Komplikasi akibat Laringoskopi dan Intubasi Respon fisiologis akibat instrumentasi saluran nafas

21 Setelah tindakan intubasi, untuk memastikan intubasi trakhea berhasil, maka dilakukan inspeksi dan auskultasi pada thoraks dan epigastrium 1 , serta dilakukan pemasangan capnograph 1,33 . Adanya CO 2 pada capnograph merupakan konfirmasi berhasilnya intubasi trakhea 1,33 . Jika suara pernafasan hanya terdengar pada satu sisi thoraks saja, maka kemungkinan ETT telah masuk ke bronkus dan harus ditarik sampai udara terdengar di kedua sisi thoraks 33 . Kemudian ETT difiksasi untuk menjaga agar tidak bergeser 1 . Intubasi nasotrakhea mirip dengan tindakan intubasi oral, hanya saja sebelum dilakukan laringoskopi, ETT terlebih dahulu dimasukkan melalui hidung menuju nasofaring dan kemudian mencapai orofaring. Lubang hidung yang dipilih adalah yang paling leluasa dipakai bernafas oleh pasien. Sebelum ETT dimasukkan ke dalam hidung, terlebih dahulu hidung ditetesi dengan Phenylephrine 0.25 atau 0.5 sebagai vasokonstriktor dan juga menciutkan membran mukosa. ETT diolesi dengan jeli terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam hidung. ETT dimasukkan perlahan-lahan hingga terlihat di orofaring. Kemudian dilakukan laringoskopi untuk melihat vocal cords, dan ETT diarahkan masuk ke dalam vocal cords. Jika terjadi kesulitan mengarahkan ETT untuk masuk ke dalam vocal cords, maka bisa digunakan Magill forceps sebagai alat bantu untuk mengarahkan ETT tersebut. Hati-hati saat menggunakan Magill forceps agar tidak merusak cuff ETT. 1

2.3.4. Komplikasi akibat Laringoskopi dan Intubasi

Komplikasi dari tindakan laringoskopi dan intubasi berupa hipoksia, hiperkarbi, trauma pada gigi dan saluran nafas, munculnya respon fisiologis akibat dari instrumentasi pada saluran nafas, ataupun malfungsi dari ETT. Komplikasi- komplikasi tersebut dapat terjadi saat dilakukan tindakan laringoskopi dan intubasi, saat ETT sudah terpasang, ataupun setelah tindakan ekstubasi komplikasi segera ataupun lambattabel 2.3. 1,21 Universitas Sumatera Utara 22 Tabel 2.3 : Komplikasi dari tindakan intubasi 21 Komplikasi intubasi trakea Saat dilakukan laringoskopi dan intubasi Trauma pada jaringan lunak gigi dan mulut Hipertensi sistemik dan takikardi Disritmia jantung Iskemik miokard Aspirasi cairan lambung Saat ETT terpasang Obtruksi ETT Intubasi bronkus Intubasi esophagus ETT bocor Barotrauma paru Distensi gaster Terlepas dari mesin anastesi Iskemik mukosa trakhea Ekstubasi tanpa sengaja Komplikasi segera dan komplikasi lambat setelah ekstubasi Spasme Laring Aspirasi cairan lambung Faringitis sore throath Laringitis Edema laring atau edema subglotis Ulkus pada laring Stenosis trakhea Kelumpuhan vocal cord Dislokasi tulang rawan arytenoid

2.3.5. Respon fisiologis akibat instrumentasi saluran nafas

Telah diketahui bahwa laringoskopi dan intubasi endotrakhea akan menyebabkan munculnya respon simpatis yang akan melepaskan katekolamin, dan akhirnya akan menimbulkan perubahan hemodinamik berupa hipertensi dan takikardi 2,3,35 . Peningkatan hemodinamik tersebut dapat dikurangi dengan pemberian intravena lidokain, opioid, β-blocker, ataupun dengan mendalamkan anastesi inhalasi sebelum melakukan tindakan laringoskopi. Obat-obat hipotensif seperti sodium nitroprusside , nitrogliserin, esmolol dan nikardipin juga efektif untuk mengurangi respon hipertensi akibat laringoskopi dan intubasi. 1 Universitas Sumatera Utara 23 Spasme laring merupakan spasme involunter otot-otot laring akibat perangsangan sensoris dari nervus laringeal superior. Laringospasme dapat muncul oleh karena adanya cairan pada faring, ataupun karena ETT melewati laring saat ekstubasi. Spasme laring biasanya bisa dicegah dengan cara melakukan ekstubasi dalam, ataupun ekstubasi sadar penuh. Penanganan pada spasme laring adalah dengan memberikan ventilasi tekanan posistif dengan menggunakan oksigen 100, atau dengan memberikan lidokain 1-1.5mgkgBB. Jika spasme laring masih menetap dan terjadi hipoksia, diberikan suksinilkolin dosis kecil 0.25-0.5 mgkgBB dan dapat ditambahkan propofol dosis kecil untuk relaksasi dari otot-otot laring sehingga dapat melakukan kontrol ventilasi. 1 Spasme bronkus juga merupakan reflek akibat intubasi yang sering terjadi pada pasien penderita asma. Terjadinya spasme bronkus juga dapat menjadi petunjuk terjadinya intubasi bronkus. 1

2.3.6. Upaya mengurangi peningkatan hemodinamik