tahapan kegiatan sanitasi, petugas yang bertanggung jawab melakukan sanitasi, cara pemantauan, sampai cara pendokumentasiannya. Prosedur
standar yang digunakan adalah prosedur operasi standar untuk sanitasi Standard Sanitation Operating Procedure. Prosedur ini dibuat untuk
membantu industri pangan dalam mengembangkan dan menerapkan prosedur pengawasan sanitasi, melakukan monitoring sanitasi, serta
memelihara kondisi dan praktek sanitasi. Menurut Jenie 1988, sumber kontaminasi dalam industri
pangan adalah pekerja, hewan, dan lingkungan. Pada umumnya kontaminasi pada makanan dapat diamati berdasarkan perpindahan
penyakit dari suatu sumber ke sumber lain. Perpindahan penyakit dapat berlangsung dari debu, tanah, udara, manuasia, bahan makanan,
peralatan, air, binatang peliharaan, dan serangga. SOP akan memberikan manfaat bagi unit usaha dalam menjamin
sistem keamanan produksi pangannya, antara lain : memberikan jadwal pada prosedur sanitasi, memberikan landasan program monitoring
berkesinambungan, mendorong perencanaan yang menjamin dilakukan koreksi bila diperlukan, mengidentifikasi kecenderungan dan mencegah
kembali terjadinya masalah, menjamin setiap personil mengerti sanitasi, memeberikan sarana pelatihan yang konsisten bagi personil,
mendemontrasikan komitmen kapada pembeli dan inspector, dan meningkatkan praktek sanitasi dan kondisi unit usaha Thaheer, 2005.
2. Sistem Jaminan Halal
Halal adalah sesuatu yang diperkenankan dan diizinkan oleh Allah Swt, sedangkan haram merupakan sesuatu yang dilarang oleh
Allah Swt dengan larangan yang pasti, jika melanggar akan mendapat hukuman atau dosa Qardhawi, 2002. Pangan halal adalah pangan yang
tidak mengandung unsur atau bahan yang haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat Islam dan yang pengelolaannya sesuai dengan
ketentuan hukum agama Islam PP No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
Menurut LPPOM MUI 2005, secara prinsip segala makanan dan minuman pada dasarnya dibolehkan halal kecuali ada larangan dari
Al Quran dan As Sunnah. Kaidah tersebut didasari oleh firman Allah Swt antara lain QS. Al Baqarah : 29 dan QS. Al Jaatsiyah : 13.
Sedangkan keharaman makanan dan minuman dapat dipandang dari dua aspek, yaitu haram secara substansial karena zatnya sendiri haram
li’anaihi dan haram karena faktor eksternal lighairihi. Makanan yang haram li’anaihi antara lain : 1 bangkai, darah, daging babi, sembelihan
atas nama selain Allah, sembelihan untuk sesaji, 2 potongan dari binatang yang hidup, 3 binatang yang disembelih tanpa membaca
basmalah, 4 khomr, 5 himar jinak, keledai, binatang buas yang bertaring, dan burung berkuku tajam, 6 segala yang menjijikkan dan
kotor, 7 jallalah, 8 sesuatu yang membahayakan, 9 binatang yang diperintahkan membunuh, 10 binatang yang dilarang membunuhnya.
Sedangkan makanan yang diharamkan karena faktor eksternal antara lain 1 hasil kejahatan, 2 tercampur dengan bahan haramnajis.
Makanan dan minuman yang diharamkan untuk dikonsumsi menurut kitab perjanjian lama, yaitu anggur dan minuman yang
memabukkan hal ini dinyatakan dalam Bilangan 6 : 2. Bahan pangan lainnya yang juga diharamkan, yaitu : darah, bangkai, binatang berkaki
empat yang tidak berkuku belah atau tidak memamah biak seperti unta, babi, dan kelinci juga binatang yang menjjikkan.
Codex Alimentarius Commission menerima persyaratan akan kehalalan produk jika pangsa pasarnya konsumen muslim. Menurut
Codex Alimentarius Commission 1999, semua bahan pangan halal, kecuali bahan pangan yang ada pada tabel termasuk produk dan
turunannya. Bahan pangan yang diharamkan termasuk produk turunannnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Bahan pangan yang diharamkan termasuk produk turunannnya Asal bahan pangan
Jenis yang diharamkan Hewan a Babi dan babi hutan
b Anjing, ular, dan monyet c Hewan karnivora yang memiliki kuku dan
taring seperti singa, harimau, beruang, dan binatang sejenisnya
d Burung bercakar seperti elang dan burung sejenisnya
e Binatang yang dilarang dibunuh dalam Islam seperti semut, lebah, dan binatang sejenisnya
f Hama seperti tikus dan binatang sejenisnya g Binatang yang dianggap menjjikkan seperti
lalat dan sejenisnya h Binatang yang hidup di dua alam, di darat dan
di laut seperti buaya dan kodok i Binatang laut yang beracun dan berbahaya
bagi manusia j Binatang yang disembelih tidak sesuai dengan
hukum Islam k Darah
l Jallah, yaitu binatang yang memakan kotoran, baik unta, kambing, sapi, dan lainnya,
sehingga baunya berubah. Jika binatang itu dijauhkan dari kotoran dalam waktu lama dan
diberi makanan yang suci, maka dagingnya menjadi baik dan halal.
Sambungan Tabel 1. Bahan pangan yang diharamkan termasuk produk turunannnya
Asal bahan pangan Jenis yang diharamkan
Tumbuhan
Minuman a. Tumbuhan yang beracun dan berbahaya bagi
kesehatan, kecuali racun dan bahaya tersebut dapat dihilangkan selama proses
a. Semua minuman yang memabukkan b. Semua minuman yang beracun dan berbahaya
bagi manusia c. Minuman yang difermentasi lebih dari 3 hari
Sumber : Codex Alimentarius Commission 1999
Menurut LPPOM MUI 1999 Sistem Jaminan Halal SJH merupakan sistem yang disusun dan dilaksanakan oleh perusahaan
pemegang sertifikat halal yang dimaksudkan untuk memperoleh dan sekaligus menjamin kelangsungan produksi halal secara konsisten sesuai
dengan pedoman yang ditetapkan oleh LPPOM MUILPPOM MUI Daerah.
Sertifikat halal yang dikeluarkan MUI masa berlakunya dua tahun. Dalam masa itu, memungkinkan perusahaan melakukan perubahan-
perubahan baik berkaitan dengan formula, bahan-bahan yang digunakan, pemasokprodusen bahan baku, maupun teknologi proses pengolahan yang
kesemuanya terjadi tanpa sepengetahuan MUI yang menerbitkan sertifikat halal.
Menurut Nasution seperti dikutip oleh Effendi 2005, SJH sangat penting dan diperlukan dalam menghasilkan dan mempertahankan
produksi yang halal, antara lain karena beberapa faktor berikut ini : 1. Penggantian produsen, distributor, atau supplier
Meskipun pada umumnya status kehalalan suatu bahan tergantung pada produsennya, akan tetapi pihak supplier atau distributor dapat
juga menjadi penyebab yang menimbulkan keraguan atas kehalalan suatu bahan. Dalam hal ini, supplier atau distributor dapat menjadi
penyebab, akibat adanya peluang bahwa distributorsupplier yang bersangkutan mendapatkan bahan dari berbagai produsen, sehingga
ada peluang bahwa produsen tersebut belum disertifikasi. Suatu bahan yang sama, yang termasuk bahan yang kritis dalam sistem jaminan
halal, status kehalalannya akan berbeda apabila berasal dari produsen yang berbeda. Pergantian produsen ini, seperti juga
penggantiansubstitusi bahan bakutambahan perlu mendapatkan klarifikasi dari LPPOM MUI agar jelas statusnya. Walaupun status
bahan substitusi jelas, namun tetap perlu dilaporkan, sehingga bahan tersebut tercatat dalam file LPPOM MUI untuk perusahaan yang
bersangkutan. 2. Penggantian bahan baku, bahan tambahan atau penolong
Pada saat pendaftaran, perusahaan diminta untuk membuat matriks produk vs bahan bakutambahan pembantu. Bila selama proses
pemeriksaan ada tambahan atau penggantian bahan-bahan tersebut, maka bahan pengganti ini harus dimasukkan ke dalam matriks itu
terlebih dahulu, dan ini merupakan matriks akhir yang menjadi pegangan LPPOM MUI saat sertifikat halal diterbitkan.
Penggantianpenambahan bahan untuk produk yang sudah disertifikasi perlu mendapat klarifikasi dari LPPOM MUI, sehingga nama bahan
pengganti tersebut dapat dimasukkan kedalam matriks yang sudah disetujui saat sertifikat halal diterbitkan. Seluruh persyaratan kehalalan
untuk bahan pengganti ini harus dipenuhi untuk mendapatkan klarifikasi penggunaannya oleh LPPOM MUI.
3. Penggantian auditor halal internal Pergantian auditor halal internal perusahaan perlu dilaporkan ke
LPPOM MUI sehingga contact person perusahaan di LPPOM MUI dapat juga diganti, dan bila perlu ada konsultasi khusus berkenaan
dengan auditor halal internal perusahaan yang baru itu ke LPPOM MUI. Hal ini dilakukan untuk menjaga kesinambungan komunikasi
antara LPPOM MUI dengan perusahaan, dan kesinambungan produksi halal dapat dipertahankan
4. Maklon Dalam produksi produknya, beberapa perusahaan menitipkan proses
produksinya di perusahaan lain, baik secara keseluruhan maupun sebagian. Penitipan yang dilakukan sejak awal proses sertifikasi dan
telah diperiksa oleh LPPOM MUI merupakan catatan khusus di dokumen LPPOM MUI untuk perusahaan yang bersangkutan saat
sertifikat halal diterbitkan. 5. Penambahanpengembangan produk baru
Setelah sertifikat halal diterbitkan, terjadi pengembangan produk, baik sejenis maupun baru oleh perusahaan pemegang sertifikat halal. Untuk
hal ini pendaftaran kembali perlu dilakukan dan proses pemeriksaan oleh LPPOM MUI dilakukan seperti pada saat perusahaan
mendaftarkan produknya yang sudah mendapat sertifikat halal. Penemuan produk di luar yang tercantum dalam sertifikat halal akan
menimbulkan konsekuensi bagi perusahaan yang bersangkutan. 6. Penggantian Merek produk nama perusahaan
Selain pengembangan produk, terjadi juga penggantina merek produk ataupun nama perusahaan. Kasus seperti ini mengharuskan perusahaan
untuk melaporkan hal tersebut ke LPPOM MUI dan LPPOM MUI perlu memeriksa ulang proses produksi tersebut untuk membuktikan
adanya nama baru dengan bahan bakutambahanpembantu yang tidak berubah.
7. Coding
Untuk menjamin kerahasiaan formula, perusahaan melakukan pengkodean terhadap bahan bakutambahan yang dipergunakan.
Pengkodean ini dapat dilakukan di perusahaan sendiri maupun di produsensupplierdistributor bahan yang bersangkutan dan ini
dilakukan baik selama proses sertifikasi maupun setelah proses
sertifikasi selesai dan sertifikat telah diterbitkan. Banyak masalah yang yang akan dihadapi dalam menelusuri asal usulsumber bahan baku
yang dicoding tersebut. Berbagai persyaratan harus dipenuhi dalam proses pengkodean bahan bakupembantu ini. Pemeriksaan yang
dilakukan oleh LPPOM MUI dilakukan baik di tingkat produsen maupun di distributorsupplier tempat proses pengkodean
dilaksanakan. 8. Penutup
Untuk menjamin produksi halal maka setiap perubahan bahan bakutambahanpembantu dan proses produksi harus dilaporkan ke
LPPOM MUI. Demikian juga pengembangan produkpergantian namakemasan harus dilaporkan ke LPPOM MUI. Penitipan proses
produksi maklon baik seluruh produk maupun sebagian harus diperiksa ke tempat proses produksi tersebut. Pemeriksaan bahan
bakupembantu yang mengalami pengkodean harus dilakukan ditempat awal proses pengkodean dilakukan.
Sistem Jaminan Halal mencakup 5 komponen, yaitu 1 kebijakan halal, 2 perencanaan, 3 pelaksanaan, 4 Evaluasi, dan 5 tindakan.
Untuk menjamin pelaksanaan kebijakan halal perusahaan secara konsisten perlu ada perencanaan tertulis dalam bentuk pedoman manual Sistem
Jaminan Halal. Manual Sistem Jaminan Halal mencakup tujuan dan ruang lingkup sistem jaminan halal, struktur organisasi manajemen halal,
panduan halal, acuan teknis, sistem administrasi, dan sistem dokumentasi. Sedangkan panduan halal halal guideline dibagi lagi menjadi pengertian
halal haram, ketentuan halal haram berkaitan dengan makanan dan minuman, fatwa MUI tentang pedoman fatwa produk halal, identifikasi
titik kritis, pedoman halal haram bahan yang digunakan, pedoman perusahaan dalam melaksanakan produksi halal LPPOM MUI, 2005.
C. Dokumentasi Sistem Manajemen Mutu