23 Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tiga perkembangan
karakteristik anak usia SD sejalan dengan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan sistem
pembelajaran gotong royong atau cooperative learning sebagai sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama
dengan sesama pembelajar secara berkelompok. Tetapi belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam
belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan
yang bersifat interdepedensi efektif antar anggota kelompok Sugandi, 2002: 14.
8. Prinsip-Prinsip Pembelajaran yang Berkualitas
Pembelajaran yang berkualitas adalah pembelajaran yang melibatkan guru,
peserta didik, dan pembelajaran.
a. Peran Guru:
1 Memperhatikan dan bersikap positif.
2 Mempersiapkan baik isi materi pelajaran maupun prakti pembelajarannya.
3 Memiliki harapan yang tinggi terhadap siswanya.
4 Memiliki sensitivitas dan sadar akan adanya hubungan antara guru, siswa,
serta tugas masing-masing. 5
Konsisten dan memberikan umpan balik positif kepada siswa. b. Peran Siswa:
1 Tertarik pada topik yang dibahas.
24 2
Dapat melihat relevansi topik yang sedang dibahas. 3
Merasa aman dalam lingkungan sekolah. 4
Terlibat dalam pengambilan keputusan belajarnya. 5
Memiliki motivasi. 6
Melihat hubungan antara pendekatan pembelajaran yang digunakan dengan pengalaman belajar yang akan dicapai.
c. Tugas Pembelajar: 1
Spesifik dan dapat dikelola dengan baik. 2
Kemampuan yang dapat dicapai dan menarik bagi siswa. 3
Secara aktif melibatkan siswa. 4
Bersifat menantang dan relevan bagi kebutuhan siswa. Pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme disarikan dari
Suparno, 1997 dikembangkan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: a.
Pengetahuan bagi individu adalah hasil konstruksi individu sendiri. b.
Individu dapat mengonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungannya.
c. Pengetahuan yang benar apabila pengetahuan hasil konstruksi itu dapat
digunakan untuk memecahkan masalah atau fenomen yang relevan. d.
Pengetahuan tidak dapat ditransfer oleh seseorang dari orang lain, melainkan melalui proses interpretasinya masing-masing.
e. Pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa, baik secara personal maupun sosial.
f. Perubahan konsep ke arah yang lebih rinci, lengkap, dan ilmiah terjadi apabila
proses konstruksi berlangsung terus menerus.
25 g.
Peran guru dalam pembelajaran beracuan konstruktivisme adalah sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi pengetahuan
berjalan dengan baik. h.
Pengetahuan individu tersimpan dalam struktur kognitifnya, didapat melalui proses mengonstruksi secara fisik dan mental dalam lingkungan fisik dan
sosial. i.
Pengetahuan hasil konstruksi sebagai struktur kognitif individu, tertanam sebagai struktur logis dan matematis yang bersifat abstrak berasal dari dua
kemungkinan abstraksi, yaitu 1 abstraksi dari objek secara langsung yang menghasilkan pengetahuan empiris atau eksperimental, dan 2 abstraksi atas
dasar koordinasi, relasi, operasi, penggunaan, yang tidak langsung keluar dari sifat-sifat objek.
Pengetahuan baru dapat dengan mudah dikonstruksi oleh individu apabila terjadi asosiasi dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Dengan demikian,
tugas guru adalah membangkitkan kembali pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki siswa. Pengetahuan baru akan lebih mudah dikonstruksi oleh siswa
apabila diawali dari hal yang konkret dan ini lebih baik dari pada pengetahuan awal yang abstrak.
9. Pembelajaran Kooperatif