Retribusi Ijin Gangguan Hinderordonnantie HO

commit to user 33 dengan campur tangan pemerintah. Suatu keputusan administrasi negara yang memperkenankan yang bersangkutan mengadakan perbuatan tersebut memuat suatu konsesi consesie. 52 Menurut N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berg, pelepasan atau pembebasan dispensasi merupakan terkecualian yang sungguh- sungguh, yakni merupakan kekecualian atas larangan sebagai aturan umum. Pemberian dispensasi berhubungan erat dengan keadaan- keadaan khusus peristiwa. 53 Menurut Van der Pot, dispensasi merupakan keputusan administrasi negara yang membebaskan suatu perbuatan dari kekuasaan suatu peraturan yang menolak perbuatan tersebut. 54 Hal serupa dikemukakan oleh Amrah Muslimin, yang mengatakan bahwa dispensasi adalah suatu pengecualian dari suatu ketentuan-ketentuan umum dalam hal pembuat undang-undang sebenarnya pada prinsipnya tidak berniat mengadakan pengecualian. Sebagai contoh penetapan umur kawin bagi seseorang karena keadaan khusus di bawah usia minimum 18 tahun. Mengacu pada pengertian tersebut, maka sebenarnya dispensasi berangkat dari sebuah larangan yang sungguh-sungguh. 55

b. Retribusi Ijin Gangguan Hinderordonnantie HO

Indonesia mempunyai sejarah panjang dalam menangani gangguan yang ditimbulkan oleh kegiatan usaha. Pada awal tahun 1926, pemerintah kolonial Belanda menertibkan Undang-Undang Gangguan dalam Lembaran Negara Staatsblad nomor 226 dan kemudian mengubah dan menyempurnakannya melalui Lembaran Negara tahun 1940 nomor 450. 52 Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Pustaka Tinta Mas, Surabaya, 1988, hlm. 187 53 N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, disunting dari Philipus M. Hadjon, loc.cit 54 Van der Pot dalam Utrecht dan Moh. Saleh Djindang, op.cit, hlm. 143 55 Amrah Muslimin, loc.cit commit to user 34 Perundang-undangan yang asli berjudul Undang-Undang Gangguan Hinderordonnantie dan ijin yang dikeluarkannya dikenal dengan nama ”Ijin H.O”. Setelah kemerdekaan, sistem ini dikenal sebagai ”Undang-Undang Gangguan”. 50 tahun kemudian jauh setelah kemerdekaan Indonesia, Menteri Dalam Negeri menerbitkan Peraturan Nomor 7 Tahun 1993 tentang Ijin Gedung dan Ijin Gangguan bagi Perusahaan-Perusahaan di bidang industri yang kemudian mengubah pendekatan nasional terhadap isu-isu tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu, ijin yang bersifat wajib tersebut disebut sebagai Disturbance Permits dan Nuisance Permits. Pemerintahan kolonial Belanda mengeluarkan Undang-Undang Gangguan tersebut dengan tujuan untuk melindungi didirikannya bangunan-bangunan kecil sebagai tempat kerja dan usaha kecil dari gangguan masyarakat umum. Pada waktu itu Undang-Undang Gangguan dibuat untuk melindungi perusahaan dagang milik Belanda dari penolakan masyarakat dan dari persaingan dengan perusahaan-perusahaan lokal. Namun pada kenyataannya justru sebaliknya, Undang-Undang tersebut terkesan diberlakukan untuk melindungi masyarakat dari dampak- dampak merugikan dari beberapa praktik usaha tertentu dan bukan untuk melindungi industri dari masyarakat. Keinginan untuk melindungi masyarakat dari akibat buruk kegiatan usaha lebih sesuai dengan semangat di era 1920-an dan gerakan reformasi pemerintahan kotamadya yang pada waktu itu sering terjadi. Kelemahan Undang-Undang Gangguan adalah dikenakannya sanksi karena tidak memperoleh ijin, dan bukan karena menyalahgunakan ijin tersebut atau melanggar ketentuan- ketentuannya. Selanjutnya, pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan AMDAL atau UKL UPL tidak ditetapkan secara tegas sebagai pelanggaran terhadap ijin walaupun ketentuan-ketentuan ini dinyatakan sebagai persyaratan untuk memperoleh ijin usaha atau commit to user 35 kegiatan. Jelas sekali bahwa suatu undang-undang yang dirumuskan pada tahun 1924 dan diamandemen pada tahun 1940 ini tidak dapat dirujuk silang dengan perundang-undangan yang lebih baru. Pemberian ijin dikenakan tarif tertentu sebagai bentuk pungutan retribusi, dimana retribusi ijin gangguan termasuk dalam kategori retribusi perijinan tertentu. Pemberian ijin gangguan hanya merupakan salah satu bentuk ijin yang diberlakukan oleh pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan pendapatan asli daerah, dimana untuk mencapai target yang ditentukan dilakukan beberapa cara. Antara lain dengan meningkatkan jumlah retribusi ijin gangguan, percepatan masa berlakunya ijin gangguan, serta penambahan angka indek dalam penentuan tarif retribusi ijin gangguan. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 menerangkan bahwa perijinan tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian ijin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan,pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. 56 Objek retribusi perijinan tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian ijin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan,pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Sedangkan subjeknya adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh ijin tertentu dari Pemerintah Daerah. 57 Satu sisi hal tersebut berarti menambah beban biaya operasional dari pengusaha yang memerlukan ijin gangguan, sehingga 56 Pasal 1 Angka 30 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 57 Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah commit to user 36 terkesan pemerintah daerah hanya memacu pendapatan yang optimal dengan kurang memberikan perhatian kepada pengusaha atau penanam investasi di daerah. Seharusnya dengan diberlakukannya retribusi ijin gangguan tidak hanya berpengaruh pada meningkatnya pendapatan asli daerah saja, tetapi juga diimbangi dengan adanya iklim yang sejuk untuk investor yang pada akhirnya terjadi pula peningkatan investasi. Selain itu juga adanya peningkatan fasilitas, serta terjaminnya keselamatan masyarakat. Retribusi ijin gangguan termasuk dalam penggolongan retribusi perijinan tertentu, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Karanganyar masih memberlakukan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Retribusi Ijin Gangguan. Kontribusi retribusi ijin gangguan di Kabupaten Karanganyar terhadap pendapatan daerah Kabupaten Karanganyar diharapkan dapat menopang pembanguanan daerah guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kontribusi retribusi ijin gangguan di Kabupaten Karanganyar terhadap pendapatan daerah Kabupaten Karanganyar dari tahun ke tahun semakin meningkat, maka diharapkan pendapatan daerah dari sektor ini dapat digunakan sebagai salah satu unsur dalam menopang pembangunan daerah guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Karanganyar.

c. Pajak dan Retribusi Daerah dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah