23
1. Secara akademis, penelitian ini merupakan salah satu syarat penyelesaian
program studi sarjana Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Secara praktis, sebagai masukansumbangan pemikiran bagi Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo dan pemerintahan daerah Kabupaten Karo.
3. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan
penulis dan pembaca tentang Peranan Koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBD Kabupaten Karo dalam Penanggulangan Bencana
Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo.
I.6. Sistematika Penulisan
Hasil penelitian nantinya akan dilaporkan dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari Latar Belakang Masalah, Fokus Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan
Sistematika Penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini memuat tentang teori-teori yang dipakai, seperti koordinasi dan penanggulangan bencana.
Universitas Sumatera Utara
24
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data,dan teknik analisis data.
BAB IV TEMUAN PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang gambaran umum dari daerah penelitian yang meliputi keadaan geografis, kependudukan, sosial,
karakteristik pemerintahan berupa sejarah singkat, visi dan misi, tugas pokok, fungsi dan struktur organisasi serta hasil penelitian
yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi yang dianalisis.
BAB V ANALISA TEMUAN
Bab ini membahas tentang kajian dan analisa data-data yang
diperoleh dari lokasi penelitian. BAB VI
PENUTUP
Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan dan saran-saran yang dianggap perlu sebagai bahan
rekomendasi.
Universitas Sumatera Utara
25
BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA
Koordinasi merupakan suatu tindakan untuk mengintegrasikan unit-unit pelaksana kegiatan guna mencapai tujuan organisasi. Dalam hal penanggulangan
bencana terdapat beberapa unit-unit organisasi atau stakeholders yang saling berintegrasiberkoordinasi, saling terkait satu organisasi dengan yang lainnya
dalammelaksanakan unsur-unsur kegiatan pada manajemen bencana guna mencapai efektivitas penanggulangan bencana.
II.1. Koordinasi II.1.1. Pengertian Koordinasi
Fayol dalam Arsyad, 2002 menjelaskan bahwa koordinasi adalah suatu usaha untuk mengharmoniskan dalam rangkaian struktur yang ada. Fayol dalam
Moekijat : 1989 juga menambahkan bahwa koordinasi merupakan suatu unsur manajemen yang diartikan sebagai penggabungan usaha dan peraturan semua
kegiatan perusahaan agar sesuai dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan. Adapun Brech dalam Hasibuan, 2011 memberikan pengertian koordinasi
adalah mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok kepada masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu
dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
26
Hal di atas dapat dipahami bahwa dalam melaksanakan koordinasi harus ada kesesuaian antara peraturan dan tindakan serta kerja sama antar anggota yang
pada akhirnya menimbulkan keharmonisan kerja sehingga tidak adanya pekerjaan yang tumpang tindih dan semua usaha atau kegiatan yang dilaksanakan berjalan
sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. Hasibuan 2011 menyatakan bahwa koordinasi adalah kegiatan
mengarahkan, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan unsur-unsur manajemen dan pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi.
Koordinasi mengimplikasikan bahwa elemen-elemen sebuah organisasi saling berhubungan dan mereka menunjukkan keterkaitan sedemikian rupa, sehingga
semua orang melaksanakan tindakan-tindakan tepat, pada waktu tepat dalam rangka upaya mencapai tujuan-tujuan.
Dari beberapa pengertian koordinasi di atas dapat disimpulkan bahwa koordinasi adalah kerjasama antar bagian atau sektor yang menciptakan
keharmonisan kerja dalam melaksanakan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan bersama yang sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.
II.1.2. Jenis-Jenis Koordinasi
Menurut Sugandha 1991, jenis-jenis koordinasi menurut lingkupnya terdiri dari koordinasi intern yaitu koordinasi antar pejabat atau antar unit di
dalam suatu organisasi dan koordinasi ekstern yaitu koordinasi antar pejabat dari berbagai organisasi atau antar organisasi. Umumnya organisasi memiliki tipe
koordinasi yang dipilih dan disesuaikan dengan kebutuhan atau kondisi-kondisi
Universitas Sumatera Utara
27
tertentu yang diperlukan untuk melaksanakan tugas agar pencapaian tujuan
tercapai dengan baik.
Adapun menurut Hasibuan 2011 jenis-jenis koordinasi dibagi menjadi dua bagian besar yaitu koordinasi vertikal dan koordinasi horizontal. Makna dari
kedua jenis koordinasi ini yaitu sebagai berikut : a.
Koordinasi Vertikal Koordinasi vertikal adalah kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang
dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit, kesatuan-kesatuan kerja yang ada di bawah wewenang dan tanggung jawabnya. Tegasnya, atasan
mengkoordinasikan semua aparat yang ada di bawah tanggung jawabnya secara langsung. Koordinasi vertikal ini secara relatif mudah dilakukan, karena atasan
dapat memberikan sanksi kepada aparat yang sulit diatur. b.
Koordinasi Horizontal Koordinasi horizontal adalah mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau
kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan- kegiatan dalam tingkat organisasi aparat yang setingkat. Koordinasi horizontal
ini dibagi atas interdisciplinary dan interrelated. Interdisciplinary adalah suatu koordinasi dalam rangka mengarahkan,
menyatukan tindakan-tindakan, mewujudkan, dan menciptakan disiplin antara unit yang satu dengan unit yang lain secara intern maupun secara ekstern pada
unit-unit yang sama tugasnya. Interrelated adalah koordinasi antarbadan instansi; unit-unit yang
fungsinya berbeda, tetapi instansi yang satu dengan yang lain saling bergantung
Universitas Sumatera Utara
28
atau mempunyai kaitan, baik secara intern maupun secara ekstern yang levelnya setaraf. Koordinasi horizontal ini relatif sulit dilakukan karena koordinator tidak
dapat memberikan sanksi kepada pejabat yang sulit diatur sebab kedudukannya yang setingkat.
Selanjutnya Sugandha 1991 dua jenis koordinasi yang lain yaitu koordinasi diagonal dan koordinasi fungsional. Kordinasi diagonal yaitu
koordinasi antara pejabat atau unit yang berbeda fungsi dan tingkatan hierarkinya sedangkan koordinasi fungsional adalah koordinasi antar pejabat, antar unit atau
antar organisasi yang didasarkan atas kesamaan fungsi atau karena koordinatornya mempunyai fungsi tertentu.
Berdasarkan uraian tersebut di atas tampak bahwa terdapat beberapa jenis koordinasi dalam suatu organisasi yang ditinjau dari lingkupnya meliputi
koordinasi intern dan ekstern. Sedangkan koordinasi ditinjau dari arahnya meliputi koordinasi vertikal, koordinasi horizontal, koordinasi diagonal dan
koordinasi fungsional.
II.1.3. Prinsip-Prinsip Koordinasi
Sugandha 1991 menyatakan ada beberapa prinsip yang perlu diterapkan dalam menciptakan koordinasi antara lain adanya kesepakatan dan kesatuan
pengertian mengenai sasaran yang harus dicapai sebagai arah kegiatan bersama, adanya kesepakatan mengenai kegiatan atau tindakan yang harus dilakukan oleh
masing-masing pihak, termasuk target dan jadwalnya, setelah itu adanya kataatan
Universitas Sumatera Utara
29
atau loyalitas dari setiap pihak terhadap bagian tugas masing-masing serta jadwal
yang telah diterapkan.
Kemudian adanya saling tukar informasi dari semua pihak yang bekerja sama mengenai kegiatan dan hasilnya pada suatu saat tertentu, termasuk masalah-
masalah yang dihadapi masing-masing, didukung dengan adanya koordinator yang dapat memimpin dan menggerakkan serta memonitor kerjasama tersebut,
serta memimpin pemecahan masalah bersama, dan adanya informasi dari berbagai pihak yang mengalir kepada koordinator sehingga koordinator dapat memonitor
seluruh pelaksanaan kerjasama dan mengerti masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh semua pihak, serta dilengkapi denagn adanya saling hormati
terhadap wewenang fungsional masing-masing pihak sehingga tercipta semangat untk saling bantu.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa prinsip-prinsip koordinasi adalah suatu usaha dalam menyatukan informasi yang disertai dengan kepatuhan
terhadap pemimpin dan peraturan.
II.1.4. Mekanisme dan Proses Koordinasi
Mekanisme koordinasi yaitu adanya kesadaran dan kesediaan sukarela dari semua anggota organisasi atau pemimpin-pemimpin organisasi untuk kerjasama
antarinstansi, adanya komunikasi yang efektif, tujuan kerjasamanya, dan peranan dari tiap pihak yang terlibat, harus dapat menciptakan organisasinya sendiri
sedemikian rupa sehingga menjadi suatu organisasi yang mampu memipin organisasi-organisasi lainnya, meminta ketaatan, kesetiaan, dan displin kerja tiap
pihak yang terlibat, terciptanya koordinasi di dalam suatu organnisasi akan
Universitas Sumatera Utara
30
menunjukkan bahwa organisasi tersebut benar-benar bergerak sebagai suatu sistem, dan pemimpin akan bertindak sebagai fasilitator dan tenaga pendorong
Sugandha, 1991. Siagian 1991berpendapat mengenai cara-cara yang dapat dilakukan
dalam mengkoordinasi, yaitu dengan melakukan briefing staf untuk memberitahukan kebijaksanaan pimpinan organisasi kepada staf yang dalam
waktu sesingkat mungkin harus diketahui dan mendapat perumusan. Setelah itu diadakan rapat staf untuk mengadakan pengecekan terhadap kegiatan yang telah
dan sedang dilakukan oleh staf serta mengadakan integrasi daripada pkok-pokok hasil pekerjaan staf. Lalu mengumpulkan laporan-laporan mengenai pelaksanaan
keputusan pimpinan organisasi. Selanjutnya mengadakan kunjungan serta inspeksi mengenai pelaksanaan keputusan pimpinan organisasi serta memberikan
petunjuk-petunjuk sesuai dengan pedoman atau ketentuan yang telah ditetapkan oleh pimpinan organisasi.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa mekanisme dan proses koordinasi bertujuan untuk menjaga keharmonisan komunikasi dan hubungan
antara pimpinan dan bawahannya pada kegiatan koordinasi.
II.1.5. Hambatan Koordinasi
Dalam pelaksanaan koordinasi sering mengalami beberapa hambatan. Menurut Handayaningrat 1986, hambatan-hambatan tersebut adalah :
a. Hambatan-hambatan dalam koordinasi vertikal struktural
Universitas Sumatera Utara
31
Dalam koordinasi vertikal struktural sering terjadi hambatan-hambatan, disebabkan perumusan tugas, wewenang dan tanggung jawab tiap-tiap
satuan kerja unit yang kurang jelas. Di samping itu adanya hubungan dan tata kerja yang kurang dipahami oleh pihak-pihak yang bersangkutan dan
kadang-kadang timbul keragu-raguan di antara yang mengkoordinasi dan yang dikoordinasi ada hubungan dalam susunan organisasi yang bersifat
hierarki. b.
Hambatan-hambatan dalam koordinasi fungsional
Hambatan-hambatan yang timbul pada koordinasi fungsional, baik yang horizontal maupun diagonal, disebabkan karena antara yang
mengkoordinasikan keduanya tidak terdapat hubungan hierarki garis komando.
Menurut Sugandha 1991 hambatan-hambatan yang terjadi dalam koordinasi akan menimbulkan beberapa kesalahan yang sering dilakukan
seseorang dalam melakukan usaha pengkoordinasian, yaitu kesalahan anggapan orang mengenai organisasinya sendiri, kesalahan anggapan orang mengenai
instansi induknya, kesalahan pandangan mengenai arti koordinasi sendiri, dan kesalahan pandangan mengenai kedudukan departemennya di pusat.
Universitas Sumatera Utara
32
II.2. Penanggulangan Bencana
II.2.1. Penanggulangan
Penanggulangan dapat diartikan sebagai manajemen. Terry 2003 mengatakan bahwa manajemen adalah suatu proses khusus yang terdiri dari
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya. Senada dengan pendapat Terry, Fuad, dkk 2006 berpendapat bahwa manajemen merupakan
suatu proses yang melibatkan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan. Dan pengendalian yang dilakukan untuk mencapai sasaran
perusahaan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya. Pengertian di atas menjelaskan bahwa dalam manajemen terdapat
aktivitas-aktivitas khusus berupa perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan.
Gibson 1994 mengatakan bahwa manajemen dapat didefinisikan sebagai suatu proses, yakni sebagai suatu rangkaian tindakan, kegiatan, atau operasi yang
mengarah kepada beberapa sasaran tertentu. Sedangkan Miftah Thoha 1995 yang berpendapat bahwa manajemen merupakan jenis pemikiran yang khusus dari
kepemimpinan di dalam usahanya mencapai tujuan organisasi. Sedangkan dalam UNISDR United Nations International Strategy
Disaster Reduction lebih memahami manajemen sebagai suatu proses yang sistematis dengan menggunakan sumber daya yang ada sesuai peraturan
administratif, lembaga dan ketrampilan serta kapasitas operasional untuk
Universitas Sumatera Utara
33
melaksanakan strategi dan kebijakan dan mencapai tujuan. www.unisdr.com, diakses tanggal 27 Maret 2015
Pengertian manajemen menurut para ahli dan UNISDR diatas terlihat memiliki persamaan yaitu suatu proses yang dilaksanakan dengan tahapan dan
perencanaan sesuai dengan peraturan guna mencapai tujuan.
II.2.2. Bencana
Menurut Purnomo dan Sugiantoro 2010, pemahaman tentang istilah bencana dari beberapa orang, meskipun beragam, namun pada ending-nya atau
pada akhirnya, semuanya mengindikasikan sebagai peristiwa buruk yang merugikan kehidupan manusia.
Dalam Undang-undang No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 1 ayat 1, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam danatau faktor non alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Bencana itu dibagi menjadi tiga jenis menurut Undang-Undang No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yaitu
1. Bencana alam adalah bencana yang disebabkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin
topan, dan tanah longsor.
Universitas Sumatera Utara
34
2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan
teror. Dalam UNISDR dikatakan bencana merupakan sebuah gangguan serius
terhadap berfungsinya sebuah komunitas atau masyarakat yang mengakibatkan kerugian dan dampak yang meluas terhadap manusia, materi, ekonomi dan
lingkungan, yang melampaui kemampuan komunitas atau masyarakat yang terkena dampak tersebut untuk mengatasinya dengan menggunakan sumber daya
mereka sendiri. www.unisdr.com, diakses tanggal 27 Maret 2015 Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa bencana
adalah suatu peristiwa yang terjadi secara sengaja dan tidak sengaja yang pada akhirnya memberikan dampak yang merugikan dalam segala aspek kehidupan
manusia.
II.2.3. Penanggulangan Bencana
Penanggulangan bencana atau manajemen bencana menurut Agus Rahmat 2010 merupakan seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan
penanggulangan bencana, pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana yang kemudian dikennal sebagai siklus manajemen bencana. Menurut beliau, tujuan
Universitas Sumatera Utara
35
kegiatan ini adalah untuk mencegah kehilangan jiwa, mengurangi penderitaan manusia, memberi informasi masyarakat dan pihak berwenang mengenai resiko,
dan mengurangi kerusakan infrastruktur utama, harta benda dan kehilangan sumber ekonomis.
Sedangkan dalam UNISDR menyatakan bahwa manajemen bencana atau manajemen resiko bencana merupakan suatu proses sistematis dalam mengunakan
peraturan administratif, lembaga dan ketrampilan serta kapasitas operasional untuk melaksanakan strategi-strategi, kebijakan-kebijakan dan kapasitas bertahan
yang lebih baik untuk mengurangi dampak merugikan yang ditimbulkan ancaman bahaya dan kemungkinan bencana. Manajemen bencana tersebut dilaksanakan
melalui aktivitas-aktivitas dan langkah-langkah untuk pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan. www.unisdr.com, diakses tanggal 27 Maret 2015
Dalam Pasal 3 ayat 1 Undang-undang No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dijelaskan bahwa asas-asas penanggulangan bencana,
yaitu kemanusiaan, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintah, keseimbangan, keselarasan dan keserasian, ketertiban dan kepastian hukum,
kebersamaan, kelestarian lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tujuan dari penanggulangan bencana adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana, menyelaraskan peraturan perundang-
undangan yang sudah ada, menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh, menghargai budaya
lokal, membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta, mendorong
Universitas Sumatera Utara
36
semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan, dan menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Undang-
undang No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 4. Penanggulangan bencana harus memiliki prinsip seperti cepat dan tepat,
prioritas, koordinasi dan keterpaduan, berdaya guna dan berhasil guna, transparansi dan akuuntabilitas, kemitraan, pemberdayaan, dan nondiskriminatif
sehingga tujuan dari penanggulangan bencana dapat tercapai. Ada beberapa upaya dalam menanggulangi bencana seperti yang tertulis
dalam Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yaitu:
1. Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
sebagai upaya untuk menghilangkan danatau mengurangi ancaman bencana. Pasal 1 ayat 6
2. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang
tepat guna dan berdaya guna. Pasal 1 ayat 7 3. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera
mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. Pasal 1 ayat 8
4. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana. Pasal 1 ayat 9
Universitas Sumatera Utara
37
5. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk
yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, pelindungan, pengurusan pengungsi,
penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. Pasal 1 ayat 10 6. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik
atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua
aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. Pasal 1 ayat 11
7. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan
maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban,
dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana. Pasal 1 ayat 12
II.3. Definisi Konsep
Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok, atau individu yang menjadi pusat
perhatianilmu sosial. Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interpretasi ganda dari variabel yang diteliti Singarimbun,
1995.
Universitas Sumatera Utara
38
Oleh karena itu, untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing- masing konsep yang akan diteliti, maka penulis mengemukakan definisi konsep
dari penelitian, yaitu : 1.
Koordinasi adalah kerjasama antar bagian atau sektor yang menciptakan keharmonisan kerja dalam melaksanakan suatu kegiatan untuk
mencapai tujuan bersama yang sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. 2.
Penanggulangan bencana adalah suatu proses sistematis dalam mengunakan peraturan administratif, lembaga dan segala sumber daya yang
ada untuk melaksanakan strategi-strategi pada pra bencana, saat bencana dan pasca bencana dengan cepat dan tepat sehingga dapat memberikan
perlindungan bagi seluruh masyarakat. 3.
Koordinasi dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung adalah bagaimana kerjasama antar unit bagian, lembaga internal dan
lembaga eksternal serta masyarakat dalam menciptakan keharmonisan kerja dalam menanggulangi bencana erupsi Gunung Sinabung.
Universitas Sumatera Utara
39
BAB III METODE PENELITIAN
III.1. Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Alasan peneliti menggunakan
metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif adalah karena peneliti ingin mengetahui bagaimana sebenarnya koordinasi yang dilaksanakan di
lapangan sehingga untuk mengetahuinya sangat dibutuhkan untuk dilakukan wawancara mendalam kepada subjek penelitian sehingga didapatkan data-data
yang kemudian dapatdideskripsikan dengan interpretasi peneliti. Nawawi 1992 Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan
gejalakeadaan sebagaimana adanya secara lengkap dan diikuti dengan pemberian analisa dan interpretasi. Metode penelitian kualitatif ini bertujuan untuk
menjelaskan realitas secara kontekstual, interpretasi terhadap fenomena yang menjadi perhatian peneliti dan memahami perspektif partisipan terhadap masalah
yang terjadi. Ciri pokok dari pendekatan penelitian deskriptif adalah memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang ada saat penelitian dilakukan atau masalah-
masalah yang bersifat aktual dan menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya dan diiringi dengan interpretasi rasional yang
akurat. Sama halnya dengan Nawawi, Moleong 2005 juga menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
40
III.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat, yaitu sebagai berikut : 1.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBD Kabupaten Karo yang beralamat di Jalan Jamin GintingNo. 17 Kabanjahe.
2. Dinas Sosial dan Tenaga Kerja yang beralamat di Jalan Jamin Ginting
No.70 Kabanjahe. 3.
Dinas Kesehatan Kabupaten Karo yang beralamat di Jalan Kapt. Selamat Ketaren No.9 Kabanjahe
Alasan memilih tempat lokasi ini adalah karena BPBD Kabupaten Karo merupakan unit pemerintahan Kabupaten Karo yang melakukan fungsi koordinasi
dalam melakukan penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung. Sedangkan dalam pemberian bantuan saat terjadi bencana, BPBD Kabupaten Karo melakukan
fungsi koordinasi dan berkerjasama dengan beberapa dinas di Kabupaten Karo, diantaranya adalah Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Karo dan Dinas
Kesehatan Kabupaten Karo.
III.3. Informan Penelitian
Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan kuntuk membuat generalisasi dari hasil penelitian yang dilakukan sehingga subyek penelitian yang telah tercermin
dalam fokus penelitian ditentukan secara sengaja atau purpossive sampling. Subyek penelitian inilah yang akan menjadi informan yang akan memberikan
berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian Usman, 2009. Adapun informan yang menjadi objek penelitian ini dibedakan atas tiga
jenis yaitu informan kunci, informan utama dan informan tambahan. Informan
Universitas Sumatera Utara
41
kunci adalah mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Sedangkan informan utama adalah mereka
yang terlibat secara langsung dalam interaksi sosial yang diteliti. Adapun yang menjadi informan kunci dalam penelitian ini adalah :
1. Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo
2. Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana
Daerah Kabupaten Karo. 3.
Kepala Bidang Rehabilitasi Pembinaan dan Bantuan Sosial Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Karo
4. Kepala Bidang Pengendalian dan PSM Dinas Kesehatan Kabupaten Karo
5. Koordinator wilayah TAGANA Kabupaten Karo.
Sedangkan yang menjadi informan utama dari penelitian ini adalah beberapa masyarakat pengungsikorban erupsi Gunung Sinabung, khususnya
pengungsi yang berasal dari Desa Gurukinayan.
III.4. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang akan peneliti gunakan adalah : a.
Teknik Pengumpulan Data Primer Teknik pengumpulan data primer adalah pengumpulan data yang
dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian. Pengumpulan data primer dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :
1. Wawancara yaitu proses tanyajawab yang dilakukan secara mendalam
dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan masalah penelitian
Universitas Sumatera Utara
42
seperti birokrat dan masyarakat pengungsi bencana yang berasal dari Desa Gurukinayan. Menurut Lincoln dan Guba dalam A. Sonhadji
K.H, 1994 wawancara dinyatakan sebagai suatu percakapan dengan tujuan untuk memperoleh kontruksi yang terjadi sekarang mengenai
orang, kejadian, aktivitas, organisasi, perasaan, motivasi, pengakuan, kerisauan, dan sebagainya.
2. Pengamatan atau observasi yaitu teknik pengumpulan data dengan
mengamati langsung objek penelitian dengan mencatat gejala-gejala yang ditemukan di lapangan untuk melengkapi data-data yang
diperlukan sebagai acuan yang berkenaan dengan topik penelitian Bungin,2007. Hal-hal yang diamati di lokasi penelitian adalah
mengenai pelaksanaan penanganan bencana erupsi Gunung Sinabung mulai dari hubungan antara BPBD Kabupaten Karo dengan Dinas
Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Karo dan Dinas Kesehatan Kabupaten Karo seperti metode berkomunikasi dan berkoordinasi,
sumber daya manusia dan sarana prasarana yang dimiliki, kondisi pengungsi bencana erupsi, dan lain-lain.
b. Teknik Pengumpulan Data Sekunder
Teknik pengumpulan data sekunder merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui pengumpulan bahan kepustakaan yang dapat
mendukung data primer. Teknik pengumpulan data sekunder dapat dilakukan dengan mengguunakan instrumen sebagai berikut :
1. Studi Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang
menggunakan catatan-catatan atau dokumen yang ada di lokasi
Universitas Sumatera Utara
43
penelitian atau sumber-sumber lain yang relevan dengan objek penelitian.
2. Studi Kepustakaan yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari
buku—buku, karya ilmiah, serta pendapat para ahli yang berkompetensi serta memiliki relevansi dengan masalah yang akan
diteliti Bagong Suryanto, 2005.
III.5. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah dengan menggunakan metode analisis data kualitatif. Data yang diperoleh, kemudian
diolah secara sistematis. Teknik analisis data kualitatif dilakukan dengan menyajikan data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang terkumpul,
mempelajari data, menelaah data dan menyusunnya dalam satu-satuan, yang kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya, dan memeriksa keabsahan dan
serta menafsirkannya dengan analisis sesuai sesuai dengan kemampuan daya nalar peneliti untuk membuat kesimpulan penelitian Moleong, 2006
Menurut Miles dan Huberman Sugiono, 2009 terdapat 3 jalur analisis data kualitatif, yaitu :
a. Reduksi Data yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.
b. Penyajian Data yaitu kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun,
sehingga memberi kemungkinan akan adanya penarikan dan pengambilan tindakan.
Universitas Sumatera Utara
44
c. Kesimpulan yaitu penarikan arti data dimana peneliti sudah memulianya
sejak pengumpulan data.
Adapun pada saat melaksanakan penelitian, peneliti menemkan hambatan- hambatan dalam memperoleh data-data yang diperlukan peneliti seperti
kurangnya ketersediaan waktu yang dimiliki oleh informan penelitian, kurang terbukanya informan penelitian dalam memberikan jawaban dari pertanyaan
peneliti namun peneliti tidak pernah bosan dan tetap menggali dengan pertanyaan- pertanyaan yang mendalam sehingga informasi yang dibutuhkan dapat diperoleh
peneliti. Selain itu data-data sekunder yang dibutuhkan seperti profil suatu instansi, rencana kerja, dan lain-lain juga sulit diperoleh dari lokasi penelitian. Hal
tersebut menjadikan proses penelitian yang dilakukan peneliti menjadi lebih lama dari yang diperkirakan.
Universitas Sumatera Utara
45
BAB IV TEMUAN PENELITIAN