diterapkannya sistem nilai tukar mengambang ketika itu. Setelah diterapkannya sistem nilai tukar ini, fluktuasi nilai tukar Rupiah cenderung berada dalam tingkat
yang terdepresiasi. Nilai tukar yang terdepresiasi mengakibatkan komoditi domestik menjadi lebih kompetitif dibandingkan komoditi dari negara lain,
sehingga faktor tersebut mendorong terjadinya peningkatan ekspor. Pencatatan
surplus terbesar terjadi pada triwulan ketiga tahun 2004 yaitu US 2770 juta.
4.3. Perkembangan Neraca Modal
Sama halnya dengan neraca berjalan, neraca modal juga menunjukkan pergerakan yang berbeda pada masa sebelum dan sesudah krisis ekonomi.
Pergerakan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.3.
8000 6000
4000 2000
2000 4000
6000
I IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIV 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Periode triwulan Ju
ta U
S
Sumber: Bank Indonesia 19902005. Gambar 4.3 Perkembangan Neraca Modal
Sebelum terjadinya krisis ekonomi, neraca modal pada umumnya cenderung mencatat surplus. Surplus neraca modal tertinggi terjadi pada triwulan
keempat tahun 1995 sebesar US 4075 juta. Surplusnya neraca modal dan keuangan pada masa sebelum krisis ekonomi terjadi karena tingginya arus modal
masuk baik yang berupa investasi jangka pendek maupun investasi yang berupa penanaman modal asing secara langsung. Tingginya arus modal yang masuk ke
Indonesia terkait dengan prospek perekonomian Indonesia menuju arah yang semakin baik dan rendahnya resiko untuk terjadi kegagalan bisnis. Namun pada
triwulan kedua neraca modal mengalami penurunan defisit dan pada periode tersebut surplus yang tercatat dalam neraca pembayaran menjadi sekitar US 1993
juta. Setelah krisis ekonomi terjadi, pergerakan neraca modal ikut mengalami
imbas akibat terjadinya krisis tersebut. Neraca modal mengalami pembalikan arah dan cenderung mencatat adanya defisit. Defisit terbesar terjadi pada triwulan
pertama tahun 1998 yaitu sebesar US 6203 juta. Defisit tersebut terjadi karena tingginya capital flight menyusul adanya sentimen negatif dari pelaku ekonomi
akan bertahannya perekonomian Indonesia akibat krisis keuangan yang terjadi. Setelah triwulan kedua tahun 1998 pergerakan neraca modal menunjukkan
pembalikan arah dengan terjadi surplus sebesar US 1195 juta. Hal ini terjadi setelah pemerintah melakukan berbagai kebijakan untuk memperbaiki
perekonomian, sehingga menumbuhkan kembali kepercayaan para investor akan perkembangan perekonomian Indonesia.
Neraca modal kembali mengalami keterpurukan pada selang waktu dari triwulan kedua tahun 1999 sampai dengan triwulan pertama tahun 2002, pada
selang tersebut neraca modal mengalami tingkat defisit yang cukup besar. Pencatatan defisit terbesar pada selang tersebut terjadi pada triwulan pertama
tahun 2001 yaitu sekitar US 3245 juta. Defisit besar yang terjadi pada neraca modal terkait dengan keengganan para investor untuk menanamkan modalnya
karena memanasnya situasi politik pada saat itu.
4.4. Perkembangan Pergerakan Nilai Tukar Rupiah