak
Muda Kreatif ) Cipulir. Adapun para pendiri dan pengagas serta pengurus
berdirinya BMT Ta’awun adalah dari unsur pemuda Cipulir yaitu Saifuddin
SHI, Fajaruddin Malik, Subandikot Amd, Syahruddin S.Kom, Abdul Kodir
SHI dan Danang. Sedangkan dari unsur pengawas BMT Ta’awun yaitu Ir.
Moch. Agus Tiono, Hilwin Manan, Ir. Edi Supriyanto, Abdul Khoir, Masyhuri Husein S.Ag, dan Drs. Syafei dengan mendapat dukungan warga Jl. H.Amsar Cipulir.
Pada awal operasinya BMT Ta’awun (Mei 2004) hanya memiliki
modal sebesar Rp.100.000.000,- yang merupakan dana sosial pribadi dari beberapa investor kita.
Pada saat itu BMT Ta’awun belum memiliki badan hukum yang resmi
hanya berbentuk swadaya masyarakat yang ingin membantu masyarakat miskin agar dapat lebih produktif dalam berusaha dan ingin memperkenalkan sistem penghimpunan dan penyaluran pembiayaan pola syariah. Perjalanan
BMT Ta’awun baru diresmikan pada tanggal 21 Juli 2005 dengan legal SIUP
35
M. Amin Aziz, Pedoman Pendiri BMT (Baitul Maal wat Tamwil), Jakarta: Pinbuk Press,
(47)
No.01696/1.824.51, SK MENKOP dan UKM No. 0254/BH/-1.82/VII/2005,
AKTA NOTARIS ARNASYAA PATTINAMA SH No.6 di Jakarta.36
BMT Ta’awun telah beroperasi selama 6 tahun ini telah memberikan banyak harapan bagi rakyat kecil untuk mengembangkan dan meningkatkan usaha kearah yang lebih baik. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak masyarakat yang belum mengetahui lembaga BMT ini, begitu pula kehadiran lembaga ini tidak akan berfungsi secara optimal bila tidak didukung oleh semua pihak.
B. Prinsip-prinsip BMT Ta’awun
1. Ahsan (mutu hasil kerja terbaik), thayibban (terindah) ahsanu’amala (memuaskan semua pihak), dan sesuai dengan nilai-nilai salam: keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan.
2. Barokah, artinya berdayaguna, berhasil guna, adanya penguatan jaringan,
transparan (keterbukaan), dan bertanggung jawab sepenuhnya kepada masyarakat.
3. Spiritual communication (penguatan nilai ruhiyah).
4. Demokratis, partisipatif, dan inklusif.
5. Keadilan sosial dan kesetaraan jender, non-diskriminatif.
6. Ramah lingkungan.
36
(48)
7. Peka dan bijak terhadap pengetahuan dan budaya lokal, serta keanekaragaman budaya.
8. Keberlanjutan, memberdayakan masyarakat dengan meningkatkan kemampuan diri dan lembaga masyarakat lokal.
C. Visi dan Misi BMT Ta’awun
Dalam menjalankan usahanya BMT Ta’awun memiliki visi dan misi,
agar kegiatan operasionalnya memiliki tujuan dan dalam perjalanan usahanya tidak melenceng atau tidak keluar dari visi dan misi yang telah dibuat oleh
BMT Ta’awun pada saat pendiriannya.
1. Visi BMT
a. Membangun perekonomian umat dengan pembinaan usaha mikro dan
pemberdayaan dhu’afa produktif secara amanah dan professional.
b. Meningkatkan profesionalisme dalam pengelolaan zakat.
c. Serta meningkatkan kesadaran berzakat bagi para Muzakki dan
membangun kemandirian para Mustahiq.
2. Misi BMT
a. Membangun Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah yang profesional dan amanah.
b. Melayani dan membina masyarakat mikro dengan produk-produk
perbankan syari’ah dalam pengembangan usaha.
c. Mengelolah zakat, infaq dan shodaqoh masyarakat secara profesional
(49)
d. Melakukan pemberdayaan dan pembinaan terhadap mustahik untuk
menjadi muzaki.
D. Tujuan berdirinya BMT
Tujuan berdirinya BMT adalah guna meningkatkan kualitas usaha ekonomi bagi kesejahteraan anggota, yang merupakan jamaah masjid lokasi BMT berada pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan ekonomi umat sebagai bagian dari pembangunan
ekonomi kerakyatan, maka sudah seharusnya memanfaatkan dan
memberdayakan Koperasi dan BMT sebagai lembaga yang menghimpun masyarakat ekonomi lemah dengan mengembangkan iklim usaha dalam lingkungan sosial ekonomi yang sehat dan menggandeng lembaga-lembaga pemerintahan daerah, organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, dan Lembaga Perbankan Syariah , yang sedang berkembang saat ini di Indonesia, dalam sebuah bentuk kemitraan berupa pembinaan manajerial koperasi, bantuan pengembangan perangkat dan sistem keuangan mikro, serta kerjasama
pendanaan dan pembiayaan.37
Adapun tujuan BMT Ta’awun yaitu:
1. Melepaskan ketergantungan pada rentenir.
2. Motor penggerak ekonomi.
3. Tombak ekonomi syariah.
4. Penghubung kaya dan miskin.
37
(50)
5. Sarana pendidikan informal untuk hidup barakah.38 E. Produk-produk BMT Ta’awun
1. Produk-produk pengumpulan dana BMT Ta’awun
a. Produk pengumpulan dana dari kegiatan Baitul Maal
1) Zakat 2) Infak 3) Shadaqah
b. Produk Pengumpulan dana dari kegiatan Baitul Tamwil
1) Simpanan Ta’awun
Adalah satu jenis produk simpanan yang bersifat umum, dapat diambil kapan saja dan dapat digunakan untuk apa saja dengan setoran awal sebesar Rp. 10.000 dan untuk selanjutnya minimal setoran Rp. 2.000 setiap kali setor.
2) Simpanan Pendidikan
Adalah jenis produk simpanan yang biasa digunakan untuk kebutuhan persiapan pendidikan dan proses pengambilan sesuai dengan masa-masa pendidikan yaitu persemester yang tepatnya pada bulan Juli dan Desember. Dengan setoran awal minimal Rp. 10.000 dan selanjutnya setiap setoran Rp. 2.000.
3) Simpanan Idul Fitri
38
(51)
Adalah produk simpanan yang digunakan untuk kebutuhan menjelang Idul Fitri dan proses pengambilannya hanya bisa dilakukan 1 bulan sebelum hari raya Idul Fitri. Dengan minimal setoran awal Rp. 10.000 dan selanjutnya minimal Rp. 2.000 untuk setiap kali setor.
4) Simpanan Idul Qurban
Adalah simpanan yang memang dipersiapkan untuk mereka yang
berniat menjadi seorang Mudhahi (pengkurban) pada saat hari raya
Idul Adha. Yang dananya nanti untuk membeli hewan kurban dan dapat diambil 1 bulan sebelum hari raya Idul Adha.
5) Simpanan Deposito
Simpanan berjangka yang sistem pengambilannya hanya pada jangka tertentu yaitu 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 1 tahun. Simpanan ini pun juga dapat di Rool Over (perpanjang) waktunya sesuai keinginan anggota.
2. Produk-produk penyaluran dana BMT Ta’awun
a. Produk-produk penyaluran dana dari kegiatan Baitul Maal
1) Pemberdayaan Zakat
a. Santunan
b. Beasiswa Pendidikan
c. Qord Hasan
(52)
e. Muqayyadah
2) Pemberdayaan Infaq
a. Kesehatan
b. Kemanusiaan
c. Muqayyadah
d. Penyaluran dana dari kegiatan Baitul Tamwil
3) Produk pembiayaan
a. Pembiayaan Murabahah
Secara teknis yaitu harga jualnya terdiri dari harga pokok barang (pembiayaan) di tambah keuntungan (margin) yang disepakati, sementara pembayaran bisa dilakukan dengan tunai, tangguh, ataupun jenis produk pembiayaan dengan sistem jual beli dicicil.
b. Pembiayaan Musyarakah
Kerjasama antara dua belah pihak atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu yang halal dan produktif dengan pembagian nisbah (bagi hasil) sesuai kesepakatan dan risiko usaha ditanggung sesuai porsi kerjasama.
c. Pembiayaan Mudharabah
Kerjasama antara pemilik tenaga (pekerja). Dalam hal ini BMT 100% memberikan permodalan kepada pengusaha yang sudah
(53)
memiliki skill dan tenaga kerja tetapi belum memiliki modal sama sekali, dengan bagi hasil sesuai kesepakatan.
d. Pembiayaan Ijarah
Pembiayaan dengan pemindahan hak guna atau manfaat atas barang atau jasa, dengan memberikan upah sewa tanpa diikuti pemindahan hak kepemilikan barang atau jasa.
e. Pembiayaan Qordh
Pemberian kepada anggota yang dapat ditagih atau diminta kembali dengan tanpa minta imbalan atau kelebihan dari poko
pinjaman, pinjaman ini hanya diberikan kepada para dhu’afa
atau mustahik zakat.39
F. Stuktur Organisasi BMT Ta’awun
Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, BMT Ta’awun Cipulir mempunyai
struktur organisasi dengan fungsi masing-masing. Adapun tugas dan tanggung jawabnya sebagai berikut:
1. General Manager (GM)
a. Fungsi utama jabatan
Merencanakan, mengkoordinasikan dan mengendalikan seluruh aktivitas lembaga yang meliputi penghimpunan dana serta penyaluran dana yang merupakan kegiatan utama lembaga serta kegiatan-kegiatan
39
(54)
yang secara langsung berhubungan dengan aktivitas utama tersebut dalam upaya mencapai target.
b. Tugas pokok
1) Bertanggung jawab atas aktivitas BMT dan melaporkan
perkembangan unit BMT kepada Dewan Pengurus.
2) Bertanggung jawab dan mensosialisasikan perkembangan BMT
kepada seluruh pengelola melalui mekanisme rapat yang disepakati.
2. Manager Keuangan/Operasional
a. Fungsi utama jabatan
Merencanakan, mengarahkan, mengontrol serta mengevaluasi seluruh aktivitas keuangan baik yang berhubungan dengan pihak internal maupun eksternal yang dapat meningkatkan asset BMT serta pelayanan terhadap mitra maupun anggotan BMT.
b. Tugas pokok
1) Terbitnya laporan keuangan, penghimpunan dana masyarakat
secara lengkap, akuran dan sah baik harian, bulanan ataupun sesuai dengan periode yang dibutuhkan.
2) Menjaga kelangsungan dana baik di kas maupun di bank dengan
beramsumsi dari rasio keuangan yang telah disepakati.
3) Terselenggaranya seluruh aktivitas rumah tangga BMT yang
(55)
3. Manager Pembiayaan/Marketing
a. Fungsi utama jabatan
Mengarahkan, mengembangkan serta mengevaluasi target lending dan funding serta memastikan strategi yang digunakan sudah tepat dalam upaya mencapai sasaran termasuk dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah (NPF) dan mengontrol penerimaan dan penyaluran dana ZIS.
b. Tugas pokok
1) Tercapainya target kabag pembiayaan dan A/O baik funding
maupun lending serta penanganan NPF.
2) Melakukan penilaian terhadap potensi pasar dan pengembangan
pasar.
3) Menilai dan mengevaluasi kinerja kabag pembiayaan dan A/O.
4. Kabag Pembiayaan
a. Fungsi utama jabatan
Menjalankan program kerja yang diberikan Manager
Pembiayaan/marketing untuk mengarahkan strategi yang digunakan sudah tepat dalam upaya mencapai sasaran termasuk dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah (NPF).
b. Tugas pokok
1) Tercapainya target A/O baik funding maupun lending serta
(56)
2) Menilai dan mengevaluasi kinerja bagian A/O.
3) Melaporkan hasil kinerja pembiayaan baik dari segi pencapaian
maupun penanganan pembiayaan bermasalah kepada Manager Pembiayaan/Marketing.
5. Kabag Baitul Maal
a. Fungsi utama
Membuat program kerja dan melaksanakan untuk mengontrol penerimaan dan penyaluran dana ZIS serta melaksanakan kegiatan social.
b. Tugas pokok
1) Tercapainya target penerimaan ZIS yang maksimal.
2) Mencari staff untuk menjalankan program Baitul maal.
3) Menjalankan program yang masih relevan dan baik.
4) Melaporkan hasil kinerja Baitul Maal baik dari segi penerimaan
ZIS dan pemberdayaan kepada Manager Pembiayaan/marketing.
6. Teller
a. Fungsi utama jabatan
Melaksanakan segala sesuatu transaksi yang sifatnya tunai baik transaksi simpanan, transaksi pembiayaan di Pusat maupun A/O serta membuat laporan harian.
b. Tugas pokok
(57)
2) Terjaganya keamanan kas kecil (dana pada teller).
3) Terselesaikannya pengimputan dana kolekan anggota A/O dan
Pusat serta bagi hasil pada buku tabungan anggota pusat.
7. Sekertaris Umum
a. Fungsi utama jabatan
Mengelola administrasi keuangan dan pembiayaan serta GM dan
memberikan pelayanan prima sehubungan dengan produk funding
(penghimpunan dana).
b. Tugas pokok
1) Pelayanan terhadap pembukaan dan penutupan rekening tebungan
dan siberkah mudharabah serta pembiayaan anggota.
2) Pembuatan laporan pembiayaan.
3) Pengarsipan form tabungan dan siberkah mudharabah serta
pembiayaan.
8. Account Officer (A/O)
a. Fungsi utama jabatan
Melayani pengajuan pembiayaan, melakukan analisis kelayakan awal dan memberikan rekomendasi atas pengajuan pembiayaan di setiap pangsa pasarnya serta menerapkan strategi dan pola-pola dalam rangka penghimpunan dana masyarakat terutama dipasar binaannya.
b. Tugas pokok
(58)
2) Memastikan target funding dan lending pasar binaan dapat tercapai.
3) Memastikan analisis awal pembiayaan telah dilakukan dengan
tepat dan lengkap sesuai dengan kebutuhan dalam rapat komite.
4) Melakukan penanganan pembiayaan bermasalah atau angsuran
pembiayaan yang dijemput ke lokasi pasar binaannya.
9. Ketua Badan Pengurus
a. Fungsi utama jabatan
Melakukan control/pengawasan secara keseluruhan atas aktivitas lembaga dalam rangka menjaga kekayaan BMT dan memberikan arahan dalam upaya lebih mengembangkan dan meningkatkan kualitas BMT.
b. Tugas pokok
1) Bertanggung jawab atas aktivitas BMT dan melaporkan
perkembangan unit BMT kepada seluruh anggota mekanisme rapat yang disepakati.
2) Terseleksinya calon karyawan sesuai dengan formasi yang
dibutuhkan dan mengeluarkan Surat Keputusan
Pengangkatan/Pemberhentian Karyawan.
3) Terbukanya hubungan kerjasama dengan pihak-pihak luar dalam
(59)
4) Menjaga BMT agar dalam aktivitasnya senantiasa sesuai dengan visi dan misinya.
10.Sekretaris Badan Pengurus
a. Fungsi utama jabatan
Melakukan pengelolaan pengadministrasian segala sesuatu yang berkaitan dengan Aktivitas Badan Pengurus.
b. Tugas pokok
1) Mengadministrasikan seluruh berkas yang menyangkut
keanggotaan BMT.
2) Mengatur semua surat-surat masuk dan keluar, khususnya yang
berkaitan dengan Badan Pengurus.
3) Merencanakan rapat rutin koordinasi dan evaluasi kegiatan Badan
Pengurus.
4) Mendistribusikan setiap hasil rapat Pengurus/Anggota kepada
pihak-pihak yang berkepentingan.
11.Bendahara Badan Pengurus
a. Fungsi utama jabatan
Melakukan pengelolaan keuangan BMT secara keseluruhan sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas Pengurus.
b. Tugas pokok
1) Melaporkan laporan keuangan BMT kepada pihak yang
(60)
2) Memberikan laporan perkembangan simpanan wajib dan simpanan
pokok anggota.40
40
(61)
Gambar 3.1
STRUKTUR ORGANISASI BMT TA’AWUN Periode 2008 - 2010
NB: : Garis Komando/Perintah : Garis Kordinasi
Sumber : Company Profile BMT Ta’awun BAB IV
RAT Anggota
PENGURUS Ir. Hilwin Manan Ir. Edy Supriyanto
Abdul Hoir
DEWAN PENGAWAS MANAGEMENT Ir. Mochamad Agustiono MM
Ir. Hariyanti Soeroso DEWAN PENGAWAS SYARIAH
Ir. Deni Hadiana Ust. H. Mashyuri Husein S.Ag
GM BMT TA’AWUN Subandikot Amd
MANAGER MARKETING / PEMBIAYAAN Abdul Kodir SHI MANAGER OPERASIONAL /
KEUANGAN Syahruddin S.Kom
KABAG BAITUL MAAL Irfan Abdulloh KABAG PEMBIAYAAN Kamaluddin Nazuli SEKUM Dian Amrulloh TELLER OB
Slamet A. A/O
Aris S.Sos
A/O Irwansyah S.Pd
A/O Iim iman N.
A/O Agung K.
A/O Aris S.Sos
(62)
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Peta Pembiayaan Murabahah Bermasalah di BMT Ta’awun
Kiprah BMT Ta’awun selama ini lebih banyak terjun ke pasar, sasarannya adalah pasar-pasar yang ada diwilayah Jakarta. Saat ini hingga tahun 2010 BMT
Ta’awun memiliki mitra pasar binaan sebanyak 20 wilayah dengan total jumlah anggota 2558 nasabah, diantaranya pasar pusat 625, pasar cidodol 280, pasar ulujami 212, pasar buncit 46, home industri cipulir 212, pasar Bangka 95, pasar blok A 104, pasar pondok labu 11, pasar becek 30, pasar bintaro 115, pasar pos pengumben 286, pasar palmerah 135, pasar pisang 116, pasar meruya 249, pasar aries 31, pasar kopro tomang 23, pasar cipadu 35, pasar saraswati ciledug 13,
pasar Borobudur 7, pasar bintaro sektor II 21.41
Dengan jumlah anggota yang sekian banyak, BMT Ta’awun harus lebih
berhati-hati dalam memberikan pembiayaan murabahah. Maka, dituntut adanya strategi penanggulangan pembiayaan murabahah yang terarah agar dapat meminimalisir terjadinya pembiayaan murabahah bermasalah.
Peta pembiayaan murabahah bermasalah di BMT Ta’awun melihat dari
titik kritis mana pembiayaan yang akan menyebabkan masalah. Beberapa titik
kritis sektor usaha yang dibiayai oleh BMT ta’awun yaitu:
41
(63)
Pedagang sayur, titik kritisnya yaitu musim panen, faktor cuaca, sifat barang yang tidak tahan lama dan alokasi.
Pedagang kaki lima, titik kritisnya yaitu aspek legal (status tempat),
tempat tinggal dan alokasi.
Pedagang buah, titik kritisnya yaitu musim panen, barang mudah
rusak.
Pedagang keliling, titik kritisnya yaitu tempat mangkal, alokasi.
Home industry, titk kritisnya yaitu produksi, manajemen, pemasaran.
Dalam menyalurkan pembiayaan, BMT Ta’awun memiliki prosedur
pembiayaan yang harus dilakukan oleh anggota dan BMT agar pembiayaan yang akan disalurkan tepat sasaran, secara umum prosedur pembiayaan pada BMT
(64)
Gambar 4.1
PROSES PEMBIAYAAN DI BMT TA’AWUN
PERMOHONAN PEMBI-AYAAN (WAWANCARA)
ON THE SPOT (KUNJUNGAN LAPANGAN) ANALISA PEMBIAYAAN (MEMBUAT MAP) RAPAT KOMITE NEGOSIASI DENGAN MITRA
PENCAIRAN / PENGIKATAN AQAD
MONITORING LUNAS TAHAP 1 2 3 4 5 6 7 8 T O L A K P E R M O H O N A N P E M B I A Y A A N
(65)
Tabel 4.1
SISTEM DAN PROSEDUR PEMBIAYAAN DI BMT TA’AWUN
No Tahapan Petugas Alat Hasil yang didapat
1 Pengajuan Jasa
mitra/AO
APP, KTP, KK Identitas, tujuan
pengajuan, lokasi, jangka waktu angsuran, besar plafond, referensi
2 Wawancara AO
(Account Officer)
APP, KTP, form wawancara Kondisi usaha, informasi lebih rinci tentang keluarga, choleteral, penilaian karakter langsung
3 On the spot AO
(Account Officer) Form kunjungan lapangan Cross check kondisi usaha (internal dan eksternal), keadaan lingkungan usaha/tempat tinggal, hub. Keluarga, hub. sosial, investigasi awal jaminan
4 Analisis
pembiayaan AO (Account Officer) MAP (memorandum Analisis Pembiayaan) Analisa hubungan antar data, usulan
plafond bila diterima
5 Rapat komite Ketua rapat,
notulen, AO pengaju, AO
penguji
Notulensi rapat, komite, MAP, APP, dan berkas
pendukung Keputusan tentang diterima/tidaknya permohonan pembiayaan. Keputusan tentang skim pembiayaan; plafond, jk.waktu, aqad, besar angsuran, pola angsuran,
(66)
cholateral, profit yang disepakati
BMT
6 Pemberitahuan
Hasil keputusan Rapat Komite AO (Account Officer) APP,MAP, form kunjungan Lapangan Menyampaikan hasil keputusan rapat komite kepada mitra dan
mendengar tanggapannya
7 Rapat komite ulang
(pasif) AO, ketua rapat komite, notulen notulasi rapat yang lalu memusyawarahkan kembali hasil dialog dengan mitra
8 Dropping/pencairan Admp,
manajer, Teller aqad, slip persetujuan pengeluaran dana, slippenarikan, kartu angsuran dan berkas pendukung pembacaan dan pemahaman aqad kepada mitra
9 Monitoring AO
(Account Officer) form kunlap, kartu pengawasan realisasi pembiayaan(alokasi dana), usaha, angsuran
(67)
Tabel 4.1
Perkembangan Non Performing Financing (NPF) Pembiayaan
BMT Ta’awun Cipulir
Tahun 200742
No
TINGKAT
KOLEKTIBILITAS
JUMLAH DEBITUR
OUTSTANDING PEMBIAYAAN
PORSI (%)
A LANCAR 248 Rp. 844.909.961 89 %
B DIPERHATIKAN 37 Rp. 11.810.777 1.25 %
C KURANG LANCAR 62 Rp. 17.404.787 1.85 %
D DIRAGUKAN 35 Rp. 6.147.670 0.67 %
E MACET 64 Rp. 68.482.105 7.25 %
TOTAL 446 Rp. 948.755.300 100 %
Pembiayaan lancar = Rp. 844.909.961
Outstanding = Pembiayaan lancar + Total NPF = Rp. 844.909.961 + Rp. 103.845.339
= Rp. 948.755.300
Non Performing Financing (NPF) 2007 =Total NPF x 100
Outstanding
=Rp .103.845.339 x 100
Rp .948.775.300
= 10,95 %
42
(68)
Pada tahun 2007 total Non Performing Financing (NPF) pada BMT Ta’awun
yaitu sebesar Rp. 103.845.339 atau 10.95% dengan jumlah debitur sebanyak 446 orang. Hal tersebut disebabkan dengan kenaikan harga BBM yang memicu pada penurunan omzet penjualan para anggota serta mahalnya barang-barang kebutuhan penjualan dan penurunan jumlah konsumen. Maka pembayaran pembiayaan mengalami penurunan kemampuan pembayaran.
Tabel 4.2
Perkembangan Non Performing Financing (NPF) Pembiayaan
BMT Ta’awun Cipulir
Tahun 200843
No
TINGKAT KOLEKTIBILITAS
JUMLAH DEBITUR
OUTSTANDING PEMBIAYAAN
PORSI (%)
A LANCAR 543 Rp. 2.704.338.026 96.06 %
B DIPERHATIKAN 64 Rp. 26.854.295 0.95 %
C KURANG LANCAR 52 Rp. 36.471.839 1.29 %
D DIRAGUKAN 25 Rp. 24.061.645 0.85 %
E MACET 49 Rp. 24.122.372 0.85 %
TOTAL 733 Rp. 2.815.848.177 100 %
Pembiayaan lancar = Rp. 2.704.338.026
Outstanding = Pembiayaan lancar + Total NPF
43Laporan Rapat Anggota Tahunan BMT Ta’a
(69)
= Rp. 2.704.338.026 + Rp. 111.510.115
= Rp. 2.815.848.177
Non Performing Financing (NPF) 2007 =Total NPF x 100
Outstanding
=Rp .111.510.115 x 100
Rp .2.815.848.177
= 3.94 %
Pada tahun 2008 NPF pada BMT Ta’awun mengalami penurunan sebesar
7.01% menjadi 3.94% dengan jumlah pembiayaan yang macet sebesar Rp.
24.122.372 atau 0.85%. Di tahun 2008 ini, jumlah debitur BMT Ta’awun mengalami
peningkatan sebanyak 287 orang menjadi 733 orang. Pada persentase tersebut BMT
Ta’awun mengalami kemajuan dari tahun 2007 dengan NPF sebesar 10.95%. NPF
3.94% bukanlah jumlah yang sudah membaik, melainkan harus lebih diturunkan
kembali. Adapun penyebabnya adalah BMT Ta’awun melempar dana pembiayaannya
ke pedagang seperti bengkel, toko ATK, home industri seperti konveksi. Ternyata ada
sebagian usaha-usaha tersebut kurang efektif yang disebabkan oleh pembeli yang sepi karena faktor musim.
Tabel 4.3
Perkembangan Non Performing Financing (NPF) Pembiayaan
BMT Ta’awun Cipulir
Tahun 200944
(70)
No
TINGKAT KOLEKTIBILITAS
JUMLAH DEBITUR
OUTSTANDING PEMBIAYAAN
PORSI (%)
A LANCAR 873 Rp. 2.099.568.800 97 %
B DIPERHATIKAN 66 Rp. 9.939.914 0.45 %
C KURANG LANCAR 34 Rp. 12.843.131 0.59 %
D DIRAGUKAN 18 Rp. 14.364.898 0.66 %
E MACET 72 Rp. 28.175.860 1.3 %
TOTAL 1.063 Rp. 2.164.892.603 100 %
Pembiayaan lancar = Rp. 2.099.568.800
Outstanding = Pembiayaan lancar + Total NPF = Rp. 2.099.568.800 + Rp. 65.323.803
= Rp. 2.164.892.603
Non Performing Financing (NPF) 2007 =Total NPF x 100
Outstanding
=Rp .65.323.803 x 100
Rp .2.164.892.603
= 3 %
Pada tahun 2009 NPF mengalami penurunan kembali sebesar 0.94% yaitu menjadi 3% dengan jumlah pembiayaan macet sebesar 1.3%. Hasil tersebut sangat
membanggakan kinerja BMT Ta’awun dalam meminimalisir pembiayaan
bermasalah. Ditahun ini pun jumlah debitur semakin bertambah sebanyak 330 orang menjadi 1063 orang. Hal tersebut disebabkan banyaknya orang yang membutuhkan
(71)
modal untuk membuka usaha baru. Namun pada persentase tersebut, dimana BMT
Ta’awun mengalami kemajuan dari tahun 2007 bukanlah jumlah yang sudah baik, melainkan harus lebih diturunkan lagi demi kelancaran kegiatan pembiayaan pada
BMT Ta’awun. Faktor yang menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah pada
tahun 2009 yaitu banyaknya persaingan antar pedagang sehingga keuntungan yang didapat pedagang lebih sedikit guna menarik pembeli. Oleh karena itu, pembayaran pembiayaan mengalami penurunan kemampuan membayar yang diakibatkan kecilnya pendapatan si debitur.
B. Faktor penyebab timbulnya pembiayaan bermasalah di BMT Ta’awun Sebagaimana diketahui bahwa dalam setiap pemberian pembiayaan diperlukan adanya pertimbangan serta kehati-hatian agar kepercayaan yang merupakan unsur utama dalam pembiayaan benar-benar terwujud sehingga pembiayaan yang diberikan dapat mengenai sasarannya dan terjaminnya pengembalian pembiayaan tersebut tepat waktunya sesuai dengan akad perjanjian.
Tidak kembalinya pembiayaan yang diberikan oleh suatu BMT berarti secara langsung mengancam kelangsungan hidup bagi BMT itu sendiri. Hal tersebut karena penghasilan bank yang utama adalah dari bagi hasil dan margin (keuntungan dari jual beli) yang dikenakan terhadap pembiayaan yang diberikannya. Jangan dilupakan bahwa dana pembiayaan yang diberikan tersebut sebagian berasal dari simpanan masyarakat baik yang berbentuk giro, tabungan
(1)
pembiayaan.
d) Terjadinya penyimpangan penggunaan pembiayaan. e) Anggota mengajukan penambahan pembiayaan.
f) Anggota mengajukan perpanjangan masa pembayaran pembiayaan.
g) Anggota sering menghindar pada saat pihak BMT melakukan penagihan pembiayaan.
h) Anggota memiliki hutang kepada pihak lain yang tidak diketahui oleh pihak BMT.
Dari serangkaian gejala-gejala yang ada, sebelum terjadinya pembiayaan bermasalah pada BMT Ta’awun, hendaknya mengantisipasi gejala-gejala tersebut sesuai stategi penanganan pembiayaan bermasalah. Karena pada hakikatnya masalah akan datang apabila gejala-gejala yang timbul tidak cepat ditangani dengan baik.
(2)
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Strategi dalam mengatasi pembiayaan murabahah bermasalah terdiri dari beberapa tahapan, yaitu: pertama dengan melakukan pendekatan kepada nasabah. Hal ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang sedang terjadi pada nasabah serta memberikan alternatif solusinya. Kedua, penagihan secara intensif (collection). Dalam hal ini dilakukan dengan dua cara yaitu penagihan secara persuasive dengan mengirimkan surat peringatan/teguran kepada nasabah dan penagihan secara langsung dengan mendatangi nasabah ke lokasi. Ketiga, resheduling yaitu perpanjangan waktu jatuh tempo kepada nasabah. Keempat, restructuring yaitu dengan menambah jumlah kredit dan
(3)
potongan pelunasan yang diberikan pihak bank. Keenam, penyitaan jaminan oleh pihak bank. Hal ini dilakukan apabila nasabah tidak mampu lagi untuk membayar. Ketujuh, hapus buku (write off) yaitu langkah terakhir yang dilakukan untuk membebaskan nasabah dari beban hutangnya.
2. Peta pembiayaan bermasalah di BMT Ta’awun dilihat dari titik kritis dari berbagai sektor usaha yang diberikan pembiayaan oleh BMT Ta’awun.
Beberapa sektor usaha tersebut mempunyai titik kritis yang akan dihadapi oleh BMT Ta’awun antara lain: pedagang sayur titik kritisnya musim panen dan sifat barang tidak tahan lama, pedagang kaki lima/keliling titik kritisnya aspek legal seperti status tempat mangkal, pedagang buah titik kritisnya musim panen dan barang mudah rusak, sedangkan home industry titik kritisnya produksi, manajemen dan pemasaran.
3. BMT Ta’awun dalam menanggulangi pembiayaan murabahah bermasalah sudah cukup baik. Artinya perkembangan Non Performing Financing (NPF) pertiga tahun terakhir ini mengalami penurunan meskipun masih saja terdapat nasabah yang bermasalah. Jumlah persentase NPF di tahun 2007 yaitu 10,95%, tahun 2008 3,94%, dan tahun 2009 3%. Hal tersebut tentunya sangat membanggakan BMT Ta’awun dalam mengatasi pembiayaan bermasalah. B. Saran
(4)
1. Dalam memberikan pembiayaan murabahah hendaknya BMT Ta,awun harus memperhatikan dan melaksanakan sistematika dengan tahapan pembiayaan murabahah yang telah menjadi acuan sehingga memberikan hasil yang optimal bagi BMT Ta’awun dan mampu meminimalisir risiko atau menghindari pembiayaan bermasalah.
2. Hendaknya penilaian pembiayaan murabahah dilakukan dengan sebaik mungkin, hal ini untuk memperkecil kemungkinan terjadinya pembiayaan murabahah bermasalah.
3. Hendaknya proses pengawalan (monitoring) setelah fasilitas pembiayaan dicairkan lebih ditingkatkan karena setelah pembiayaan diberikan tidak selamanya berjalan tanpa adanya hambatan/risiko.
4. Diperlukan SDM yang kompeten dan jujur dalam menganalisa pembiayaan murabahah.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran dan Terjemah.
Antonio, M Syafi’i. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta; Gema Insani Press. Cet.1. 2001
Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum. Jakarta: Gema Insani press, 1999.
Arifin, Zainul. Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: Pustaka Alvabet, Cet 4. Mei 2006
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007. Furchan, Arief. Pengantar Metoda penelitian Kualitatif. Surabaya: Usaha Nasional.
Cet ke 1.1992
Hasan, Iqbal. Metode penelitian dan aplikasinya. Jakarta: Graha Indonesia 2002. http://zonaekis.com/search/syarat+syarat+murabahah
http://www.google.co.id/#hl=id&biw=1024&bih=383&q=faktor+pemicu+pembiayaan+berm asalah&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=&fp=b63a9513633023ca
(6)
Karim, Adiwarman A. Bank Islam (Analisis Fiqh dan Keuangan) Jakarta: Raja Grafindo Persada. Edisi 2, 2006.
Kasmir, Manajemen Perbankan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001. Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah. Yogyakarta: Ekonisia, Cet 1, 2004. Ronny Kountur, Metode Penelitian: Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, Jakarta:
PPM, Cet ke 3, 2005
Sugiarto, Ferry N Idrus. Manajemen Resiko Perbankan. Yogyakarta: Graha Ilmu, Edisi Pertama, 2006.
Sutojo, Siswanto. Strategi Manajemen Bank Umum. Jakarta: Damar Mulia Pustaka, 1997.
Usman S.H Rachmadi, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2003.