Menyusun dan Menetapkan Struktur Isi Manual

bagian utama. Sedangkan Panjang kalimat yang direkomendasikan adalah 8- 12 kata per kalimat, atau 50-70 karakter. Waller et al, 1994. Jenis huruf yang digunakan pada draf manual halal dan pre- requisite HACCP adalah jenis sans serif yaitu arial ukuran 10 pt dengan pertimbangan kemudahannya untuk dibaca. Sedangkan Ukuran ketikan yang dipilih untuk judul utama adalah 20 pt. Sebagai perwujudan kriteria ketiga membantu pembaca memahami isi manual, juga dicantumkan definisi dari simbol dan istilah yang digunakan serta catatan kaki foot note dalam manual. Kombinasi layout dan format penulisan akan membentuk desain manual yang utuh. Tahap selanjutnya yang harus dilakukan adalah menyusun informasi mengenai aktivitas manajemen mutu organisasi dan menuliskannya menjadi isi manual dalam layout dan format yang telah ditetapkan tersebut.

E. Menyusun dan Menetapkan Struktur Isi Manual

Informasi yang harus disusun menjadi isi manual adalah aktivitas manajemen halal, GMP, dan SSOP PKIS Sekar Tanjung. Informasi tersebut ditulis berdasarkan kerangka, acuan, dan desain yang ditetapkan sebelumnya. Menurut Waller et al. 1994, suatu manual manajemen mutu yang baik adalah manual yang mampu memenuhi peran sebagai simbol dan sebagai buku acuan bagi organisasi. Jika penyusun manual berkonsentrasi terlalu banyak pada manual sebagai simbol, penyusun akan meyeleweng dan mulai menerapkan suatu dunia impian teoritis yang semuanya ditetapkan secara logis dan diuraikan dengan cara yang ideal. Sebaliknya jika penyusun hanya menganggap manual manajemen mutu sebagai dokumen fungsional penyusun akan cenderung meremehkan pentingnya manual ini dan gagal untuk mengeksploitasi manfaatnya sebagai kesatuan simbol keberhasilan Waller et al., 1994. Olehkarena itu dibutuhkan pengetahuan mengenai seni menyusun manual, yaitu seni dalam menyeimbangkan pemenuhan kedua peran tersebut. Tahap ini dapat dikatakan sebagai tahap yang paling menarik dan menantang untuk dikerjakan selama proses penyusunan manual di PKIS Sekar Tanjung. Menarik karena pekerjaan menyusun manual dapat dinikmati sebagai suatu seni sebagaimana telah dijelaskan diatas. Menantang karena untuk menyusun manual dibutuhkan kemauan dan komitmen untuk bekerja keras, baik bekerja dengan otak maupun otot. Kerja otak dibutuhkan terutama dalam menginterpretasikan persyaratan yang ada dalam acuan, sedangkan kerja otot terutama dibutuhkan dalam mencari dan menuliskan mengetik semua informasi mengenai aktivitas manajemen mutu organisasi menjadi satu dokumen tunggal manual sesuai dengan sistem manajemen mutu yang diacu. Informasi mengenai aktivitas manajemen mutu PKIS Sekar Tanjung yang menjadi isi manual ditulis berdasarkan hasil audit dokumen, obesrvasi lapang, dan wawancara dengan tim manajemen PKIS Sekar Tanjung. Sebagai narasumber dari tim manajemen adalah para manajer dan supervisor dari tiap departemen di PKIS Sekar Tanjung. Wawancara dengan supervisor menghasilkan informasi berupa praktek kerja sehari- hari sebagai bahan untuk mengisi bab 2 pada manual, sedangkan wawancara dengan manager HRD, ketua tim HACCP, koordinator halal dan auditor halal internal mengahasilkan informasi berupa latar belakang organisasi termasuk kebijakan mutunya sebagai bahan untuk mengisi bab 1 pada manual. Audit dokumen menghasilkan informasi berupa dokumen yang digunakan PKIS Sekar Tanjung sebagai bahan untuk mengisi bab 3 pada manual. Semua informasi tersebut pada akhirnya harus diverifikasi melalui observasi lapang untuk selanjuntnya ditulis kedalam manual menurut kerangka dan desain yang telah ditetapkan. Pada proses penyusunan draf manual halal dan draf manual pre- requisite HACCP ditemui beberapa kendala, namun dengan adanya konsep yang matang dan persiapan yang telah dilakukan sebelumnya, kendala tersebut dapat diatasi. Berikut adalah pemaparan mengenai proses penyusunan draf manual pre-requisite HACCP dan draf manual halal untuk PKIS Sekar Tanjung. Pada penyusunan draf manual pre-requisite HACCP kendala pertama yang dihadapi adalah ketiadaan suatu panduan penyusunan rencana tertulis guideline untuk CPMB, padahal rencana tersebut diperlukan untuk memenuhi hal-hal yang dipersyaratkan dalam acuan Kepmenkes RI No. 23 tahun 1978 tentang CPMB. Kendala ini dapat segera diatasi dengan adanya kerangka dan desain manual yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga dapat berfungsi sebagai panduan penyusunan rencana tertulis yang siap pakai. Suatu desain baru akan berfungsi dengan baik apabila ditunjang dengan gaya penulisan yang baik pula. Gaya penulisan ini sangat penting karena jika pengguna tidak menyukai gaya penulisan manual maka kemungkinan besar mereka tidak akan menggunakan manual itu sama sekali, atau paling tidak, menggunakannya secara tidak tepat. Ini tentu saja sangat beresiko karena jika manual tidak digunakan dengan tepat maka perusahaan beresiko gagal mendapatkan sertifikat karena yang dikatakan manual dengan yang mereka lakukan tidak konsisten. Salahsatu syarat gaya penulisan manual yang baik adalah mudah dimengerti Waller et al.,1994. Hal tersebut hanya dapat dicapai dengan menerapkan aturan penulisan yang jelas. Aturan penulisan yang jelas dapat dibagi kedalam aturan kata dan struktur bahasa aturan kalimat. Aturan kata mengupas unit dasar bahasa, yaitu kata berkaitan dengan bagaimana memilih dan menggunakannya. Berikut adalah aturan kata yang harus dipatuhi : 1 gunakan kata umum, 2 batasi jumlah kata yang digunakan, 3 menjelaskan istilah teknis dengan membuat daftar istilah, catatan kaki, ataupun penjelasan setelah istilah, 4 ungkapkan secara konsisten, 5 gunakan kata kerja sebenarnya 6 gunakan kata ganti personal. Aturan kalimat bergeser dari bagaimana menggunakan kata ke bagaimana sebaiknya kalimat-kalimat disatukan agar menjadi jelas. Berikut adalah aturan kalimat yang harus yang harus dipatuhi : 1 gunakan kalimat yang pendek, 2 gunakan daftar, 3 gunakan struktur paralel, 4 gunakan konstruksi kalimat aktif, 4 menulis secara positif, 5 mengedit rancangan manual Waller et al.,1994. Bab 1 Kebijakan pada draf manual pre-requisite HACCP diisi dengan syarat minimum manual kebijakan yang ada pada kerangka dan hasil interpretasi dari persyaratan yang ada dalam acuan. Sebagaimana telah dijelaskan pada pembahasan skripsi bagian C menetapkan kerangka manual, setidaknya ada 6 aspek yang harus dibahas pada manual kebijakan, yaitu 1 pendahuluan, 2 pernyataan kebijakan, 3 struktur organisasi, 4 wewenang dan tanggung jawab manajemen, 5 tinjauan manajemen, dan 6 sistem manajemen mutu dan hubungannya dengan persyaratan. Pada bagian pendahuluan ditampilkan informasi yang berkaitan dengan latar belakang PKIS Sekar Tanjung seperti profil industri, visi, misi, karyawan, termasuk produkjasa yang dihasilkan. Sedangkan bagian kebijakan ditampilkan dengan memperkenalkan organisasi dan kebijakan mutunya dalam konteks GMP dan SSOP. Masalah mulai muncul ketika akan mengisi bagian 3 dan 4 dari bab kebijakan. Kedua bagian tersebut menjadi kendala karena dari hasil audit dokumen tidak ditemukan adanya dokumen yang menjelaskan wewenang dan tanggung jawab manajemen dalam bentuk job description. Hal yang paling mendasar seperti struktur organisasi juga tidak relevan lagi karena belum pernah direvisi sejak diterbitkan pertama kali. Solusi yang digunakan untuk menghadapi masalah ini adalah dengan menuliskan informasi tersebut berdasarkan hasil observasi terhadap sistem yang selama ini berjalan. Tentu saja dengan catatan bahwa informasi yang ditulis harus segera disesuaikan dengan dokumen resmi apabila dokumen yang bersangkutan telah diterbitkan. Struktur organisasi yang ditampilkan pada manual pre-requisite HACCP adalah struktur organisasi tipe 1, karena program mutu GMP dan SSOP ini melibatkan peran fungsional yang kontinyu dari semua pihak yang terlibat dalam organisasi. Sedangkan bagian 6 sistem manajemen mutu organisasi baru dapat diisi setelah manual selesai disusun. Selain keenam bagian dari manual kebijakan mutu diatas, isi dari manual kebijakan mutu untuk draf manual pre-requisite HACCP juga dikembangkan sesuai dengan hasil interpretasi dari persyaratan yang ada dalam acuan. Pada Kepmenkes RI No.23 tahun 1978 tentang CPMB, terdapat beberapa klausul yang kemudian diinterpretasikan dalam bentuk sub bab mengenai bangunan, lingkungan, peralatan, dan perlengkapan. Sub bab ini menjadi pelengkap keenam sub bab diatas sekaligus menjadi pembeda dari manual sistem mutu lainnya, misalnya manual halal. Bab 2 Prosedur kerja pada manual pre-requisite HACCP, merupakan inti operasional dari keseluruhan sistem GMP dan SSOP. Bagian ini menetapkan model rinci tentang bagaimana organisasi harus beroperasi, yang merupakan praktek nyata saat ini. Berdasarkan hasil audit dokumen, PKIS Sekar Tanjung telah memiliki manual prosedur dan instruksi kerja dalam menjalankan fungsi operasionalnya. Kendalanya adalah prosedur tersebut masih ditulis dengan gaya penulisan yang berbeda-beda sehingga sulit disatukan menjadi satu dokumen tunggal. Kendala ini diatasi dengan menggunakan satu gaya penulisan prosedur berdasarkan desain prosedur yang telah ditetapkan pada tahap sebelumnya menetapkan desain manual. Bab ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu kontrol proses dan sanitasi, prosedur kerja, serta ringkasan informasi bab 2. Kontrol proses dan sanitasi berupa tabel yang berisikan parameter proses, sumberdaya pendukung proses dan sanitasi yang harus dikontrol. Kontrol ini merupakan pengembangan dari kerangka bab 2. Adanya pengembangan tersebut dikarenakan aspek manuafakturing memiliki banyak parameter yang harus dikontrol sehingga diperlukan satu sub bab khusus yang membahas mengenai kontrol proses. Kontrol ini menjadi acuan dalam melakukan tahapan-tahapan kerja yang tertuang dalam prosedur kerja. Persyaratan GMP pada acuan CPMB diterjemahkan kedalam prosedur kerja, sedangkan persyaratan SSOP pada CPMB diterjemahkan kedalam instruksi kerja. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan kedudukan SSOP sebagai bentuk implementasi dari program GMP. Instruksi kerja tersebut tidak ditampilkan dalam manual karena konsep yang digunakan adalah konsep manual manajemen mutu menurut Waller et al. 1994. Berdasarkan konsep tersebut instruksi kerja dimasukkan pada bab 3 dalam bentuk masterlist nama dan nomor dokumen saja, sedangkan naskah aslinya tersedia di setiap stasiun kerja. Sulistyo et al. 2003, menambahkan bahwa posisi instruksi kerja hanya sebagai sisipan ditampilkan hanya jika diperlukan, hal yang paling penting adalah tersedianya instruksi kerja tersebut di setiap stasiun kerja. Bab 3 adalah referensi kerja. Tipe referensi yang dicantumkan pada manual pre-requisite HACCP berupa dokumen internal dan eksternal. Waller et al. 1994 menjelaskan bahwa dokumen internal adalah referensi yang dihasilkan secara internal oleh subyek pekerjaan dan proses yang digunakan, sedangkan dokumen eksternal adalah referensi yang dihasilkan secara eksternal oleh pengaruh luar organisasi. Contoh referensi yang dihasilkan secara internal adalah formulir, manual teknis, instruksi teknis, gambar teknis, standar dan spesifikasi internal, instruksi dan daftar periksa, metodologi pengujian, materi referensi dan riset. Sedangkan contoh referensi yang dihasilkan secara eksternal adalah perundang- undangan, standar industri, spesifikasi pelanggan, dan instruksi kerja dari kualifikasi nasional. Pada organisasi yang cukup besar seperti PKIS Sekar Tanjung tidak mungkin mengambil salinan dari refensi ke dalam manual. Salahsatu solusinya adalah dengan menyediakan suatu katalog atau indeks bagi referensi. Pada draf manual pre-requisite HACCP indeks ini diwujudkan dalam bentuk masterlist document yang berisi tipe referensi beserta nomor dokumennya. Setelah semua aktivitas manajemen mutu yang dipersyaratkan selesai ditulis, dilakukan tahapan penyuntingan akhir. Tahap ini dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa semua aktivitas manajemen mutu telah ditulis berdasarkan kerangka dan urutan yang tidak akan berubah lagi final. Setelah tahap ini selesai barulah tabel kesesuaian dengan acuan yang terdapat pada bab 1 dapat diisi. Semua proses penyusunan draf manual pre-requisite HACCP diatas juga berlaku pada penyusunan draf manual halal. Hal yang membedakan hanyalah dari segi penulisan isi manual, karena disesuaikan dengan sistemnya masing-masing. Draf manual halal disusun berdasarkan Panduan Penyusunan SJH yang diterbitkan LPPOM MUI, sehingga tidak ada kendala dalam penyusunannya. Apalagi Panduan SJH tersebut juga tidak bertentangan dengan kerangka manual yang ditetapkan sebelumnya, bahkan ditambah dengan penjelasan yang dapat mempermudah interpretasi persyaratan SJH. Sebagaimana draf manual pre-requisite HACCP, draf manual halal juga terdiri dari 3 bab. Bab 1 pada draf manual halal selain diisi dengan 6 aspek seperti yang ada pada kerangka untuk bab kebijakan, juga diisi dengan hasil interpretasi dari persyaratan standar, misalnya persyaratan untuk auditor halal internal. Bab 2 pada draf manual halal diisi dengan prosedur cara berproduksi halal berdasarkan Panduan Penyusunan SJH. Berdasarkan hasil observasi lapang sistem ini belum sepenuhnya dilaksanakan oleh PKIS Sekar Tanjung. Bahkan dari hasil audit dokumen juga diketahui bahwa banyak prosedur halal yang belum didokumentasikan. Adanya proyek penyusunan manual SJH ini merupakan langkah awal yang sangat baik untuk mulai menerapkan cara berproduksi halal berdasarkan acuan tertentu. Hal yang harus diingat adalah prosedur pada manual masih perlu diujucobakan sebelum disahkan menjadi manual. Bab 3 pada draf manual halal diisi dengan masterlist dokumen halal internal dan eksternal. Setelah semua aktivitas manajemen halal yang dipersyaratkan selesai ditulis, dilakukan tahapan penyuntingan akhir. Tahap ini dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa semua aktivitas manajemen halal telah ditulis berdasarkan kerangka dan urutan yang tidak akan berubah lagi final sehingga struktur isi dapat ditentukan. Setelah tahap ini selesai barulah tabel kesesuaian dengan acuan yang terdapat pada bab 1 dapat diisi dan nomor halaman dapat dicantumkan.

F. Memberi Nomor Manual, Nomor Halaman, dan Menyusun Daftar Isi