Patofisiologi Gagal Jantung Kongestif 1. Definisi

Penyakit paru obstruksi kronis Penyakit paru interstisial Adult respiratory distress syndrome Infeksi paru kronis atau bronkiektasis Penyakit vaskular paru Emboli paru Hipertensi pulmonal primer Sumber: Shah, R.V., Fifer, M.A., 2007. Heart Failure. In: Lilly, L.S., ed. Pathophysiology of Heart Disease. 4 th ed. Philadelphia: Lippincott Williams Wilkins, 235

2.3.3. Klasifikasi

Klasifikasi gagal jantung yang paling banyak digunakan adalah klasifikasi menurut New York Heart Association NYHA. Klasifikasi NYHA berdasarkan simptom pasien yang didapat dari anamnesis dan bukan berdasarkan pengukuran objektif. Klasifikasi NYHA juga dapat memprediksi mortalitas. Menurut satu studi, tafsiran mortalitas satu tahun pada pasien gagal jantung kelas II, III, dan IV NYHA berturut – turut adalah 7, 15, dan 28 Gopal, 2009. Tabel 2.5. Klasifikasi gagal jantung menurut New York Heart Association Kelas Simptom I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik II Pembatasan ringan pada aktivitas fisik, dispnea dan kelelahan pada aktivitas fisik sedang, seperti menaiki tangga dengan cepat III Pembatasan pada aktivitas fisik, dispnea muncul pada aktivitas fisik minimal IV Pembatasan berat pada aktivitas fisik, simptom muncul bahkan pada saat istirahat Sumber: Shah, R.V., Fifer,M. A., 2007. Heart Failure. In: Lilly, L.S., ed. Pathophysiology of Heart Disease. 4 th ed. Philadelphia: Lippincott Williams Wilkins, 242

2.3.4. Patofisiologi

Gagal jantung kongestif tidak hanya mengindikasikan ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan aliran oksigen yang adekuat, tetapi juga merupakan suatu respon sistemik untuk mengkompensasi ketidakmampuan itu. Determinan dari curah jantung adalah kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup. Volume sekuncup ditentukan oleh preload volume yang masuk ke ventrikel kiri, kontraktilitas, dan afterload impedansi aliran dari ventrikel kiri. Variabel ini penting dalam memahami patofisiologi dari gagal jantung. Preload biasanya dinyatakan sebagai volume akhir diastolik dari ventrikel kiri dan secara klinis dapat dinilai dengan mengukur tekanan atrium kanan. Kontraktilitas menggambarkan pemompaan oleh otot jantung dan biasanya dinyatakan sebagai fraksi ejeksi. Afterload adalah tahanan yang harus dilawan oleh jantung untuk memompa darah keluar, biasanya dinilai dengan mengukur tekanan arteri rata – rata. Gangguan jantung pada gagal jantung kongestif dapat dievaluasi dari variabel – variabel di atas. Jika curah jantung menurun, kecepatan denyut jantung atau volume sekuncup harus berubah untuk mempertahankan perfusi normal. Jika volume sekuncup tidak bisa dipertahankan, maka kecepatan denyut jantung harus meningkat untuk mempertahankan curah jantung Figueroa, 2006. Gambar 2.4. Determinan dari curah jantung Sumber: Figueroa, M.S., Peters, J.I., 2006. Congestive Heart Failure: Diagnosis, Pathophysiology, Therapy, and Implications for Respiratory Care, University of Texas Health Science Center. Akan tetapi, patofisiologi dari gagal jantung kongestif tidak hanya mencakup abnormalitas struktural jantung, tetapi juga mencakup respon kardiovaskular terhadap perfusi yang menurun dengan cara pengaktivasian dari sistem neurohumoral Jessup, 2003. Sistem renin-angiotensin akan teraktivasi untuk meningkatkan preload dengan cara menstimulasi retensi garam dan air, meningkatkan vasokonstriksi, dan memperbesar kontraksi jantung. Pada awalnya, respon ini mencukupi kebutuhan, namun aktivasi berkepanjangan akan mengakibatkan kehilangan miosit dan perubahan pada miosit dan matriks ekstraselular yang masih ada. Miokardium yang tertekan akan mengalami perubahan bentuk dan dilatasi sebagai respon dari hal tersebut. Proses ini juga merusak fungsi paru, ginjal, otot, pembuluh darah, dan beberapa organ lainnya. Perubahan bentuk jantung sebagai dekompensasi juga menyebabkan beberapa komplikasi, seperti regurgitasi mitral akibat peregangan dari anulus katup dan aritmia jantung akibat perubahan bentuk atrium. Pasien dengan peningkatan tekanan diastolik akhir akan mengalami edema paru dan dispnea Figueroa, 2006.

2.3.5. Gejala Klinis