Kerangka Pemikiran TINJAUAN PUSTAKA

commit to user 44 Surakarta agar pemberian ijin gangguan sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 1998 tentang Retribusi Ijin Gangguan.

C. Kerangka Pemikiran

Sejarah pemerintahan daerah di Indonesia sejak merdeka pada tahun 1945 telah mengalami berkali-kali pergantian formulasi Undang-Undang, hal tersebut disebabkan perbedaan sudut pandang dan kepentingan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Oleh karena itu sejak formulasi awal undang- undang tentang pemerintahan daerah, telah dipandang perlu untuk mengatur mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan konsep otonomi. Dengan memperhatikan penyelenggaraan otonomi daerah pada masa berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 dengan prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab dengan penekanan pada otonomi yang lebih merupakan kewajiban daripada hak, maka dapat dilihat terdapat perbedaan dengan formulasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemberian otonomi kepada daerah kabupaten dan kota didasarkan pada asas desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain berupa : kepastian tersedianya pendanaan dari pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang diserahkan; kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya; hak untuk mengelola kekayaan daerah dan mendapatkan sumber- sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan. Retribusi Ijin Gangguan merupakan salah satu penerapan dari otonomi daerah, yang termasuk dalam Retribusi Perijinan Tertentu. Dalam hal ini penulis akan mengkaji mengenai Retribusi Ijin Gangguan di Kabupaten Karanganyar yang telah ditindak lanjuti hal dengan mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan, kondisi ini commit to user 45 menimbulkan pemikiran penulis untuk mengevaluasi kesesuaian pelaksanaan Peraturan Daerah dengan prinsip otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Juga penyebab tidak disetujuinya permohonan retribusi ijin gangguan si Kabupaten Karanganyar dalam mendapatkan surat ijin usaha, sehingga dapat tercapai tujuan dari Perda tersebut.. Adapun bagan kerangka pemikiran secara skematis disajikan sebagai berikut : Gambar 1 Kerangka Pemikiran Pasal 10 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Otonomi Daerah Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan Kesesuaian pelaksanaan Perda dengan prinsip otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab Penyebab permohonan retribusi ijin gangguan tidak mendapatkan persetujuan dan surat kepemilikan ijin usaha commit to user 46

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran secara mendalam tentang implementasi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan di Karanganyar. Di dalam penelitian hukum, metode yang digunakan tergantung pada konsep apa yang dimaksud dengan hukum. Menurut Setiono terdapat 5 lima konsep hukum, yaitu 73 : 1. Hukum adalah asas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan berlaku universal; 2. Hukum adalah norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan hukum nasional; 3. Hukum adalah apa yang diputuskan oleh hakim inconcreto dan tersistematisasi sebagai judge made law; 4. Hukum adalah pola-pola perilaku sosial yang terlembaga, ekstra sebagai variabel sosial empirik; 5. Hukum adalah manifestasi makna-makna simbolik pada perilaku sosial sebagai tampak dalam interaksi antar mereka. Penelitian ini menggunakan konsep hukum yang ke dua dan ke lima, yaitu hukum adalah norma-norma positif di dalam sistem perundang- undangan hukum nasional dan hukum adalah manifestasi makna-makna simbolik pada perilaku sosial sebagai tampak dalam interaksi antar mereka. Peneliti menggunakan konsep hukum yang ke dua untuk memberikan penjelasan terhadap aspek substansi dari teori hukum Friedman yang penulis gunakan, sedangkan konsep hukum yang ke lima digunakan untuk mengkaji aspek struktur dan budaya hukum. 73 Soerjono Soekanto, op.cit, hlm. 1