Penggunaan Klinis Magnesium Sulfat

41 berkenaan dengan hipermagnesemia, hanya ada gejala minor yang singkat yang dilaporkan oleh beberapa pasien, seperti rasa panas atau rasa terbakar pada lengan yang diberikan infus magnesium sulfat. 58 Rasa panas saat penyuntikan bergantung pada jumlahnya dalam satu satuan waktu. Efek ini dapat dikurangi dengan penyuntikan dalam waktu yang lebih lama. 57 Pada suatu penelitian yang menggunakan magnesium sulfat 60 mgkg sebelum tindakan intubasi, kemudian diukur kadar magnesium plasma setelah intubasi dan dijumpai peningkatan menjadi 2.95±0.56 mmoll basal 0.81±0.31 mmoll. 59 Pada pemberian magnesium sulfat 4 – 6 g, maka kadar plasma akan segera meningkat dan hanya akan bertahan sementara pada kadar 2.1-3.8 mmoll, dan akan menurun kadarnya menjadi 1.3-1.7 mmoll dalam 60 menit, dan dalam 90 menit sekitar 50 magnesium sulfat yang diberikan akan masuk ke dalam tulang dan sel-sel. 60 Ekskresi magnesium hampir seluruhnya melalui ginjal, dan setelah 4 jam sekitar 50 magnesium yang diberikan akan di ekskersikan melalui urin. Bersihan ginjal terhadap magnesium akan meningkat dengan meningkatnya kadar plasma. Dalam keadaan adanya oliguria ataupun gagal ginjal, dosis harus dikurangi ataupun dihentikan dan kadar plasma harus sering dipantau. 60

2.3.6.3.4. Penggunaan Klinis

Magnesium merupakan obat dengan aplikasi klinis yang luas, baik dalam bidang anastesi, perawatan intensif dan obstetri 30 . Dalam bidang anastesi, magnesium telah dilaporkan kegunaannya dalam mengurangi kebutuhan obat anastesi, meredam nosisepsi, menumpulkan respon kardiovaskular akibat laringoskopi dan intubasi, dan berpotensiasi dengan pelumpuh otot 55 . Magnesium diduga berperan dalam hampir seluruh sistem fisiologis. Peranan magnesium tersebut melalui beberapa mekanisme kerja, yaitu kalsium antagonis pada calcium channels, regulasi perpindahan energi seperti produksi dan penggunaan ATP, mengendalikan glikolisis dan siklus Krebs pada fosforilasi oksidatif dan stabilisasi ataupun penutupan dari membran sel. Karena kerja dari magnesium tersebut, banyak dilakukan penelitian yang berhubungan dengan Universitas Sumatera Utara 42 sistem saraf pusat dan perifer, kardiovaskular, pernafasan, imunologi, endokrin, dan sistem reproduksi. 51 Kalsium dan magnesium memiliki efek yang saling bertolak belakang pada otot. Hipomagnesemia menstimulasi terjadinya kontraksi, sedangkan hipokalsemia menyebabkan relaksasi. Hipomagnesemia menyebabkan calcium channels terbuka, sedangkan konsentrasi magnesium yang tinggi akan menghambat hal tersebut. Magnesium berkerja secara kompetitif dalam menghalangi masuknya kalsium pada ujung presinap. Konsentrasi magnesium yang tinggi akan mengurangi pelepasan asetilkolin, sehingga akan menyebabkan perubahan transmisi neuromuskular. Magnesium mengurangi efek asetilkolin pada reseptor postsinap otot sehingga meningkatkan ambang eksitasi axonal. Hipomagnesmia akan menyebabkan hipereksitabilitas dari neuromuskular, sementara hipermagnesemia dapat menyebabkan kelemahan neuromuskular yang bisa terlihat dari berkurangnya atau bahkan menghilangnya refleks tendon. Berlebihnya konsentrasi magnesium pada serum dapat menyebabkan penghambatan pelepasan katekolamin dari ujung saraf adrenergik, medula adrenal dan serat-serat simpatis postganglionik adrenergik. 52 Peranan magnesium dalam menumpulkan respon intubasi juga telah berkembang 30 . Magnesium memiliki efek vasodilatasi melalui kerjanya pada pembuluh darah dengan cara menghalangi masuknya kalsium pada membran otot polos pembuluh darah, dan selain itu magnesium juga memiliki efek anti adrenergik yang menghambat pelepasan katekolamin, sehingga dapat mengurangi tonus pembulus darah perifer dan mengurangi peningkatan hemodinamik akibat intubasi 30,51,61 . Laringoskopi dan intubasi dapat menimbulkan gejolak hemodinamik yang disebabkan oleh respon aktifitas simpatis dan pelepasan katekolamin 2,52 . Magnesium dapat menjaga hemodinamik tetap stabil dengan menghambat pelepasan katekolamin dari medula adrenal dan ujung saraf perifer adrenergik, penghambatan pada reseptor katekolamin, vasodilatasi, dan juga antiaritmia 53 . Magnesium sulfat juga memiliki efek analgesik dengan cara menghalangi calcium channels, dan terdapat juga hipotesis yang menyatakan bahwa magnesium sulfat dapat meningkatkan kerja analgesia dari opioid. 58 Universitas Sumatera Utara 43 Kemampuan magnesium tersebut diperantarai oleh berbagai mekanisme, yang mekanisme utamanya oleh karena sifatnya sebagai antagonis kalsium, dan telah diketahui bahwa kalsium memiliki peranan utama dalam hal pelepasan katekolamin dari medula adrenal dan ujung saraf adrenergik. 30,51 Dari penelitian yang telah dilakukan dengan berbagai dosis magnesium sulfat untuk mengurangi peningkatan hemodinamik akibat tindakan laringoskopi dan intubasi, terlihat bahwa magnesium sulfat lebih efektif daripada lidokain 30 . Pada suatu penelitian, 2 kelompok pasien diberikan thiopental dan suksinilkolin dengan atau tanpa magnesium sulfat 60 mgkgBB saat dilakukan induksi anastesi. Hasilnya adalah kelompok pasien yang diberikan magnesium sulfat menunjukkan peningkatan denyut jantung dan peningkatan tekanan darah sistolik yang lebih rendah setelah tindakan intubasi. Demikian juga konsentrasi epinefrin dan norepinefrin dalam plasma lebih rendah pada kelompok yang diberikan magnesium sulfat. 52 Shin YH dkk, melakukan penelitian pada 200 pasien ASA 1 dan 2, yang menjalani operasi elektif dengan anastesi umum, untuk menilai efek nyeri penyuntikan rocuronium dan perubahan hemodinamik akibat laringoskopi dan intubasi. Pasien-pasien tersebut dibagi dalam 4 kelompok, kelompok 1 mendapatkan 5 ml normal salin, kelompok 2 mendapatkan magnesium sulfat 5 mgkgBB, kelompok 3 mendapatkan magnesium sulfat 10 mgkgBB, dan kelompok 4 mendapatkan magnesium sulfat 20 mgkgBB, yang diberikan sebelum penyuntikan rocuronium. Induksi anastesi dengan propofol 2 mgkgBB, refleks bulu mata menghilang, kemudian diberikan normal salin ataupun magnesium sulfat 5, 10, 20 mgkgBB sesuai kelompoknya yang disuntikkan perlahan selama 1 menit, sebelum penyuntikan rocuronium 0.6 mgkgBB. Saat penyuntikan rocuronium dinilai respon pasien terhadap adanya rasa nyeri ataupun rasa tidak nyaman. Setelah penyuntikan rocuronium, kemudian diberikan ventilasi dengan oksigen 100 dan sevofluran selama 90 detik, dan kemudian dilakukan tindakan laringoskopi dan intubasi. Dari hasil penelitian tersebut didapati hasil bahwa pemberian magnesium 10 mgkgBB dan 20 mgkgBB sebelum penyuntikan dapat mengurangi nyeri akibat penyuntikan rocuronium dan Universitas Sumatera Utara 44 mengurangi peningkatan tekanan darah segera setelah tindakan laringoskopi dan intubasi, namun tidak dapat mencegah peningkatan denyut jantung akibat tindakan laringoskopi dan intubasi. Oleh karena itu mereka menyarankan penelitian lanjutan untuk mendapatkan dosis yang optimal dalam menghambat perubahan hemodinamik akibat laringoskopi dan intubasi. Pemberian magnesium sulfat secara intravena diduga dapat menyebabkan rasa perih, namun dalam penelitian ini penyuntikan magnesium sulfat secara perlahan selama 1 menit tidak menunjukkan adanya rasa perih saat penyuntikan. 62 Nooraei N dkk, melakukan penelitian terhadap 60 pasien ASA 1 dan 2, umur 20-40 tahun, yang menjalani operasi elektif. Mereka membandingkan perubahan hemodinamik akibat laringoskopi dan intubasi antara pasien yang mendapatkan magnesium sulfat 60 mgkgBB berdasarkan Lean Body Mass dengan lidokain 1.5 mgkgBB yang diberikan sebelum tindakan laringoskopi dan intubasi. Dari hasil penelitian mereka menyimpulkan bahwa pemberian magnesium sulfat lebih efektif dibandingkan dengan lidokain dalam mengurangi peningkatan hemodinamik akibat tindakan laringoskopi dan intubasi. 29 Panda NB dkk, melakukan penelitian terhadap 80 pasien dewasa yang menderita hipertensi terkontrol yang akan menjalani operasi elektif. Pasien-pasien tersebut dibagi dalam 4 kelompok penelitian. Sebelum tindakan laringoskopi dan intubasi dilakukan, kelompok I mendapatkan magnesium sulfat 30 mgkgBB, kelompok II mendapatkan magnesium sulfat 40 mgkgBB, kelompok III mendapatkan magnesium sulfat 50 mgkgBB, dan kelompok IV mendapatkan lidokain 1.5 mgkgBB. Keseluruhan kelompok dinilai dan dibandingkan perubahan hemodinamik akibat tindakan laringoskopi dan intubasi. Dari hasil penelitian tersebut didapati ketiga dosis magnesium sulfat yang diberikan sebelum induksi anastesi dapat mengurangi respon pressor akibat tindakan laringoskopi dan intubasi. Mereka mengamati bahwa pemberian magnesium sulfat 30 mgkgBB merupakan dosis yang optimal dalam mengurangi peningkatan tekanan darah saat tindakan intubasi pada pasien-pasien hipertensi. Dengan dosis tersebut didapati stabilitas jantung yang lebih baik bila dibandingkan dengan pemberian Universitas Sumatera Utara 45 lidokain 1.5 mgkg. Dosis dari magnesium sulfat yang lebih dari 30 mgkgBB dapat menyebabkan terjadinya hipotensi yang bermakna. 7 Universitas Sumatera Utara 46 KERANGKA TEORI Gambar 2.14 : Kerangka Teori LARINGOSKOPI DAN INTUBASI STIMULASI SIMPATIS DAN SIMPATO ADRENAL PELEPASAN KATEKOLAMIN STIMULI NOKSIUS SALURAN NAFAS RESPON HEMODINAMIK - Peningkatan Tekanan Darah Sistolik TDS - Peningkatan Tekanan Darah Diastolik TDD - Peningkatan Tekanan Arteri Rerata TAR - Peningkatan Denyut Jantung DJ - Peningkatan Rate Pressure Product RPP Universitas Sumatera Utara 47 KERANGKA KONSEP Gambar 2.15 : Kerangka konsep Fentanyl 2 µgkg + MgSO4 30 mgkg Fentanyl 2 µgkg + Lidokain 1.5 mgkg RESPON HEMODINAMIK - Tekanan darah sistolik TDS - Tekanan darah diastolik TDD - Tekanan arteri rerata TAR - Denyut jantung DJ - Rate Pressure Product RPP Anestesi Umum Laringoskopi dan intubasi Universitas Sumatera Utara 48

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1. DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain uji klinis acak tersamar ganda. 3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN 3.2.1. Tempat Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan dan rumah sakit jejaring.

3.2.2. Waktu

Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2014 sampai dengan bulan September 2014. 3.3. POPULASI DAN SAMPEL 3.3.1. Populasi Populasi penelitian adalah pasien yang menjalani tindakan pembedahan elektif dengan anestesi umum intubasi endotrakea di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan dan rumah sakit jejaring.

3.3.2. Sampel

Sampel penelitian adalah populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. 3.4. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI 3.4.1. Kriteria Inklusi a. Bersedia ikut dalam penelitian b. Berusia 18-50 tahun c. Pasien dengan status fisik ASA 1 Universitas Sumatera Utara 49 d. Malampati 1 e. Berat badan ideal sesuai BMI 18,5-24,9

3.4.2. Kriteria Eksklusi

a. Pasien hamil b. Riwayat hipersensitifitas terhadap fentanyl, lidokain atau magnesium sulfat

3.4.3. Kriteria drop out

a. Gagal intubasi pada usaha pertama b. Waktu tindakan laringoskopi dan intubasi lebih dari 30 detik c. Terjadi kegawatdaruratan jantung dan paru.

3.5. BESAR SAMPEL

Perhitungan besar sampel minimal dengan menggunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesis terhadap rata-rata dua populasi dalam dua kelompok independent . : 1 = 2 = 2 + 1 − 2 n = besar sampel Z α = 1,96 deviat baku pada α 0,05 Z β = 0,842 deviat baku β 0,02 S = simpangan baku, diambil dari kepustakaan sebesar 8.75 35 α = derajat kemaknaan = 0,05 95 β = power penelitian = 0,2 80 X 1 -X 2 = Perbedaan klinis yang dianggap bermakna clinical judgment = 10 Dari perhitungan dengan rumus diatas, maka diperoleh besar sampel: n 1 =n 2 =13 orang. Dengan mempertimbangkan kriteria putus uji 10 maka n 1 =n 2 =15, sehingga keseluruhan sampel 30 orang. 2 Universitas Sumatera Utara 50 3.6.ALAT, BAHAN DAN CARA KERJA 3.6.1. Alat dan Bahan

3.6.1.1. Alat

a. Sphygmomanometer merek OMRON, Model HEM-7203 b. Alat monitor EKG dan saturasi oksigen GE Dash 4000 Monitor c. Spuit 5 ml dan spuit 10 ml Terumo d. Laringoskop set macinthos e. Pipa endotrakea sesuai ukuran f. Stopwatch Chronograph g. Alat tulis dan formulir penelitian

3.6.1.2. Bahan

a. Fentanyl 100 µgampul Janssen Cilag b. Magnesium sulfat 40 Otsu-MgSO4 40 ® , Otsuka Pharmaceuticals Indonesia c. Lidokain 2 Lidokain HCl 20 mgml, Bernofarm d. Obat-obat emergensi: efedrin 5 mgml yang telah disiapkan, sulfas atropin 0,5 mg yang telah disiapkan e. Midazolam Sedacum ® 0.1, Dexa Medica f. Propofol 1 Lipuro ® 1, B Braun Medical Indonesia g. Rocuronium Roculax ® , Kalbe Farma Tbk h. D5 100 ml Otsu-D5, Otsuka Pharmaceuticals Indonesia i. Cairan: Ringer laktat j. Calcium Gluconas Calcii Gluconas ® , Ethica Jakarta-Indonesia 3.6.2. Cara Kerja 3.6.2.1. Persiapan Pasien dan Obat a. Penelitian ini terlebih dahulu mendapat persetujuan dari komisi etik penelitian bidang kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara – RSUP H. Adam Malik Medan. Universitas Sumatera Utara