Bencana Akibat Perubahan Iklim

Tugas Mata Kuliah PTT8104 29 Raymond Valiant Kawasan Skenario A2 GRK=1.250 ppm Keruntuhan Termohaline Percepatan Perubahan Iklim RPC Perubahan Rezim Asia Pergeseran hutan boreal ke utara pada elevasi tinggi; peningkatan produktifitas hutan di Asia Tengah dan Selatan; penurunan produktifitas padang rumput di Asia Tengah Pergeseran hutan boreal ke selatan di sebelah timur; sedikit peningkatan produktifitas di belahan selatan dan timur dibandingkan skenario pelepasan pada opsi A2 Pergeseran hutan boreal ke utara pada elevasi tinggi; peningkatan produktifitas hutan di Asia Tengah dan Selatan; penurunan produktifitas padang rumput di Asia Tengah Fenomena El Niño yang lebih menetap; penurunan luas hutan di Asia Tengah dan Selatan; Muson yang cenderung kering; turunnya produktifitas hutan dan padang rumput di Asia Tengah; Muson yang cenderung basah; produktifitas hutan dan padang di Asia Tengah meningkat Afrika Produktifitas hutan meningkat di bagian Tengah dan Timur; penurunan curah hujan menurunkan produktifitas ekosistem di Barat dan Selatan Sama dengan skenario pelepasan pada opsi A2 Produktifitas hutan meningkat di bagian Tengah dan Timur; penurunan curah hujan menurunkan produktifitas ekosistem di Barat dan Selatan Fenomena El Niño yang lebih menetap; penurunan produktifitas di sisi Timur dan Selatan Austraiasia Penurunan presipitasi mendorong proses penggurunan; hilangnya ekosistem pada elevasi yang lebih tinggi Sama dengan skenario pelepasan pada opsi A2 Penurunan presipitasi mendorong proses penggurunan; hilangnya ekosistem pada elevasi yang lebih tinggi Sumber: Arnell 2006

2.4 Bencana Akibat Perubahan Iklim

2.4.1 Gangguan Agroklimatologi Kekeringan Perubahan iklim dalam wujud pemanasan global berdampak pada produksi bahan pangan secara langsung – sebagaimana telah dijelaskan di bagian lain dari laporan ini. Salah satunya adalah kecenderungan terjadinya kekeringan. Indonesia, sebagai negara yang terletak di kawasan Asia Tenggara, dipengaruhi oleh telekoneksi keikliman dunia. Untuk kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan, sirkulasi muson menonjol sebagai pengendali iklim dan meskipun sirkulasi ini dikendalikan oleh daur tahunan matahari namun ragam Tugas Mata Kuliah PTT8104 30 Raymond Valiant sirkulasi muson dari tahun ke tahun tidaklah sama, sehingga dikenal tahun muson kuat dan muson lemah. Berdasarkan penelitian pada skala meso, diketahui adanya telekoneksi antara fluktuasi atmosfer dengan ragam oseanik. Peningkatan suhu permukaan air laut di Samudera Pasifik menjadi penyebab dari berkurangnya uap air yang terbawa angin muson ke arah barat Asia Tenggara dan Asia Selatan sehingga presipitasi turun di belahan dunia tersebut; fenomena ini disebut El Niño Tjasyono, 2004. Sedangkan apabila suhu permukaan air laut di Samudera Pasifik menurun mendingin maka terjadi peristiwa sebaliknya, di mana uap air yang terbawa ke barat semakin banyak dan meningkatkan presipitasi di belahan dunia tersebut; fenomena ini disebut La Niña. Dampak dari fenomena El Niño dan La Niña di Samudera Pasifik amat dirasakan di Asia Tenggara, khususnya Indonesia yang dikelilingi oleh lautan sebagai sumber kelembaban di atmosfer. Meskipun masih merupakan wacana, namun telekoneksi keikliman ini telah menjadi media perambatan ancaman dari perubahan iklim global Noordwijk et al, 2014. Bencana kekeringan di Indonesia pada 1972, 1976, 1982, 1991, 1994 dan 1997, dapat dihubungkan dengan fenomena El Niño. Kekeringan ini mengakibatkan penurunan luas area panen. Walaupun terjadi penurunan luas panen, pengaruhnya terhadap salah satu komoditi utama pertanian yakni padi dapat diredam, oleh karena upaya peningkatan produktifitas lahan Tabel 9. Tabel 9 – Penurunan luas area panen akibat bencana kekeringan Pulau 1972 1976 1982 1991 1994 1997 1.000 ha 1.000 ha 1.000 ha 1.000 ha 1.000 ha 1.000 ha Sumatera 56,458 26,661 46,020 17,106 13,597 170,958 Jawa 80,556 187,701 296,902 234,877 338,507 107,971 Bali dan NTT 6,910 6,359 3,449 2,286 3,658 15,801 Kalimantan 18,294 30,899 37,345 16,490 44,391 13,521 Sulawesi 166,525 8,625 89,676 6,350 32,046 34,585 Indonesia 330,407 126,337 393,384 220,838 278,946 352,756 Sumber: Kasyrno et al 2001 dalam Handoko et al 2008 Bencana kekeringan di Indonesia akibat fenomena El-Niño khususnya yang terdeteksi pada kejadian tahun 1982 dan 1997, telah menurunkan luas area panen rata-rata sebesar 3,2 secara nasional. Dampak dari penurunan luas ini terhadap produksi padi tergantung pada perkembangan produktifitas lahan. Beberapa lokasi di Indonesia dapat mempertahankan produktifitas lahannya karena pertanian padi dilakukan pada ekosistem lahan pasang-surut atau lebak di mana air tersedia secara terus-menerus oleh karena faktor topografis, namun di lain pihak terjadi depresi pada produktifitas lahan secara meluas pada kawasan beririgasi. Kenyataan ini dapat dilihat pada dampak kekeringan di Tugas Mata Kuliah PTT8104 31 Raymond Valiant Pulau Jawa, di mana sebagian besar pertanian padi dilakukan pada sistem beririgasi teknis atau semi-teknis, yang justru mengalami penurunan luas panen secara signifikan. 2.4.2 Banjir dan Bencana Fluvial Longsor dan Aliran Rombak Salah satu dampak dari perubahan iklim secara global adalah pergeseran musim dan perubahan intensitas presipitasi. Bila dikaitkan dengan kondisi lahan di beberapa pulau yang telah padat penduduknya – seperti Jawa, Madura dan Bali – maka degradasi lahan berdampak pada aliran permukaan yang terjadi akibat presipitasi. Air yang jatuh sebagai presipitasi umumnya diserap tanah bila keadaannya belum jenuh air dan proses ini disebut infiltrasi. Sebaliknya bila tanah telah mencapai keadaan jenuh maka terjadi air di dalam tanah akan mengalir akibat gaya gravitasi dan proses ini disebut perkolasi. Inilah yang menjadi aliran air tanah. Sementara itu, air yang tidak terserap tanah akan mengalir di permukaan tanah melimpas di permukaan tanah atau surface run-off Subramanya, 1999; Asdak, 2010; Mawardi, 2013. Dalam keadaan di mana limpasan permukaan cukup besar maka dapat terjadi erosi di permukaan tanah, yakni ketika energi kinetik dari air membongkar ikatan butiran tanah sehingga terjadi pelepasan detachment antar butiran tanah. Butiran tanah yang terlepas dari ikatan antar butir akan terbawa aliran air menjadi angkutan sedimen. Peningkatan intensitas hujan dapat menimbulkan dampak pada tanah, menyebabkan terjadinya longsor atau keruntuhan. Tanah dalam keadaan jenuh air tersaturasi atau saturated dapat mengalami keruntuhan yang disebabkan hilangnya kekuatan kapiler atau berkurangnya kohesivitas tanah. Selain itu, kondisi tanah tererosi yang terus menerus terkena limpasan permukaan dapat menyebabkan komponen kekuatan tanah soil properties tidak dapat mempertahankan stabilitas, sehingga muncul longsor. Bencana longsor di Indonesia cukup sering terjadi, tidak saja akibat presipitasi saja, namun juga oleh karena kondisi bentang alam di negeri ini yang cenderung berbukit-bukit dan curam. Untuk memberi gambar selintas, data bencana longsor dan aliran rombak di Indonesia disajikan Tabel 10. Bila terjadi longsoran dan materialnya terbawa oleh aliran air – khususnya ketika limpasan permukaan membesar – maka terjadilah aliran rombak debris flow di sungai atau pematus alam lainnya. Aliran ini memiliki kekuatan yang besar karena terjadi akumulasi momentum dari terbawanya massa materi longsoran mengalir. Tugas Mata Kuliah PTT8104 32 Raymond Valiant Tabel 10 – Gambaran bencana tanah longsor dan aliran rombak di Indonesia Parameter 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Jumlah kejadian 67 36 75 104 46 63 40 31 49 Meninggal orang 38 35 56 153 223 84 180 110 243 Luka-luka orang 8 61 19 58 16 25 91 40 22 Rumah rusak unit 505 468 464 564 390 1.197 1.394 179 532 Rumah hancur unit 84 203 140 273 648 89 59 64 287 Rumah terancam unit 109 804 774 840 810 299 1.605 272 788 Lahan pertanian ha 75 198 69 5.346 91 129 93 169 567 Sumber: Pawitan 2013 Bencana fluvial semacam banjir, tanah longsor dan aliran rombak akhir-akhir ini semakin sering terjadi. Hasil dari mesin pencari berita di internet menunjukkan untuk tahun 2013 ada 822 kejadian banjir dengan jumlah korban yang terkena dampak baik meninggal, mengungsi atau mengalami kerugian material sebesar 617.704 jiwa. Seluruh kerugian akibat banjir diperkirakan setara Rp 41 triliun. Untuk kemudian waktu, bila perubahan iklim menjadi semakin nyata maka kekuatan dampak ini semakin nyata. 2.4.3 Gangguan Meteorofisika Siklon Hubungan antara bencana meteorofisika semacam siklon tropis dengan pemanasan global masih menjadi perdebatan, walau diyakini ada hubungan yang erat di antaranya Elsner et al, 2008; Nguyen et al, 2013. Siklon tropis adalah badai yang menyebabkan kerusakan hebat, disertai hujan lebat, angin kencang puting beliung dan gelombang laut storm surge. Siklon tropis umumnya terjadi pada daerah 5° lintang utara atau lintang selatan dari khatulistiwa; dinamakan hurricane bila terjadi di Samudra Atlantik dan Samudra Pasifik Timur atau typhoon di Samudra Pasifik Barat. Suhu atmosfer bumi yang mengalami kenaikan akibat pemanasan global, akan menaikkan suhu udara di atas permukaan air laut. Hal ini berpengaruh pada pembentukan hurricane atau typhoon oleh karena siklon tropis dapat terbentuk apabila suhu permukaan air laut cukup panas, di atas 26° Celsius dan kelembaban udara pada lapisan bawah cukup tinggi Tyasjono, 2004. Keadaan ini dapat mengakibatkan aliran udara menyebar naik dan menjadi lebih panas daripada suhu atmosfer lingkungan. Penyebaran dan kenaikan udara ini dapat mencapai ketinggian troposfer sekitar 12.000 meter dari pemukaan laut. Untuk daerah yang terletak pada sekitar 5° lintang utara ataupun lintang selatan, siklon terjadi ketika gaya Coriolis lebih besar dari nilai minimum. Gaya Coriolis merupakan fungsi persamaan dari kecepatan angin, kecepatan sudut rotasi bumi α = 7.292 x 10 -5 rad detik -1 dan letak lintang θ. Tugas Mata Kuliah PTT8104 33 Raymond Valiant Oleh karena di daerah khatulistiwa harga θ mendekati nol maka siklon tropis hampir tidak pernah terjadi di daerah khatulistiwa, walau demikian, pengaruh oleh siklon tropis di tempat lain, yang menimbulkan efek angin ribut atau badai. Adapun siklon tropis dapat terjadi dengan tanda-tanda dan tahapan sebagai berikut: − Kecepatan angin meningkat dari keadaan normal menjadi sekitar 20 knotjam 37 kmjam dan berada di dalam satu garis isobar yang sama, ada kemungkinan terjadi depresi tropis. − Bila kecepatan angin meningkat menjadi 34 knotjam 63 kmjam sampai dengan 64 knotjam 118 kmjam dan berada di dalam beberapa garis isobar maka ada kemungkinan depresi tropis berubah menjadi badai tropis. − Bila kecepatan angin meningkat lebih dari 64 knotjam 118 kmjam maka kemungkinan besar akan terjadi siklon tropis. Kenaikan suhu udara rerata di dunia sebesar 0,74°C antara 1906-2005 dan kenaikan suhu udara dalam 50 tahun terakhir yang mencapai 2 kali dari rerata 50 tahun sebelumnya, diketahui berhubungan dengan peristiwa siklon tropis. Emanuel 2007 menemukan, kenaikan suhu udara rerata sebesar 1°C dapat memperbesar kecepatan angin puncak dalam suatu siklon tropis sebesar 5. Bila peristiwa perubahan iklim dihubungkan dengan dinamika dari atmosfer, maka Schmidt et al 2009 menganalisis pada periode 1955-2005 terjadi kenaikan intensitas hurricane di Amerika Serikat, sepanjang Samudera Atlantik dan Pasifik Timur. Fenomena serupa juga diteliti Walsh et al 2012 yang mengamati kejadian siklon tropis di Samudera Pasifik Barat sejak 1972 dan menemukan hubungan antara fenomena perubahan temperatur air laut atau dikenal dengan El Niño Southern Oscillation ENSO di Samudera Pasifik – yang ditenggarai berpeluang semakin meningkat intensitasnya akibat perubahan iklim. Disimpulkan, variabilitas pada perubahan temperatur air laut di Pasifik berperan menumbuhkan siklon tropis. Tugas Mata Kuliah PTT8104 34 Raymond Valiant Gambar 14 – Lokasi terbentuknya siklon tropis pada ketinggian lebih dari 5° lintang utara dan 5° lintang selatan Kerugian yang dialami masyarakat di negara-negara yang terkena siklon tropis ini cukup besar. Untuk rentang 1950-1989, Amerika Serikat mengalami kerugian rerata AS 1,6 miliar per-tahun; angka ini telah berkembang secara dramatis menjadi AS 6 miliar per-tahun pada rentang 1989-1995. Diperkirakan bahwa kerusakan akibat siklon tropis di Amerika Serikat pada 2004-2005 mencapai AS 150 miliar Bjarnadottir, 2011. Tugas Mata Kuliah PTT8104 35 Raymond Valiant

III. Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim