Pajak dan Retribusi Daerah dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah

commit to user 36 terkesan pemerintah daerah hanya memacu pendapatan yang optimal dengan kurang memberikan perhatian kepada pengusaha atau penanam investasi di daerah. Seharusnya dengan diberlakukannya retribusi ijin gangguan tidak hanya berpengaruh pada meningkatnya pendapatan asli daerah saja, tetapi juga diimbangi dengan adanya iklim yang sejuk untuk investor yang pada akhirnya terjadi pula peningkatan investasi. Selain itu juga adanya peningkatan fasilitas, serta terjaminnya keselamatan masyarakat. Retribusi ijin gangguan termasuk dalam penggolongan retribusi perijinan tertentu, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Karanganyar masih memberlakukan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan. Kontribusi retribusi ijin gangguan di Kabupaten Karanganyar terhadap pendapatan daerah Kabupaten Karanganyar diharapkan dapat menopang pembanguanan daerah guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kontribusi retribusi ijin gangguan di Kabupaten Karanganyar terhadap pendapatan daerah Kabupaten Karanganyar dari tahun ke tahun semakin meningkat, maka diharapkan pendapatan daerah dari sektor ini dapat digunakan sebagai salah satu unsur dalam menopang pembangunan daerah guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Karanganyar.

c. Pajak dan Retribusi Daerah dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah

Hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan serta lain-lain pendapatan daerah yang sah merupakan komponen Pendapatan Asli Daerah selanjutnya disebut dengan PAD yang sangat tergantung pada aktifitas daerah yang bersangkutan. 58 Saat ini penggalian sumber-sumber pendapatan daerah sangat diperlukan, berkenaan dengan ini pemerintah telah 58 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah commit to user 37 mengeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan tentang pajak dan retribusi daerah. Hal ini dilakukan untuk mengatur agar kebutuhan daerah dalam meningkatkan PAD tidak menjadi beban tambahan bagi masyarakat di daerah, dengan demikian kreatifitas daerah untuk melakukan optimalisasi PAD juga memiliki batasan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, telah ditentukan beberapa pajak dan retribusi daerah yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Mengenai penarikan retribusi di daerah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139 tentang Retribusi Daerah, telah ditentukan golongan retribusi yang ada di daerah, yaitu meliputi retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perijinan tertentu. Penggolongan semacam ini dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Peraturan pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Pajak adalah gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada di dalam masyarakat. Masyarakat adalah kumpulan manusia yang pada suatu waktu berkumpul untuk tujuan tertentu, masyarakat terdiri dari individu-individu yang mempunyai hidup dan kepentingan sendiri. Negara adalah masyarakat yang mempunyai tujuan tertentu, dimana kelangsungan hidup negara berarti juga kelangsungan hidup dan commit to user 38 kepentingan masyarakat yang membutuhkan biaya. Biaya hidup individu menjadi beban dari individu yang bersangkutan dan berasal dari penghasilannya sendiri, sedangkan biaya hidup negara adalah untuk kelangsungan alat-alat negara, administrasi negara, lembaga negara dan seterusnya dan harus dibiayai dari penghasilan negara. Penghasilan negara berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak dan atau dari hasil kekayaan alam yang ada di dalam sebuah negara. 59 Pendapat lain tentang pajak juga diungkapkan oleh Erly Suandy, ”Pajak adalah iuran pada negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas pemerintahan.” 60 Berdasarkan definisi di atas, maka definisi sederhana dari pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah. 61 Pendapat ini diperkuat oleh Soepangat, yang menyatakan bahwa pajak daerah sebagai pungutan berdasarkan peraturan yang ditetapkan guna pembiayaan, pengeluaran daerah sebagai badan publik. Berbeda dengan pajak, maka retribusi adalah merupakan pungutan yang dilakukan sehubungan dengan sesuatu jasa atau fasilitas yang diberikan oleh pemerintah secara langsung dan nyata. 62 Jadi pungutan berbentuk retribusi dapat dikenakan apabila rakyat yang dipungut mendapatkan fasilitas atau layanan yang diberikan secara langsung oleh penguasa pemerintah. Selain itu menurut Guritno, 59 Soemitro, Pengertian Dasar Hukum Pajak, Jakarta, 1992, hlm. 1 60 Erly Suandy, Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta, 2000, hlm. 136 61 Erly Suandy, op.cit, hlm. 140 62 S. Haryoto, Pengantar Hukum Pajak, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 1991, hlm. 11 commit to user 39 retribusi diartikan sebagai pungutan pemerintah karena pembayar menerima jasa tertentu dari pemerintah. 63 Pada prinsipnya, unsur-unsur yang melekat pada pengertian retribusi adalah : 1 Pungutan retribusi harus berdasarkan undang-undang; 2 Sifat pungutannya dapat dipaksakan; 3 Pemungutannya dilakukan oleh negara; 4 Digunakan untuk pengeluaran bagi masyarakat umum; dan 5 Kontra-prestasi imbalan langsung dapat dirasakan oleh pembayar retribusi. Pada umumnya pungutan atas retribusi diberikan atas pembayaran berupa jasa atau pemberian ijin tertentu yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah kepada setiap orang atau badan, misalnya retribusi atas penyediaan tempat penginapan, retribusi tempat pencucian mobil, pembayaran aliran listrik, pembayaran abonemen air minum, retribusi tempat penitipan anak, retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat, retribusi ijin mendirikan bangunan, dan retribusi ijin gangguan. Sedangkan menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. 64 Pengertian tersebut tidak berbeda dengan pendapat dari Adrian Sutedi yang mengatakan bahwa retribusi daerah adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya retribusi daerah sebagai pembayaran atas jasa atau karena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang 63 Guritno Mangoensoebroto, Ekonomi Publik, PBFE, Yogyakarta, 1995, hlm. 181 64 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139 commit to user 40 berkepentingan atau jasa yang diberikan oleh daerah baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, setiap pungutan yang dilakukan oleh Pemda senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada masyarakat. 65 Rumusan tentang pengertian retribusi daerah dikemukakan oleh The Liang Gie, sebagai berikut : ”Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik daerah untuk kepentingan umum atau karena jasa yang diberikan oleh daerah baik lansung maupun tidak langsung”. 66 Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau karena mendapatkan jasa-jasa pekerjaan, usaha atau milik daerah begi yang berkepentingan atau karena jasa yang diberikan oleh daerah. Hasil retribusi daerah merupakan sumber pendapatan daerah dan penerimaan daerah, dari sektor retribusi daerah tidak kalah pentingnya jika dibandingkan dengan peneriman dari sektor pajak maupun sektor penerimaan-penerimaan yang lainnya. Bahkan penerimaan dari sektor retribusi daerah adalah penerimaan yang dominan bagi daerah tingkat II pada umumnya. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menegaskan bahwa : ”Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah daerah untuk kepentingan orang atau pribadi.” 67 Jadi, agar daerah dapat menjalankan kewajiban dengan sebaik- baiknya, perlu ada sumber pendapatan daerah sesuai dengan yang 65 Adrian Sutedi, Hukum Pajak dan Retribusi Daerah, Ghalia Indonesia, Bogor, 2006, hlm. 74 66 The Liang Gie, Pertumbuhan Daerah di Negara Republik Indonesia, Gunung Agung, Jakarta, 1998, hlm. 23 67 Pasal 1 Angka 26 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah commit to user 41 dikatakan Soedjito, 68 yaitu : ”semakin besar keuangan daerah, maka semakin besar pula kemampuan daerah untuk menyelenggarakan usaha-usahanya dalam bidang keamanan, ketertiban umum, sosial, kebudayaan dan kesejahteraan pada umumnya bagi wilayah dan penduduknya.” Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan penyelenggaraan otonomi daerah, seperti yang dikemukakan Syamsi, yakni faktor kemampuan struktural organisasi, kemampuan aparatur daerah, kemampuan mendorong partisipasi masyarakat dan kemampuan keuangan daerah. 69 Diantara faktor-faktor tersebut, faktor keuangan merupakan faktor esensial untuk mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Dikatakan demikian karena pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab harus didukung dengan tersedianya dana guna pembiayaan pembangunan. Dalam pelaksanaan otonomi daerah, sumber kuangan yang berasal dari pendapatan asli daerah lebih penting dibandingkan dengan sumber-sumber di luar pendapatan, karena pendapatan asli daerah dapat dipergunakan sesuai dengan prakarsa dan inisiatif daerah. Menurut SF. Marbun, pada dasarnya pajak dan retribusi mempunyai fungsi yang sama yaitu : 1 Fungsi budgetair, yaitu retribusi sebagai dana bagi pemerintah untuk membiayai pengaturan-pengaturannya; 2 Fungsi regulated, yaitu retribusi sebagai alat untuk mengatur melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. 68 Pamudji dalam Elita Dewi, Identifikasi Sumber Pendapatan Asli Daerah dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah, Universitas Sumatera Utara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2002, hlm. 1 69 Elita Dewi, Ibid commit to user 42 Fungsi retribusi menurut Mardiasmo 70 juga berkaitan dengan pelayanan publik, oleh karena pungutan retribusi langsung berhubungan dengan masyarakat pengguna layanan publik maka peningkatan retribusi secara otomatis akan mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik. Masyarakat tentu tidak mau membayar lebih tinggi bila pelayanan yang diterima sama saja kualitas dan kuantitasnya. Sedangkan tata cara pemungutan retribusi adalah sebagai berikut: 1 Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan; 2 Dalam hal wajib retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar dikarenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 dua persen setiap bulan dari retribusi. Pajak dan retribusi memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap pendapatan negara pada umumnya dan daerah pada khususnya, jadi meski sedang terjadi krisis ekonomi kita harus memutar otak untuk mengelolanya dengan baik. Organization for Economic Cooperation and Development OECD mengatakan bahwa “OECD’s general mission is to provide a strong and stable policy basis for the global economy, working both among its 30 member states as well as among non-member states worldwide. These announcements mark a fundamental change and an important moment in the history of international tax cooperation. At a time when governments around the world need to maximize tax revenues in order to address the global economic crisis, this is an extremely important breakthrough.” 71 70 Mardiasmo, Desentralisasi Fiskal di Indonesia, Dilema Otonomi dan Ketergantungan, Prisma No 6, 1-17, 2002, hlm. 149 71 Harvard International Law Journal, Improved International Tax Cooperation on the Horizon, Posted in Digest, Treaties and International Agreements, March 23, 2009 commit to user 43

B. Penelitian yang Relevan