4.2. Perkembangan Neraca Berjalan
Nilai dan arah pergerakan neraca berjalan mengalami banyak perubahan pada masa sebelum dan sesudah krisis ekonomi terjadi. Pergerakan neraca
berjalan dapat dilihat pada Gambar 4.2.
3000 2000
1000 1000
2000 3000
4000
I II III IV I II III IV I II IIIIV I II IIIIV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIIV I II IIIIV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIIV 1990
1991 1992
1993 1994
1995 1996
1997 1998
1999 2000
2001 2002
2003 2004
2005
P e r i o de t r i wul a n
Sumber: Bank Indonesia 19902005. Gambar 4.2. Perkembangan Neraca Berjalan
Pada masa sebelum krisis ekonomi terjadi pergerakan neraca berjalan cenderung mencatat adanya defisit. Defisitnya neraca berjalan terkait tingginya
permintaan impor pada saat itu. Meningkatnya permintaan impor terjadi karena pada masa sebelum krisis ekonomi terjadi, angka produk domestik bruto dan
pertumbuhan ekonomi mencatat angka yang cukup tinggi sehingga hal tersebut mendorong terjadinya permintaan akan barang impor. Sementara itu, dari sisi
ekspor menunjukkan angka yang relatif rendah karena terkait tingginya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing pada saat itu, sehingga mendorong kurang
kompetitifnya komoditi domestik dibandingkan dengan komoditi dari negara lain. Pencatatan defisit neraca berjalan terbesar terjadi pada triwulan kedua tahun 1996
sebesar US 2566 juta. Pergerakan neraca berjalan setelah kriris ekonomi terjadi cenderung
menunjukkan adanya surplus. Surplusnya neraca berjalan terkait dengan
diterapkannya sistem nilai tukar mengambang ketika itu. Setelah diterapkannya sistem nilai tukar ini, fluktuasi nilai tukar Rupiah cenderung berada dalam tingkat
yang terdepresiasi. Nilai tukar yang terdepresiasi mengakibatkan komoditi domestik menjadi lebih kompetitif dibandingkan komoditi dari negara lain,
sehingga faktor tersebut mendorong terjadinya peningkatan ekspor. Pencatatan
surplus terbesar terjadi pada triwulan ketiga tahun 2004 yaitu US 2770 juta.
4.3. Perkembangan Neraca Modal