Analisis Pengaruh Capital Inflow Terhadap Nilai Tukar Rupiah

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia internasional. Semakin terintegrasinya berbagai aspek perekonomian suatu negara dengan perekonomian dunia mengakibatkan terjadinya peningkatan arus perdagangan barang maupun uang serta modal antar negara. Meningkatnya mobilitas arus modal, terutama yang mengalir ke negara– negara berkembang, merupakan dampak langsung dari integrasi keuangan yang semakin tinggi di negara berkembang. Hal tersebut tentu banyak dimanfaatkan dan dijadikan kesempatan terutama untuk melakukan kegiatan pembangunan. Setiap negara yang akan melakukan pembangunan memerlukan modal untuk pembiayaan. Sumber-sumber pembiayaan atau modal dapat berasal dari dalam negeri dan luar negeri. Secara umum, sumber dana pembangunan (modal) berasal dari dalam negeri bersumber dari tabungan masyarakat, tabungan pemerintah, dan pajak. Sedangkan dana pembangunan yang berasal dari luar negeri dapat dibedakan dari dua jenis, yaitu bantuan luar negeri dan penanaman modal asing.

Indonesia merupakan sebuah negara yang besar dan sebagai salah satu negara berkembang membutuhkan dana yang cukup besar untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar untuk pembangunan tersebut terjadi karena upaya untuk menyetarakan kedudukan dengan negara-negara lain terutama negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global. Dana dari dalam negeri (investasi dalam negeri) dirasakan tidak mencukupi untuk


(2)

melakukan pembangunan sehingga pemerintah berupaya untuk menarik dana yang berasal dari dalam maupun luar negeri (Lumbanraja, 2006). Adanya aliran modal masuk asing ini secara tidak langsung dapat menggerakkan perkembangan sektor keuangan untuk tumbuh lebih maju dan pada akhirnya akan memacu pertumbuhan ekonomi.

Menurut Edwards (2000), terdapat tiga bentuk modal asing yang bergerak dalam lalu lintas modal internasional, yaitu investasi langsung (foreign direct investment), investasi portofolio (portofolio investment), dan aliran bentuk modal lain (other types of flows). Investasi langsung merupakan bentuk investasi asing (foreign direct investment) jangka panjang yang pada umumnya bergerak di sektor riil. Investasi portofolio (portofolio investment) merupakan investasi yang bersifat jangka pendek dan mempengaruhi pasar keuangan domestik dengan bentuk transaksi berupa saham dan obligasi, sedangkan aliran modal bentuk lain meliputi kredit perdagangan dan pinjaman pemerintah.

Upaya pemerintah dalam meningkatkan modal asing dimulai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970. Perubahan tersebut karena startegi dari UU PMA Nomor 1/1967 dalam menarik modal asing masih dirasakan memberatkan investor asing karena memerlukan modal awal yang besar dan birokrasi yang panjang. Dalam periode selanjutnya, revisi terhadap UU PMA terus dilakukan hingga diperoleh UU PMA Nomor 25/2007 yang diharapkan dapat menciptakan iklim penanaman modal yang kondusif di Indonesia. Strategi UU PMA ini dalam menarik investor asing yaitu dengan memberikan perlakuan yang sama kepada semua investor baik investor


(3)

domestik maupun asing dan juga memungkinkan pemulangan modal tanpa adanya suatu hambatan (Hilman, 2011).

Hady (2003) menguraikan bahwa arus modal yang masuk, terutama modal swasta selama paruh pertama dasawarsa 1990-an, terjadi peningkatan luar biasa. Pada akhir dasawarsa 1980-an, arus modal swasta bersih baru berkisar US$ 400 juta per tahun. Akan tetapi, arus masuk modal swasta melonjak hingga melampaui US$ 5 miliar pada tahun 1993 dan melebihi US$ 10 miliar pada tahun 1995-1996. Sementara itu, arus masuk modal pemerintah bersih mengalami penurunan akibat pembayaran pokok pinjaman yang terus meningkat.

Selama periode 1986 – 2010, Indonesia mengalami keluar-masuknya aliran modal asing khususnya aliran modal masuk swasta. Jumlah aliran modal masuk asing ke Indonesia mengalami defisit yang meningkat akibat krisis moneter tahun 1997 dari defisit US$ 2,12 miliar pada tahun 1998 menjadi defisit US$ 6,46 miliar pada tahun 2000. Berbeda dengan kasus krisis moneter tahun 1997, jumlah aliran modal masuk asing tahun 2009 meningkat tinggi sebesar 150,13 persen pasca krisis keuangan global 2008 dan terus menunjukkan peningkatan pada tahun 2010 (Tabel 1.1). Peningkatan jumlah aliran modal masuk asing yang cukup besar tersebut diduga dikarenakan stabilitas perekonomian Indonesia yang terus membaik di mata dunia internasional dan lambannya pertumbuhan ekonomi negara maju pasca krisis keuangan global sehingga Indonesia masih menjadi salah satu negara yang menarik bagi pemilik modal asing untuk menanamkan modalnya. Di tambah tingginya arus modal asing yang masuk disebabkan


(4)

kenaikan peringkat surat hutang Indonesia menjadi Investment Grade oleh lembaga pemeringkat investasi Fitch dan Moody’s.1

Tabel 1.1. Jumlah Capital Inflow Indonesia Tahun 1995-2010 (US$)

Tahun Capital Inflow di Indonesia

1995 7,843,000,000 1996 10,599,000,000 1997 1,867,000,000 1998 -2,118,800,000 1999 -3,657,970,963 2000 -6,461,085,479 2001  -3,221,194,295

2002  1,366,935,489 2003  1,654,367,283 2004  2,897,238,926 2005  9,460,842,729 2006  6,465,074,993 2007  7,819,410,000 2008  5,182,974,868 2009  12,964,477,810

2010 23,908,316,805 Sumber : World Development Indicator (2011)

Semakin pesatnya jumlah aliran modal asing ke negara berkembang khususnya Indonesia merupakan dampak adanya penghapusan terhadap pembatasan aliran modal serta berkembangnya teknologi informasi. Selain itu besarnya aliran modal asing yang masuk ke suatu negara juga disebabkan oleh faktor penarik (pull factors) dan faktor pendorong (push factors). Faktor penarik merupakan faktor-faktor yang diciptakan suatu negara (host country) agar dapat

       

1 Nikky Sirait, “Berita Positif The Economist Akan Dorong Capital Inflow Makin Deras”. 

http://jaringnews.com/ekonomi/umum/9185/berita‐positif‐the‐economist‐akan‐dorong‐capital‐ inflow‐makin‐deras, pada tanggal 19 April 2012 


(5)

membangkitkan serta mondorong minat modal asing masuk ke negaranya. Faktor-faktor tersebut antara lain stabilitas dibidang sosial, politik dan ekonomi, iklim usaha investasi yang menarik, dan ketersediaan prasarana dan sarana investasi. Sedangkan faktor pendorong berasal dari negara asal modal (home country) seperti kebijaksanaan perekonomian, perkembangan ekonomi dan moneter, serta perubahan/pergeseran orientasi pembangunan di negara asal modal itu.

Rezim nilai tukar pada bulan Agustus 1997 oleh Bank Indonesia diubah dari sistem mengambang terkendali (managed-floating exchange rates system)

menjadi sistem mengambang bebas (free-floating exchange rates system)

(Perwitasari, 2008). Nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (khususnya US$) ditentukan melalui mekanisme pasar. Hal ini terkait dengan penarikan modal asing secara besar-besaran keluar dari Indonesia akibat kondisi internal Indonesia yang buruk saat itu sehingga terjadinya aliran modal keluar (capital outflow).

Nilai tukar rupiah mengalami depresiasi yang sangat tajam, dari Rp 2909 / US$ tahun 1997 menjadi Rp. 10260 / US$ pada tahun 1998, dan sedikit menurun pada tahun 1999.

Implikasi dari diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang bebas tersebut cukup mendasar bagi perekonomian Indonesia. Hal itu ditempuh sebagai reaksi pemerintah dalam menghadapi besarnya gejolak dan cepatnya pelemahan nilai tukar rupiah pada sekitar Juli-Agustus 1997 yang mendorong investor asing menarik dananya secara besar-besaran dari Indonesia. Menurut Edwards (2000) pada sistem nilai tukar mengambang bebas, capital inflow secara besar-besaran akan mendorong apresiasi nilai tukar nominal dan juga nilai tukar riil. Begitu pun


(6)

menurut Calvo, Liedermant dan Reinhart (1993) yang menyatakan bahwa aliran modal berkontribusi atas akumulasi cadangan devisa dan apresiasi nilai tukar.

Analisis pengaruh capital inflow terhadap nilai tukar rupiah diperlukan karena nilai tukar mencerminkan perekonomian suatu negara. Fluktuasi nilai tukar yang terlalu tinggi akan mengganggu kegiatan ekonomi baik dari sektor riil maupun sektor moneter. Suatu manajemen nilai tukar yang baik diperlukan agar pergerakan nilai tukar menjadi stabil sehingga fluktuasinya dapat diprediksi dan perekonomian dapat tetap berjalan dengan baik. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai pergerakan nilai tukar rupiah yang dilihat dari adanya perubahan pada capital inflow di Indonesia.

1.2. Perumusan Masalah

Keterbukaan sistem ekonomi dunia dan semakin terintegrasi telah mendorong terjadinya pergerakan aliran modal antar negara. Adanya aliran modal tersebut menyebabkan permintaan dan penawaran terhadap mata uang asing dan domestik turut mengalami perubahan. Perubahan permintaan dan penawaran terhadap mata uang asing dan domestik tersebut berpengaruh terhadap nilai tukar mata uang yang diperdagangkan. Jika permintaan terhadap mata uang domestik mengalami peningkatan karena adanya aliran modal asing yang masuk berupa pembelian aset-aset perusahaan dan pembelian aset finansial, maka hal tersebut dapat menyebabkan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing mengalami apresiasi.

Semakin banyaknya capital inflow yang masuk khususnya modal masuk swasta diindikasikan sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi


(7)

‐10 ‐5 0 5 10 15 20 25

1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Ju

ta

 

US

 

$

Tahun

Perkembangan

 

Capital

 

Inflow

capital inflow

pergerakan nilai tukar rupiah. Arus modal asing yang masuk mengalami banyak perubahan nilai dan arahnya sebelum dan setelah krisis ekonomi terjadi. Perubahan tersebut dapat dilihat dalam Gambar 1.1.

Sumber : WorldDevelopment Indicators (diolah), 2011

Gambar 1.1. Perkembangan Capital Inflow Indonesia 1986 – 2010

Selama periode 1986 hingga 2010, Indonesia mengalami keluar - masuknya aliran modal asing. Perkembangan capital inflow cenderung bergerak dalam keadaan stabil dari tahun 1986 dan mulai meningkat pada tahun 1990, dapat dilihat pada Gambar 1.1. di mana trend-nya naik pada periode 1990 hingga 1996 akibat kebijakan yang dilakukan oleh bank sentral dengan menaikkan suku bunga. Akan tetapi trend-nya terhenti dan mulai turun drastis pada pertengahan 1997 dimana capital inflow sempat mencapai nilai yang cukup tinggi yaitu US$ 10,59 miliar kemudian turun menjadi US$ 1,86 miliar atau mengalami penurunan sebesar 82,43%. Hal tersebut dikarenakan menurunnya minat investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia karena terkait resiko yang tinggi untuk berinvestasi akibat krisis ekonomi yang terjadi saat itu. Tahun-tahun setelah krisis


(8)

‐100 ‐50 0 50 100 150 200 250 300

1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

exchange rate indeks capital inflow indeks

ekonomi, pergerakan capital inflow berada pada tingkat yang defisit dengan pergerakan dari waktu ke waktu menunjukkan pola yang tidak stabil.

Pasca krisis global 2008-2009, aliran modal masuk (capital inflows) negara berkembang (emerging markets/EM) seperti Indonesia meningkat sangat besar. Peningkatan aliran modal masuk didorong baik oleh ekses likuiditas global dan lambatnya pemulihan ekonomi negara maju maupun laju pertumbuhan ekonomi di negara berkembang, perbedaan suku bunga yang besar, dan ekspektasi apresiasi nilai tukar. Derasnya aliran modal masuk asing didorong juga oleh langkah lanjutan pelonggaran Bank Sentral AS (the Fed) dan Bank Sentral Jepang (BOJ) yang menambah likuiditas global.2

Perubahan pada capital inflow ikut memiliki andil dalam mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.2. dimana terjadinya pergerakan indeks nilai tukar dan capital inflow masa sebelum dan setelah krisis.

Sumber : World Development Indicators (diolah), 2011

Gambar 1.2. Indeks Nilai Tukar Rupiah / US$ dan Indeks Capital Inflow di Indonesia Periode 1986 – 2010 (2005=100)

        2Anggito Abimanyu


(9)

Gambar 1.2. menunjukkan bahwa pergerakan nilai tukar rupiah dan capital inflow sebelum krisis cenderung stabil. Pada masa sebelum krisis moneter, Indonesia belum menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas dimana pergerakan nilai tukar rupiah masih di intervensi oleh pemerintah. Kemudian saat krisis moneter 1997, terlihat bahwa nilai tukar rupiah terdepresiasi akibat adanya arus modal yang keluar, dimana keluarnya arus modal menyebabkan permintaan terhadap valas semakin tinggi sehingga menyebabkan rupiah mengalami depresiasi.

Seiring dengan penurunan nilai modal asing akibat krisis di Indonesia, nilai tukar rupiah mengalami depresiasi yang sangat tajam, dari Rp 4650 / US$ tahun 1997 menjadi Rp. 8025 / US$ pada tahun 1998, dan sedikit menurun pada tahun 1999. Pada tahun-tahun selanjutnya, nilai tukar masih terus berfluktuasi. Penyebab fluktuasi nilai tukar rupiah ini berdasarkan penyebabnya digolongkan menjadi faktor fundamental ekonomi dan faktor non fundamental ekonomi. Dari fundamental ekonomi dapat berupa capital flows, inflasi, GDP, suku bunga, trade opennes dan lainnya, sedangkan dari non fundamental ekonomi disebabkan oleh situasi politik keamanan yang tidak kondusif yang berdampak pada resiko dalam menanamkan modal.

Berkaitan dengan aliran modal asing yang masuk cukup deras, maka akan mempengaruhi stabilitas perekonomian Indonesia dari aspek eksternal berupa gejolak nilai tukar rupiah setiap saat. Hal ini tercermin ketika terjadi capital reserve secara mendadak dalam jumlah besar pada periode krisis akibat menurunnya kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia (Wijaya,


(10)

2007). Claessens, Dooley, dan Warner (1995) menyatakan bahwa volalitas aliran modal dapat menimbulkan volalitas nilai tukar.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah capital inflow mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah?

2. Bagaimana pengaruh shock variabel capital inflow terhadap perubahan nilai tukar rupiah?

3. Bagaimana pengaruh variabel makroekonomi yang lain (inflasi, GDP, suku bunga, dan trade opennes) terhadap nilai tukar rupiah?

4. Bagaimanakah saran kebijakan yang berkenaan dengan pengelolaan capital inflow terhadap nilai tukar rupiah?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis pengaruh capital inflow terhadap nilai tukar rupiah.

2. Menganalisis pengaruh shock/guncangan capital inflow terhadap perubahan nilai tukar rupiah.

3. Menganalisis pengaruh variabel lain dalam model (inflasi, GDP, suku bunga, dan trade opennes) terhadap nilai tukar rupiah.

4. Menganalisis implikasi kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan capital inflow terhadap nilai tukar rupiah.


(11)

1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka manfaat yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan pengetahuan dan pemahaman yang lebih luas mengenai pengaruh

capital inflow terhadap nilai tukar rupiah.

2. Diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan ekonomi terutama ekonomi pembangunan sehingga dapat memperkaya penelitian sejenis yang telah ada dan juga bahan perbangdingan untuk penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini memiliki ruang lingkup penelitian dalam batasan pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar yang dipengaruhi oleh capital inflow serta beberapa variabel makroekonomi dalam model seperti GDP, inflasi, suku bunga, dan trade openness. Data capital inflow yang digunakan merupakan data aliran modal masuk asing yang diproksi dari penanaman modal langsung (FDI) dan investasi portofolio di Indonesia. Periode penelitian yang digunakan adalah dari tahun 1986 hingga tahun 2010.

1.6. Keterbatasan Penelitian

Meskipun hipotesis yang diajukan penelitian ini telah teruji secara signifikan, namun sebagai dasar pengambilan keputusan bagi para akademisi maupun para praktisi, peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih mengandung beberapa keterbatasan. Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah bahwa


(12)

penelitian ini membahas pengaruh capital inflow serta variabel makroekonomi seperti inflasi, GDP, suku bunga, dan trade openness. Padahal faktor yang mempengaruhi nilai tukar rupiah masih cukup banyak, seperti: perubahan teknologi, jumlah uang yang beredar, net ekspor, dll. Keterbatasan lain dari penelitian ini adalah variabel inflasi seharusnya tidak perlu digunakan lagi dalam model ini karena variabel suku bunga yang digunakan sudah dalam bentuk data riil sehingga akan menyebabkan terjadi dua kali perhitungan. Akan tetapi karena setelah variabel inflasi tidak dimasukkan hasil olahan data menjadi kurang baik. Untuk itu, tetap digunakan variabel inflasi dalam model ini agar hasil estimasi yang diperoleh lebih baik. Selain itu periode pengamatan yang digunakan oleh penulis hanya 25 tahun. Sehingga estimasi parameter akan lebih baik apabila tahun observasinya lebih banyak.


(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Aliran Modal Masuk Asing (Capital Inflow)

Aliran modal menurut Hossain dan Chowdhury (1998), merupakan keluar-masuknya modal pada suatu negara. Keluar-keluar-masuknya modal ini dicatat dalam neraca modal (capital account), yang nantinya akan mempengaruhi neraca pembayaran (balance of payment). Neraca modal mencatat aliran modal jangka pendek dan jangka panjang, serta pinjaman asing dan hibah. Yang termasuk dalam aliran modal jangka pendek ialah simpanan dan pinjaman bank, disebut investasi portofolio, sedangkan aliran modal jangka panjang meliputi penanaman modal asing langsung dan saham. Pergerakan Aliran modal dibagi menjadi dua yaitu aliran modal masuk dan aliran modal keluar.

Aliran modal masuk asing (capital inflow) adalah dana asing yang mengendap ke suatu negara melalui pembelian aset di negara tersebut dalam waktu tertentu. Aliran modal masuk juga dapat berasal dari pemilik modal domestik yang membawa kembali uangnya yang ditanamkan di luar negeri. Ada beberapa cara dana asing masuk ke suatu negara, yaitu: (1) penanaman modal asing langsung, dan (2) penanaman modal asing tidak langsung.

2.1.1. Penanaman Modal Asing Langsung (Foreign Direct Investment)

Foreign Direct Investment (FDI) menurut Hady (2004) adalah investasi riil dalam bentuk pendirian perusahaan, pembangunan pabrik, pembelian barang modal, tanah, bahan baku, dan persediaan oleh investor asing dimana investor tersebut terlibat langsung dalam manajemen perusahaan dan mengontrol


(14)

penanaman modal tersebut. FDI ini biasanya dimulai dengan pendirian subsidiary

atau pembelian saham mayoritas dari suatu perusahaan dimana dalam konteks internasional, bentuk investasi ini biasanya dilakukan oleh perusahaan multinasional dengan operasi di bidang manufaktur, industri pengolahan, ekstrasi pengolahan, ekstrasi sumber alam, industri jasa, dan sebagainya.

FDI juga dapat berarti bahwa perusahaan dari negara penanam modal secara

de facto dan de jure melakukan pengawasan terhadap aset yang ditanam di negara pengimpor modal. Dengan cara demikian, FDI dapat mengambil beberapa bentuk, diantaranya pembentukan suatu cabang perusahaan di negara pengimpor modal, pembentukan suatu perusahaan dimana perusahaan dari negara penanam modal memiliki mayoritas saham, pembentukan suatu perusahaan di negara pengimpor yang semata - mata dibiayai oleh perusahaan yang terletak di negara penanam modal, mendirikan suatu korporasi di negara penanam modal untuk secara khusus beroperasi di negara lain, atau menaruh aset (aktiva tetap) di negara lain oleh perusahaan nasional dari negara penanam modal (Jhingan, 2003).

FDI sebagai salah satu aliran modal internasional memiliki berbagai motif baik bagi negara asal investasi diantaranya: (1) mendapatkan return yang lebih tinggi melalui tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, perpajakan yang lebih menguntungkan dan infrastruktur yang lebih baik; (2) untuk melakukan diversifikasi resiko (risk diversification); (3) untuk tetap memiliki “competitive advantage” melalui “direct control”, dan (4) untuk menghindari tarif dan non tarif barrier yang dibebankan kepada impor dan sekaligus memanfaatkan berbagai insentif dalam bentuk subsidi yang diberikan oleh pemerintah lokal untuk mendorong FDI (Hady, 2004).


(15)

FDI sebagai arus modal internasional dapat memberikan dampak positif maupun dampak negatif bagi perekonomian negara penerima FDI tersebut. Dampak positif yang diterima negara penerima (host country) seperti yang diungkapkan oleh Razin dan Sodka (1999), yaitu FDI memungkinkan transfer teknologi, khususnya dalam bentuk varietas baru modal input yang tidak dapat dicapai melalui investasi keuangan atau perdagangan barang dan jasa. FDI juga dapat mempromosikan kompetisi dalam output domestik pasar. Negara penerima FDI sering mendapatkan trainning karyawan dalam rangka operasi baru bisnis, yang memberikan kontribusi untuk pengembangan modal manusia di negara tuan rumah. Laba yang dihasilkan oleh FDI berkontribusi terhadap pendapatan pajak perusahaan di negara tuan rumah.

Selain dampak positif yang telah dikatakan diatas, tentu saja dalam pelaksanaan kegiatan ekonominya, FDI juga mempunyai dampak negatif yang terjadi pada negara penerima. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh FDI yakni : (1) munculnya dominasi industrial; (2) ketergantungan teknologi; (3) dapat mengakibatkan perubahan budaya; (4) dapat mengakibatkan gangguan pada perencanaan ekonomi; dan (5) dapat terjadi intervensi oleh home government dari perusahaan multinasional (Hady, 2004).

2.1.2. Penanaman Modal Asing Tidak Langsung (Portofolio Foreign Investment)

Portofolio foreign investment disebut juga penanaman modal jangka pendek merupakan arus modal internasional dalam bentuk investasi aset-aset finansial, seperti saham, obligasi, dan commercial papers lainnya. Arus investasi portofolio saat ini paling banyak dan cepat mengalir ke seluruh penjuru dunia melalui pasar


(16)

uang dan pasar modal di pusat-pusat keuangan internasional, seperti London, New York, Paris, Frankfurt, Tokyo, Singapura, dan Hongkong. Menurut Mishkin (2001) menyebutkan tentang teori pilihan portofolio yang menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk membeli aset, yaitu :

1. Kekayaan (wealth). Semakin meningkat kekayaan seseorang, maka dia memiliki sumber yang lebih banyak untuk membeli aset.

2. Hasil yang diharapkan (expected return), merupakan hasil yang mungkin didapatkan dengan memegang aset tersebut.

3. Resiko (risk), merupakan derajat ketidakpastian yang dihubungkan dengan suatu aset relatif terhadap aset-aset lainnya.

4. Likuiditas (liquidity), yaitu seberapa cepat dan mudah suatu aset diubah dalam bentuk uang tunai.

2.2. Nilai Tukar

2.2.1. Pengertian Nilai Tukar

Nilai tukar adalah harga dari suatu mata uang terhadap mata uang lainnya atau nilai dari suatu mata uang terhadap mata uang lainnya (Salvatore, 1997). Nilai tukar disamping dipengaruhi oleh perubahan dalam permintaan dan penawaran atas barang-barang yang diperdagangkan di antara berbagai negara, nilai tukar valuta asing dipengaruhi pula oleh aliran modal jangka panjang dan jangka pendek.

Nilai tukar didefinisikan harga mata uang suatu negara yang dihitung dalam mata uang negara lain (Mishkin, 2001). Para ekonom membedakan antara tiga konsep nilai tukar yaitu nilai tukar nominal, nilai tukar riil, dan nilai tukar efektif. Nilai tukar nominal (e) adalah harga relatif dari mata uang. Nilai tukar nominal


(17)

merupakan sebuah nilai par (par value) dalam masing- masing mata uang yang dipakai negara-negara, biasanya disebut official rate. Moosa (2004) merumuskan nilai tukar nominal sebagai berikut:

/ ... (2.1) dimana Pd adalah tingkat harga domestik dan Pf adalah tingkat harga luar negeri. Nilai tukar riil (q) didefinisikan sebagai harga relatif dari barang-barang kedua negara. Nilai tukar riil menyatakan tingkat dimana kita bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain atau dapat disebut Terms of Trade. Menurut Batiz (1994), nilai tukar riil dapat dirumuskan sebagai berikut:

/ ... (2.2) dimana e adalah nilai tukar nominal (domestic currency/foreign currency), P* adalah tingkat harga luar negeri yang dalam hal ini adalah tingkat harga di Amerika (diukur dalam dollar), dan P adalah tingkat harga domestik yang dalam hal ini adalah tingkat harga di Indonesia (diukur dalam rupiah). Kurs riil di antara kedua negara dihitung dari kurs nominal dan tingkat harga di kedua negara. Jika kurs riil tinggi, barang-barang luar negeri relatif lebih murah, dan barang-barang domestik relatif lebih mahal. Jika kurs riil rendah, barang-barang luar negeri relatif lebih mahal, dan barang-barang domestik relatif lebih murah.

Sementara itu nilai tukar efektif adalah bobot kurs rata-rata antara mata uang domestik dengan valuta asing dari negara yang menjadi mitra dagang utamanya, sedangkan bobot penimbangnya adalah arti penting relatif hubungan dagang negara itu dengan setiap mitra dagangnya (Salvatore, 1997). Menurut


(18)

Moosa (2004) kurs efektif pada waktu t dihitung sebagai rata-rata tertimbang dari kurs relatif, dan dapat dirumuskan sebagai berikut :

∑ ... (2.3) ∑ ... (2.4)

,

, ... (2.5) dimana Et adalah kurs efektif nominal pada waktu ke t, m adalah jumlah mata uang negara mitra dagang utama, wi adalah rata-rata perdagangan yang didenominasikan dalam mata uang negara i pada waktu t, Vit adalah kurs relatif dari mata uang negara i pada waktu t, Si adalah kurs pada spot market saat ini, S0 adalah kurs pada periode dasar, Xi adalah nilai ekspor domestik ke negara i dan Mi adalah nilai impor dari negara i.

2.2.2. Sistem Nilai Tukar

Sistem nilai tukar mempunyai pengaruh dan peranan yang penting dalam meminimalisasi resiko dari fluktuasi nilai tukar yang akan mempunyai pengaruh terhadap perekonomian negara tersebut. Berikut ini beberapa sistem nilai tukar yang telah diterapkan di Indonesia, yaitu :

1) Sistem Nilai Tukar Tetap

Pada sistem nilai tukar tetap, setiap individu bebas melakukan jual beli valuta asing yang diinginkan dan untuk mempertahankan nilai tukarnya maka bank sentral melakukan jual beli valuta asing. Oleh karena itu, bank sentral harus memegang sejumlah cadangan devisa untuk membiayai ketidakseimbangan neraca pembayaran sehingga nilai tukar dapat dipertahankan. Meskipun demikian, kebaikan dari sistem nilai tukar tetap ini adalah adanya kepastian akan nilai tukar


(19)

mata uang domestik dengan negara lain, sehingga para eksportir dan importir dapat memperhitungkan transaksi perdagangan dengan pihak luar negeri.

2) Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali

Sistem nilai tukar mengambang terkendali, dimana pemerintah mempengaruhi tingkat nilai tukar melalui permintaan dan penawaran valuta asing. Biasanya sistem ini diterapkan untuk menjaga stabilitas moneter dan neraca pembayaran. Bank sentral melakukan intervensi di pasar valuta asing tetapi tidak ada komitmen untuk mempertahankan nilai tukar pada tingkat tertentu atau pada suatu batasan target (target zone) tertentu. Intervensi di pasar valuta asing merupakan sejenis batasan target yang tidak resmi (unannounced target zone). Perbedaan mendasar sistem ini dengan standart announced target zone adalah tidak ada komitmen pada tingkat nilai tukar tertentu. Dengan demikian, dalam sistem ini tidak ada usaha untuk mempengaruhi ekspektasi masyarakat terhadap pergerakan nilai tukar atau permasalahan kredibilitas.

3) Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas

Sistem nilai tukar mengambang bebas adalah sistem yang membiarkan nilai tukar mata uang suatu negara ditentukan oleh kekuatan pasar, artinya permintaan dan penawaran terhadap mata uang tersebut dalam kaitannya dengan mata uang negara lain. Dengan kata lain, pemerintah tidak ikut campur dalam penentuan nilai tukar. Pada sistem ini nilai mata uang akan dapat berubah setiap saat tergantung dari permintaan dan penawaran mata uang domestik relatif terhadap mata uang asing dan perilaku spekulan. Dalam sistem nilai tukar mengambang bebas, bank sentral tidak menargetkan besarnya nilai tukar dan melakukan intervensi langsung ke pasar valuta asing.


(20)

Penerapan sistem nilai tukar ini dimaksudkan untuk mencapai penyesuaian yang lebih berkesinambungan pada posisi keseimbangan eksternal (external equilibrium position), tetapi kemudian timbul indikasi bahwa beberapa persoalan akibat dari kurs yang fluktuatif akan timbul, terutama karena karakteristik ekonomi dan struktur kelembagaan pada negara berkembang masih sederhana. Dalam sistem nilai tukar mengambang bebas ini diperlukan sistem perekonomian yang sudah mapan.

Pada dasarnya, ada tiga teori yang dapat menjelaskan terjadinya depresiasi ataukah apresiasi mata uang suatu negara, yaitu: pertama, pelarian modal internasional, dimana para investor mengalihkan dana mereka ke luar negeri, sehingga nilai tukar mata uang domestik lemah (depresiasi), kedua, tingginya defisit anggaran pemerintah, sehingga pemerintah mencari pinjaman dalam mata uang asing yang berakibat suku bunga meningkat. Hal ini dapat menarik masuknya modal asing yang menyebabkan mata uang domestik menguat atau terapresiasi, dan ketiga, meningkatnya investasi nyata yang bebas dalam bentuk bangunan dan peralatan baru, yang membantu menaikkan suku bunga dan menarik dana-dana asing menjadi mata uang domestik, sehingga mata uang domestik menguat (Nurul, Krisma dan Dwiva, 2010).

2.3. Hubungan Investasi Asing Bersih dan Nilai Tukar

Mankiw (2000) mengatakan bahwa ada hubungan antara investasi asing bersih dan nilai tukar. Dalam perekonomian terbuka, dikemukakan bahwa kenaikan dalam permintaan investasi asing bersih menyebabkan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing mengalami apresiasi. Hal tersebut terjadi


(21)

karena adanya peningkatan dalam investasi yang masuk berarti terjadi peningkatan permintaan terhadap mata uang domestik.

(S-I)2 (S-I)1          q

 

        q2

q1 (NX)

(NX)2 (NX)1 (NX) Gambar 2.1. Pergeseran Kurva ( S-I ) dan ( NX )

S – I adalah arus modal keluar neto (net capital outflow), terkadang disebut juga investasi asing neto (net foreign investment). Arus modal keluar neto adalah jumlah dana yang dipinjamkan penduduk domestik ke luar negeri dikurangi jumlah dana yang dipinjamkan orang asing kepada kita. Jika arus modal keluar neto adalah positif, maka tabungan nasional kita melebihi investasi dan kita meminjamkannya kepada pihak asing. Sebaliknya jika arus modal keluar neto adalah negatif, perekonomian kita mengalami arus modal masuk: investasi melebihi tabungan, dan perekonomian membiayai investasi ekstra ini dengan meminjam dari luar negeri.

Gambar 2.1. menunjukkan bahwa peningkatan investasi akan menyebabkan kurva (S-I) bergeser ke kiri karena investasi lebih besar dari tabungan yang berarti mengurangi penawaran mata uang domestik. Persediaan mata uang domestik yang lebih sedikit ini menyebabkan kurs riil ekuilibrium meningkat dari q1 ke q2 dan mata uang domestik menjadi lebih berharga atau apresiasi. Karena kenaikan dalam nilai mata uang domestik itu, barang domestik menjadi relatif lebih mahal


(22)

dibanding barang-barang impor, yang menyebabkan ekspor turun dan impor naik. Perubahan ekspor dan impor ini akan mengurangi ekspor neto.

2.4. Teori Permintaan dan Penawaran Uang

Dalam pendekatan moneter (Monetary Approach), untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar dilandasi oleh teori permintaan dan penawaran uang. Sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi permintaan uang dan fungsi penawaran uang.

Permintaan terhadap uang adalah jumlah uang yang diminta masyarakat untuk keperluan transaksi, berjaga-jaga dan untuk spekulasi dalam sebuah perekonomian. Menurut John Maynard Keynes, jumlah permintaan terhadap uang dipengaruhi oleh ketiga hal tersebut, yaitu motif transaksi, motif berjaga-jaga, dan motif spekulasi.

a) Motif Transaksi

Terkait dengan fungsi uang sebagai alat tukar. Motif transaksi menyatakan bahwa masyarakat membutuhkan uang untuk dapat melakukan transaksi sehari-hari.

b) Motif Berjaga-jaga

Motif berjaga-jaga timbul karena masyarakat membutuhkan uang untuk dipegang supaya dapat mengatasi hal-hal yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Dalam hal ini fungsi uang adalah sebagai penyimpan nilai kekayaan/aset.


(23)

c) Motif Spekulasi

Spekulasi berarti melakukan tindakan atas dasar ramalan perubahan nilai harta di masa depan. Uang diperlukan tidak hanya untuk bertranskasi dan berjaga-jaga namun juga untuk motif spekulasi. Artinya, uang digunakan untuk meraih kesempatan mendapatkan bunga obligasi, atau bermain di bursa valuta asing.

Sedangakan penawaran uang adalah jumlah uang yang tersedia dalam suatu perekonomian. Sebagaimana yang telah diketahui tentang kebijakan moneter, yaitu kebijakan yang bertujuan untuk mengatur penawaran uang / mengatur jumlah uang yang beredar. Jadi penawaran uang merupakan tugas pemerintah melalui bank sentral (Bank Indonesia). Kurva penawaran uang pada umumnya memiliki slope positif. Seperti halnya kurva permintaan uang, jumlah uang yang beredar juga dipengaruhi oleh tingkat bunga.

2.5. Identifikasi Variabel-Variabel Lain Penelitian 2.5.1. Inflasi

Inflasi didefinisikan sebagai suatu kenaikan tingkat harga secara keseluruhan di dalam suatu perekonomian (Mankiw, 2003). Hal ini dapat mencerminkan semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil (intrinsik) mata uang suatu negara. Terjadinya inflasi merupakan akibat dari kenaikan tingkat harga di atas rata-rata yang berlaku umum yang dapat diukur dengan indeks harga barang-barang konsumsi dari tahun ke tahun.

Untuk mempelajari inflasi, para pakar ekonomi menggunakan dua konsep. Yang pertama adalah tingkat harga, yaitu tingkat rata-rata semua harga-harga


(24)

dalam sistem ekonomi. Yang kedua adalah laju inflasi, yaitu laju kenaikan tingkat harga secara umum. Untuk mengukur tingkat harga rata-rata, para ekonom menyusun sebuah indeks harga dengan cara merata-rata harga komoditi yang berbeda menurut seberapa penting komoditi yang bersangkutan. Indeks harga yang paling terkenal adalah Consumer Price Index (CPI) atau Indeks Harga Konsumen (IHK) yang mengukur harga rata-rata barang dan jasa yang dibeli oleh konsumen. IHK menyatakan tingkat harga pada waktu kapan pun dalam hubungan dengan berapa harga kelompok tertentu yang dikonsumsi oleh rata-rata penduduk dalam periode dasar (Lipsey, dkk, 1995). Hubungan antara inflasi dan nilai tukar dapat dijelaskan dalam teori paritas daya beli (purchasing power parity) bahwa nilai tukar akan menyesuaikan diri dari waktu ke waktu untuk mencerminkan selisih inflasi antara dua negara.

Inflasi dapat disebabkan dari dua sisi yaitu sisi pemintaan (Demand Pull Inflation), dan sisi penawaran (Cost-Push Inflation). Demand Pull Inflation yaitu inflasi yang disebabkan oleh terlalu kuatnya peningkatan aggregate demand

masyarakat terhadap komoditi-komoditi hasil produksi di pasar barang. Akibatnya, akan menarik (pull) kurva permintaan agregat ke arah kanan atas, sehingga terjadi excess demand, yang merupakan inflationary gap. Dan dalam kasus inflasi jenis ini, kenaikan harga-harga barang biasanya akan selalu diikuti dengan peningkatan output (GNP riil) dengan asumsi bila perekonomian masih belum mencapai kondisi full-employment.

Cost push inflation, yaitu inflasi yang dikarenakan bergesernya aggregate supply curve ke arah kiri atas. Faktor-faktor yang menyebabkan aggregate supply curve bergeser tersebut adalah meningkatnya harga faktor-faktor produksi (baik


(25)

yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri) di pasar faktor produksi, sehingga menyebabkan kenaikkan harga komoditi di pasar komoditi. Dalam kasus

cost push inflation, kenaikan harga sering kali diikuti oleh kelesuan usaha.

2.5.2. Pertumbuhan Ekonomi

Salah satu indikator penting dalam menganalilis pembangunan ekonomi yang terjadi di suatu negara adalah pertumbuhan ekonomi. Perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila balas jasa riil terhadap penggunaan faktor-faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar daripada tahun sebelumnya. Definisi Gross Domestic Product (GDP) sendiri adalah sejumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah pada periode tertentu (Sukirno, 2000: 56).

Menurut Putong (2003) menjelaskan perbedaan antara pertumbuhan dan perkembangan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah pertambahan output (pendapatan nasional) yang disebabkan oleh pertambahan alami dari tingkat pertambahan penduduk dan tingkat tabungan. Sedangkan perkembangan ekonomi adalah perubahan spontan dan terputus-putus dalam keadaan stasioner yang senantiasa mengubah dan mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya.

Indikator yang digunakan untuk menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi adalah pendapatan nasional seperti Gross National Product (GNP) dan Gross Domestic Product (GDP). Dalam prakteknya GDP lebih lazim digunakan daripada GNP, mengingat batas wilayah perhitungan GDP terbatas pada negara yang bersangkutan. Dalam mengukur pertumbuhan ekonomi, nilai GDP yang digunakan adalah nilai GDP riil. Hal ini dikarenakan bahwa dengan menggunakan harga konstan, pengaruh perubahan harga telah dihilangkan sehingga sekalipun


(26)

angka yang muncul adalah nilai uang dari total output barang dan jasa, perubahan nilai GDP sekaligus menunjukkan perubahan jumlah kuantitas barang dan jasa yang dihasilkan selama periode pengamatan (Rahardja dan Manurung, 2001).

Cara melakukan perhitungan tingkat pertumbuhan ekonomi adalah sebagai berikut :

% … … … … …. .6

Pertumbuhan ekonomi yang dalam pembahasan ini diproksi dari besaran GDP riilnya adalah salah satu faktor yang mempengaruhi nilai tukar. Besarnya GDP riil secara sistematik menggambarkan kondisi finansial dan pangsa pasar suatu negara. Tingkat GDP riil yang besar menunjukkan ukuran pasar, sehingga akan meningkatkan minat investor untuk menanamkan modalnya. Hubungan GDP riil dengan nilai tukar dapat terlihat dari hipotesis Balassa-Samuelson, dimana pertumbuhan ekonomi yang tinggi, maka akan menyebabkan apresiasi nilai tukar. Ito, Isard dan Symansky (1999), menjelaskan asumsi dari hipotesis Balassa-Samuelson dapat diuraikan dalam empat langkah: (1) Perbedaan tingkat pertumbuhan produktivitas antara sektor tradable dan nontradable menyebabkan perubahan harga relative, (2) Rasio harga barang nontradable dengan harga barang tradable lebih tinggi dalam ekonomi yang lebih cepat tumbuh, (3) Rasio harga barang tradable antar negara tetap konstan (atau dalam kasus khusus ketika harga tradable yang menyamakan kedudukan di seluruh negara), dan (4) Kombinasi dari asumsi 2 dan asumsi 3 menyebabkan apresiasi nilai tukar riil.


(27)

2.5.3. Suku Bunga

Suku bunga adalah harga yang dibayarkan untuk satuan mata uang yang dipinjam pada periode waktu tertentu (Lipsey, dkk, 1995). Pada waktu perusahaan merencanakan pemenuhan kebutuhan modal sangat dipengaruhi oleh tingkat bunga yang berlaku saat itu. Apakah akan menerbitkan sekuritas ekuitas atau hutang. Karena penerbitan obligasi atau penambahan hutang hanya dibenarkan jika tingkat bunganya lebih rendah dari earning power dari penambahan modal tersebut (Riyanto,1990).

Teori International Fisher Effect (IFE) juga dapat digunakan untuk menerangkan pengaruh suku bunga terhadap fluktuasi nilai tukar Rupiah yaitu tinggi rendahnya permintaan terhadap uang akan tercermin pada tinggi rendahnya suku bunga. Teori IFE yang dikemukakan oleh Irving Fisher menyatakan tingkat bunga nominal (i) di setiap negara akan sama dengan real of return (r) ditambah dengan tingkat inflasi (I) yang dirumuskan, i = r + I (Hady, 2004). Apabila suku bunga turun akan mengurangi minat investor untuk memegang Rupiah dan akan menurunkan minat investor untuk menanamkan modalnya karena insentif yang diterima menurun. Nilai tukar rupiah akan melemah (depresiasi) seiring dengan aksi pembelian valas oleh investor.

Menurut Granger, fluktuasi pada nilai tukar akan dapat mengarah pada pergerakan harga saham, hal ini disebut juga pendekatan tradisional (traditional approach). Sebaliknya pergerakan bursa saham dapat menyebabkan aliran modal yang berakhir pada fluktuasi nilai tukar. Ini dikenal dengan pendekatan portofolio (portofolio approach). Disamping itu variabel suku bunga juga ikut mempengaruhi fluktuasi harga saham dan nilai tukar. Suku bunga deposito


(28)

menjadi salah satu tolak ukur masyarakat dalam menanamkan modalnya. Pemilik modal akan mengalokasikan kekayaannya pada aset berdasarkan tingkat return

dan resiko yang ada pada suatu aset. Suku bunga deposito menjadi hal yang penting dalam pertumbuhan dan perkembangan perekonomian khususnya sektor riil serta aliran modal di suatu negara.

2.5.4. Trade Openness

Adam Smith (Appleyard, Field Jr dan Cobb, 2006) menjelaskan bahwa perdagangan terbuka antar negara akan membawa keuntungan bagi kedua negara tersebut jika salah satu negara tidak memaksakan untuk memperoleh surplus perdagangan yang dapat menciptakan defisit neraca perdagangan bagi mitra dagangnya. Adam Smith pada dasarnya menjelaskan bahwa perdagangan internasional dapat menguntungkan kedua belah pihak karena masing-masing negara akan lebih mengkonsentrasikan diri untuk memproduksi barang-barang yang mempunyai keunggulan mutlak (absolute advantage) kemudian mengekspor kelebihan barang yang diproduksinya kepada mitra dagangnya. Harga relatif barang dari suatu negara yang melakukan transaksi perdagangan dinamakan

Terms of Trade (TOT), di mana perhitungannya diperoleh dari harga barang ekspor dibagi dengan harga barang impor. Sehingga apabila negara A mengekspor barang X dan mengimpor barang Y maka TOT nya adalah:

... (2.7)

Di mana, Px = harga barang X; Py = harga barang Y

Motivasi utama untuk melakukan perdagangan internasional adalah mendapatkan gains from trade. Perdagangan internasional memberikan akses terhadap barang yang lebih murah bagi konsumen dan pemilik sumberdaya untuk


(29)

memperoleh peningkatan pendapatan karena menurunnya biaya produksi. Selanjutnya David Ricardo (Krugman dan Obstfeld, 2000) mengemukakan teori keunggulan komparatif (comparative advantage) yang menyatakan bahwa yang menentukan tingkat keuntungan dalam perdagangan internasional bukan berasal dari keuntungan mutlak melainkan dari keunggulan komparatif. Apabila salah satu negara kurang efisien dibandingkan dengan negara lainnya dalam memproduksi dua barang, kedua negara tersebut masih dimungkinkan untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam produksi komoditas yang absolute disadvantagenya lebih kecil dan mengimpor komoditas yang absolute disadvantagenya lebih besar.

Selain faktor-faktor tersebut, keunggulan kompetitif nasional juga masih dipengaruhi oleh faktor kebetulan (penemuan baru, melonjaknya harga, perubahan kurs dan konflik keamanan antar negara). Dan ternyata negara berkembang yang menerapkan kebijakan promosi ekspor mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih baik seperti dibuktikan oleh negara-negara yang disebut sebagai East Asian Miracle. Menurut Mankiw (2002), trade openness memberikan kesempatan bagi semua perekonomian untuk mengkhususkan diri dalam hal yang paling dikuasainya, menjadikan warga negara di seluruh dunia lebih sejahtera. Pembatasan perdagangan merusak manfaat-manfaat yang diperoleh dari perdagangan ini, sehingga mengurangi kesejahteraan ekonomi secara keseluruhan. Meskipun sebagian dari alasan-alasan ini dapat dipertanggungjawabkan, kaum ekonom yakin bahwa perdagangan bebas adalah kebijakan yang biasanya lebih baik.


(30)

2.6. Vector Auto Regression (VAR)

Vector Auto Regression (VAR) pertama kali dikembangkan oleh Christoper Sims pada tahun 1980 yang berpendapat bahwa jika terdapat hubungan simultan antar variabel yang diamati, variabel-variabel tersebut perlu diperlakukan sama sehingga tidak ada lagi variabel eksogen dan endogen. VAR merupakan salah satu model yang mampu menganalisis hubungan saling ketergantungan variabel time series. VAR dapat juga digunakan untuk peramalan dan juga untuk analisis kebijakan.

VAR dengan ordo p dan n buah variabel tak bebas pada waktu ke-t dapat dimodelkan sebagai berikut :

… … … … … … (2.8)

Dimana

Yt = vektor peubah tak bebas

A0 = vektor intercept berukuran nx1

A1 = matirks parameter berukuran nxn εt = vektor sisaan

Vector Auto Regression (VAR) menyediakan cara yang sistematis untuk menangkap perubahan yang dinamis dalam multiple time series, serta memiliki pendekatan yang kredibel dan mudah untuk dipahami bagi pendeskripsian data,

forecasting (peramalan), inferensi struktural, serta analisis kebijakan. Alat analisa yang disediakan oleh VAR bagi deskripsi data, peramalan, inferensi struktural, dan analisis kebijakan melalui empat macam penggunaannya, yakni Forecasting,

Impulse Response Function (IRF), Forecast Error Variance Decomposition


(31)

saat ini dan masa depan seluruh variabel dengan memanfaatkan seluruh informasi masa lalu variabel. Impulse Response Function (IRF) sementara adalah melacak respon saat ini dan masa depan setiap variabel akibat perubahan atau shock suatu variabel tertentu. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) merupakan prediksi kontribusi presentase varians setiap variabel terhadap perubahan suatu variabel tertentu. Granger Causality Test bertujuan untuk mengetahui hubungan sebab-akibat antar variabel (Firdaus, 2011).

Asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis VAR adalah semua variabel tak bebas bersifat stasioner, semua sisaan bersifat white noise, yaitu memiliki rataan nol, ragam konstan, dan diantara variabel tak bebas tidak ada korelasi. Apabila data tidak stasioner pada level maka dapat dilakukan pendiferensialan agar didapatkan data yang stasioner. Akan tetapi kestasioneran data melalui pendiferensialan tidaklah cukup, yang berarti bahwa model VAR biasa tidak dapat digunakan secara langsung karena mempertimbangkan terdapat tidaknya informasi jangka pendek dan jangka panjang dalam model. Oleh karena itu ada dua pilihan yang dapat dilakukan untuk mengestimasi yaitu model VAR dengan pendiferensialan untuk data yang tidak terkointegrasi atau VECM untuk data yang terkointegrasi.

Ada beberapa keunggulan metode VAR dibandingkan metode ekonometrika konvensional (Firdaus, 2011), yaitu:

1. Mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang kompleks (multivariat) sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan variabel di dalam persamaan itu.


(32)

2. Uji VAR yang multivariat bisa menghindarkan parameter yang bias akibat tidak dimasukkannya variabel yang relevan.

3. Uji VAR dapat mendeteksi hubungan antarvariabel di dalam sistem persamaan, dengan menjadikan seluruh variabel sebagai endogen.

4. Karena bekerja berdasarkan data, metode VAR terbebas dari berbagai batasan teori ekonomi yang sering muncul, termasuk gejala perbedaan palsu (spurious variabel) di dalam model ekonometrika konvensional terutama pada persamaan simultan, sehingga menghindari penafsiran yang salah.

Di lain pihak, kritik terhadap model VAR menyangkut permasalahan berikut :

1. Tidak seperti persamaan simultan, model VAR merupakan model yang

atheoritic atau tidak berdasarkan teori. Sedangkan pada persamaan simultan, pemilihan variabel yang akan dimasukkan dalam persamaan memegang peran penting dalam mengidentifikasi model. Sehingga model VAR sering disebut model yang tidak struktural.

2. Penekanan model VAR adalah pada forecasting atau peramalan, model VAR ini kurang cocok digunakan dalam menganalisis kebijakan.

3. Tantangan atau permasalahan besar dalam model VAR adalah pemilihan lag length atau panjang lag yang tepat. Karena semakin panjang lag maka akan semakin menambah jumlah parameter yang akan bermasalah pada degrees of freedom.

4. Sejumlah variabel yang tergabung pada model VAR harus stasioner. Bila tidak satsioner perlu dilakukan transformasi bentuk data, misalkan melalui derajat integrasi (first differencing).


(33)

5. Sering ditemui kesulitan dalam menginterpretasi tiap koefisien pada estimasi model VAR, sehingga sebagian besar peneliti melakukan interpretasi pada estimasi fungsi impulse response.

2.7. Penelitian Terdahulu

Morrissey, O, T. Lloyd, and M. Opoku-Afari, (2005), menganalisis pengaruh capital inflow dalam menentukan keseimbangan kurs riil di Ghana. Metode analisis yang digunakan adalah Vector Autoregression (VAR). Data yang digunakan adalah data tahunan selama periode 1966 – 2000. Hasil estimasi menunjukkan bahwa ada hubungan jangka panjang antara REER dengan semua variabel yang signifikan mempengaruhi seperti capital inflow, perubahan teknologi, trade (ekspor) dan terms of trade. Hanya capital inflow yang cenderung mengapresiasi nilai tukar riil dalam jangka panjang, sedangkan lainnya mendepresiasi nilai tukar riil. Variabel satu-satunya yang memiliki efek (depresiasi) yang signifikan terhadap nilai tukar riil dalam jangka pendek adalah perdagangan, yang menyiratkan bahwa perubahan dalam ekspor adalah penggerak utama dari misalignment nilai tukar.

Saidah (2006) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi capital inflow dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Pendugaan parameter model digunakan metode regresi berganda Two Stage Least Square (2SLS). Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dalam bentuk deret waktu (time-series) kuartalan berupa data aliran modal yang masuk di Indonesia, Netto Domestic Asset (NDA), Current Account

(neraca berjalan) dan Gross Domestic Produk (GDP) pada tahun 1992:4 sampai dengan 2005:3. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah terhadap


(34)

Dollar, GDP dan lag variabel dependent berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah capital inflow, sedangkan dummy kebijakan tidak signifikan. Variabel lain seperti suku bunga riil, T-bill, jumlah defisit neraca berjalan (CA), jumlah Netto Asset Domestik (NDA) dan dummy krisis ekonomi berpengaruh negatif. Capital inflow di Indonesia berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Lumbanraja (2006) melakukan penelitian mengenai pengaruh Foreign Direct Investment (FDI) terhadap nilai tukar rupiah. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode Two Stage Least Square (TSLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa aliran FDI di Indonesia dipengaruhi oleh variabel makroekonomi dan situasi politik dan keamanan. Nilai tukar rupiah berpengaruh positif yang signifikan, inflasi berpengaruh negatif yang signifikan dan dummy politik atau kerusuhan berpengaruh negatif yang signifikan. Gross Domestic Product (GDP) berpengaruh positif tetapi secara statistik tidak signifikan. FDI sebagai fokus penelitian memberikan pengaruh negatif (mengapresiasikan) terhadap nilai tukar rupiah dengan koefisien sebesar -0,039303, yang artinya adalah peningkatan sebesar satu persen FDI akan menyebabkan nilai tukar rupiah terapresiasi sebesar 0,039303.

Andriani (2008) melakukan penilitian untuk mengetahui pengaruh neraca perdagangan dan capital inflow terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Data yang digunakan adalah data time series bulanan dari Januari 1998 hingga September 2007 dan metode analisis yang dipakai adalah Vector Auto Regressioon (VAR) dilanjutkan dengan Vector Error Correction Model (VECM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa neraca perdagangan riil pada jangka pendek


(35)

tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap GDP riil. Namun, Pada jangka panjang mempunyai pengaruh negatif yang signifikan secara statistik. Sedangkan capital inflow riil pada jangka pendek dan jangka panjang tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap GDP riil. Berdasarkan hasil tes

Impulse Response Function (IRF) diketahui bahwa pada periode awal hingga periode 4, perubahan neraca perdagangan riil akan berpengaruh positif terhadap GDP riil. Namun pada periode selanjutya berpengaruh negatif terhadap GDP riil. Sedangkan hasil estimasi respon GDP riil terhadap perubahan variabel capital inflow riil menunjukkan bahwa pada periode awal hingga periode 30, perubahan

capital inflow riil berpengaruh negatif terhadap GDP riil.

Perwitasari (2008) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh dari aliran modal portofolio yang bersifat jangka pendek terhadap pergerakan nilai tukar rupiah. Data yang digunakan adalah data triwulanan kuartal 3 tahun 1997 hingga 3 tahun 2007. Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode

Vector Auto Regressive (VAR). Dari hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa, 1) baik nilai tukar riil maupun nominal dipengaruhi oleh aliran modal portofolio secara dominan, 2) pergerakan aliran modal portofolio mempengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah, baik riil maupun nominal rupiah, 3) aliran modal portofolio masuk mendorong apresiasi nilai tukar rupiah, 4) dampak peningkatan aliran modal portofolio terhadap perubahan nilai tukar nominal berlangsung sementara karena kembali keseimbangan, namun respon nilai tukar riil tidak kembali kepada keseimbangan.

Selain penelitian di atas, penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengengaruhi nilai tukar rupiah telah banyak dilakukan peneliti lain, tetapi


(36)

variabel-variabel yang digunakan oleh peneliti yang satu dengan yang lainnya tidak selalu sama. Tergantung kepada masalah yang difokuskan oleh peneliti yang dianggap relevan untuk menjelaskan penelitian yang dilakukan.

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

No

Nama Pengarang/

Tahun

Tujuan Penelitian Metode

Analisis Hasil Penelitian

1. Atmadja (2002)

Menganalisis tentang hubungan berbagai variabel ekonomi dalam mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika (1998-2001) Regresi (OLS)

Hanya variabel jumlah uang beredar yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika

2. Abdilah, et al (2004)

Faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah (Januari 2000 - Desember 2004)

Regresi (OLS)

Jumlah uang beredar, inflasi dan suku bunga mempunyai pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap fluktuasi nilai tukar rupiah.

3. Ardiansyah (2006)

Mengetahui berapa besar pengaruh jangka pendek dan jangka panjang neraca pembayaran terhadap nilai tukar rupiah (1990:1 - 2005:4) 

VECM

Dalam jangka pendek dan panjang variabel current account dan capital

account satu triwulan yang lalu serta dummy krisis mempengaruhi secara signifikan nilai tukar rupiah. Sedangkan tingkat suku bunga dua triwulan yang lalu signifikan mempengaruhi nilai tukarhanya dalam jangka panjang.


(37)

Lanjutan Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

4. Lartey (2006)

Menguji apakah arus masuk modal, khususnya

Penanaman Modal Asing (FDI), menyebabkan apresiasi nilai tukar (1980‐2000)

Fixed effects (within) estimator

FDI sebagai kategori arus masuk modal swasta menyebabkan apresiasi kurs riil ; peningkatan bantuan resmi

menyebabkan apresiasi yang nyata, besarnya menjadi lebih besar

dibandingkan dengan yang terkait dengan FDI

5. Depari (2009)

Menganalisis keterbukaan ekonomi terhadap nilai tukar rupiah/US$ di Indonesia (1999:1- 2008:3) Regresi (OLS)

Indeks derajat keterbukaan ekonomi, suku bunga Bank Indonesia tenor 3 bulan serta inflasi pada 3 bulan sebelumnya sangat signifikan secara statistik mempengaruhi nilai tukar rupiah/US$

2.8. Kerangka Pemikiran

Suatu negara yang menganut sistem perekonomian terbuka akan mengalami terjadinya integrasi ekonomi dengan negara lain. Semakin terintegrasi perekonomian telah mendorong terjadinya pergerakan aliran modal antar negara. Adanya aliran modal menyebabkan terjadinya perubahan permintaan dan penawaran terhadap mata uang asing dan domestik tersebut dalam mempengaruhi nilai tukar mata uang yang diperdagangkan.

Skema alur berpikir pada Gambar 2.2 digunakan untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian ini. Dengan memperhatikan dampak dari capital inflow atau arus modal masuk asing ditambah pengaruh beberapa variabel makroekonomi lain seperti inflasi, GDP, suku bunga, dan trade openness ingin diketahui bagaimana pengaruhnya terhadap pergerakan nilai tukar rupiah per USD


(38)

pada periode penelitian. Capital inflow secara langsung dapat mempengaruhi nilai tukar rupiah, dimana dengan terjadinya globalisasi ekonomi, membuat aliran modal bebas keluar masuk antar negara. Terjadinya arus keluar modal diduga menyebabkan nilai tukar rupiah mengalami deprsiasi pada saat krisis 1997. Serta peningkatan peringkat hutang Indonesia menyebabkan peningkatan arus modal yang masuk ke Indonesia dimana diduga akan mempengaruhi variabilitas nilai tukar rupiah. Apabila capital inflow di Indonesia signifikan berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah maka disarankan beberapa rekomendasi kebijakan pengelolaan

capital inflow agar kestabilan nilai tukar rupiah terjaga. Secara konseptual penelitian mengenai pengaruh capital inflow terhadap nilai tukar rupiah disajikan dalam bagan sebagai berikut :

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Penelitian

Aliran Modal Masuk

(Capital inflow)

‐ Globalisasi ekonomi, aliran modal semakin bebas melintas antar negara ‐ Terjadi defisit arus modal keluar

akibat krisis moneter

‐ Peningkatan peringkat Investasi

Nilai Tukar

Rekomendasi Kebijakan Inflasi

GDP  Suku Bunga


(39)

2.9. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas dapat disimpulkan beberapa hipotesis, antara lain :

1. Globalisasi ekonomi menyebabkan perekonomian antar negara semakin terintegrasi. Dimana dengan terintegrasinya perekonomian, akan terjadi pergerakan aliran modal asing yang masuk ke sebuah negara.

2. Capital inflow berpengaruh negatif terhadap nilai tukar rupiah, dalam artian meningkatnya capital inflow akan mengkibatkan bertambahnya penawaran terhadap mata uang asing dan meningkatkan permintaan terhadap rupiah di pasar uang sehingga nilai tukar rupiah mengalami apresiasi atau menguat.

3. Inflasi berpengaruh positif terhadap nilai tukar rupiah. Kenaikan laju inflasi akan mengakibatkan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD (depresiasi).

4. GDP berpengaruh negatif terhadap nilai tukar rupiah. Kenaikan GDP mengakibatkan menguatnya nilai tukar rupiah (apresiasi).

5. Suku bunga berpengaruh negatif terhadap nilai tukar rupiah. Kenaikan tingkat suku bunga (IR) menyebabkan nilai tukar rupiah semakin menguat atau mengalami apresiasi.

6. Trade openness memiliki pengaruh positif terhadap nilai tukar rupiah. Kenaikan trade openness pada jangka panjang akan menyebabkan nilai tukar terdepresiasi.


(40)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Dan Sumber Data

Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang relevan dengan penelitian. Semua data yang digunakan merupakan data deret waktu (time series) dari tahun 1986 sampai 2010. Data tersebut diperoleh dari Bank Indonesia, World Development Indicators, United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), studi kepustakaan melalui jurnal, artikel, dan makalah, serta instansi-instansi terkait lainnya. Data-data yang digunakan untuk variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1. Data, Simbol, dan Sumber Data

Variabel Satuan Simbol Sumber

Nilai Tukar Riil Rp/$ RER UNCTAD

Capital Inflow US Dollar CIF WDI

Inflasi Persen (%) INF WDI  Perumbuhan Ekonomi US Dollar GDP WDI  Suku Bunga Persen (%) IR WDI 

Trade Openess Persen (%) TRADE WDI

3.2. Definisi Operasional Variabel

Peubah yang digunakan bersama definisi operasionalnya adalah sebagai berikut:

a. Capital Inflow (CIF)merupakan aliran modal masuk asing di Indonesia. Data

capital inflow yang digunakan merupakan data aliran modal masuk asing swasta yang diproksi dari penanaman modal asing langsung (FDI) dan investasi portofolio yang masuk ke Indonesia. Data variabel CIF dalam dollar Amerika.


(41)

b. Laju inflasi (INF) merupakan kecenderungan kenaikan harga-harga yang berlaku secara terus–menerus dalam suatu perekonomian nasional dalam persentase. Data variabel INF merupakan data dalam persen.

c. Gross Domestic Product (GDP) merupakan produk domestik bruto (PDB) riil yang menjadi indikator untuk mengukur pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Data variabel GDP diperoleh dari perhitungan pertambahan Real Gross Domestic Product sebagai indikator berdasarkan harga konstan 2000 dan merupakan data dalam dollar Amerika.

d. Interest Rate (IR)merupakan suku bunga pinjaman investasi dari bank umum di Indonesia. Variabel IR adalah data suku bunga riil dalam bentuk persen. e. Trade Openness (TRADE) adalah data perdagangan yang dihitung dari

jumlah ekspor dan impor barang dan jasa yang diukur sebagai bagian dari produk domestik bruto dalam bentuk persen.

f. Nilai tukar riil (RER) adalah data nilai tukar riil rupiah terhadap IHK Amerika Serikat dimana cara perhitungannya adalah nilai tukar nominal dikali dengan IHK Amerika Serikat dan dibagi IHK Indonesia. Data variabel RER dalam Rp/US$.

3.3. Metode Analisis Data

Alat analsis untuk mengolah data-data yang digunakan dalam penelitian adalah metode Vector Auto Regression (VAR) jika data-data yang digunakan stasioner dan tidak terkointegrasi, atau dilanjutkan dengan metode Vector Error Correction Model (VECM) jika data-data yang digunakan tidak stasioner dan


(42)

terkointegrasi. Data-data tersebut diolah dengan bantuan perangkat lunak (software) Eviews 6.0 dan Microsoft excel.

3.3.1. Model Penelitian

Model VAR dan VECM yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut: Model umum: RERt = f ( CIFt,, INFt, GDPt, IRt ,TRADEt )

Model dalam bentuk matriks:

_ _

_

_ _

_

dimana,

Ln_RER = Nilai tukar riil rupiah terhadap USD

Ln_CIF = Arus modal asing yang masuk INF = Inflasi

Ln_GDP = Produk Domestik Bruto Riil IR = Suku Bunga Riil

TRADE = Trade Openness

a0-f0 = Konstanta

aij = Koefisien lag peubah ke-j untuk persamaan ke-i eit = Residual

Semua data estimasi yang dipergunakan dalam VAR adalah dalam bentuk logaritma natural sesuai dengan pendapat Sims dalam Enders (2004), kecuali data yang sudah dalam bentuk persen atau data tersebut memiliki koefisien yang


(43)

negatif (sangat kecil) yang tidak mungkin untuk diubah dalam bentuk logaritma natural. Salah satu alasannya adalah untuk memudahkan analisis, karena baik dalam impulse respons maupun variance decomposition, pengaruh shock dilihat dalam standar deviasi yang dapat dikonversi dalam bentuk presentase. Semua variabel adalah variabel endogen dalam metode VAR, sehingga dalam model penelitian ini dapat dilihat hubungan saling ketergantungan antara semua variabel.

3.3.2. Langkah-langkah Menguji VAR

3.3.2.1. Uji Stasioneritas Data (Uji Augmented Dickey-Fuller)

Data deret waktu (time series) biasanya terdapat permasalahan dalam stasioneritas, sehingga dapat menjatuhkan validitas dari parameter yang diestimasi. Uji akar unit atau uji stasioneritas data digunakan untuk melihat apakah data yang diamati stationer atau tidak. Time series dikatakan stasioner jika secara stokastik data menunjukkan pola yang konstan dari waktu ke waktu atau dengan kata lain tidak terdapat peningkatan atau penurunan data. Data yang tidak stasioner akan menghasilkan regresi palsu atau lancung (spurious regression).

Spurious regression adalah regresi yang menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang nampak signifikan secara statistik padahal kenyataannya tidak.

Uji akar unit secara umum dapat dilakukan dengan melihat secara grafis (visual) apakah terdapat trend dalam data atau tidak, dan melihat variance data pada periode penelitian. Jika data pada level tidak stasioner, maka data dapat dimodifikasi menjadi selisih antar data sebelumnya (first difference) sehingga data menjadi stasioner, data ini kemudian disebut terintegrasi pada derajat pertama atau I(1). Variabel-variabel yang tidak stasioner pada level tidak dapat digunakan untuk melihat hubungan jangka panjang dalam VAR. Meskipun penggunaan first


(44)

difference dalam VAR dapat digunakan, namun identifikasi restriksi jangka panjang tidak dapat dilakukan. Oleh karena itu, kestasioneran data harus diketahui sebelum menggunakan VAR.

Uji akar-akar unit merupakan uji yang paling populer untuk mengetahui stasioner sebuah data. Untuk menguji akar-akar unit pada penelitian ini digunakan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) yang dikembangkan oleh Dickey dan Fuller, yaitu dengan membandingkan nilai ADF dengan nilai kritis Mac Kinnon 1%, 5% , dan 10%. Dalam tes ADF, jika nilai ADF lebih kecil dari nilai kritis Mac Kinnon

maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut stasioner. Jika data berdasarkan uji ADF tidak stasioner maka solusinya adalah dengan melakukan difference non stationary processes. Hasil series stasioner akan berujung pada penggunaan VAR dengan metode standar. Sementara series yang tidak stasioner akan berimplikasi kepada penggunaan VAR dalam bentuk difference atau VECM. Keberadaan variabel yang tidak stasioner meningkatkan kemungkinan keberadaan hubungan kointegrasi antar variabel.

3.3.2.2. Uji Lag Optimal

Penentuan lag ini sangat penting mengingat tujuan dikembangkannya model VAR adalah untuk melihat perilaku dan hubungan variabel dalam jangka pendek. Dengan lag yang terlalu sedikit maka residual dari regresi tidak akan menampilkan proses white noise sehingga model tidak dapat mengestimasi actual error secara tepat. Namun, jika memasukkan terlalu banyak lag maka dapat mengurangi kemampuan untuk menolak H0 karena tambahan parameter yang terlalu banyak akan mengurangi degrees of freedom (Gujarati, 2003).


(45)

Selain itu, isu tentang penentuan panjang lag yang tepat akan menghasilkan residual yang bersifat Gaussian dalam arti terbebas dari permasalahan autokorelasi dan heteroskedasitas (Gujarati, 2003). Untuk kepentingan tersebut dapat digunakan beberapa kriteria untuk mengetahui optimal atau tidaknya lag yang digunakan. Beberapa kriteria tersebut adalah dengan metode Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SIC), Final Prediction Error

(FPE), dan Hannan Quinn (HQ). Tanda bintang menunjukkan lag optimal yang direkomendasikan oleh kriteria AIC, SIC, FPE dan HQ.

3.3.2.3. Uji Stabilitas VAR

Uji stabilitas VAR harus dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan analisis impuls respon (IRF) dan analisis peramalan dekomposisi ragam galat (FEVD) melalui VAR stability condition check. Uji ini nantinya dimaksudkan untuk mengetahui valid atau tidaknya kedua analisis tersebut. Uji stabilitas VAR dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi polinomial atau dikenal dengan roots of characteristic polinomial. Model VAR tersebut dianggap stabil jika semua akar dari fungsi polinomial tersebut berada didalam unit circle atau jika nilai absolutnya lebih kecil dari satu sehingga IRF dan FEVD yang dihasilkan dianggap valid (Firdaus, 2011).

3.3.2.4. Uji Kointegrasi

Uji kointegrasi bertujuan untuk menentukan apakah variabel-variabel yang tidak stasioner terkointegrasi atau tidak. Konsep kointegrasi dikemukakan oleh Engle dan Granger (1987) sebagai kombinasi linear dari dua atau lebih variabel


(46)

yang tidak stasioner akan menghasilkan variabel yang stasioner. Kombinasi linear ini dikenal dengan istilah persamaan kointegrasi dan dapat diinterpretasikan sebagai hubungan keseimbangan jangka panjang diantara variabel. (Firdaus, 2011)

Persamaan tersebut dikatakan terkointegrasi jika trace statistic > critical value. Dengan demikian H0 = nonkointegrasi dengan hipotesis alternatifnya H1 = kointegrasi. Kita tolak H0 atau terima H1 jika trace statistic > critical value, yang artinya terjadi kointegrasi dalam persamaan. Tahapan analisis Vector Error Correction Model (VECM) dapat dilanjutkan setelah jumlah persamaan yang terkointegrasi telah diketahui.

3.3.2.5. Uji Kausalitas Granger (Granger Causality)

Uji kausalitas granger digunakan untuk melihat arah hubungan suatu variabel dengan variabel yang lain. Pendekatan Granger mencoba menjawab apakah {x} menyebabkan {y} atau apakah nilai {y} sekarang dapat dijelaskan oleh nilai {y} masa lalu dan kemudian apakah penambahan nilai lag {x} juga turut memengaruhi. Variabel {y} dikatakan Granger Caused oleh variabel {x} jika {x} membantu dalam memprediksi {y} atau nilai koefisien lag {x} signifikan secara stastistik. Uji kausalitas dengan menggunakan pendekatan Granger dapat dituliskan seperti persamaan berikut :

α α . . . α β . . . β ε ... (3.2)

α α . . . α β . . . β ... (3.3)

Dari hasil regresi persamaan (3.2) dan (3.3) di atas, maka akan dihasilkan empat kemungkinan nilai koefisien regresi, masing-masing nilai koefisien adalah :


(47)

. Jika secara statistik, dan maka terdapat kausalitas satu arah dari x ke y

. Jika secara statistik, dan maka terdapat kausalitas

satu arah dari y ke x

. Jika secara statistik, dan maka antara y ke x

tidak saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya.

. Jika secara statistik, dan maka antara y ke x

terdapat hubungan kausalitas antara satu dengan lainnya.

Dalam penelitian, ada beberapa kasus yang dapat diintepretasikan dari persamaan Granger Causality (Gujarati, 2003: 696-697) :

1. Unidirectional causality dari Y ke X, artinya kausalitas satu arah dari Y ke X terjadi jika koefisien lag Y pada persamaan Yt adalah secara statistik signifikan berbeda dengan nol, koefisien lag X pada persamaan Xt sama dengan nol. 2. Unindirectional causality dari X ke Y, artinya kausalitas satu arah dari X ke Y

terjadi jika koefisien lag X pada persamaan Xt adalah secara statistik signifikan berbeda dengan nol dan koefisien lag Y pada persamaan Yt secara statistik signifikan sama dengan nol.

3. Feedback/bilateralcausality, artinya kausalitas timbal balik yang terjadi jika koefisien lag Y dan lag X adalah secara statistik signifikan berbeda dengan nol pada kedua persamaan Yt dan Xt.


(48)

4. Independence, artinya tidak saling ketergantungan yang terjadi jika koefisien lag Y dan lag X adalah secara statistik sama dengan nol pada masing-masing persamaan Yt dan Xt.

Sedangkan hipotesis statistik untuk pengujian kausalitas dengan menggunakan pendekatan Granger adalah :

, Suatu variabel tidak mempengaruhi variabel lainnya

, Suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya

3.3.3. Model Umum Vector Error Correction Model (VECM)

Model VECM digunakan apabila terdapat persamaan yang terkointegrasi, dimana nilai trace statistic lebih besar dari pada critical value. Pada persamaan VECM telah terkandung parameter jangka pendek dan jangka panjang yang memungkinkan kita untuk mengetahui respon pada jangka pendek dan jangka panjang. Menurut Siregar dan Ward dalam Andriani (2008), secara umum VECM dapat ditulis dalam persamaan berikut:

ε ... (3.4) Dimana :

ΔYt = Yt – Yt-1 ,

(p-1) = ordo VECM dari VAR,

Γi = matriks koefisien regresi,

Yt-i = vektor lag variabel yang terdiri dari berbagai macam variabel yang diguanakan,


(49)

µ1 = vektor koefisien regresi,

α = matriks loading,

β = vektor koitegrasi,

Yt-1 = vektor lag pertama dalam variabel, εt = vektor sisaan

3.3.4. Estimasi VAR

Estimasi VAR digunakan untuk melihat apakah variabel X mempengaruhi variabel Y dan sebaliknya dengan cara membandingkan nilai tstatistik hasil estimasi dengan nilai ttabel.

3.3.4.1. Impulse Response Function

Untuk mengetahui pengaruh shock dalam perekonomian maka digunakan metode impulse response. Selama koefisien pada persamaan struktural VAR di atas sulit untuk diinterpretasikan maka banyak praktisi menyarankan menggunakan impulse response function (IRF). Fungsi impulse response

menggambarkan tingkat laju dari shock variabel yang satu terhadap variabel yang lainnya pada suatu rentang periode tertentu. Sehingga dapat dilihat lamanya pengaruh dari shock suatu variabel terhadap variabel lain sampai pengaruhnya hilang atau kembali ke titik keseimbangan.

3.3.4.2. Variance Decomposition

Variance Decomposition atau biasa disebut Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) merupakan perangkat model VAR yang memisahkan


(50)

variasi dari sejumlah variabel menjadi variabel innovation, dengan asumsi variabel-variabel innovation tidak saling berkorelasi. Variance decomposition

akan memberikan informasi mengenai proporsi dari pergerakan pengaruh shock

pada sebuah variabel terhadap shock variabel yang lain pada periode saat ini dan periode yang akan datang.

3.4. Mekanisme Analisis Olah Data

Proses analisis VAR dan VECM dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Sumber : Ascarya, 2009

Gambar 3.1. Proses Analisis VAR dan VECM S-term L-term

(K-1)

S-term L-term

No

No Yes Cointegration

Test Yes

Data

Transformation

Data Exploration

Stationary at First Difference [I(1)] Stationary at

Level [I(0)] Unit Root Test

Var Level VECM VAR

t

Optimal Order

Cointegration Rank

Innovation Accounting

FEVD IRF


(1)

(0.82976) (41.4043) (42.5787) (48.8482) (35.4666) (0.17926) [ 2.44044] [ 2.97406] [-3.41394] [ 3.21575] [-2.69363] [-3.10349]

D(TRADE(-1)) -0.002130 -0.781063 0.705475 -0.194405 0.554223 0.001381 (0.01325) (0.66110) (0.67986) (0.77996) (0.56630) (0.00286) [-0.16076] [-1.18145] [ 1.03768] [-0.24925] [ 0.97868] [ 0.48241]

D(CIF(-1)) 0.004932 0.193215 -0.346707 0.504469 -0.267917 -0.001798 (0.00488) (0.24370) (0.25062) (0.28752) (0.20875) (0.00106) [ 1.00976] [ 0.79283] [-1.38342] [ 1.75457] [-1.28341] [-1.70399]

D(INFLASI(-1)) -0.025519 -1.269309 1.879923 -1.359087 1.178071 0.004698 (0.00793) (0.39568) (0.40691) (0.46682) (0.33894) (0.00171) [-3.21816] [-3.20789] [ 4.62003] [-2.91136] [ 3.47575] [ 2.74255]

D(IR(-1)) 0.002507 0.058258 0.382267 0.283644 -0.110356 -0.000972 (0.00928) (0.46302) (0.47615) (0.54626) (0.39662) (0.00200) [ 0.27021] [ 0.12582] [ 0.80283] [ 0.51925] [-0.27824] [-0.48500]

D(GDP(-1)) 1.616283 127.8822 40.53012 268.6895 -72.78513 0.058218 (1.48335) (74.0176) (76.1171) (87.3249) (63.4029) (0.32046) [ 1.08962] [ 1.72773] [ 0.53247] [ 3.07690] [-1.14798] [ 0.18167]

C -0.140391 -9.998163 1.632632 -25.53557 7.976924 0.089047 (0.14750) (7.35987) (7.56863) (8.68306) (6.30441) (0.03186) [-0.95184] [-1.35847] [ 0.21571] [-2.94085] [ 1.26529] [ 2.79455]

@TREND(86) 0.002156 0.151010 -0.081591 0.745319 -0.234806 -0.002605 (0.00688) (0.34352) (0.35326) (0.40528) (0.29425) (0.00149) [ 0.31319] [ 0.43960] [-0.23097] [ 1.83904] [-0.79797] [-1.75185]

R-squared 0.525161 0.645293 0.664842 0.650872 0.711861 0.520440 Adj. R-squared 0.253824 0.442603 0.473324 0.451371 0.547211 0.246405 Sum sq. resids 0.469035 1167.859 1235.049 1625.533 856.9174 0.021891 S.E. equation 0.183037 9.133374 9.392434 10.77541 7.823579 0.039543 F-statistic 1.935457 3.183647 3.471424 3.262495 4.323463 1.899177 Log likelihood 12.12900 -77.80107 -78.44436 -81.60370 -74.24083 47.37189 Akaike AIC -0.272087 7.547919 7.603858 7.878583 7.238333 -3.336686 Schwarz SC 0.172237 7.992243 8.048182 8.322907 7.682657 -2.892362 Mean dependent -0.001672 0.054698 0.190793 -0.180119 -0.024076 0.050283 S.D. dependent 0.211894 12.23345 12.94215 14.54771 11.62672 0.045551

Determinant resid covariance (dof


(2)

89

 

 

  

Determinant resid covariance 0.000769

Log likelihood -113.3610

Akaike information criterion 15.07487


(3)

Lampiran 7. Hasil Impulse Response Function

Period CIF INFLASI GDP IR TRADE

1 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 2 0.050372 -0.122864 0.020607 -0.022224 0.024144 3 -0.020116 -0.042929 0.017229 -0.032377 0.029588 4 0.020439 -0.050208 0.015794 -0.025659 0.027941 5 0.009761 -0.062705 0.033336 -0.034933 0.036354 6 -0.009439 -0.048338 0.036705 -0.030147 0.030521 7 -0.007101 -0.033419 0.034438 -0.030364 0.028604 8 -0.003226 -0.034419 0.033183 -0.027817 0.027297 9 -0.005030 -0.034847 0.034105 -0.027481 0.026679 10 -0.004524 -0.037302 0.033514 -0.026852 0.025896 11 -0.004929 -0.034775 0.031946 -0.027045 0.025817 12 -0.002486 -0.036647 0.031167 -0.026660 0.025879 13 -0.002569 -0.038333 0.031663 -0.027164 0.026414 14 -0.003073 -0.038649 0.031731 -0.027205 0.026444 15 -0.003073 -0.037975 0.031594 -0.027383 0.026556 16 -0.002759 -0.038203 0.031651 -0.027354 0.026626 17 -0.002997 -0.038257 0.031887 -0.027429 0.026684 18 -0.003153 -0.038156 0.031946 -0.027400 0.026631 19 -0.003201 -0.037864 0.031901 -0.027397 0.026601 20 -0.003103 -0.037889 0.031884 -0.027353 0.026578 21 -0.003132 -0.037933 0.031914 -0.027357 0.026578 22 -0.003154 -0.037932 0.031901 -0.027345 0.026560 23 -0.003140 -0.037894 0.031873 -0.027346 0.026558 24 -0.003105 -0.037929 0.031865 -0.027341 0.026561 25 -0.003112 -0.037953 0.031873 -0.027348 0.026567 26 -0.003118 -0.037956 0.031873 -0.027349 0.026567 27 -0.003117 -0.037945 0.031870 -0.027351 0.026569 28 -0.003111 -0.037950 0.031871 -0.027350 0.026570 29 -0.003115 -0.037952 0.031875 -0.027352 0.026571 30 -0.003118 -0.037950 0.031875 -0.027351 0.026570 31 -0.003118 -0.037945 0.031875 -0.027351 0.026570 32 -0.003117 -0.037946 0.031875 -0.027351 0.026570 33 -0.003117 -0.037947 0.031875 -0.027351 0.026570 34 -0.003118 -0.037946 0.031875 -0.027351 0.026570 35 -0.003117 -0.037946 0.031874 -0.027351 0.026569 36 -0.003117 -0.037946 0.031874 -0.027351 0.026570 37 -0.003117 -0.037947 0.031874 -0.027351 0.026570 38 -0.003117 -0.037947 0.031874 -0.027351 0.026570 39 -0.003117 -0.037947 0.031874 -0.027351 0.026570 40 -0.003117 -0.037947 0.031874 -0.027351 0.026570 41 -0.003117 -0.037947 0.031874 -0.027351 0.026570 42 -0.003117 -0.037947 0.031874 -0.027351 0.026570 43 -0.003117 -0.037947 0.031874 -0.027351 0.026570 44 -0.003117 -0.037947 0.031874 -0.027351 0.026570 45 -0.003117 -0.037947 0.031874 -0.027351 0.026570 46 -0.003117 -0.037947 0.031874 -0.027351 0.026570 47 -0.003117 -0.037947 0.031874 -0.027351 0.026570 48 -0.003117 -0.037947 0.031874 -0.027351 0.026570 49 -0.003117 -0.037947 0.031874 -0.027351 0.026570 50 -0.003117 -0.037947 0.031874 -0.027351 0.026570


(4)

91

 

 

  

Lampiran 8. Variance Decomposition of RER

Period S.E. RER CIF INFLASI GDP IR TRADE

1 0.183037 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 2 0.297283 78.34923 2.871071 17.08074 0.480494 0.558849 0.659614 3 0.333140 78.73316 2.650911 15.26220 0.650095 1.389567 1.314062 4 0.387905 81.23921 2.232861 12.93218 0.645264 1.462445 1.488037 5 0.427506 80.35159 1.890479 12.79864 1.139294 1.871753 1.948253 6 0.448721 79.37771 1.760193 12.77752 1.703218 2.150334 2.231032 7 0.465544 78.95255 1.658535 12.38601 2.129552 2.423125 2.450220 8 0.481800 78.70539 1.552989 12.07464 2.462613 2.595710 2.608661 9 0.497447 78.46008 1.467059 11.81773 2.780173 2.740177 2.734774 10 0.512229 78.18874 1.391406 11.67582 3.050110 2.859120 2.834802 11 0.526694 78.05383 1.324785 11.47921 3.252764 2.967906 2.921501 12 0.541922 78.00965 1.253482 11.30045 3.403285 3.045462 2.987662 13 0.557187 77.93730 1.187867 11.16306 3.542287 3.118549 3.050935 14 0.571947 77.85400 1.130235 11.05097 3.669610 3.185913 3.109268 15 0.586350 77.79288 1.078137 10.93418 3.781871 3.249418 3.163518 16 0.600514 77.73940 1.029989 10.82917 3.883374 3.305429 3.212636 17 0.614301 77.67969 0.986653 10.73637 3.980463 3.358084 3.258731 18 0.627674 77.61895 0.947584 10.65331 4.071696 3.407087 3.301368 19 0.640717 77.56608 0.911891 10.57321 4.155503 3.452616 3.340699 20 0.653514 77.51907 0.878781 10.49931 4.232385 3.493911 3.376546 21 0.666061 77.47402 0.848195 10.43181 4.304004 3.532218 3.409754 22 0.678364 77.43188 0.819872 10.36953 4.370458 3.567756 3.440503 23 0.690451 77.39395 0.793485 10.31085 4.431874 3.600791 3.469045 24 0.702345 77.35911 0.768793 10.25623 4.488883 3.631417 3.495565 25 0.714045 77.32619 0.745705 10.20540 4.542239 3.660076 3.520387 26 0.725554 77.29519 0.724081 10.15786 4.592251 3.686957 3.543664 27 0.736885 77.26627 0.703774 10.11304 4.639166 3.712215 3.565530 28 0.748045 77.23909 0.684660 10.07090 4.683293 3.735954 3.586096 29 0.759041 77.21334 0.666652 10.03124 4.724934 3.758347 3.605494 30 0.769878 77.18896 0.649656 9.993794 4.764272 3.779499 3.623814 31 0.780564 77.16596 0.633585 9.958343 4.801467 3.799505 3.641139 32 0.791107 77.14419 0.618363 9.924773 4.836688 3.818443 3.657542 33 0.801510 77.12352 0.603928 9.892946 4.870101 3.836407 3.673100 34 0.811780 77.10388 0.590219 9.862722 4.901833 3.853468 3.687875 35 0.821922 77.08523 0.577182 9.833971 4.932003 3.869691 3.701924 36 0.831940 77.06747 0.564768 9.806599 4.960726 3.885135 3.715300 37 0.841839 77.05054 0.552935 9.780510 4.988107 3.899857 3.728050 38 0.851623 77.03438 0.541643 9.755613 5.014237 3.913907 3.740218 39 0.861296 77.01895 0.530855 9.731827 5.039199 3.927330 3.751843 40 0.870861 77.00419 0.520539 9.709080 5.063070 3.940166 3.762959 41 0.880323 76.99006 0.510663 9.687307 5.085921 3.952453 3.773600 42 0.889684 76.97652 0.501201 9.666445 5.107816 3.964226 3.783796 43 0.898947 76.96353 0.492127 9.646438 5.128813 3.975516 3.793574 44 0.908116 76.95107 0.483418 9.627235 5.148966 3.986352 3.802959 45 0.917194 76.93910 0.475052 9.608789 5.168325 3.996762 3.811974 46 0.926182 76.92759 0.467009 9.591055 5.186936 4.006769 3.820641 47 0.935084 76.91652 0.459271 9.573993 5.204842 4.016397 3.828980 48 0.943902 76.90586 0.451820 9.557566 5.222082 4.025667 3.837008 49 0.952638 76.89558 0.444642 9.541739 5.238693 4.034599 3.844743 50 0.961295 76.88568 0.437721 9.526479 5.254708 4.043210 3.852201


(5)

AGUNG PRADITYA

. Analisis Pengaruh Capital Inflow Terhadap Nilai Tukar

Rupiah (dibimbing oleh

DEDI BUDIMAN HAKIM

).

Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri

maupun di tingkat dunia internasional. Semakin terintegrasinya berbagai aspek

perekonomian suatu negara dengan perekonomian dunia mengakibatkan

terjadinya peningkatan arus perdagangan barang maupun uang serta modal antar

negara. Adanya aliran modal masuk asing ini secara tidak langsung dapat

menggerakkan perkembangan sektor keuangan untuk tumbuh lebih maju dan pada

akhirnya akan memacu pertumbuhan ekonomi. Berkaitan dengan aliran modal

asing yang masuk cukup deras, maka akan mempengaruhi stabilitas perekonomian

Indonesia dari aspek eksternal berupa gejolak nilai tukar rupiah setiap saat.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besar pengaruh

capital inflow terhadap nilai tukar rupiah, menganalisis bagaimana pengaruh

guncangan capital inflow terhadap nilai tukar rupiah. Serta mengetahui pengaruh

variabel makroekonomi lain terhadap pergerakan nilai tukar rupiah.

Metode

analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis Vector Auto

Regression (VAR) yang dilanjutkan dengan Vector Error Correction Model

(VECM).

Hasil estimasi VECM model penelitian menunjukkan bahwa pergerakan

nilai tukar rupiah pada jangka pendek secara signifikan dipengaruhi oleh variabel

nilai tukar itu sendiri pada lag pertama dan inflasi, sedangkan pada jangka panjang

menunjukkan bahwa variabel capital inflow, inflasi, GDP, suku bunga, dan trade

openness signifikan mempengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah. Variabel capital

inflow, inflasi, suku bunga, dan trade openness berpengaruh positif sehingga

menyebabkan nilai tukar rupiah mengalami depresiasi. Sedangkan variabel GDP

berpengaruh negatif, maka akan menyebabkan nilai tukar rupiah mengalami

apresiasi.

Respon nilai tukar riil akibat guncangan capital inflow serta variabel

makroekonomi lain seperti inflasi, GDP, suku bunga, dan trade openness

menyebabkan fluktuasi nilai tukar riil. Pengaruh guncangan capital inflow

mempengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah pada kisaran periode awal hingga

periode ke-17. Hasil FEVD menunjukkan bahwa varian nilai tukar riil dominan

dijelaskan oleh shock pada variabel nilai tukar rupiah itu sendiri dan inflasi hingga

akhir periode. Sedangkan guncangan pada variabel capital inflow, serta variabel

makroekonomi seperti GDP, suku bunga dan trade openness kurang dapat

menjelaskan nilai tukar riil karena pengaruhnya yang sangat kecil.

Adapun saran yang diberikan penulis dengan melihat hasil dari penelitian

ini yaitu: (1) Pemerintah sebaiknya perlu membatasi jumlah capital inflow di

Indonesia karena peningkatan pada capital inflow dalam tujuan memperbaiki

pergerakan nilai tukar rupiah tidak efektif dan hanya memberikan kontribusi yang

kecil dalam mengontrol pergerakan nilai tukar rupiah. (2) Pemerintah sebaiknya


(6)

melakukan kebijakan yang tepat agar peningkatan yang terjadi pada capital inflow

dapat mencirikan adanya peningkatan terhadap penawaran valuta asing yang

masuk ke domestik. Selain itu diperlukannya penanganan terhadap nilai tukar itu

sendiri dan pengelolaan inflasi di Indonesia karena nilai tukar rupiah tahun

sebelumnya dan inflasi memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap kestabilan

nilai tukar rupiah. Informasi mengenai faktor utama yang menyebabkan kenaikan

laju inflasi sangat diperlukan sebelum pemerintah mengambil kebijakan yang

tepat untuk menekan laju inflasi yang berlebihan agar tercipta kestabilan

perekonomian.