Post-tradisionalisme Islam : corak intelektualisme kaum muda NU

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN STRATEGI COOPERATIVE

LEARNING TIPE JIGSAW TERHADAP

HASIL BELAJAR KIMIA SISWA KELAS X

PADA KONSEP REDOKS

OLEH

MUHIBUDDIN

NIM: 103016227134

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQASAH

Skripsi berjudul: "Pengaruh Penggunaan Strategi Cooperative Learning

Tipe Jigsaw terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas X pada Konsep Redoks" diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada, 1 Juli 2008 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Kimia.

Jakarta, September 2008 Panitia Ujian Munaqasah

Ketua Panitia Tanggal Tanda Tangan

Ir. H. Mahmud M. Siregar, M.Si ……… ………... NIP. 150 222 933

Sekretaris Tanggal Tanda Tangan

Baiq Hana Susanti, M.Si ……… ………... NIP. 150 299 475

Penguji I Tanggal Tanda Tangan

Dr. rer nat. Abu Amar, M.Sc ……… ………... NIP. 0320 125 802

Penguji II Tanggal Tanda Tangan

Tonih Feronika, M.Pd ……… ………... NIP. 150 368 738

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Prof. Dr. Dede Rosyada, MA NIP. 150 231 356


(3)

ABSTRAK

Muhibuddin. Pengaruh Penggunaan Pendekatan Cooperative Learning

Teknik Jigsaw terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa pada Konsep Redoks. Skripsi Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang positif pada penggunaan pendekatan cooperative learning teknik jigsaw terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep redoks. Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran aktif, dimana siswa dikelompokkan secara heterogen dan dituntut untuk saling bekerja sama dengan temannya, untuk memaksimalkan kemampuan belajarnya. Jenis pembelajaran kooperatif yang digunakan adalah jigsaw, jigsaw adalah pembelajaran secara berkelompok yang terdiri dari kelompok asal dan kelompok ahli dimana setiap anggota kelompok asal akan bergabung dalam kelompok ahli sesuai dengan topik yang diberikan dari masing-masing anggota kelompok asal. Metode yang digunakan adalah eksperimen semu bertempat di MA Subono Mantofani Jl. Sumatera no. 75 Jombang, Ciputat-Tangerang. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X A sebagai kelas eksperimen dan kelas X B sebagai kelas kontrol. Teknik pengumpulan data dengan tes hasil belajar secara tertulis. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata hasil belajar kelas eksperimen sebesar 66,89 dan rata-rata hasil belajar kelas kontrol sebesar 46,75; sampel dalam penelitian ini berdistribusi normal dan homogen. Uji t dengan thitung sebesar 6,23 dan ttabel sebesar 2,0049 menunjukkan adanya pengaruh yang positif pada penggunaan pendekatan cooperative learning

teknik jigsaw terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep redoks.


(4)

ABSTRACT

Muhibuddin: The Effect of Using Cooperative Learning Jigsaw technique to The Student's Result of Learning against Redoks Concept. Thesis of Study Program of Chemistry Education, Education of Natural Science Department, Faculty of Tarbiyah and Teacher ship Science, State Islamic University "Syarif Hidayatullah"

This research aims to know whether there is a positive effect of using

cooperative learning Jigsaw technique to the student's result of learning chemistry against redoks concept of not. Cooperative learning is an active learning strategy, where students are heterogenic grouped and demanded to cooperate with each other to maximize their learning capability. Kind of learning cooperative use is jigsaw, jigsaw is grouping learning technique which is consists of "home group" and "expert group", where each member of "home group" will join with "expert group" according to the given topic which is given from each "home group". The method used is quasi experiment which is held in MA Subono Mantofani on Sumatera street number 75 Jombang, Ciputat-Tangerang. The sample of the research is the students of X A class as experiment class and X B class as control class. The used technique to collect data is by using written test. The result of the research shows that the average score for experiment class is 66,89 and for the control class is 46,75; sample in this research has a normal distribution and homogeny. t test with thitung6,23 and ttable 2,0045 shows positive effect of using

cooperative learning Jigsaw technique to the student's result of learning chemistry against redoks concept.


(5)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim,

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini. Oleh karena itu, hanya kepada-Nya segala pengabdian dan rasa syukur dikembalikan. Tidak lupa shalawat serta salam penulis haturkan kepada nabi Muhammad saw, rasul yang mulia.

Sudah kewajiban yang harus diselesaikan bagi mahasiswa (khususnya mahasiswa UIN) dalam rangka mengakhiri masa studinya, untuk membuat karya tulis ilmiah berupa skripsi. Alhamdulillah berkat rahmat Allah SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Pendekatan

Cooperative Learning Teknik Jigsaw terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa

Kelas X pada Konsep Redoks”. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan program strata 1 (S1) di Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Mengingat jasa-jasa selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bantuan, dorongan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus dosen pembimbing I yang telah menyediakan waktu, pikiran, dan tenaganya untuk memberikan bimbingan, pengarahan, dan petunjuknya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 2. Ir. H. Mahmud M. Siregar, M.Si, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Baiq Hana Susanti, M.Si, Sekretaris Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Dedi Irwandi, M.Si, Ketua Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus selaku dosen pembimbing II yang


(6)

telah menyediakan waktu, pikiran, dan tenaganya untuk memberikan bimbingan, pengarahan, dan petunjuknya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah mendidik dan memberikan bekal ilmu kepada penulis.

6. Kepala Sekolah MA Subono Mantofani, beserta dewan guru yang telah memperkenankan penulis mengadakan penelitian guna penyelesaian skripsi ini.

7. Siswa-siswi MA Subono Mantofani, khususnya kelas X yang telah menjadi sampel penelitian ini.

8. Ayahanda H. Abu Salim dan Ibunda Saenab tercinta yang telah merawat dan mendidik penulis dengan kasih sayang, memberikan pengorbanan baik materil maupun spiritual yang tidak terhitung nilainya, serta senantiasa mendorong dan mendoa’kan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Kakak-kakak dan adik-adikku (Ismail, Ikhsan, Jalal, Salman, Mursalin, Badrul dan Samsul) yang selalu memberikan motivasi dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Teman-teman kost Yaman, Sulaiman, Raswin, Zukri, Zahruddin, Rahmat, Zamil yang selalu memotivasi penulis.

11.Abdi Rinaldi, Nu’man, Syarif, Turyanto, Amran, Darjo, Miralda, Yeyen, Lika, Puput dan Friesda yang selalu memberikan motivasi, semangat dan perjalanan seru yang menjadi kenangan yang tidak terlupakan bagi penulis.

12.Teman-teman mahasiswa seperjuangan Program Studi Pendidikan Kimia angkatan 2003.

13.Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini merupakan karya kecil di tengah-tengah khazanah ilmu pengetahuan yang sangat luas. Namun penulis tetap berharap semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangsih pada Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu


(7)

Tarbiyah dan keguruaan UIN Syarif Hidayatullah khususnya dan masyarakat umumnya.

Akhirnya hanya kepada Allah jualah penulis persembahkan semuanya, semoga kebaikan dan bantuan baik moral maupun materil dari semua pihak diterima Allah SWT sebagai amal shaleh di sisi-Nya dan mendapat balasan yang berlipat ganda dari-Nya, amin.

Wassalamu alaikum wr. wb

Jakarata, 12 Juni 2008


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah... 6

E. Kegunaan Hasil Penelitian... 7

BAB II DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS... 8

A. Deskripsi Teoritik ... 8

1. Pembelajaran Kooperatif (cooperative learning)... 8

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif (cooperative learning)... 8

b. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif ... 9

c. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif ... 12

d. Jenis-jenis Pembelajaran Kooperatif ... 14

e. Tujuan Pembelajaran Kooperatif dan Manfaatnya ... 15

2. Jigsaw... 17

a. Pengertian Jigsaw... 17

b. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ... 22

3. Konsep Reaksi Oksidasi dan Reduksi (Redoks) ... 23

4. Hasil Belajar Kimia ... 25

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 27


(9)

D. Pengajuan Hipotesis ... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 31

A. Tujuan Penelitian ... 31

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

C. Metode dan Desain Penelitian ... 31

D. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 32

E. Teknik Pengumpulan Data ... 32

F. Teknik Analisis Data... 35

G. Hipotesis Statistik ... 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 38

A. Deskripsi Data ... 38

1. Deskripsi Data Hasil Belajar Kimia Kelas Experimen ... 38

2. Deskripsi Data Hasil Belajar Kimia Kelas Kontrol ... 39

B. Pengujian Persyaratan Analisis ... 41

1. Uji Normalitas ... 41

2. Uji Homogenitas ... 41

C. Analisis dan Interpretasi Data ... 42

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 42

E. Kelemahan dan Keterbatasan Penelitian ... 44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 46

A. Kesimpulan ... 46

B. Saran... 46


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dan Pembelajaran

Tradisional ... 11

Tabel 2 Jenis-jenis Metode Pembelajaran Kooperatif ... 23

Tabel 3 Desain Penelitian... 32

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kimia Kelas Eksperimen ... 38

Tabel 5 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kimia Kelas Kontrol ... 40

Tabel 6 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 41

Tabel 7 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 41

Tabel 8 Hasil Pengujian Hipotesis dengan Menggunakan uji t ... 42

Tabel 9 Uji Validitas Item Butir Soal ... 84

Tabel 10 Taraf Kesukaran Soal ... 87

Tabel 11 Daya Pembeda Soal ... 88

Tabel 12 Data Hasil Belajar Kelas Eksperimen ... 89

Tabel 13 Data Hasil Belajar Kelas Kontrol ... 90

Tabel 14 Daftar Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kimia Kelas Eksperimen ... 94

Tabel 15 Daftar Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kimia Kelas Kontrol ... 99

Tabel 16 Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 102


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Ilustrasi Kelompok Jigsaw ... 22

Gambar 2 Bagan Kerangka Pikir ... 29

Gambar 3 Histogram Kelas Eksperimen ... 39

Gambar 4 Histogram Kelas Kontrol ... 40


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Silabus ... 50

Lampiran 2 Rencana Program Pembelajaran ... 53

Lampiran 3 Kisi-Kisi Soal Instrumen Penelitian ... 68

Lampiran 4 Soal Instrumen ... 78

Lampiran 5 Kunci Jawaban Soal Instrumen ... 82

Lampiran 6 Perhitungan Validitas Soal Instrumen Penelitian ... 83

Lampiran 7 Perhitungan Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 86

Lampiran 8 Perhitungan Taraf Kesukaran Soal ... 88

Lampiran 9 Perhitungan Daya Pembeda Soal ... 89

Lampiran 10 Data Hasil Belajar Kelas Eksperimen ... 90

Lampiran 11 Data Hasil Belajar Kelas Kontrol ... 91

Lampiran 12 Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen .. 92

Lampiran 13 Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol ... 97

Lampiran 14 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 102

Lampiran 15 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 105

Lampiran 16 Perhitungan Uji Homogenitas ... 108

Lampiran 17 Langkah-langkah Pengujian Hipotesis... 110


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa erat kaitannya dengan dunia pendidikan. Sebagaimana tertuang dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam UU RI tentang sistem pendidikan nasional pasal 3 No. 20 tahun 2003.

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1

Dari undang-undang sistem pendidikan nasional yang disebutkan di atas bahwa dunia pendidikan bertanggung jawab terhadap kemajuan peradaban dan kecerdasan bangsa. Muhibbin Syah dalam bukunya mengartikan pendidikan sebagai usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi atau kemampuan sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan belajar mengajar. Kegiatan belajar mengajar tersebut diselenggarakan pada semua satuan dan jenjang pendidikan yang meliputi wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun (SD dan SMP), pendidikan menengah (SMA), dan pendidikan

1

Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, 2006), h. 8


(14)

tinggi (perguruan tinggi).2 Dalam kegiatan pengajaran tersebut sangat dibutuhkan seorang guru yang berpengetahuan luas dan mempunyai keterampilan dalam mengajar. Keterampilan ini dapat berupa keterampilan dasar bertanya, keterampilan dasar memberikan reinforcement (penguatan), keterampilan variasi stimulus, keterampilan membuka dan menutup pelajaran, keterampilan mengelola kelas3. Keterampilan dasar tersebut diperlukan agar guru dapat melaksanakan peranannya dalam proses belajar mengajar.

Adapun secara singkat peranan guru dalam kegiatan belajar mengajar dapat disebutkan sebagai berikut4:

1. Informator

Sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.

2. Organisator

Guru sebagai organisator, pengelola kegiatan akademik, silabus,

workshop, jadwal pelajaran dan lain-lain. 3. Motivator

Peranan guru sebagai motivator ini penting artinya dalam rangka meningkatkan kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar siswa. Guru harus dapat merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas), sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar.

4. Pengarah/director

Jiwa kepemimpinan bagi guru dalam peranan ini lebih menonjol. Guru dalam hal ini harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.

5. Inisiator

2

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Strategi Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), h. 1

3

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), h. 32 – 43

4


(15)

Guru dalam hal ini sebagai pencetus ide-ide dalam proses belajar. 6. Transmitter

Dalam kegiatan belajar guru juga akan bertindak selaku penyebar kebijaksanaan pendidikan dan pengetahuan.

7. Fasilitator

Berperan sebagai fasilitator, guru dalam hal ini akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar.

8. Mediator

Guru sebagai mediator dapat diartikan sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.

9. Evaluator

Ada kecenderungan bahwa peran guru sebagai evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademis maupun tingkah laku sosialnya. Tetapi kalau diamati secara mendalam evaluasi-evaluasi yang dilakukan guru itu sering hanya merupakan evaluasi ekstrinsik dan sama sekali belum menyentuh evaluasi yang intrinsik. Untuk ini guru harus hati-hati dalam menjatuhkan nilai atau kriteria keberhasilan.

Dalam melaksanakan peranannya para guru menggunakan berbagai macam metode mengajar. Saat ini strategi mengajar yang telah banyak digunakan oleh guru adalah pembelajaran aktif (active learning) seperti

contekstual teaching and learning (CTL) dan cooperative learning (CL). Dimana guru hanya berperan sebagai pengarah dalam membangun potensi siswa sedangkan siswa sebagai pusat pembelajaran (student center). Namun, tidak bisa dipungkiri masih banyak juga guru yang belum menerapkan metode ini, mereka masih menggunakan metode mengajar klasik, yaitu metode pembelajaran dimana hanya guru yang menjadi sumber pembelajaran. Tradisi seperti ini harus diubah menjadi siswa aktif sedangkan guru hanya mengarahkan siswa untuk mengembangkan potensi siswanya.

Dalam proses belajar mengajar, siswa ditempatkan sebagai subjek maka proses pengajaran tidak lain adalah kegiatan belajar siswa dalam


(16)

mencapai suatu tujuan pembelajaran. Untuk mencapai tujuan pembelajaran ini seorang guru harus menguasai teknik mengajar. Teknik adalah cara yang dilakukan seorang guru dalam rangka mengimplementasikan suatu metode.5 Pelajaran kimia adalah salah satu mata pelajaran yang tergolong sulit serta kurang diminati oleh para siswa. Untuk menyiasati hal tersebut para guru menggunakan berbagai macam strategi mengajar untuk setiap materi pelajaran. Salah satu strategi pembelajaran yang paling dikenal untuk membantu siswa memahami, berargumentasi, dan mengkonstruk pengetahuannya sendiri. Metode ini biasanya disebut cooperative learning

(pembelajaran kooperatif). Belajar kooperatif dan kolaboratif sangat dikenal pada tahun 1990-an (Duffy dan Curningham, 1996). Oxford dictionary

mendefinisikan cooperative sebagai "bersedia untuk membantu (to be assistance or be willing to assist)"6

Mujibul Hasan dalam bukunya yang berjudul Technology In Higher Education mengatakan "when student work in groups of two to four, however, each group member can participate extensively, individual problems are more likely to become clear and to be remedied (sometimes with the teacher's assistance), and learning can accelerate"7 dari pendapat Mujibul tersebut dapatlah disimpulkan bahwa pembelajaran dengan kooperatif (kerja kelompok 2 – 4 orang siswa) sangat baik untuk membantu para siswa meningkatkan partisipasi siswa dalam belajar, permasalahan individu siswa dapat diselesaikan bersama sehingga pembelajaran dapat dapat dipercepat."Belajar secara kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar kognitif-konstruktivis dan teori belajar sosial".8 Ada empat tipe strategi pembelajaran

5

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), h. 125

6

Paulina Pannen, dkk., Konstruktivisme Pembelajaran, (Jakarta: PAU-PPAI-UT, 2001), h. 63

7

Mujibul Hasan Siddiqui, Technology in Higher Education, (New Delhi: A P H Publishing Corporation, 2004), h. 178

8

Soeparman Kardi, Mohamad Nur., Pangantar Pada Pengajaran dan Pengelolaan Kelas, (Surabaya: UNESA-University Press, 2000), h. 15


(17)

kooperatif yang telah dikembangkan diberbagai negara yaitu learning together, the social family, jigsaw, dan student team learning.9

Elliot Arronson mengemukakan definisi jigsaw sebagai berikut:

The jigsaw classroom is a cooperative learning technique, just as in a jigsaw puzzle, each piece--each student's part--is essential for the completion and full understanding of the final product. If each student's part is essential, then each student is essential; and that is precisely what makes this strategy so effective.10

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa jigsaw adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif dimana tiap siswa mendapat bagian atau tugas masing-masing dan saling berkaitan antara tugas yang satu dengan yang lain, jika tiap tugas siswa tersebut dianggap penting oleh tiap siswa maka metode ini akan berjalan dengan sangat efektif.

Jigsaw terdiri dari lima langkah yaitu: siswa mambahas dan mengkaji bahan belajar, diskusi kelompok ahli (homogen), diskusi kelompok asal (heterogen), tes dan penguatan dari guru.11 Maka dari itu dalam jigsaw sangat dipentingkan kemampuan individual siswa untuk menjadi peer-tutor bagi teman kelompoknya. Jadi model pembelajaran jigsaw menuntut siswa untuk berperan aktif dalam kelompoknya.

Dalam pelajaran kimia terdapat konsep tentang redoks, redoks adalah reaksi reduksi dan oksidasi. Reaksi oksidasi-reduksi berperan dalam banyak hal di dalam kehidupan sehari-hari. Reaksi ini terlibat mulai dari pembakaran bahan bakar minyak bumi sampai dengan kerja cairan pemutih yang digunakan dalam rumah tangga.12 Dalam bab redoks ini para siswa mengalami berbagai kesulitan seperti kesulitan menyetarakan jumlah atom yang mengalami perubahan muatan, menentukan oksidator dan reduktor, dan

9

Sunismi, Implikasi Belajar Kooperatif Dalam Pembelajaran Matematika, (Malang: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran ., 2002), TH 15. no.1, h. 33

10

Elliot Arronson, Overview of the technique. (Web Site Copyright, Sosial Psychology Network 2007). diambil dari: http://www.jigsaw.org/steps.html.

11

Paulina Pannen, dkk., Konstruktivisme Pembelajaran, (Jakarta: PAU-PPAI-UT, 2001), h. 63

12

Raymond Chang, Kimia Dasar, Konsep-Konsep inti , edisi ketiga jilid 1, (Jakarta: Erlangga, 2003), h. 100


(18)

mengidentifikasi biloks (bilangan oksidasi).13 Dengan melihat konsep redoks yang cukup kompleks dan kesulitan yang dialami siswa pada konsep ini maka dapat digunakan metode pembelajaran berkelompok yang menuntut siswa agar aktif dan bekerja sama dengan teman. Salah satu metode pembelajaran berkelompok yang aktif yaitu pembelajaran kooperatif dengan teknik jigsaw.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang diuraikan di atas dapat

diidentifikasi beberapa masalah yang timbul, yaitu:

1. Bagaimana meningkatkan pemahaman siswa pada konsep redoks dengan

menggunakan strategi cooperative learning tipe jigsaw.

2. Bagaimana cara menciptakan pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif melalui strategi cooperative learning tipe jigsaw.

3. Apakah terdapat pengaruh yang positif pada hasil belajar kimia siswa antara siswa yang diajarkan dengan menggunakan strategi cooperative learning tipe jigsaw dengan siswa yang diajarkan dengan pembelajaran tradisional.

C. Pembatasan Masalah

Dalam melakukan penelitian ini peneliti menyadari bahwa, peneliti memiliki keterbatasan dalam melakukan penelitian, baik secara tenaga, biaya, dan waktu. Agar pembatasan masalah lebih terarah, maka peneliti membatasi permasalahan dengan mengadakan penelitian pada siswa kelas X MA Subono Mantofani tahun ajaran 2007/2008 pada konsep redoks, strategi pembelajaran menggunakan cooperative learning tipe jigsaw, pengaruh pembelajaran mengacu pada hasil belajar kimia siswa pada konsep redoks.

13

Bahruddin, Analisis Kesulitan siswa kelas 1 MAN dalam mempelajari reaksi redoks melalui skema pemecahan masalah: Studi Kasus di MAN Babakan Ciwaringin Cirebon, (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2006), diambil pada bulan Januari 2008 dari http:/digilib.upi.edu/pasca/available/etd-1122106-101142.


(19)

D. Perumusan Masalah

Dari identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas dapatlah dirumuskan suatu masalah yaitu “Apakah terdapat pengaruh yang positif pada penggunaan strategi cooperative learning tipe jigsaw terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep redoks?”.

E. Kegunaan Hasil Penelitian

Adapun kegunaan hasil penelitian ini adalah:

1. Secara praktis, sebagai bahan perbandingan guru pada umumnya dan guru kimia pada khususnya, sehingga dapat menggunakan berbagai metode-metode yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

2. Secara teoritis, dapat memperkaya penelitian dibidang pendidikan, khususnya pendidikan ilmu pengetahuan alam.


(20)

BAB II

DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritis

1. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Belajar secara kooperatif dikembangkan berdasarkan teori-teori belajar kognitif konstruktivis dan teori belajar sosial.14 Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda.15 Dalam buku Bilingual and ESL Classrooms disebutkan "cooperative learning, also referred to as collaborative learning in secondary and higher eduction contexts, is one element in an active learning classroom that is crucial to management of interactive class".16

Maksud dari pendapat di atas bahwa pembelajaran kooperatif masih berkaitan dengan pembelajaran kolaboratif yaitu sebagai suatu unsur dalam pembelajaran aktif dalam kelas yang sangat penting untuk pengelolaan kelas interaktif.

Solomon mendefinisikan pembelajaran kooperatif seperti ini,

cooperative learning is defined as students working together to "attain group goals that cannot be obtained by working alone or competitively".17 Pendapat Solomon ini dapat diartikan bahwa pembelajaran kooperatif didefiniksikan sebagai kerja sama siswa untuk

14

Soeparman Kardi dan Mohamad Nur, Pengantar Pada Pengajaran dan Pengelolaan Kelas, (Surabaya: UNESA, 2001), h. 15

15

Yusuf, Proses dan Hasil Belajar Biologi Melalui Pembelajaran Kooperatif

(Jigsaw), (Surabaya: Univerasitas Negeri Surabaya, 2003). Diambil dari:

http://www.damandiri.or.id/file/yusufunsbab2.pdf. 16

Carlos J. Ovando dkk, Bilingual and ESL Classrooms, (McGraw Hill, 2003), h. 92.

17

Angie Furney, Allyson Richardson, and Hilary Ritt, Cooperative Learning From Emerging Perspective On Learning Teaching And Technology, (Department of Educational Psychology and Instructional Technology, University of Georgia, 2006) diambil dari http://projects.coe.uga.edu/epltt/index.php?title=Cooperative_Learning.


(21)

mencapai tujuan kelompok, yang tujuannya tersebut tidak dapat dicapai dengan bekerja sendiri atau secara kompetisi.

Menurut Killen, "cooperative learning merupakan suatu teknik instruksional dan filosofi pembelajaran yang berusaha meningkatkan kemampuan siswa untuk bekerja sama dalam kelompok kecil, guna memaksimalkan kemampuan belajarnya, dan belajar dari temannya, serta memimpin dirinya".18

Dari beberapa pendapat para pakar di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah suatu strategi pembelajaran aktif yang di dalamnya siswa dikelompokkan secara heterogen dan dituntut untuk saling bekerja sama dengan temannya, untuk memaksimalkan kemampuan belajarnya.

b. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Arronson menyebutkan kelebihan dari pembelajaran kooperatif bahwa "In the cooperative classroom, the students achieved success as a consequence of paying attention to their peers, asking good questions, helping each other, teaching each other, and helping each other teach".19 Jadi dalam kelas kooperatif para siswa mencapai sukses dari hasil kerja sama teman sejawat, membuat pertanyaan yang bagus, saling membantu satu sama lain, mengajarkan satu sama lain, dan membantu mengajarkan yang lain.

Kelebihan lain dalam pembelajaran kooperatif yaitu20:

1) Terjadinya hubungan saling menguntungkan di antara anggota kelompok yang melahirkan motivasi.

2) mengembangkan semangat kerja kelompok dan semangat kebersamaan serta

18

Yurni Suasti, dkk, Upaya Peningkatan Kreativitas Siswa SMU Pembangunan UNP Melalui Modifikasi Coopertaive Learning Model Jigsaw, (Padang: Buletin Pembelajaran Universitas Negeri Padang, 2003), h. 326

19

Elliot Arronson, Jigsaw, (Web Site: Copyright Sosial Psychology Network, 2007) diambil dari: http://www.jigsaw.org/steps.html.

20

Amali Putra, Penerapan Model Pembelajaran Student Team Achievement Divisions dalam Pembelajaran Fisika, (Padang: Buletin Pembelajaran Universitas Negeri Padang, 2003), h. 313


(22)

3) menumbuhkan komunikasi yang efektif dan semangat kompetisi di antara anggota kelompok.

Kagan menyebutkan bahwa keuntungan dalam menggunakan

cooperative learning (CL) yaitu21:

1) Promote student learning and academic achievement

(mengembangkan pembelajaran siswa dan keberhasilan akademik) 2) Increase student retention (meningkatkan daya ingat siswa)

3) Enhance student satisfaction with their learning experience

(meningkatkan kepuasan siswa dengan belajar dari pengalaman) 4) Help students develop skills in oral communication ( membantu

siswa untuk pengembangan kemampuan komunikasi siswa)

5) Develop students' social skills (mengembangkan kemampua sosial siswa)

6) Promote student self-esteem (mengembangkan rasa menghargai

diri sendiri)

7) Help to promote positive race relations (membantu meningkatkan hubungan positif antar ras).

Keunggulan pembelajaran kooperatif lainnya disebutkan dalam buku Wina Sanjaya seperti berikut22:

1) Siswa tidak terlalu tergantung pada guru, menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber dan belajar dari siswa lain.

2) Dapat mengembangkan kemampuan dalam mengungkapkan ide secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain. 3) Dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari

keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.

4) dapat membantu memberdayakan siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.

5) Meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial , mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan memanage waktu, dan sikap positif terhadap sekolah.

21

Kagan, Cooperative Learning, (www. KaganOnline. com) 22

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Kompetensi Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), h. 247 – 248


(23)

6) Mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahaman sendiri, menreima umpan balik. Siswa dapat berparktik memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab.

7) Dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan infomasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata (riil).

8) Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untukberpikir.

Adapun perbedaan pembelajaran kooperatif dibanding dengan pembelajaran tradisional dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.1 Perbedaan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran Tradisional23

Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Tradisional

• Kepemimpinan bersama

• Saling ketergantungan positif

• Keanggotaan yang heterogen

• Memepelajari keterampilan-keterampilan kooperatif

• Tanggung jawab terhadap hasil belajar seluruh anggota kelompok

• Menekankan pada tugas dan hubungan kooperatif

• Ditunjang oleh guru

• Satu hasil kelompok

• Evaluasi kelompok

• Satu pimpinan

• Tidak ada saling ketergantungan

• Keanggotaan homogen

• Asumsi adanya keterampilan sosial

• Tanggung jawab terhadap hasil belajar sendiri

• Hanya menekankan pada tugas

• Diarahkan oleh guru

• Beberapa hasil individual

• Evaluasi individual

23

Koestantoniah, dkk. Penerapan Model Pembelajaran Terpadu IPA dan Matematika Dalam Kelompok Kooperatif Tipe STAD: Alternatif Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran IPA dan Matematika Sekolah Dasar, (Semarang: Fakultas Ilmu Pendidkan Universitas Negeri Semarang, 2003), h. 13


(24)

Selain kelebihan pembelajaran kooperatif juga mempunyai beberapa kelemahan yaitu sebagai berikut24:

1) Guru khawatir bahwa akan terjadi kekacauan dikelas dan siswa tidak belajar jika mereka di tempatkan dalam grup. 2) Banyak siswa tidak senang apabila disuruh bekerja sama

dengan yang lain. Siswa yang tekun merasa harus bekerja melebihi siswa yang lain dalam grup mereka, sedangkan siswa yang kurang mampu merasa minder ditempatkan dalam satu grup dengan siswa yang lebih pandai. Siswa yang tekun merasa temannya yang kurang mampu hanya menumpang pada hasil jerih payahnya.

3) Perasaan was-was pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik atau keunikan pribadi mereka karena harus menyesuaikan diri dengan kelompok.

4) Banyak siswa takut bahwa pekerjaan tidak akan terbagi rata atau secara adil, bahwa satu orang harus mengerjakan seluruh pekerjaan tersebut.

c. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Arends menyatakan pembelajaran kooperatif dicirikan sebagai berikut: struktur tugas, tujuan, dan penghaargaan kooperatif.25

Selanjutnya Carrin mengemukakan beberapa ciri pembelajaran kooperatif sebagai berikut26:

1) Setiap anggota memiliki peran

2) Terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa

3) Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya

4) Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok

5) Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif sebagaimana yang dikemukakan oleh Slavin (1995), yaitu

24

Wahyu Widaningsih, dkk., Kel.3 Cooperative Learning sebagai Model Pembelajaran Alternatif untuk Meningkatkan Motivasi Siswa pada Mata Pelajaran Matematika, diambil dari http://tpcommunity05.blogspot.com/2008/03/kel-3-cooperative-learning-sebagai_05.html, 2008

25

Darwin dan Suhermi, Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Dalam Proses Pembelajaran IPA-FISIKA SLTP di Kecamatan Bangkinang Kab. Kampar Riau, (Riau: Lembaga Penelitian Universitas Riau, 2000), h. 15

26

Yusuf, Proses dan Hasil Belajar Biologi Melalui Pembelajaran Kooperatif

(Jigsaw), (Surabaya: Univerasitas Negeri Surabaya, 2003). Diambil dari:


(25)

penghargaan kelompok, pertanggung jawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil.27

Dalam pembelajaran kooperatif terdapat lima unsur menurut Bennet yaitu28:

1) Ketergantungan yang positif, artinya kelompok siswa saling tergantung satu sama lain.

2) Akuntabilitas individual, artinya siswa selain bertanggung jawab secara bersama juga bertanggung jawab secara individu, mengembang potensi ide-ide yang pada dirinya.

3) Interaksi tatap muka, artinya karena pembelajaran dilakukan dalam kelompok kecil interaksi dapat terjadi secara langsung satu sama lain.

4) Menggunakan keterampilan sosial, yang merupakan bagian dari berfikir kritis untuk menilai, menginterpertasikan informasi yang diperolehnya, artinya siswa dituntut untuk memiliki kemampuan interaksi seperti mengajukan pendapat, mendengarkan opini teman, menampilkan kepemimpinan, kompromi, klarifikasi untuk menyelesaikan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dan kelompok.

5) Prosessing, yang terjadi pada saat anggota kelompok

mendiskusikan tingkat keberhasilan, dan efektivitas kerja sama yang telah yang telah dilakukan dalam hal tingkat pencapaian tujuan kelompok, bagaimana mereka bekerja sama, bagaimana mereka berlaku positif untuk memungkinkan setiap individu dan kelompok secara keseluruhan.

27

Yusuf, Proses dan Hasil Belajar Biologi Melalui Pembelajaran Kooperatif (Jigsaw),………., Diambil dari: http://www.damandiri.or.id/file/yusufunsbab2.pdf.

28

Yurni Suasti, dkk, Upaya Peningkatan Kreativitas Siswa SMU Pembangunan UNP Melalui Modifikasi Cooperative Learning Model Jigsaw, (Padang: Buletin Pembelajaran Universitas Negeri Padang, 2003), h. 327


(26)

Langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif yaitu29: 1) Provide Objectives and Set

Pada tahap ini guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan menerangkan kerangka pembelajaran

2) Present Information

Guru menyampaikan informasi kepada siswa. 3) Organize student in learning teams

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana kelompok dan membantu setiap kelompok melakukan perubahan yang efisien. 4) Assist team work and study

Guru membantu kelompok dalam usaha penanaman konsep.

5) Test

Guru mengevaluasi pengetahuan tentang materi yang diajarkan, baik berupa hasil presentasi kerja kelompok.

6) Recognize achievement

Guru medeteksi keberhasilan, baik keberhasilan individu maupun keberhasilan kelompok

d. Jenis-jenis Pembelajaran Kooperatif

Ada banyak jenis cooperative learning yang telah dikembangkan, namun yang secara garis besarnya terdiri dari empat jenis. Empat metode tersebut adalah sebagai berikut30:

1) Learning Together, atau belajar bersama adalah metode

pembelajaran kooperatif yang melibatkan siswa bekerja dalam kelompok-kelompok yang beranggotakan empat atau lima siswa heterogen dalam menangani tugas-tugas tertentu.

2) The Sosial Family, adalah metode pembelajaran kooperatif yang terdiri dari enam jenis yaitu investigasi kelompok, bermain peran,

29

Amali Putra, Penerapan Model Pembelajaran Student Team Achievement Divisions dalam Pembelajaran Fisika, (Padang: Jurnal Pembelajaran No.04, 2003), h. 315

30

Sunismi, Implikasi Belajar Kooperatif dalam Pembelajaran Matematika, (Malang: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran ., 2002), TH 15. no.1, h. 33 – 34


(27)

penelitian yurispundensi, latihan laboratories, simulasi sosial dan penelitian sosial.

3) Jigsaw, model jigsaw adalah metode pembelajaran kooperatif yang dilakukan dengan cara mengelompokkan siswa ke dalam tim yang beranggotakan enam siswa, dalam mempelajari materi akademik terbagi menjadi sub-bab. Kemudian, anggota tim yang berbeda yang telah mempelajari sub-bab mereka. Kemudian siswa itu kembali ke tim asal mereka dan bergantian mengajar teman satu tim tentang sub-bab mereka.

4) Student Team Learning (STL), metode pembelajaran yang

dilakukan dengan menekankan penggunaan tujuan tim dan kesuksesan tim yang hanya bisa dicapai jika semua anggota dari tim terlibat. Ada empat model metode STL, yaitu Team Games

Tournament (TGT), Team Assisted Individualitation (TAI),

Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dan

Student Team AchievementDivisions (STAD).

e. Tujuan Pembelajaran Kooperatif dan Manfaatnya

Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok tradisional yang menerapkan sistem kompetisi, dimana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994).31

Ibrahim dkk mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan yaitu32:

31

Yusuf, Proses dan Hasil Belajar Biologi Melalui Pembelajaran Kooperatif

(Jigsaw), (Surabaya: Univerasitas Negeri Surabaya, 2003). Diambil dari:

http://www.damandiri.or.id/file/yusufunsbab2.pdf. 32

Musilimin Ibrahim dkk, Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: UNESA, 2001), h. 7 – 9


(28)

1) Hasil belajar akademik

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas akademik. Pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.

2) Penerimaan terhadap perbedaan individu

Maksud dari penerimaan perbedaan individu yaitu penerimaan luas terhadap orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, kemampuan maupun ketidakmampuan. Jadi, dengan metode ini diharapkan siswa dapat bekerja sama dengan siswa lain yang berbeda dengannya.

3) Pengembangan keterampilan sosial

Dalam tujuan ini mengajarkan siswa untuk terampil dalam bekerja sama dan berkolaborasi. Keterampilan ini amat penting dimiliki dalam masyarakat dimana banyak orang kerja dan saling bergantungan satu sama lain.

Thompson mengemukakan manfaat cooperative learning

antara lain33:

1) Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok;

2) Siswa aktif membantu dan mendorong semangat untuk sama-sama berhasil

3) Mengurangi sikap apatis 4) Meningkatkan motivasi

5) interaksi siswa membantu meningkatkan perkembangan kognitif yang nonkooperatif akan menjadi konservatif.

33

Elya Nusantari, Meningkatkan Keaktifan dan Kemampuan Bernalar Siswa Melalui Pendekatan Pembelajaran Kooperatif dengan Pola Pertanyaan Kritis, (Gorontalo: Jurnal Penelitian dan Pendidikan, 2003), tahun 12. edisi 8, h. 136


(29)

Hasil penelitian Linda Lungren dan Nur menunjukkan manfaat pembelajaran kooperatif antara lain sebagai berikut34:

1) Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas 2) Rasa harga diri menjadi lebih tinggi

3) Memperbaiki sikap terhadap IPA dan sekolah 4) Memperbaiki kehadiran

5) Angka putus sekolah menjadi rendah

6) Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar 7) Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil

8) Konflik antar pribadi berkurang 9) Sikap apatis berkurang

10)Pemahaman yang lebih mendalam 11)Motivasi lebih besar

12)Hasil belajar lebih tinggi 13)Retensi lebih lama

14)Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi.

2. JIGSAW

a. Pengertian Jigsaw

Jigsaw, bermula dikembangkan oleh Elliot Aronson dan teman sejawatnya, merupakan contoh strategi yang bagus untuk eksplorasi bahan-bahan bacaan dengan banyak variasi dan menggunakan kelas yang heterogen.35 Dalam instructional strategies online jigsaw didefinisikan sebagai berikut:

Jigsaw is a cooperative learning strategy that enables each student of a “home” group to specialize in one aspect of a learning unit. Students meet with members from other groups who are assigned the same aspect, and after mastering the material, return to the “home” group and teach the material to their group members.36

Dari kutipan di atas jigsaw didefinisikan sebagai strategi pembelajaran kooperatif yang mengelompokkan siswa yang dalam kelompok tersebut masing-masing siswa mendapat satu topik khusus, yang kemudian siswa tersebut berdiskusi dengan siswa dari kelompok

34

Musilimin Ibrahim. dkk, Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: UNESA, 2001), h. 18 -19

35

Carlos J. Ovando dkk, Bilingual and ESL Classrooms, (McGraw Hill, 2003), h. 98 36

Instructional Strategies Online , (Saskatoon Public School, 2008), diambil dari http://olc.spsd.sk.ca/DE/PD/instr/strats/jigsaw/index.html


(30)

lain yang mempunyai topik yang sama sampai mereka memahami topik tersebut. Setelah itu mereka kembali ke kelompok asalnya dan mengajarkan topiknya kepada teman kelompoknya.

Dalam bukunya Slavin mengemukakan, "Jigsaw is the one of the most flexible of the cooperative learning methods".37 Pendapat Slavin ini dapat diartikan bahwa jigsaw adalah salah satu metode pembelajaran kooperatif yang mudah disesuaikan.

Sunismi mendefinisikan jigsaw adalah "strategi pembelajaran kooperatif yang dilakukan dengan cara mengelompokkan siswa dalam tim yang beranggotakan enam siswa, dalam mempelajari materi akademik terbagi menjadi sub-bab".38

Dalam instructional strategies online dijelaskan langkah-langkah penerapan jigsaw sebagai berikut39:

1) Each student receives a portion of the materials to be introduced; (tiap siswa menerima bagian materi yang akan di perkenalkannya atau dibahas)

2) Students leave their "home" groups and meet in "expert" groups

(siswa meninggalkan kelompok asal dan bergabung dalam kelompok ahli)

3) Expert groups discuss the material and brainstorm ways in which to present their understandings to the other members of their

“home”group, (kelompok ahli mendiskusikan materi dan

menemukan gagasan untuk menjelaskannya pada teman kelompoknya di kelompok asal)

4) The experts return to their “home” groups to teach their portion of the materials and to learn from the other members of their “home” group, (anggota kelompok ahli kembali pada kelompok asal dan

37

Robert E. Slavin, Cooperative Learning Theory, Research, and Practice, (Massachussetts: A Simon & Schuster Company, 1995), Second Edition, h. 126

38

Sunismi, Implikasi Belajar Kooperatif Dalam Pembelajaran Matematika, (Malang: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran ., 2002), TH 15. no.1, h. 33

39

Instructional Strategies Online , (Saskatoon Public School, 2008), diambil dari http://olc.spsd.sk.ca/DE/PD/instr/strats/jigsaw/index.html.


(31)

mengajarkan bagian materi mereka dan mempelajari materi dari teman yang lain).

Dalam kelompok jigsaw setiap anggota mempunyai peranan penting dan bertanggung jawab atas satu bagian bahan yang harus dikuasainya untuk diajarkan kembali kepada kelompok asalnya. Untuk memudahkan dalam melaksanakan strategi ini terdapat sepuluh langkah yang mudah diikuti yaitu40:

1) Divide students into 5 or 6 person jigsaw groups. The groups should be diverse in terms of gender, ethnicity, race, and ability

(tentukan para siswa sekitar 5 atau 6 orang siswa ke dalam kelompok jigsaw. Setiap kelompok harus bermacam-macam yang berkenaan dengan jenis kelamin, suku, ras, dan kemampuan)

2) Appoint one student from each group as the leader. Initially, this person should be the most mature student in the group. (tunjuk satu siswa dari tiap kelompok sebagai ketua (leader) dengan syarat siswa tersebut harus berpandangan dewasa dalam kelompok). 3) Divide the day's lesson into 5-6 segments (tentukan bahan pelajaran

ke dalam 5 atau 6 bagian).

4) Assign each student to learn one segment, making sure students have direct access only to their own segment (berikan tiap siswa dalam kelompok tersebut satu bagian, dan yakinkan para siswa bahwa mereka berhubungan langsung dengan bagian yang lain dari mereka).

5) Give students time to read over their segment at least twice and become familiar with it. There is no need for them to memorize it

(berikan waktu kepada para siswa untuk mambaca bagian mereka dua kali yang menjadikan mereka terbiasa dengan hal tersebut. Mereka tidak perlu mengingat semuanya).

40

Elliot Arronson, Jigsaw in 10 Easy Steps, (Web Site: Copyright Sosial Psychology Network, 2007), diambil dari: http://www.jigsaw.org/steps.html.


(32)

6) Form temporary "expert groups" by having one student from each jigsaw group join other students assigned to the same segment. Give students in these expert groups time to discuss the main points of their segment and to rehearse the presentations they will make to their jigsaw group (membentuk kelompok ahli sementara dengan menunjuk satu orang siswa dari masing-masing kelompok jigsaw dengan bagian (bahasan) yang sama. Berikan waktu kepada kelompok ahli tersebut untuk mendiskusikan pokok utama dari pembahasan mereka dan berlatih untuk mempresentasikan kepada kelompok jigsaw mereka masing-masing).

7) Bring the students back into their jigsaw groups (kembalikan para siswa kepada kelompok jigsaw mereka (kelompok asal))

8) Ask each student to present her or his segment to the group. Encourage others in the group to ask questions for clarification

(Mintalah kepada tiap siswa untuk menerangkan bagiannya kepada kelompok jigsaw mereka. Anjurkan kepada siswa lain pada kelompok jigsaw tersebut untuk bertanya dan meminta penjelasan). 9) Float from group to group, observing the process. If any group is having trouble (e.g., a member is dominating or disruptive), make an appropriate intervention. Eventually, it's best for the group leader to handle this task. Leaders can be trained by whispering an instruction on how to intervene, until the leader gets the hang of it

(Mengamati setiap kelompok, jika terdapat masalah dalam kelompok (seperti dominasi kelompok oleh satu orang), dekatilah pada saat yang tepat. Yang pada akhirnya kelompok tersebut akan ditangani oleh ketuanya. Ketua dapat dilatih dengan membisikkan instruksi bagaimana cara mencampuri masalah tersebut, sampai ketua tersebut dapat mengatasinya).

10)At the end of the session, give a quiz on the material so that students quickly come to realize that these sessions are not just fun and games but really count (diakhir pembahasan, berikan kuis


(33)

kepada siswa tentang materi tersebut, jadi para siswa dengan cepat menyadari pembahasan, jadi pembahasan ini tidak hanya menyenangkan tetapi juga berharga).

Kesepuluh langkah tersebut di atas dapat di kecilkan lagi menjadi tiga tahap yaitu41:

1) Tahap awal

Setiap siswa ditempatkan dalam suatu kelompok kecil beranggotakan 3 – 5 orang (kelompok asal atau home group) dan siswa diberi kode nomor urut. Kemudian masing-masing siswa diberi bahan berupa topik umum.

2) Tahap ahli

Setelah kelompok asal terbentuk, siswa diroling untuk membentuk kelompok baru sesuai dengan topik yang dipertanggungjawabkan. Kelompok ini disebut kelompok ahli, selanjutnya dalam kelompok ahli ini mereka secara bersama-sama mendiskusikan topik yang diberikan sehingga menjadi ahli dalam topik tersebut.

3) Tahap Serangkai

Pada tahap ini peserta kelompok yang telah memiliki keahlian sesuai dengan topik yang mereka bahas di kelompok ahli, kembali ke kelompok semula (home group). Mereka bertanggung jawab untuk menyampaikan hasil diskusi yang telah mereka dapatkan kepada teman-temannya di kelompok asal.

41

Yurni Suasti, dkk, Upaya Peningkatan Kreativitas Siswa SMU Pembangunan UNP Melalui Modifikasi Coopertaive Learning Model Jigsaw, (Padang: Buletin Pembelajaran Universitas Negeri Padang, 2003), h. 329


(34)

Ilustrasi atau gambaran teknik jigsaw ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini42:

Gambar 2.1 Ilustrasi Kelompok Jigsaw

Jadi, teknik jigsaw dapat di definisikan sebagai metode pembelajaran berkelompok yang terdiri dari kelompok asal dan kelompok ahli dimana setiap anggota kelompok asal akan bergabung dalam kelompok-kelompok ahli seusai dengan topik yang diberikan dari masing-masing anggota dari kelompok asal. Sehingga setiap anggota kelompok akan berperan aktif dalam kelompoknya.

b. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Elliot Aronson mengatakan keunggulan jigsaw sebagai berikut:

what is the benefit of the jigsaw classroom? first and foremost, it is a remarkably efficient way to learn the material. But even more important, the jigsaw process encourages listening, engagement, and empathy by giving each member of the group an essential part to play in the academic activity.43

42

Yusuf, Proses dan Hasil Belajar Biologi Melalui Pembelajaran Kooperatif

(Jigsaw), (Surabaya: Univerasitas Negeri Surabaya, 2003). Diambil dari:

http://www.damandiri.or.id/file/yusufunsbab2.pdf. 43

Elliot Arronson, Jigsaw, (Web Site: Copyright Sosial Psychology Network, 2007) diambil dari: http://www.jigsaw.org/steps.html

+ = # *

+ = # *

+ = # * + =

# *

+ + + +

= = = =

# # # #

* * * * Kelompok Asal


(35)

Dari pernyataan di atas dapat dimaknai bahwa keuntungan dalam penerapan cooperative learning tipe jigsaw yaitu sangat efisien dalam mempelajari suatu materi, dan lebih penting lagi dalam prosesnya dapat mendorong siswa untuk mendengar, memakai waktu dan menumbuhkan rasa empati terhadap pemberian tiap anggota kelompok yang bagiannya juga penting dalam mencapai tujuan.

Untuk dapat membedakan metode jigsaw dengan metode lain dalam cooperative learning dapat dilihat pada tabel di bawah ini44:

Tabel 2.2 Jenis-jenis Metode Pembelajaran Kooperatif Metode Tujuan

Kelompok

Tanggung Jawab Individu

Persamaan Kesempatan untuk Sukses

Kompetisi Tim

Tugas Khusus

Penyesuaian Individu

Learning

Together Ya Kadang Tidak Tidak Tidak Tidak

Student team learning

Ya Ya Ya Kadang Tidak Tidak

Jigsaw Tidak Ya Tidak Tidak Ya Tidak

The social family

Tidak Ya Tidak Tidak Ya Tidak

3. Konsep Reaksi Oksidasi dan Reduksi (Redoks)

Konsep reaksi oksidasi reduksi atau disingkat redoks adalah salah satu pokok bahasan pada mata pelajaran kimia. Reaksi oksidasi-reduksi berperan dalam banyak hal di dalam kehidupan sehari-hari. Reaksi ini terlibat mulai dari pembakaran bahan bakar minyak bumi sampai dengan kerja cairan pemutih yang digunakan dalam rumah tangga.45

Standar kompetensi pada pokok bahasan ini adalah "memahami sifat-sifat larutan nonelektrolit dan elektrolit, serta reaksi

44

Robert E. Slavin, Cooperative Learning Theory, Research, and Practice, (Massachussetts: A Simon & Schuster Company, 1995), Second Edition, h. 120

45

Raymond Chang, Kimia Dasar, Konsep-konsep Inti , edisi ketiga jilid 1, (Jakarta: Erlangga, 2003), h. 100


(36)

reduksi"46. Untuk kompetensi dasarnya yaitu "menjelaskan perkembangan konsep reaksi oksidasi-reduksi dan hubungannya dengan tata nama senyawa serta penerapannya".47

Indikator yang ingin dicapai diantaranya yaitu:

a. Siswa mampu membedakan konsep reaksi oksidasi-reduksi ditinjau dari pengikatan dan pelepasan oksigen, pelepasan dan penerimaan elektron, serta peningkatan dan penurunan bilangan oksidasi.

b. Siswa mampu menentukan bilangan oksidasi unsur dalam senyawa atau ion.

c. Siswa dapat menentukan jenis suatu reaksi termasuk redoks atau bukan redoks jika redoks dapat menentukan oksidator dan reduktornya.

d. Siswa dapat memberi nama menurut IUPAC.

e. Siswa mampu menjelaskan konsep larutan elektrolit dan konsep redoks yang berhubungan dengan lingkungan (lumpur aktif).

Pada konsep redoks ini kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mempelajarinya. Kesulitan yang dialami siswa yaitu kesulitan menyetarakan jumlah atom yang mengalami perubahan muatan, menentukan oksidator dan reduktor, mengidentifikasi biloks (bilangan oksidasi).48 Hal ini diperkuat lagi dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Eva Hakimah mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah, yang menyimpulkan bahwa kesulitan yang dialami siswa yaitu49:

a. Kesulitan siswa pada konsep oksidasi-reduksi

Kesulitan yang dialami oleh hampir separuh siswa adalah dalam menyelesaikan konsep oksidasi reduksi yang didasarkan pada serah terima elektron. Kesulitan ini disebabkan

46

Unggul Sudarmo, Kimia untuk SMA kelas X, (Jakarta: PT. PHIBETA ANEKA GAMA, 2007), h. vi.

47

Unggul Sudarmo, Kimia untuk SMA kelas X……… 48

Bahruddin, Analisis Kesulitan siswa kelas 1 MAN dalam mempelajari reaksi redoks melalui skema pemecahan masalah: Studi Kasus di MAN Babakan Ciwaringin Cirebon, (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2006), diambil pada bulan Januari 2008 dari http:/digilib.upi.edu/pasca/available/etd-1122106-101142.

49

Eva Hakimah, Analisis Kesulitan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal-soal Kimia Mengenai Reaksi Reduksi Oksidasi, Skripsi sarjana UIN Syarif Hidayatullah, (Jakarta: Perupustakan Utama UIN Syarif Hidayatullah, 2005), h. 66 – 69


(37)

karena siswa tidak dapat menentukan unsur mana yang melepaskan dan menangkap elektron.

b. Kesulitan siswa pada konsep bilangan oksidasi

Kesulitan siswa dalam menentukan bilangan oksidasi disebabkan siswa tidak memahami aturan bilangan oksidasi, apalagi yang berhubungan dengan senyawa ion.

c. Kesulitan siswa pada konsep oksidator dan reduktor

Penyebabnya adalah siswa masih mengalami kesulitan dalam menentukan mana yang mengalami oksidasi dan mana yang mengalami reduksi.

d. Kesulitan siswa dalam menentukan nama senyawa.

Penyebabnya adalah siswa tidak dapat menentukan bagaimana simbol dari suatu unsur dan apa nama unsur tersebut.

Dengan melihat adanya kesulitan belajar tersebut di atas maka dapat digunakan suatu metode yang efektif yang dapat mengatasi kesulitan belajar tersebut. Salah satu metode yang mungkin dapat mengatasi hal tersebut yaitu metode cooperative learning teknik jigsaw.

4. Hasil Belajar Kimia

Gagne, dalam bukunya The Conditions of Learning (1977) menyatakan bahwa belajar terjadi apabila situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performancenya) berubah dari waktu ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.50

Witherington mendefinisikan belajar sebagai "perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan."51 Dalam bukunya, Muhibbin mendefinisikan “belajar sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif”.52 Dari beberapa pendapat di atas dapat

50

M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h. 84

51

Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h. 155

52

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), h. 92


(38)

disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap akibat adanya interaksi dengan lingkungannya.

Benjamin Bloom dkk, mengklasifikasikan hasil belajar ke dalam tiga kategori besar. Pertama domain kognitif, ranah ini meliputi kegiatan mental otak. Kedua domain afektif mencakup sikap dan nilai. Ketiga domain psikomotor mencakup keteramapilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu (motorik).53

Nana Syaodih Sukmadinata mendefinisikan hasil belajar sebagai realisasi dari kecakapan atau kemampuan atau potensial yang dimiliki

seseorang54. Untuk dapat mendefinisikan hasil belajar kimia maka perlu diketahui pengertian dari kimia itu sendiri. Kimia merupakan bagian pendidikan umum dan dewasa ini ilmu kimia telah memegang peranan penting dalam kehidupan. Ilmu kimia mempelajari bangun (struktur) materi dan perubahan-perubahan yang dialami materi ini dalam proses-proses alamiah maupun dalam eksperimen yang direncanakan. Pada pelajaran kimia diperoleh pengetahuan tentang susunan (komposisi) zat dan penggunaan bahan tak bernyawa, baik alamiah maupun buatan, dan mengenal proses-proses penting dalam benda hidup, termasuk tubuh kita sendiri.55

Berdasarkan uraian di atas, hasil belajar kimia dapat didefinisikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari mata pelajaran yang mempelajari tentang materi kimia yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil pengujian (tes) mengenai sejumlah pokok bahasan dari mata pelajaran kimia.

53

Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 49 – 57

54

Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h. 102

55

Keenan, Kleinfelter, Wood., Kimia Untuk Universitas, (Jakarta: Erlangga, 1992), h. 2


(39)

Dalam mencapai hasil belajar terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhinya. Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni56:

a. Faktor internal siswa (faktor dari dalam diri siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa.

b. Faktor eksternal siswa (faktor dari luar), yakni kondisi lingkungan disekitar siswa.

c. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

Masturoh dalam skripsinya yang berjudul "Efektivitas Pendekatan

Cooperative Learning dengan Teknik Jigsaw terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa" telah memberikan kesimpulan hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif dengan teknik jigsaw lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan metode pembelajaran konvensional.

Adapun Zuhriyah dalam skripsinya yang berjudul "Pengaruh Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) dengan Teknik Jigsaw terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa" menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif dengan teknik jigsaw lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan metode pembelajaran konvensional.

Yurni Suasti dkk. dalam penelitiannya yang berjudul "Upaya

Peningkatan Kreativitas Siswa SMU Pembangunan UNP Melalui Modifikasi

Cooperative Learning Model Jigsaw" memberikan kesimpulan dalam penelitiannnya bahwa dengan metode cooperative learning model jigsaw ini

56

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), h. 132


(40)

kemampuan siswa dalam menjelaskan, bertanya, membagi tugas, kerja sama dan kepemimpinan terjadi peningkatan yang luar biasa.57

C. Kerangka Pikir

Bidang studi kimia merupakan kelompok mata pelajaran yang ilmu pengetahuan alam. Kebanyakan para siswa agak sulit mempelajarinya karena disetiap konsep dibutuhkan penalaran tinggi, ketelitian dan kemampuan menerapkannya di alam. Untuk itu dalam proses belajar mengajar, metode dan strategi merupakan salah satu faktor yang sangat penting dilakukan dalam proses belajar karena dengan adanya strategi dan metode dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan siswa dalam kegiatan belajar mengajar.

Redoks (reduksi dan oksidasi) adalah salah satu konsep dalam pelajaran kimia yang termasuk sulit dipahami oleh siswa karena diperlukan ketelitian dalam penentuan jenis reaksi (oksidasi atau reduksi), bilangan oksidasi, tata nama serta diperlukan juga kemampuan dalam penerapannya di lingkungan sekitar (alam sekitar).

Untuk mengatasi kesulitan belajar tersebut salah satu caranya adalah dengan menggunakan strategi pembelajaran yang efektif, yang menuntut siswa untuk aktif dan bekerja sama dalam pemecahan suatu masalah. Salah satu strategi yang menuntut siswa aktif dan bekerja sama adalah metode pembelajaran kooperatif teknik jigsaw.

Metode ini dalam proses belajar mengajar bertujuan untuk

memantapkan siswa dalam menguasai pengetahuan, meningkatkan keaktifan dan keterampilan serta sikap siswa. Dengan menggunakan metode ini

diharapkan siswa-siswi dalam mengikuti pelajaran kimia akan meningkatkan keaktifan siswa serta dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan.

57

Yurni Suasti, dkk, Upaya Peningkatan Kreativitas Siswa SMU Pembangunan UNP Melalui Modifikasi Coopertaive Learning Model Jigsaw, (Padang: Buletin Pembelajaran Universitas Negeri Padang, 2003), h. 337


(41)

Konsep Kimia

Konsep Redoks

Kesulitan Belajar

Berbagai Model Pembelajaran

Siswa bekerja sama, siswa aktif, siswa dan guru menjadi sumber pembelajaran

Model Cooperative Learning Tipe

Jigsaw

Siswa bekerja sendiri, siswa pasif, dan guru sebagai pusat pembelajaran

Pembelajaran Konvensional

Hasil Belajar

Hasil Belajar Tinggi


(42)

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pikir

D. Pengajuan Hipotesis

Hipotesis merupakan dugaan yang sifatnya sementara dan dibuat berdasarkan fakta yang ada serta akan dibuktikan kebenarannya dalam sebuah penelitian. Maka dugaan sementara penelitian berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan di atas adalah sebagai berikut:

1. Hipotesis nol (H0)

Tidak terdapat pengaruh positif penggunaan pembelajaran kooperatif dengan teknik jigsaw terhadap hasil belajar kimia siswa

2. Hipotesis alternatif (Ha)

Terdapat pengaruh positif penggunaan pembelajaran kooperatif dengan teknik jigsaw terhadap hasil belajar kimia siswa.


(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini sebagai berikut untuk mengetahui pengaruh penggunaan pembelajaran kooperatif dengan teknik jigsaw terhadap hasil belajar kimia siswa.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Lokasi penelitian bertempat di Madrasah Aliyah Subono Mantofani yang beralamat di jalan Sumatera no. 75 Jombang, Ciputat-Tangerang. Waktu penelitian berlangsung pada tanggal 7 Februari sampai dengan 6 Maret 2008.

C. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen. Penelitian quasi eksperimen bertujuan untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol atau memanipulasikan semua variabel yang relevan.58 Metode ini digunakan karena mengingat tujuan penelitian ini adalah untuk menyelidiki kemungkinan pengaruh penggunaan pembelajaran kooperatif dengan teknik jigsaw terhadap hasil belajar kimia siswa dengan cara mengenakan kepada satu kelompok dengan perlakuan di atas (kelompok eksperimen) dan membandingkannya dengan kelompok lain (kelompok kontrol).

58

Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004), h. 54


(44)

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah desain quasi eksperimen yaitu desain statis dua kelompok yang dapat digambarkan sebagai berikut59:

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan (Variabel bebas) Pascates (Variabel terikat)

Eksperimen X Y

Kontrol ─ Y

D. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa MA Subono Mantofani. Untuk populasi terjangkaunya seluruh siswa kelas X MA Subono Mantofani tahun ajaran 2007/2008. Sedangkan populasi targetnya adalah seluruh siswa MA Subono Mantofani.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini berupa subjek penelitian karena populasi terjangkaunya hanya terdiri dari dua kelas. Maka kelas X-A sebagai kelas eksperimen dan kelas X-B sebagai kelas kontrol.

E. Teknik Pengumpulan Data

Alat pengumpul data berupa tes tertulis, yaitu jenis tes dimana peneliti dalam mengajukan butir-butir pertanyaan atau soalnya dilakukan secara tertulis dan responden memberikan jawabannya juga secara tertulis60. Tes tertulisnya berjenis tes objektif bentuk pilihan ganda (multiple choice items). Butir-butir soal dikategorikan dalam 3 jenjang yaitu hafalan (ingatan) (C1), pemahaman (C2), dan penerapan (C3).

Penelitian ini menggunakan instrumen berbentuk tes. Instrumen tes digunakan untuk mengukur penguasaan konsep (kemampuan kognitif) siswa dalam memahami materi. Tes diberikan dalam bentuk pilihan ganda yang

59

Nana Sudjana dan Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, (Bandung: Sinar Baru, 1989), h. 37

60

Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 75


(45)

memiliki lima pilihan jawaban (A, B, C, D, dan E). Jumlah butir soal adalah 19 item. Soal-soal yang diberikan diambil dari beberapa sumber dan diadaptasikan untuk tujuan penelitian ini. Sebelum soal-soal diujikan terlebih dahulu peneliti mengadakan uji validitas dan reliabilitas item soal.

Untuk uji validitas item tes peneliti menggunakan rumus teknik korelasi point biserial (rpbi) sebagai berikut61:

q p SD M M r t t p pbi − = Keterangan: rpbi =

Koefisien korelasi point biserial. Mp =

Skor rata-rata hitung yang dimiliki oleh responden. Mt =

Skor rata-rata dari skor total.

SDt... = Deviasi standar d

p = Proporsi responden yang menjawab betul terhadap butir item yang sedang diuji validitas itemnya.

q = Proporsi responden yang menjawab salah terhadap butir item yang sedang diuji validitas itemnya

Untuk uji reliabilitas item tes peneliti menggunakan rumus Kr -20. rumusnya sebagai berikut62:

⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ −∑ ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ − = 2 t i i 2 t 11 S q p S 1 n n r Keterangan:

r11 ... = Koefisien reliabil

61

Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 185

62


(46)

n ... = Banyaknya Butir pi = Proporsi responden yang menjawab dengan

betul butir item yang bersangkutan.

qi = Proporsi responden yang jawabannya salah, atau

qi = 1- pi...

St2 ... = Varian total

piqi... = Jumlah dari hasi

Setelah tes diuji reliabilitasnya data kembali diuji taraf kesukarannya. Pengujian taraf kesukaran tes ini bertujuan untuk mengetahui bermutu atau tidaknya butir-butir item tes hasil balajar. Rumus yang digunakan dalam pengujian ini sesuai dengan rumus yang dikemukakan oleh Dubois, yaitu63:

JS B P= Keterangan:

P = Angka indeks kesukaran

B = Banyaknya responden yang dapat menjawab dengan betul terhadap butir item yang bersangkutan.

JS = Jumlah responden yang mengikuti tes hasil belajar

Butir item juga diuji daya pembedanya. Daya pembeda item adalah kemampuan suatu butir item hasil belajar untuk dapat membedakan (mendiskriminasi) antara responden yang berkemampuan tinggi dengan responden yang berkemampuan rendah. Rumus yang digunakan untuk daya pembeda item adalah sebagai berikut64:

JB BB JA BA DP= − Keterangan:

63

Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 372

64

M. Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 134


(47)

DP = daya pembeda

BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar

BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar

JA = banyaknya peserta kelompok atas JB = banyaknya peserta kelompok bawah

F. Teknik Analisis Data

Data-data yang masih dalam bentuk data mentah terlebih dahulu disusun dalam tabel distribusi frekuensi untuk memperoleh gambaran yang sederhana, jelas, dan sistematis mengenai hasil yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka, kemudian dari data tersebut dihitung pengujian persyaratan analisis berupa uji normalitas, uji homogenitas, kemudian dilakukan pengujian hipotesis terhadap data tersebut.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan berupa uji lilliefors.65

Uji lilliefors mempunyai langkah-langkah sebagai berikut: a) Pengamatan X1, X2,…..Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, …..Zn

dengan menggunakan rumus Zi = S

X Xi − Dengan: Zi = Skor baku

Xi = Skor data X = nilai rata-rata S = Simpangan baku

65


(48)

b) Untuk setiap bilangan baku tersebut dan dengan menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian hitung peluang F(Zi) dengan aturan:

Jika Zi > 0, maka F(Zi) = 0,5 + nilai tabel Jika Zi < 0, maka F(Zi) = 1 – (0,5 + nilai tabel)

c) Selanjutnya hitung proporsi Z1, Z2,….Zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi, jika populasi ini dinyatakan dengan S(Zi), maka

S(Zi) = n Z yang Z ..., Z , Z , Z

Banyaknya 1 2 3 ni d) Hitung selisih ⎢F(Zi)─S(Zi)⎪.

e) Ambil harga yang paling besar diantara harga-harga mutlak selisih tersebut dan harga tersebut dinamakan dengan LO.

f) Tentukan kriteria pengujian berikut:

a) Jika LO ≤ Lt, HO diterima (data berdistribusi normal). b) Jika LO ≥ Lt, HO ditolak (data tidak berdistribusi normal) 2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui perbedaan antara kedua keadaan atau populasi. Uji homogenitas yang digunakan penulis berupa uji fischer Langkah-langkah uji fischer sebagai berikut66:

Fh = 2 2 2 1 S S = terkecil Varians terbesar Varians

S2 =

) 1 n ( n ) X ( X

n 2 2

∑ − ∑

Dengan:

Fh = homogenitas 2

1

S = Varians terbesar 2

2

S = Varians terkecil

Adapun kriteria pengujiannya adalah:

66


(49)

1) Terima Ho jika harga Fhitung < Ftabel 2) Tolak Ho jika harga Fhitung > Ftabel

3. Pengujian Hipotesis

Untuk menguji hipotesis digunakan rumus uji t sebagai berikut67: to =

2 1 M M

2 1 SE

M M

− −

Keterangan:

to = t hitung

M1 = Mean dari kelompok eksperimen M2 = Mean dari kelompok kontrol

2 1 M M

SE = Besarnya kesesatan mean sampel (standard error of the mean)

Untuk mencari

2 1 M M

SE digunakan rumus sebagai berikut68:

1 N SD SEM

− =

Keterangan:

SEM = Besarnya kesesatan mean sampel SD = Deviasi standar dari sampel N = Banyaknya sampel

1 = Bilangan konstan

Adapun kriteria pengujiannya yaitu: a. Terima Ho jika harga ttabel > thitung

b. Tolak Ho jika harga ttabel < thitung

67

Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), h. 314

68

Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), h. 282


(50)

G. Hipotesis Statistik

H0 ditolak apabila thitung > ttabel, maka Ha diterima


(51)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data

Berdasarkan hasil tes yang telah diberikan kepada siswa, maka diperoleh dua kelompok nilai, yaitu kelompok eksperimen (A) (lihat lampiran 10) dan kelompok kontrol (B) (lihat lampiran 11). Kelompok eksperimen adalah kelompok yang diajar dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif teknik jigsaw, sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok yang diajar dengan menggunakan metode konvensional yaitu belajar kelompok.

1. Deskripsi Data Hasil Belajar Kimia Kelas Eksperimen

Deskripsi data hasil belajar kimia berupa distribusi frekuensi ditunjukkan dalam tabel 3.4 dan histogram di bawah ini:

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kimia Kelas Eksperimen

Interval Nilai tengah

Batas Nyata

Frekuensi Absolut (f)

Frekuensi Relatif (%)

87 – 95 91 86,5 – 95,5 2 7,14 78 – 86 82 77,5 – 86,5 6 21,43 69 – 77 73 68,5 – 77,5 4 14,29 60 – 68 64 59,5 – 68,5 6 21,43 51 – 59 55 50,5 – 59,5 7 25,00 42 – 50 46 41,5 – 50,5 3 10,71


(52)

Gambar 4.1 Histogram Kelas Eksperimen

Berdasarkan data hasil tes dapat diketahui nilai tertinggi 95, terendah 42, dengan rata-rata 66,89; median 67,21; modus 53,50 dan simpangan baku 13,39 (lihat lampiran 12). Dari tabel 4 di atas terdapat 10,71% sampel yang mendapatkan nilai terendah pada interval antara 42 – 50, sedangkan nilai tertinggi sebanyak 7,14 % pada interval antara 87  95. Nilai terbanyak berada pada interval antara 51  95 dengan presentase 25%.

2. Deskripsi Data Hasil Belajar Kimia Kelas Kontrol 86,5 - 95,5

7%

77,5 - 86,5 21%

68,5 - 77,5 14% 59,5 - 68,5

21% 50,5 - 59,5

26%

41,5 - 50,5 11%


(53)

Deskripsi data hasil belajar kimia ditunjukkan dalam tabel 4.4 dan histogram di bawah ini:

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kimia Kelas Kontrol

Interval Nilai tengah

Batas Nyata

Frekuensi Absolut ( f )

Frekuensi Relatif (%)

62 – 68 65 61,5 – 68,5 4 14,29

55 – 61 58 54,5 – 61,5 1 3,57

48 – 54 51 47,5 – 54,5 7 25,00

41 – 47 44 (M') 40,5 – 47,5 9 32,14

34 – 40 37 33,5 – 40,5 4 14,29

27 – 33 30 26,5 – 33,5 3 10,71

∑ − − 28

61,5 - 68,5 14%

54,5 - 61,5 4%

47,5 - 54,5 25%

40,5 - 47,5 32% 33,5 - 40,5

14%

26,5 - 33,5 11%


(54)

Gambar 4.2 Histogram Kelas Kontrol

Berdasarkan data hasil tes tersebut di atas dapat diketahui nilai tertinggi 68, terendah 26, dengan rata-rata 46,75; median 45,94; modus 44,95 dan simpangan baku 10,15 (lihat lampiran 13). Dari tabel 5 di atas terdapat 10,71 % sampel yang mendapatkan nilai terendah pada interval antara 27 – 33, sedangkan nilai tertinggi sebanyak 14,29 % pada interval antara 62  68. Nilai terbanyak berada pada interval antara 41  47 dengan presentase 32,14%.

B. Pengujian Persyaratan Analisis

1. Uji Normalitas

a. Uji Normalitas Kelas Eksperimen

Uji normalitas yang digunakan yaitu uji liliefors pada taraf signifikan 95% dengan α = 0,05

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen

Variabel Sampel Lhitung Ltabel Kesimpulan Data

X 28 0,121 0,166 Normal

Berdasarkan tabel di atas diketahui Lhitung 0,121, sedangkan Ltabel pada taraf signifikan 95% dengan α = 0,05 dengan jumlah sampel sebanyak 28 siswa sebesar 0,166. Karena Lhitung < Ltabel, maka dapat dikatakan bahwa HO diterima artinya data hasil belajar kimia kelas eksperimen berdistribusi normal (lihat lampiran 14).

b. Uji Normalitas Kelas Kontrol

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kelas Kontrol

Variabel Sampel Lhitung Ltabel Kesimpulan Data

Y 28 0,122 0,166 Normal

Berdasarkan tabel di atas diketahui Lhitung sebesar 0,122, sedangkan Ltabel pada taraf signifikan 95% dengan α = 0,05 dengan


(55)

jumlah sampel sebanyak 28 siswa sebesar 0,166. Karena Lhitung < Ltabel, maka dapat dikatakan bahwa Ho diterima artinya data hasil belajar kimia kelas kontrol berdistribusi normal (lihat lampiran 15).

2. Uji Homogenitas

Dari hasil pengujian diketahui Fhitung sebesar 1,749 dan Ftabel pada taraf signifikan 95% dengan α = 0,05 dengan derajat kebebasan pembilang 27 dan derajat penyebut 27 diperoleh nilai 1,905; karena Fhitung < Ftabel, maka dapat dikatakan bahwa HO diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa varian kedua kelas sama atau homogen (lihat lampiran 16).

C. Analisis dan Interpretasi Data

Setelah dilakukan pengujian persyaratan analisis ternyata diperoleh kedua kelas berdistribusi normal dan homogen. Dari hasil penelitian diperoleh nilai rata-rata kelas eksperimen 66,89 dan kelas kontrol 46,75. Langkah selanjutnya adalah pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t. dengan hasil sebagai berikut: (lampiran 17)

Tabel 4.5 Hasil Pengujian Hipotesis dengan Menggunakan Uji t

Variabel Sampel thitung ttabel Kesimpulan

Hasil belajar kelas eksperimen dan

kelas kontrol

56 6,23 2,0049

Menolak Ho

dan menerima Ha

Berdasarkan tabel di atas, diketahui thitung 6,23 (lampiran 17), dan dengan merujuk pada ttabel dengan taraf signifikan 95% dengan α = 0,05 dan df = (n1+ n2)  2 diperoleh ttabel sebesar 2,0049. Apabila dibandingkan thitung dengan ttabel, maka thitung lebih besar dari pada ttabel. Dengan demikian hipotesis nihil (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pada hasil belajar kimia


(56)

siswa pada konsep redoks antara siswa yang diajarkan dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif teknik jigsaw dengan siswa yang diajarkan dengan menggunakan metode konvensional.

D. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian diketahui nilai rata-rata hasil belajar kelas eksperimen yaitu 66,89 dan nilai rata-rata hasil belajar kelas kontrol yaitu 46,75. Dari hasil tersebut dapat dilihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat besar, yang berarti siswa yang diajar dengan metode cooperative learning

teknik jigsaw memiliki nilai rata-rata lebih tinggi dibanding dengan siswa yang diajar dengan metode konvensional. Kedua kelas tersebut berada pada distribusi normal, hal ini dapat dilihat pada hasil pengujian persyaratan analisis pada kelas eksperimen yang menyatakan bahwa Lhitung < Ltabel dengan Lhitung 0,121 dengan Ltabel pada taraf signifikan 95% dengan α = 0,05 sebesar 0,166; sedangkan pada kelas kontrol diperoleh Lhitung 0,122 dengan Ltabel pada taraf signifikan 95% dengan α = 0,05 sebesar 0,166. Selain itu, baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol bersifat homogen dengan homogenitas sebesar 1,749; hal ini dapat dilihat dari harga Fhitung < Ftabel dengan Ftabel pada taraf signifikan 95% dengan α = 0,05 sebesar 1,905..

Adapun hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t pada taraf signifikansi 95% dengan α = 0,05 menunjukkan bahwa nilai to > ttabel yaitu 6,23 > 2,0049. Dengan nilai to tersebut menunjukkan tingginya pengaruh metode cooperative learning teknik jigsaw terhadap hasil belajar siswa.

Jadi, dengan strategi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw kesulitan-kesulitan belajar siswa pada konsep redoks seperti kesulitan-kesulitan menyetarakan jumlah atom yang mengalami perubahan muatan, menentukan oksidator dan reduktor, mengidentifikasi biloks (bilangan oksidasi), serta melihat contoh-contoh redoks di lingkungan sekitar dapat diatasi. Kesulitan-kesulitan belajar pada materi redoks ini dapat teratasi disebabkan siswa berkumpul dan bekerja sama menyelesaikan tugas bersama, dalam kerja sama tersebut tiap siswa


(1)

7. Modus

Mo = L + ⎟

⎠ ⎞ ⎜

⎝ ⎛

+fb fa

fa

× i

= 40,5 + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ +4 7 7 × 7 = 40,5 + 4,45

= 44,95

8. Standar Deviasi SD = i ×

2 2 n fx' n ' fx ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ −

= i ×

2 28 11 28 63 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = 7 × 2,095

= 7 × 1,45


(2)

Lampiran 14

Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen

1. X = 1 N

fXi ∑

=

28 1904

= 68,00

2. s =

) 1 n ( n

) fXi ( fXi

n 2 2

∑ − ∑

=

) 1 28 ( 28

) 1904 ( ) 134710 28

( 2

− − ×

=

756

3625216

3771880−

= 194,00


(3)

Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai Lo sebesar 0,121 dan Ltabel pada taraf signifikan 5% untuk N = 28 tidak ditemukan maka digunakan interpolasi sebagai berikut:

25 28 30

3 2

Dari tabel L diperoleh L(0,05; 25) = 0,173 dan L(0,05; 30) = 0,161 maka L(0,05; 28) adalah

=

(

) (

)

2 3

173 , 0 2 161 , 0 3

+ × + ×

= 0,1658 dibulatkan menjadi ≈ 0,166

Karena Lo < Lt maka Ho diterima sehingga didapat kesimpulan bahwa sampel berdistribusi normal


(4)

Lampiran 15

Perhitungan Uji Normalitas Kelas Kontrol

1. X = 1 N

fXi ∑

=

28 1323

= 47,25

2. s =

) 1 n ( n

) fXi ( fXi

n 2 2

∑ − ∑

=

) 1 28 ( 28

) 1323 ( ) 65767 28

( 2

− − ×

=

756

1750329

1841476−

= 120,56


(5)

Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai Lo sebesar 0,122 dan Ltabel pada taraf signifikan 5% untuk N = 28 tidak ditemukan maka digunakan interpolasi sebagai berikut:

25 28 30

3 2

Dari tabel L diperoleh L(0,05; 25) = 0,173 dan L(0,05; 30) = 0,161 maka L(0,05; 28) adalah

=

(

) (

)

2 3

173 , 0 2 161 , 0 3

+ × + ×

= 0,1658 dibulatkan menjadi ≈ 0,166

Karena Lo < Lt maka Ho diterima sehingga didapat kesimpulan bahwa sampel berdistribusi normal


(6)