27
Terminasi efek dari fentanyl terjadi bila fentanyl mengalami redistribusi dari susunan saraf pusat
40
. Konsentrasi plasma menurun lebih lambat pada saat fase eliminasi.
Biotransformasi fentanyl menjadi metabolit yang tidak aktif terjadi didalam hati, yang biasanya dalam bentuk norfentanyl dan beberapa produk hidroksilasi. Hanya
sekitar 6-8 yang diekskresikan dalam bentuk yang tidak berubah melalui urin. Nilai clearance fentanyl pada hati sangat tinggi, sehingga lebih dari 60 fentanyl
dibersihkan pada first pass. Oleh karena volume distribusinya yang besar, maka kebanyakan obat ini akan berada pada ekstra vaskuler dan tidak mengalami
biotransformasi. Waktu paruh fentanyl mendekati 8 jam lamanya
40
. Waktu paruh yang lama tersebut mencerminkan dari volume distribusinya yang besar. Volume
distribusi yang besar tersebut oleh karena sifatnya yang sangat mudah larut dalam lemak, sehingga lebih cepat masuk ke dalam jaringan.
39
Pada pasien lansia, pemanjangan dari waktu paruh fentanyl dikarenakan oleh menurunnya clearance di hati. Hal ini mencerminkan menurunnya aliran
darah hati, menurunnya aktifitas enzim mikrosom, ataupun menurunnya produksi albumin 79-87 fentanyl berikatan dengan protein. Oleh karena itu pemberian
fentanyl yang diberikan akan efektif dalam waktu yang lebih lama pada pasien lansia dibandingkan pada pasien yang lebih muda.
39
2.3.6.1.3. Metabolisme
Fentanil kebanyakan di metabolisme oleh N-demethylation yang menghasilkan norfentanyl,
hidroxyproprionyl-fentanyl dan hidroxyproprionyl-norfentanyl. Norfentanil secara struktur sama dengan normeperidine dan merupakan metabolit
utama fentanyl pada manusia. Fentanyl diekskresikan oleh ginjal dan dijumpai pada urin dalam waktu 72 jam setelah pemberian dosis tunggal fentanyl intravena.
Sekitar 10 fentanyl yang diekskresikan dalam bentuk yang tidak berubah melalui urin.
39
Universitas Sumatera Utara
28
2.3.6.1.4. Efek samping
Fentanyl dapat menyebabkan depresi pernafasan yang dapat menjadi masalah paska operasi. Efek depresi pernafasan akibat pemberian fentanyl lebih bertahan
lama daripada efek analgesiknya
41
. Kombinasi fentanyl dan benzodiazepin bersifat sinergis dalam hal hipnosis dan depresi pernafasan
39
. Bahkan dengan dosis kecil fentanyl 50 µg yang dikombinasikan dengan sedatif dapat
menimbulkan depresi pernafasan
41
. Bradikardi dapat terjadi pada pemberian fentanyl, dan terkadang akibat dari bradikardi ini dapat menyebabkan penurunan
tekanan darah dan curah jantung
39
. Rigiditas otot sering terjadi pada pemberian fentanyl. Awalnya rigiditas otot ini disangkakan hanya terbatas pada otot-otot
abdomen dan otot-otot toraks. Namun belakangan diketahui bahwa otot-otot pada leher dan otot-otot pada ekstremitas bisa juga ikut terlibat. Dengan pemberian
fentanyl dosis 1-2 µgkgBB, rigiditas otot dapat terjadi. Kejadian rigiditas ini biasanya muncul pada saat dilakukan induksi anastesi. Rigiditas ini sepertinya
lebih sering terjadi pada pasien lansia dan juga pada saat pemberian fentanyl opioid bersamaan dengan nitrous oxide.
40
2.3.6.1.5. Penggunaan Klinis
Pada penggunaan secara klinis, fentanyl digunakan dengan rentang dosis yang lebar. Contohnya fentanyl dosis kecil low dose, 1-2 µgkgBB intra vena,
diberikan sebagai analgetik. Dosis 2-20 µgkgBB, dapat diberikan sebagai adjuvant
anastesi inhalasi untuk mengurangi respon sirkulasi pada saat laringoskopi dan intubasi trakhea ataupun pada saat stimulasi pembedahan.
Pemberian fentanyl sebelum munculnya rangsang nyeri akibat pembedahan, dapat mengurangi dosis fentanyl yang dibutuhkan sebagai analgetik paska operasi.
39
Opioid dengan dosis yang besar terbukti efektif dalam mencegah respon hemodinamik pada tindakan laringoskopi dan intubasi
24
, namun penggunaannya dibatasi oleh karena efek sampingnya yang besar
42
. Fentanyl dosis besar terbukti efektif dalam mencegah respon simpatis akibat laringoskopi dan intubasi, namun
dengan dosis yang besar sering terjadi efek samping seperti bradikardi, hipotensi, mual, muntah, depresi nafas dan rigiditas
18,42
. Berbagai obat telah dicoba sebagai
Universitas Sumatera Utara
29
tambahan adjunct bagi opioid agar dosis opioid yang digunakan dapat berkurang, namun hal itu juga tidak sepenuhnya bebas dari efek samping
24
. Dalam penggunannya, fentanyl sering digabungkan dengan sedatif untuk mengurangi
respon hemodinamik akibat intubasi
3
. Penggunaan fentanyl dosis 5 µgkgBB efektif dalam mengurangi respon
simpatis akibat laringoskopi, namun dengan resiko peningkatan efek samping. Penggunaan dengan dosis yang lebih kecil 2.5 – 3 µgkgBB dapat menurunkan
efek samping dengan kemampuan mengurangi setengah dari respon simpatis.
20
Pada pasien dengan penyakit arteri koroner, tindakan induksi dan intubasi trakhea merupakan saat resiko terbesar terjadinya iskemi miokard. Pemberian fentanyl
dosis tinggi sering digunakan pada pasien-pasien tersebut dan efektif dalam mencegah peningkatan hemodinamik dan perubahan EKG saat dilakukan intubasi.
Namun pemakaian fentanyl dosis tinggi dapat menyebabkan waktu untuk pulih sadar menjadi lebih lama dan sering dibutuhkan penggunaan dukungan pernafasan
paska pembedahan. Karena itu penggunaan fentanyl dosis tinggi tidaklah dianjurkan pada pasien dengan penyakit arteri koroner yang menjalani
pembedahan yang singkat, ataupun yang membutuhkan penilaian status neurologis paska pembedahan.
12
Kauto dkk mengatakan fentanil 2 µgkgBB secara signifikan mengurangi peningkatan hemodinamik dan fentanil 6 µgkgBB secara sempurna mencegah
peningkatan hemodinamik jika diberikan satu setengah dan tiga menit sebelum intubasi, tetapi dosis ini dapat menimbulkan efek samping berupa bradikardi,
hipotensi, rigiditas otot dan terlambat pulih. Katoh dkk mengatakan fentanil 4
µgkgBB lebih efektif dalam mengurangi peningkatan hemodinamik akibat tindakan laringoskopi dan intubasi dibandingkan fentanyl 1 µgkgBB dan 2
µgkgBB.
23
Malde A dan Sarode V, melakukan penelitian terhadap 90 pasien ASA 1, usia 18-65 tahun yang akan dilakukan pembedahan elektif dengan menggunakan
anastesi umum intubasi trakhea. Mereka membandingkan pemberian fentanyl 2 µgkgBB yang diberikan 5 menit sebelum tindakan intubasi dan dibandingkan
dengan pemberian lidokain 1.5 mgkg yang diberikan 5 menit sebelum tindakan
Universitas Sumatera Utara
30
intubasi. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa dengan pemberian fentanyl 2 µgkgBB terbukti efektif dalam mengurangi respon pressor akibat tindakan
laringoskopi dan intubasi.
6
Hassani V dkk, melakukan penelitian terhadap 37 pasien dengan penderita hipertensi, ASA 2, umur 20-65 tahun yang menjalani operasi elektif. Mereka
membandingkan perubahan hemodinamik akibat laringoskopi dan intubasi antara pasien yang diberikan fentanyl 2 µgkg BB dengan fentanyl 2 µgkg BB +
lidokain 1.5 mgkg BB yang diberikan 3 menit sebelum tindakan laringoskopi dan intubasi. Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa fentanyl atau
fentanyl + lidokain efektif dalam mengurangi respon hemodinamik akibat laringoskopi dan intubasi.
3
Namun terdapat juga beberapa penelitian negatif tentang penggunaan fentanyl. Helfman dkk mengatakan dengan pemberian fentanyl 200 µg tidak dapat
mengurangi peningkatan hemodinamik saat laringoskopi dan intubasi.
6
Haidry MA dan Khan FA dari penelitiannya mendapati bahwa dengan pemberian
fentanyl 2 µgkgBB pada pasien dewasa ASA 1 dan 2, yang diberikan 3 menit sebelum intubasi, masih terjadi peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 22.9
dan peningkatan tekanan darah diastolik sebesar 27 setelah tindakan laringoskopi dan intubasi dengan laringoskop Macintosh.
38
Shah RB dkk, dari penelitiannya terhadap pasien usia 20-50 tahun ASA 1 dan 2 yang diberikan
fentanyl 2 µgkgBB 3 menit sebelum induksi anastesi masih terjadi peningkatan denyut jantung sebesar 21.1 setelah tindakan laringoskopi dan intubasi.
43
Bajwa SJS dkk, melakukan penelitian pada 100 pasien asa 1 dan 2, umur 25- 50 tahun yang menjalani operasi elektif. Dari penelitian mereka mendapati dengan
pemberian fentanyl 2 µgkgBB yang diberikan 3 menit sebelum induksi, tidaklah cukup untuk mengurangi respon peningkatan hemodinamik akibat tindakan
laringoskopi dan intubasi trakhea. Dari penelitian mereka terjadi peningkatan tekanan darah dan peningkatan denyut jantung sebesar 15-25 setelah tindakan
laringoskopi dan intubasi.
24
Shin HY dkk melakukan penelitian terhadap 150 pasien ASA 1 dan 2, usia 20- 65 tahun yang akan menjalani tindakan pembedahan elektif dengan anastesi
Universitas Sumatera Utara
31
umum intubasi trakhea. Pasien tersebut dibagi dalam 5 kelompok yang masing- masing kelompok diberikan lidokain 2 mgkgBB 3 menit sebelum intubasi,
fentanyl 2 µgkgBB 4 menit sebelum intubasi, nicardipin 30 µgkgBB 2 menit sebelum intubasi, esmolol 1 mgkgBB 90 detik sebelum intubasi, dan kelompok
kontrol mendapatkan normal salin sebelum intubasi. Dari penelitiannya mendapatkan hasil dengan pemberian fentanyl 2 µgkgBB 3 menit sebelum
intubasi terjadi peningkatan denyut jantung sebesar 29.2, peningkatan tekanan arteri rerata 19.95 dan peningkatan RPP sebesar 47.47 nilainya mencapai
14600 akibat tindakan laringoskopi dan intubasi.
25
2.3.6.2. Lidokain