Syarat Sahnya Suatu Kontrak

maka timbul lah akibat hukum bagi para pihak untuk memenuhi hak dan kewajiban bagi para pihak. 5. Asas Obligator dari suatu Kontrak Maksudnya adalah setelah sahnya suatu kontrak, maka kontrak tersebut sudah mengikat, tetapi baru sebatas menimbulkan hak dan kewajiban di antara para pihak, tetapi pada taraf tersebut hak milik belum berpindah kepada pihak lain. Untuk dapat memindahkan hak milik ke pihak yang lain diperlukan adanya kontrak kebendaan zakelijke overeenkomst. Perjanjian kebendaan inilah yang disebut dengan “penyerahan” levering. 16 4 Suatu sebab yang tidak terlarang.

C. Syarat Sahnya Suatu Kontrak

Suatu kontrak oleh hukum dianggap sah sehingga dapat mengikat kedua belah pihak, maka kontrak tersebut haruslah memenuhi syarat- syarat tertentu. Syarat-syarat sahnya kontrak tersebut tertuang dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang menyatakan supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat ; 1 Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, 2 Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, 3 Suatu pokok persoalan tertentu, 16 Munir Fuady, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001, hlm. 31 Universitas Sumatera Utara Selain dari Pasal 1320 KUH Perdata tersebut, ada pula syarat sah yang lainnya, seperti yang tertuang dalam Pasal 1338 dan 1339 KUH Perdata. Syarat sah kontrak tersebut yakni sebagai berikut : a Syarat itikad baik, b Syarat sesuai dengan kebiasaan, c Syarat sesuai dengan kepatutan, d Syarat sesuai dengan kepentingan umum. Munir Fuady dalam bukunya menyebutkan bahwa selain syarat- syarat yang telah disebutkan di atas, ada syarat lainnya agar suatu kontrak itu dinyatakan sah, yakni syarat sah khusus. Menurut Munir Fuady syarat sah khusus tersebut ialah : 1 Syarat tertulis untuk kontrak-kontrak tertentu, 2 Syarat akta notaris untuk kontrak-kontrak tertentu, 3 Syarat akta pejabat tertentu yang bukan notaris untuk akta kontrak-kontrak tertentu, dan 4 Syarat izin dari yang berwenang. 17 17 Ibid, hlm. 34 Berikut ini penjelasan mengenai syarat-syarat sah suatu kontrak berdasarkan syarat syah yang umum dan syarat sah yang khusus : ad.1 Kesepakatan Kehendak Universitas Sumatera Utara Kesepakatan kehendak artinya ialah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. 18 Hal ini lah yang menjadi dasar terjadinya suatu kontrak. Suatu kesepakatan itu lazimnya terjadi saat adanya penawaran. Rai Widjaya dalam bukunya menyebutkan bahwa tidak mungkin ada suatu kesepakatan apabila tidak ada pihak-pihak yang saling berkomunkasi, menawarkan sesuatu yang kemudian diterima oleh pihak lainnya. 19 Yang dimaksudkan dengan paksaan dwang, duress ialah suatu perbuatan yang menakutkan seseorang yang berpikiran sehat, dimana terhadap orang yang terancam karena paksaan tersebut timbul ketakutan Namun dalam pencapaian kata sepakat ini tidak boleh ditemukan adanya unsur-unsur yang dapat menjadi syarat batalnya suatu kontrak. Unsur-unsur tersebut seperti yang dinyatakan dalam Pasal 1321 KUH Perdata, yakni : a Unsur paksaan b Unsur kesilapan c Unsur penipuan Berikut ini penjelasan mengenai unsur syarat yang dapat membatalkan suatu kontrak menurut Pasal 1321 KUH Perdata : a Unsur paksaan 18 Salim H.S., op.cit., hlm 23 19 I.G. Rai Widjaya, Merancang Suatu Kontrak Contrak Drafting, Teori Dan Praktik, Jakarta: Kesaint Blanc, 2008, hlm. 46 Universitas Sumatera Utara baik terhadap dirinya maupun terhadap kekayaannya dengan suatu kerugian yang terang dan nyata. Menurut Sudargo, paksaan duress adalah setiap tindakan intimidasi mental. 20 a Ketakutan terhadap diri orang tersebut. Menurut KUH Perdata, yakni Pasal 1323 sampai dengan Pasal 1327, suatu paksaan dapat mengakibatkan pembatalan atas suatu kontrak, jika telah terpenuhi syarat-syarat paksaan sebagai berikut : 1 Paksaan tersebut dilakukan terhadap : a Orang yang membuat kontrak, b Suami atau istri dari orang yang membuat kontrak. c Keluarga orang yang membuat kontrak dalam garis ke atas atau ke bawah 2 Paksaan tersebut dilakukan oleh : a Salah satu pihak dalam kontrak, b Dari pihak ketiga yang merasa mempunyai kepentingan atas kontrak tersebut. 3 Paksaan tersebut menakutkan seseorang. 4 Orang yang takut karena mendapatkan paksaan tersebut haruslah dalam keadaan sehat serta berpikiran sehat. 5 Ketakutan karena paksaan tersebut berupa : 20 Sudargo Gautama, Indonesian Business Law, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1995, hlm. 76. Universitas Sumatera Utara b Ketakutan terhadap kerugian yang nyata terhadap harta kekayaan orang tersebut. 6 Timbulnya ketakutan karena paksaan haruslah dengan mempertimbangkan keadaan dari yang dipaksakan, berupa: a Usia b Kelamin c Kedudukan 7 Ketakutan bukan karena hormat dan patuh kepada orang tua atau sanak keluarga tanpa paksaan. 8 Setelah terjadi paksaan, kontrak tersebut tidak telah dikuatkan dengan tegas atau diam-diam. 9 Tidak telah lewat waktu kadaluwarsa setelah dilakukan paksaan. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kesepakatan yang dipilih oleh pihak yang membuat kontrak tersebut bukan merupakan kehendak murni dari dalam hatinya. Sehingga dalam pengambilan keputusan untuk membuat kontrak tersebut pihak yang dipaksa mendapatkan tekanan untuk menyetujuimenyepakati kontrak, sehingga lahir lah sebuah kontrak yang bukan merupakan berasal dari kehendaknya sendiri, melainkan karena adanya paksaan dari luar yang membuatya harus menyepakati perjanjian. Universitas Sumatera Utara b Unsur Kesilapan Seseorang yang dikatakan telah membuat kontrak secara silap ialah manakala ia ketika membuat kontrak tersebut dipengaruhi oleh pandangan atau kesan yang tidak benar. 21 Yang dimaksud dengan salah pengertian di sini ialah jika terhadap suatu istilah dalam kontrak dimana istilah tersebut memiliki penafsiran atas artian yang berbeda. Sehingga dapat menimbulkan kebingungan bagi pihak yang membuat konrak. Kesilapan yang dimaksud ini mempunyai jenis-jenis yang berbeda, tergantung dari segi mana dilihat bentuk kesilapan tersebut. bentuk kesilapan tersebut yakni : 1 Kesilapan terhadap hakikat barang Dalam hal ini yang menjadi objek dari kesilapan ialah barang yang diperjanjikan dalam kontrak. Maksudnya ialah barang yang diperjanjikan ternyata berbeda dengan barang yang dimaksud dalam perjanjian. 2 Kesilapan terhadap diri orang Kesilapan mengenai orang tersebut tidaklah dapat membatalkan kontrak, kecuali jika kontrak tersebut dibuat mengingat tentang diri orang yang diperjanjikan. 3 Salah pengertian 21 Munir Fuady, Op.cit., hlm. 42 Universitas Sumatera Utara 4 Mistranskripsi. Mistranskripsi ialah kontrak tertulis yang sewaktu ditulisnya kontrak tersebut ternyata tidak sesuai dengan apa yang sudah secara lisan disepakati oleh para pihak. Dalam hal ini pihak yang dirugikan berhak untuk mengajukan perubahan isi kontrak sesuai dengan apa yang telah disepakati secara lisan oleh para pihak tersebut. c Unsur Penipuan Penipuan merupakan suatu alasan untuk membatalkan persetujuan, bila penipuan yang dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa, sehingga nyata bahwa pihak yang lain tidak akan mengadakan perjanjian itu tanpa adanya tipu muslihat, hal ini seperti yang dinyatakan dalam Pasal 1328 KUH Perdata, namun penipuan tersebut harus dapat dibuktikan dan tidak dapat dikira-kira. Maksudnya ialah dikarenakan suatu tindakan penipuan, sehingga salah satu pihak setuju untuk mengadakan suatu perbuatan yang mengikat dirinya. Tindakan penipuan tersebut haruslah berjalan secara alami bahwa pihak yang ditipu tidak akan membuat perjanjian melainkan karena adanya unsur penipuan. 22 22 Sudargo Gautama, Op.cit., hlm. 77. Menurut Munir Fuady dalam bukunya yang berjudul Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis menyebutkan penipuan harus dilihat dari segi Universitas Sumatera Utara pandang keterlibatan pihak dan syarat yang harus dipenuhi agar suatu penipuan dalam kontrak dapat menyebabkan pembatalan kontrak, 23 d Penipuan termasuk juga nondisclosure. yakni sebagai berikut : 1 Dilihat dari segi keterlibatan pihak yang melakukan penipuan : a Penipuan yang disengaja Intentional misrepresentation. b Penipuan karena kelalaian Negligent misrepresentation. c Penipuan tanpa kesalahan Innocent misrepresentation. d Penipuan dengan jalan merahasiakan Concealment. e Penipuan dengan jalan tidak terbuka informasi Nondisclosure. 2 Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu kontrak dapat dibatalkan : a Penipuan harus mengenai fakta. b Penipuan harus terhadap fakta substansial. c Pihak yang dirugikan berpegang pada fakta yang ditipu tersebut. 23 Munir Fuady, Op.cit., hlm.38 Universitas Sumatera Utara e Penipuan termasuk juga kebenaran sebahagian. f Penipuan termasuk juga dalam bentuk tindakan. Berdasarkan ketiga unsur tersebut, bila salah satunya tidak dipenuhi, maka suatu kontrak yang dibuat tersebut dapat dibatalkan, karena dalam kehendaknya, salah satu pihak yang telah mengalami salah satu unsur dari yang telah disebutkan tersebut sebenarnya tidaklah benar- benar menginginkan adanya kesepakatan itu. ad. 2 Kecakapan Para Pihak Kontrak baru dapat dikatakan sah apabila telah terpenuhi semua syarat-syaratnya, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1320 KUH Perdata, salah satu syarat sahnya yakni “cakap bertindak”. Cakap bertindak ini artinya orang-orang yang bisa melakukan dan mempertanggungjawabkan perbuatan hukum yang dilakukannya. Berdasar Pasal 1330 KUH Perdata, orang-orang yang dianggap tidak cakap dalam bertindak digolongkan menjadi : a Orang yang belum dewasa b Orang yang berada dibawah pengampuan c Perempuan yang telah kawin d Orang-orang yang oleh Undang-undang dilarang untuk melakukan perbuatan hukum. Universitas Sumatera Utara Berikut ini penjelasan lebih lanjut tentang orang-orang yang tidak cakap dalam melakukan suatu perbuatan hukum menurut Pasal 1330 KUH Perdata: a Orang yang Belum Dewasa Untuk menentukan kedewasaan seseorang dapat dilihat dari syarat- syarat yang dimaksud dalam pasal 330 KUH Perdata, dimana orang-orang yang dikategorikan sudah dewasa ialah : 1 Sudah genap berumur 21 tahun. Seseorang dikatakan dewasa jika usianya telah genap 21 tahun, sementara orang yang berusia 20 tahun 11 bulan dianggap belum dewasa karena usianya belum mencapai 21 tahun. 2 Sudah kawin. Seseorang dapat dikatakan dewasa meskipun ia belum berumur genap 21 tahun, namun ia telah menikah, 3 Sudah kawin dan akhirnya bercerai. Seseorang dikatakan sudah dewasa, dikarenakan ia telah menikah, namun dalam pernikahannya ia bercerai. Ia tetap dianggap sebagai orang yang telah dewasa walaupun ia belum berumur 21 tahun. b Orang yang Berada di Bawah Pengampuan Universitas Sumatera Utara Seseorang dikatakan tidak cakap dalam bertindak hukum apa bila ia berada dibawah pengampuan. Dengan kata lain alasan orang-orang tersebut berada dibawah pengampuan dikarenakan ia tidak bisa mengambil keputusan yang baik bagi dirinya sendiri. Dalam Pasal 433 KUH Perdata menyebutkan, ada beberapa golongan orang yang berada dibawah pengampuan, sehingga dianggap tidak sah dalam pengambilan atau pembuatan keputusan hukum. Orang-orang tersebut ialah : 1 Orang yang dungu 2 Orang yang gila 3 Orang yang mata gelap 4 Orang yang boros c Perempuan yang Telah Kawin Dalam hal ini seorang wanita yang telah menikah dan bersuami maka dalam pengambilan keputusannya harus didasarkan kepada suami. Menurut Munir Fuady dalam bukunya yang berjudul “Hukum Kontrak” mengatakan hal ini dikarenakan agar jangan sampai ada dua nahkoda dalam satu kapal, sebab dalam suatu perkawinan, pihak suami lah yang dianggap sebagai nahkodanya kepala rumah tangga. Namun pada saat sekarang ini, ketentuan istri dianggap tidak cakap dalam bertindak hukum sudah dapat dikatakan tidak berlaku lagi. Pasal 31 Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 menyebutkan bahwa Universitas Sumatera Utara “sungguhpun dikatakan bahwa suami adalah kepala keluarga dan istri adalah ibu rumah tangga, tetapi masing-masing pihak mempunyai hak dan kedudukan yang seimbang, dan masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum”. Artinya istri pada saat ini telah dikatakan sebagai orang yang cakap dalam bertindak hukum, termasuk dalam hal pembuatan kontrak. d Orang-orang yang oleh Undang-undang tidak diperbolehkan melakukan perbuatan hukum Dalam hal ini undang-undang juga menyatakan secara jelas bagi sebagian orang yang tidak diperbolehkan untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Hal ini tertuang dalam Pasal 1330 KUH Perdata. Orang-orang tertentu tersebut dianggap tidak berwenang utuk melakukan suatu perbuatan tertentu, dengan cara tertentu pula. Sebagai contoh, dalam bidang kontrak jual-beli, ada pihak-pihak yang disebutkan oleh undang- undang untuk dianggap tidak sah melakukan sebuah kontrak. Menurut Munir Fuady, orang-orang tersebut ialah : 1 Suami istri yang hendak melakukan kontrak jual beli di antara mereka. Hal ini terdapat dalam Pasal 1467 KUH Perdat. 2 Hakim, jaksa, panitera, jurusita, advokat, dan notaries tidak boleh menerima penyerahan untuk menjadi pemilik untuk Universitas Sumatera Utara dirinya sendiri atau orang lain atas hak dan tuntutan yang menjadi pokok perkara. 3 Pegawai dalam suatu jabatan umum dilarang membeli untuk dirinya sendiri atau untuk perantara atas barang- barang yang dijual oleh atau di hadapan mereka. 24 Suatu hal tertentu dalam hal ini dimaksudkan terhadap benda atau obyek dari suatu kontrak itu sendiri. Menurut Pasal 1333 KUH Perdata, barang yang menjadi obyek suatu perjanjian haruslah tertentu, maksudnya harus jelas bentuk dan wujudnya. Sedangkan untuk jumlahnya sendiri tidak perlu ditentukan, asalkan kemudian bisa dihitung jumlahnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang menjadi obyek suatu perjanjian itu bisa saja barang tersebut tidak harus sudah ada saat dibuatnya kontrak, melainkan benda-benda atau barang yang hendak diciptakan sehingga pada nantinya bisa menjadi obyek perjanjian. Namun yang tidak diperbolehkan untuk menjadi obyek suatu perjanjian barang yang masih ada dalam warisan yang belum terbuka, hal ini sesuai dengan yang tertuang dalam Pasal 1334 KUH Perdata, dimana diatur di dalamnya mengenai barang-barang yang boleh dan tidak boleh untuk dijadikan sebagai obyek perjanjian. ad. 3 Suatu Pokok Persoalan Tertentu 24 Ibid, hlm. 71 Universitas Sumatera Utara ad. 4 Suatu Sebab Yang Halal Syarat ini merupakan syarat yang terakhir dalam membuat suatu kontrak itu bisa dianggap sah secara hukum. Namun hal ini berbeda dengan syarat subyektif dalam keabsahan suatu kontrak, dimana jika pada syarat subyektifnya belum terpenuhi, maka bagi para pihak diberikan keleluasaan untuk meminta apakah perjanjian itu dibatalkan ataukah dilanjutkan dengan syarat memenuhi persyaratan yang ada. Sedangkan pada syarat obyektif, jika syaratnya tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. 25 Dalam syarat yang terakhir ini, yang dimaksud dengan syarat halal itu sendiri adalah tidak lain daripada isi perjanjian itu sendiri. Syarat kausa oorzaak yang legal untuk suatu kontrak adalah sebab mengapa kontrak tersebut dibuat. 26 Syarat itikad baik ini diatur dalam Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata, dimana berisi bahwa suatu kontrak haruslah dilaksanakan dengan itikad baik. Namun, dalam pengertiannya, syarat itikad baik ini bukan Pasal 1335 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu perjanjian tanpa sebab atau perjanjian yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum. ad. a Syarat Itikad Baik 25 Salim H.S., 2. Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta : Sinar Grafika, 2010 hlm. 35 26 Munir Fuady, Op.cit., hlm. 72 Universitas Sumatera Utara merupakan syarat agar sahnya suatu kontrak, melainkan hanya sebagai sarana yang mengatur mengenai pelaksanaan tentang isi dari suatu kontrak. Artinya, bagi para pihak yang melaksanakan kontrak itu haruslah sesuai dengan apa yang tertera di dalam kontrak, tidak boleh melenceng keluar dari apa yang sudah diperjanjikan, sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi pihak yang lainnya. ad. b Kepatutan Bahwa dalam pelaksanaannya kontrak itu haruslah berdasarkan atas asas kepatutan, artinya, kontrak itu tidak boleh dibuat untuk memaksa pihak yang lain sehingga timbul kerugian atas diri pihak yang lain tersebut. Oleh karenanya, dalam hal ini, syarat kepatutan mempunyai fungsi sebagai pengisi kekosongan suatu aturan dalam sebuah kontrak. Sehngga dalam pelaksanaannya bilamana terjadi suatu hal yang tidak diinginkan, maka bagi kedua pihak merupakan suatu kewajiban untuk saling memikul kerugian secara bersama-sama. ad. c Kepentingan Umum Suatu pembuatan dan pelaksanaan kontrak juga tidak boleh melanggar prinsip kepentingan umum, karena sesuai dengan prinsip hukum yang sangat universal dan mendasar, bahwa kepentingan umum tidak boleh dikalahkan dengan kepentingan pribadi. Karena itu, jika ada suatu kontrak yang dalam tujuan pembuatan dan pelaksanaannya Universitas Sumatera Utara bertentangan dengan kepentingan umum, maka kontrak tersebut akan menjadi bertentangan juga dengan undang-undang yang berlaku di wilayah di mana kontrak tersebut dibuat. ad. d Kebiasaan Dalam hal ini, kontrak tersebut tidak hanya berdasar atas apa yang diatur di dalamnya, tetapi juga harus berdasarkan atas suatu kebiasaan dalam pembuatan kontrak tersebut. Maksudnya ialah bahwa dalam suatu pelaksanaannya, suatu kontrak itu harus berdasar atas kebiasaan yang sering dilakukan oleh para pihak pembuat kontrak. Contoh dalam suatu kontrak dagang, terhadap suatu perbuatannya biasanya didasari dengan hal yang serupa seperti yang sebelumnya dilakukan, namun bila hal ini dilakukan dengan cara yang berbeda dan dianggap merugikan bagi pihak lainnnya, maka hal ini sudah bertentangan dengan Pasal 1339 KUH Perdata. ad. 1 Syarat Sah Khusus, terdiri dari Syarat tertulis, dan Izin yang Berwenang Dalam hal ini suatu kontrak itu diharuskan dibuat dalam berbentuk tertulis, tidak cukup hanya berbentuk lisan saja. Hal ini dikarenakan ada suatu bentuk keharusan yang mengharuskan bagi para pihak yang bersepakat tersebut untuk menuangkan bentuk perjanjiannya ke dalam bentuk yang tertulis. Sehingga dapat dikatakan kontrak tersebut dianggap Universitas Sumatera Utara sah jika telah dituangkan kedalam suatu bentuk tulisan, dimana isinya tersebut merupakan aturan-aturan yang mengatur, dan menjadi peraturan selain undang-undang bagi para pihak yang berkontrak tersebut. Pembuatan suatu kontrak itu biasanya tidaklah diharuskan adanya campur tangan oleh pihak ketiga, atau dengan kata lain, para pihak yang membuat kontrak tersebut diberi kebebasan untuk mengatur isi kontraknya sesuai dengan apa yang mereka inginkan, selama tidak bertentangan dengan asas-asas dan undang-undang yang berlaku. Namun dalam suatu hal ada kalanya dimana kontrak tersebut diharuskan untuk intervensi dari pihak ketiga, dalam hal ini untuk pemberian izin atas pembuatan kontrak tersebut. misalnya kontrak peralihan hak guna usaha, kontrak peralihan Hak Penguasaan Hutan, dimana dalam hal ini izin dari pihak yang berwenang sangat diperlukan dalam pembuatan kontrak tersebut.

D. Bentuk-Bentuk Kontrak

Dokumen yang terkait

Undang-undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik - [PERATURAN]

0 2 38

Analisis Yuridis Mengenai Perjanjian Jual Beli yang Dibuat Melalui Media Elektronik Berdasarkan kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

0 0 31

ASPEK HUKUM UANG ELEKTRONIK (E-MONEY) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA.

0 0 1

Perjanjian jual beli ID (identity) pada game online ditinjau dari kitab Undang-Undang hukum perdata dan Undang-undang No.11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.

0 0 1

KEDUDUKAN DROPSHIPPER DALAM JUAL BELI MELALUI MEDIA INTERNET BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM DAGANG.

0 0 1

undang undang no 11 tahun 2008 informasi dan transaksi elektronik

0 0 22

ANALISIS HUKUM TENTANG PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM TRANSAKSI BISNIS SECARA ONLINE (E-COMMERCE) BERDASARKAN BURGERLIJKE WETBOEK DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

0 0 14

SITUS LAYANAN PEMBUNUH BAYARAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK, KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

0 0 16

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK A. Definisi Perjanjian - Analisis Hukum Perdata Tentang Syarat Sah Kontrak Berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

0 0 33

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang - Analisis Hukum Perdata Tentang Syarat Sah Kontrak Berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

0 0 13