Tugas Mata Kuliah PTT8104 6
Raymond Valiant
antara 0,57°C sampai 0,95°C. Pengaruh dari zona perkotaan dalam menciptakan zona lebih hangat urban heat islands dapat diabadikan, karena
hanya mempengaruhi sebesar 0,006°C per-dekade di atas dan mendekati nol di atas permukaan laut.
Kenaikan suhu ini dapat dipastikan berasal dari ketidakseimbangan jumlah energi yang diserap dan dipantulkan akibat pelepasan radiasi gelombang
panjang yang dipastikan berhubungan erat dengan GRK. Selain aktifitas tersebut masih ada beberapa faktor yang menyebabkan
pemanasan global, seperti dampak letusan gunung berapi. Letusan gunung berapi dapat mengakibatkan peningkatkan kandungan aeorosol di udara
sebagai akibat terlontarnya partikel-partikel piroklastik ke udara khususnya debu. Walau demikian, saat ini dapat dibuktikan secara ilmiah bahwa
pemanasan global yang dialami dunia disebabkan hampir seluruhnya oleh aktifitas manusia.
2.2 Penyebab Perubahan Iklim
2.2.1 Pengaruh Ekstra-Teresterial
Selain radiasi dari matahari, radiasi dari sumber ekstra-teresterial seperti sinar kosmis
juga dapat meningkatkan suhu permukaan bumi. Saat ini sumber energi terbesar yang menggerakan proses konvektif di atmosfer masih berasal dari
matahari. Namun, ada beberapa penyebab astronomis yang dapat meningkatkan radiasi dari matahari dan akhirnya meningkatkan suhu udara
Tjasyono, 2004: −
Perubahan orbit bumi dan sudut sumbu bumi Orbit bumi mengelilingi matahari dari bentuk lingkaran ke elips
menyebabkan perubahan radiasi matahari. Pada saat orbit matahari berbentuk lingkaran jumlah radiasi matahari 20-30 lebih besar
dibandingkan yang diterima pada saat kedudukan bumi terjauh dalam orbit elips posisi uphelion.
Semula bumi mengelilingi matahari dengan sudut sumbu bumi 22,1° terhadap bidang ekliptika namun sekarang sudah menjadi 23,5°. Hal ini
menyebabkan perubahan luas permukaan bumi yang menghadap matahari dan mengubah intensitas radiasi juga.
− Noda matahari sun-spot
Matahari adalah bola gas yang menyala karena proses fisi atom. Suhu matahari berkisar 4.000°K dan beberapa area memiliki suhu yang lebih
tinggi, sekitar 6.000°K. Dalam keadaan ini, timbul berbagai ledakan di permukaan dan di dalam matahari yang mengubah suhu. Pada
Tugas Mata Kuliah PTT8104 7
Raymond Valiant
permukaan matahari terdapat bagian yang bersuhu lebih dingin dan berwarna lebih gelap, disebut noda matahari sun-spot.
Jumlah noda matahari ini berubah-ubah, mengikuti pola 11-tahunan, 22- tahunan daur Hale dan 80-tahunan daur Gleisberg. Perubahan noda
matahari atau perubahan suhu matahari ini menimbulkan perubahan medan magnet bumi dan mempengaruhi sistem peredaran atmosfer.
2.2.2 Aktifitas Kebumian
Letusan gunung berapi adalah salah satu penyebab perubahan iklim, oleh karena lontaran produk vulkanis ke udara dalam bentuk aerosol menyebabkan
perubahan sifat atmosfer yang mempengaruhi perpindahan energi. Sejumlah letusan besar di dunia ini telah dikaitkan dengan perubahan iklim di masa lalu,
seperti letusan Gunung Toba Purba, Krakatau dan Tambora. Dampak dari letusan ini cukup besar namun tidak bersifat masif dan menyeluruh seperti
halnya dampak GRK. Salah satu contoh yang terdokumentasi dengan baik adalah dampak ledakan
Gunung Agung +3.031 m pada 17 Maret dan 16 Mei 1963. Ledakan gunung api tipe strato-volcano ini menghamburkan produk piroklastik ke udara,
melepas awan panas nuées ardentes d’explosion
, lahar lava dan akhirnya aliran lahar dingin yang menimbulkan korban harta-benda dan jiwa Zen
Hadikusumo, 1964; Self Rampino, 2012.
Sumber: Tjasyono 2004
Gambar 1 – Dampak letusan Gunung Agung 1963 pada suhu udara di atmosfer
Akibat kedua letusan ini kolom asap dan produk piroklastik masing-masing setinggi 26 km dan 20 km menimbulkan halangan pada sinar matahari
sehingga menurunkan suhu udara sebesar 0,5°C di permukaan bumi, namun meningkatkan suhu di troposfer maupun stratosfer sebesar 7°C selama kurang
lebih 4 tahun. Penelitian Toon Pollack 1980 tersebut menunjukkan dampak dari aerosol di udara pada perpindahan energi akibat radiasi sinar matahari
Tyasjono, 2004.
Tugas Mata Kuliah PTT8104 8
Raymond Valiant
2.2.3 Aktifitas Manusia
Gas rumah kaca GRK yang dihasilkan oleh aktifitas manusia dikhawatirkan menjadi penyumbang terbesar terhadap efek rumah kaca dan pemanasan
global yang menjadi konsekuensinya IPCC, 2007 termasuk di Indonesia PEACE, 2007.
Sumber pelepas GRK terbesar di dunia adalah Amerika Serikat, kedua Cina dan ketiga Indonesia. Adapun Indonesia melepaskan GRK setara 3,01 Gt-CO
2
tahun
-1
basis survei 2005; di mana sekitar 78 gas-gas tersebut berasal sektor kehutanan yang berhubungan dengan pembukaan dan pembakaran
hutan, perubahan fungsi hutan menjadi lahan monokultur kelapa sawit serta kegiatan perladangan lainnya PEACE, 2007.
Sumber: PEACE 2007
Gambar 2 – Perbandingan pelepasan GRK dari sektor energi, pertanian, kehutanan dan sampah untuk 6 negara
Sumber gas rumah kaca dari ulah-perbuatan manusia berasal dari: 1 sektor transportasi; 2 industri; 3 pembuangan sampah; dan 4 perubahan tata
guna lahan. 1
Energi dan transportasi Pada kota-kota besar, terutama lalu lintas yang padat dan memiliki kegiatan
industrinya, dapat dipastikan lingkungan udaranya tercemar. Pencemaran tersebut disebabkan oleh adanya komponen pencemar udara, berupa: karbon
monoksida CO, nitrogen oksida NO
x
, belerang oksida SO
x
, hidrokarbon HC dan partikel aerosol lainnya.
Komponen tersebut di atas dapat mencemari udara secara terpisah ataupun bersama-sama. Kuantitas komponen pencemar tersebut tergantung pada
intensitas aktifitas manusia. GRK yang paling dominan adalah karbon dioksida CO
2
.
Tugas Mata Kuliah PTT8104 9
Raymond Valiant
Kandungan CO
2
di udara sebelum revolusi industri di Eropa dekade 1860-an diperkirakan 283 bagian per-seribu parts per-million atau PPM telah
meningkat pada 2005 menjadi 350 ppm. Kandungan CO
2
pada 2005 ini melampaui kandungan
serupa yang terjadi secara alamiah dalam rentang 650.000
tahun terakhir, sebagaimana dibuktikan
dari penelitian
terhadap contoh es dari kutub. Penyebab utama dari kandungan CO
2
yang tinggi ini adalah pelepasan dari pembakaran bahan bakar fosil, pembukaan lahan dan kegiatan lainnya IPCC,
2007.
Sumber: Quéré et al 2013
Gambar 3 – Pelepasan CO
2
GRK di atmosfer
Perkiraan lepasan CO
2
dunia akibat pembakaran bahan bakar fosil telah berkembang dari 6.4 giga-ton-karbon GtC tahun
-1
pada dekade 1990-an menjadi 9,5 GtC pada 2012 naik 55. Pada 2013 diperkirakan lepasan CO
2
akan setara dengan 9,9 GtC tahun
-1
Quéré et al, 2013. Jika 1 GtC setara dengan 3,67 giga-ton-karbon-dioksida GtCO
2
maka pelepasan pada 2013 tersebut adalah sebesar 36,27 GtCO
2
tahun
-1
. GRK di dunia ini utamanya berupa CO
2
yang berasal dari pembakaran batubara 43, minyak bumi 33, gas 18, proses produksi semen 5
dan lain-lain pembakaran 1. Pelepasan terbesar saat ini dari pembakaran batubara telah mencapai 4,1 GtC tahun
-1
dan pada 2004 melampaui pelepasan dari pembakaran minyak bumi.
Kotak 1 – Satuan Kandungan CO
2
1 Giga-ton Gt = 1 miliar ton 1×10
9
ton = 1×10
15
gram = 1 Peta-gram Pg 1 kg karbon C = 3.664 kg karbon dioksida
CO
2
1 GtC = 3.664 miliar ton CO
2
= 3.644 Gt-CO
2
= 3.664 Pg-CO
2
Tugas Mata Kuliah PTT8104 10
Raymond Valiant
Sumber: Quéré et al 2013
Gambar 4 – Pertumbuhan CO
2
GRK di atmosfer dari bahan bakar fosil dan produksi semen
Pembakaran dari batubara, minyak bumi maupun gas, menghasilkan gas CO yang berubah menjadi gas CO
2
bila bertemu dengan oksigen yang banyak terdapat di atmosfer bumi dengan mengikuti reaksi:
2 CO + O
2
→ 2CO
2
→ gas rumah kaca
Sektor energi dan transportasi pada saat ini kebanyakan menggunakan bahan bakar fosil batubara dan minyak bumi. Artinya, pemakaian bakar fosil
merupakan sumber pencemaran udara. Pemakaian bahan bakar fosil berarti juga ikut menaikkan jumlah pelepasan gas rumah kaca. Prosentase komponen
pencemar udara yang bersumber dari transportasi adalah sebagai berikut:
Tabel 1 - Komponen Pencemar di Sektor Transportasi No.
Komponen Pencemar Prosentase
1 CO
70,5 2
NO
x
8,9 3
SO
x
0,9 4
HC 18,3
5 Partikel
1,4 Sumber: Wardhana 2010
Prosentase komponen pencemar udara yang tertera pada Tabel 1 tersebut di atas menggunakan asumsi bahwa pembakaran yang terjadi pada mesin
penggerak transportasi kendaraan bermotor memenuhi persyaratan teknis yang mendekati pembakaran sempurna. Bila mesin pembakaran tadi tidak
memenuhi persyaratan teknis yang baik, persentase tersebut dapat berubah. Selain dari CO
2
maka GRK lain yang ikut membahayakan dunia adalah gas metana CH
4
. Penelitian konsentrasi gas tersebut menggunakan inti es dari kutub menunjukkan peningkatan kandungan gas tersebut dari zaman pra-
industri sebelum 1860-an yang hanya sebesar 715 bagian-per-miliar atau
Tugas Mata Kuliah PTT8104 11
Raymond Valiant
parts per-billion disingkat ppb menjadi 1.774 ppb pada 2005. Konsentrasi gas methana pada 2005 melampaui kandungan serupa yang terjadi secara alamiah
dalam rentang 650.000 tahun terakhir IPCC, 2007. 2
Industri Sudah terbukti bahwa aktivitas industri dapat menaikkan tingkat kesejahteraan
masyarakat karena aktivitas ini menyerap banyak tenaga kerja sehingga dapat mengurangi angka pengangguran. Selain itu, aktivitas industri juga telah ikut
menaikkan nilai tambah bahan barang mentah menjadi bahan barang jadi. Aktivitas industri berdampak sangat luas terhadap perekenomian suatu negara
sehingga banyak negara di dunia berusaha meningkatkan keselahteraan rakyatnya melalui pengembangan industri, termasuk Indonesia.
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, aktivitas industri termasuk kegiatan yang dapat menambah jumlah pelepasan gas rumah kaca. Bagian ini
akan memaparkan kaftan antara aktivitas industri dengan peningkatan gas rumah kaca. Semua aktivitas industri yang melibatkan penggunaan bahan
bakar fosil batubara, minyak bumi dan gas bumi, terutama sebagai bahan bakar pembangkit tenaga listrik yang diperlukan dalam industri, dapat di-
pastikan akan ikut menambah pelepasan gas rumah kaca. Pembentukan gas rumah kaca dalam proses ini sama dengan yang terjadi pada alat transportasi,
yaitu: 2C
x
H
x
+ 2x+0,5y O
2
→ 2xCO
2
+ yH
2
O Reaksi tersebut terjadi pada proses pembakaran sempurna. Pada pembakaran
tak sempurna reaksi yang terjadi mengikuti persamaan berikut: 2C
x
H
y
+ x+0,5yO
2
→ 2xCO + yH
2
O Gas CO yang terbentuk akan bereaksi dengan oksigen yang ada di udara
lingkungan menjadi gas CO
2
dengan mengikuti reaksi berikut: 2CO + O
2
→ 2CO
2
gas rumah kaca jadi, melalui pembakaran sempurna maupun tak sempurna, bahan bakar fosil
akan terbakar dan menghasilkan gas CO
2
yang merupakan gas rumah kaca. Aktivitas industri yang melibatkan pemakaian bahan bakar fosil secara nyata
memang telah ikut menaikkan konsentrasi gas karbon dioksida CO
2
di atmosfer bumi. Kenaikan tersebut sudah ditengarai sejak revolusi industri
melanda Eropa, ketika pemakaian bahan bakar fosil pada saat itu meningkat tajam. Sebelum revolusi industri, selama 8.000 tahun, kenaikan konsentrasi
CO
2
hanyalah sebesar 10 ppm akibat hal alamiah. Sebelum revolusi industri sebelum 1860-an konsentrasi CO
2
di udara sekitar 280 ppm, pada akhir 1980 telah menjadi 340 ppm, dan pada 2005 telah
Tugas Mata Kuliah PTT8104 12
Raymond Valiant
meningkat menjadi 379 ppm IPCC, 2007. Kelajuan dari peningkatan konsentrasi CO
2
1995-2005 mencapai 1,9 ppm tahun
-1
jika dibandingkan kenaikan pada 1960-2005 sebesar 1,4 ppm tahun
-1
. Selain yang tersebut di atas, aktivitas industri yang banyak melibatkan
penggunaan senyawa CFC klorofluoro-karbon juga berpotensi menimbulkan efek rumah kaca. Aktivitas industri yang banyak menggunakan senyawa CFC
adalah industri refrigerasi, freezer, kulkas, pendingin ruangan air conditioner. Selain sebagai refrigerant, CFC juga dipakai sebagai gas pendorong senyawa
kimia yang akan disemprotkan tanpa menggunakan pompa. Contoh penggunaan CFC sebagai gas pendorong terlihat pada parfum semprot,
pewangi ruangan, penyemprot rambut hair spray dan cat semprot. Perlu diketahui bahwa gas CFC tidak mudah terurai bila terlepas ke atmosfer,
sehingga bisa sampai ke lapisan stratosfer. Selain bersifat sebagai gas rumah kaca, gas CFC juga bersifat merusak lapisan ozon yang berakibat pada timbul
lubang ozon atau ozone hole. Lapisan ozon adalah lapisan pelindung bumi terhadap benda–benda luar angkasa yang jatuh ke bumi dan radiasi sinar
ultraviolet yang dipancarkan oleh matahari. Apabila lapisan ozon rusak, muncul lubang ozon karena lapisan ozon termakan oleh gas CFC. Fungsi lapisan ozon
sebagai pelindung bumi pun hilang. Sinar ultraviolet akan menerobos atmosfer bumi dan terus sampai ke bumi sehingga menambah sirkulasi energi
meningkatkan suhu udara. Adapun lubang ozon terbentuk karena reaksi foto dekomposisi oleh energi sinar
ultraviolet sebagai berikut Wardhana, 2010: Cl
2
F
2
C + sinar ultraviolet → ClF
2
C + Cl radikal 1
O
3
ozon + Cl radikal → ClO + O
2
2 ClO + 0,5O
2
→ Cl + O
2
3 Reaksi 2 tersebut di atas adalah reaksi terjadinya lubang ozon yang
meloloskan sinar ultraviolet menembus atmosfer bumi sehingga bumi menjadi panas. Selanjutnya, pada reaksi 3 tersebut di atas adalah reaksi ikutan yang
menghasilkan atom Cl yang termasuk ke dalam kelompok halogen yang bersifat reaktif. Dalam kelompok halogen, reaktivitas atom Cl cukup tinggi,
menempati urutan kedua setelah reaktivitas atom fluor. Ada kemungkinan bahwa atom Cl yang reaktif tersebut akan semakin reaktif saat terkena sinar
ultraviolet karena atom Cl berubah menjadi radikal Cl seperti yang terjadi pada reaksi 1. Reaksi kerusakan lapisan ozon akan berlanjut sebagai berikut:
Cl + sinar ultraviolet → Cl 4
O
3
+ Cl →
O
2
+ ClO 5
Tugas Mata Kuliah PTT8104 13
Raymond Valiant
Reaksi 5 tersebut di atas adalah reaksi kerusakan lapisan ozon tahap kedua, sedangkan kerusakan lapisan ozon tahap ketiga diakibatkan adanya nitrogen
oksida dalam lapisan atmosfer. Reaksi kerusakan lapisan ozon tahap ketiga didahului oleh reaksi foto dekomposisi oleh energi sinar ultraviolet terhadap
ozon itu sendiri. Reaksi tahap ketiga adalah sebagai berikut: O
3
+ sinar ultraviolet → O
2
+ O 6
Kemudian, atom O yang terbentuk pada reaksi 6 akan bereaksi lebih lanjut dengan molekul C1O, sebagai berikut:
C1O + O →
Cl + O2 8
Cl + O
2
→ C1O + O2
9 O + O
2
→ 2O
3
10 Reaksi 9 sebenarnya adalah reaksi pembentukan ozon alamiah, tetapi hanya
bersifat sementara karena ozon yang baru terbentuk akan bereaksi lagi: C1O + NO → Cl + NO
2
10 O
3
+ Cl →
ClO + O
2
11 O
3
+ NO →
NO
2
+ O
2
12 Reaksi 12 adalah kerusakan lapisan ozon tahap ketiga, yaitu reaksi adanya
NO di atmosfer yang dipicu oleh keberadaan CFC yang terlepas ke lapisan stratosfer bumi.
Pada saat ini lubang ozon telah tampak di atas Kutub Selatan yang menyebabkan suhu udara Kutub Selatan lebih hangat dari sebelumnya.
Akibatnya, sebagian es mencair dan banyak pulau es yang hilang karena pencairan tersebut. Lubang ozon di atas Kutub Selatan pada saat ini makin
besar dan mulai bergerak ke arah khatulistiwa. Bila tidak ada usaha menghentikan pergerakan lubang ozon yang makin besar dan menuju ke arah
utara tersebut maka negara-negara yang berada di katulistiwa, termasuk Indonesia, akan terpapar pada risiko pemanasan global yang lebih besar.
Walaupun pada saat ini penggunaan CFC sudah dilarang namun masih banyak industri yang menggunakan dengan nama dagang yang lain untuk kepentingan
sendiri. Senyawa CFC memiliki nama dagang freon. Senyawa kimia lain yang mempunyai fungsi sama dengan CFC atau CFC-12 atauC1
2
F
2
C adalah sebagaimana pada Tabel 2.
Pemakaian senyawa CFC dan sejenisnya di dunia cukup banyak, dapat mencapai ratusan ribu ton per tahunnya, sehingga kemungkinan terlepas ke
atmosfer cukup besar. Kalau tidak dikendalikan, pemakaian CFC jelas merupakan ancaman terhadap kerusakan lapisan ozon. Waktu tinggal
Tugas Mata Kuliah PTT8104 14
Raymond Valiant
senyawa-senyawa tersebut bila terlepas ke atmosfer dan perkiraan pelepasan senyawa tersebut terlepas ke atmosfer antara lain dapat dilihat pada Tabel 2 di
atas.
Tabel 2 – Kombinasi senyawa CFC yang merusak ozon No
Nama Senyawa Kimia Rumus
Molekul Waktu
Tinggal Pelepasan
tahun 10
3
ton thn
-1
1 Karbon tetra klorida
CCl
4
67 66
2 Klorofluoro karbon CFC 11
CC1
3
F 76
238 3
Klorofluoro karbon CFC 12 CC1
2
F
2
139 412
4 Klorofluoro karbon CFC 113
C
2
C1
3
F
3
92 138
5 Klorofluoro karbon CFC 114
C
2
C1
2
F
4
6 Klorofluoro karbon CFC 115
C
2
ClF
5
7 Halon-1211
CBrCIF
2
12 3
8 Holon-1301
CBrF
3
101 3
9 Holon-2401
C
2
Br
2
F
4
10 Hidrokloro fluoro karbon-123
CHCl
2
CF
3
11 Hidrokloro fluoro karbon-141b
CH
3
CC1
2
F 12
Hidro kloro fluoro karbon-22 CHCIF
2
13 Metil kloroform
CH
3
CCl
3
8 474
Sumber: Wardhana 2010
Adapun industri yang banyak melibatkan penggunaan CFC dan sejenisnya antara lain adalah seperti yang tercantum pada Tabel 3 berikut ini:
Tabel 3 - Produk industri dan senyawa yang digunakan No
Proses Aerobik Proses Anaerobik
1 Elektronika
CFC-11, CFC-12, CFC-113 2
Plastik CFC-11
3 Pendingin AC
CFC-12 4
Pelarut kimia Metil kloroform
5 Binatu kering
CFC-113 6
Karet busa CFC-11
7 Parfum
CFC-11 , CFC-12 8
Pemadam api Holon-1211, Holon-1301, Metil kloroftorm
9 Cat semprot
CFC-11, CFC-12 10
Semprot rambut CFC-1 I , CFC-12
Sumber: Wardhana 2010
Mengingat akan hal ini, pemakaian CFC dan sejenisnya harus dihentikan dengan cara mencari senyawa pengganti yang ramah dan aman terhadap
lingkungan. Kesepakatan pengurangan dan penghentian pemakaian CFC ini telah disepakati bersama oleh negara-negara industri, berdasarkan
kesepakatan internasional yang diadakan di Montreal, Kanada pada tahun 1986. Dalam kesepakatan tersebut diharapkan penurunan produksi sampai
20 dicapai pada tahun 1993, kemudian penurunan produksi sampai dengan 30 dicapai pada tahun 1998.
Tugas Mata Kuliah PTT8104 15
Raymond Valiant
Sejauh ini, pelepas GRK penyebab pemanasan global berasal dari kegiatan industri di negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Perancis,
Ukraina, Cina, Jepang, dan India Tabel 4 namun apabila persoalan perubahan tata guna lahan dimasukkan sebagai sumber GRK maka Indonesia
dan Brazil akan masuk dalam peringkat 3 dan 4 dari pelepas GRK terbesar dunia.
Tabel 4 – Daftar 10 negara dengan peringkat pelepasan GRK di dunia No
Nama Negara GRK
Nisbah Per-Kapita
Mt-CO
2
t-CO
2
1 Amerika Serikat
230.200,80 26,4
791,60 2
Uni Eropa 25 187.773,90
21,5 411,60
3 Cina
83.515,60 9,6
64,80 4
Federasi Rusia 81.779,0
9,4 565,60
5 Jerman
49.946,20 5,7
605,10 6
Jepang 41.057,30
4,7 321,80
7 Inggris
31.415,70 4,7
527,30 8
India 22.098,00
2,5 20,80
9 Ukraina
21.722,20 2,5
454,30 10
Perancis 19.854,90
2,3 330,80
Sumber: Wardhana 2010
Kesungguhan usaha pengurangan dan penghentian produksi CFC dan senyawa sejenis perlu mendapat perhatian semua negara industri. Untuk itu,
salah satu badan PBB yaitu UNEP United Nation Environment Program melalui kesepakatan London, Inggris, tahun 1991, telah menyetujui
pengurangan produksi sampai dengan 50 pada 1995 dan sampai dengan 85 pada 1997. Sangat diharapkan pada awal abad ke-21 ini, tidak ada lagi
negara industri menggunakan CFC sehingga dunia benar-benar bebas CFC. 3
Pembuangan Sampah Metoda pembuangan sampah saat ini lebih tertuju pada masalah kebersihan
dan estetika lingkungan, belum memikirkan masalah dampak yang timbul akibat proses pembusukan sampah. Tanpa pengelolaan yang baik, sampah
yang pada umumnya beratal dari limbah organik yang merupakan antropogenic waste akan mengalami degradasi dan terurai menjadi gas urethan CH
4
. Gas CH
4
merupakan gas rumah kaca yang bisa menyebabkan timbulnya efek rumah kaca yang berpotensi menjadi penyebab pemanasan global.
Mekanisme peruraian sampah yang berasal dari limbah organik menjadi gas CH
4
mirip dengan proses pembusukan sampah secara alamiah, yaitu melalui peruraian anaerobik:
Tugas Mata Kuliah PTT8104 16
Raymond Valiant
dekomposisi sampahlimbah organik → gas CH
4
+ gugus NH
3
amine anaerobik
timbul bau busuk CH
4
= gas rumah kaca Selain menghasilkan gas CH
4
, pembuangan sampah akhir yang hanya memikirkan kebersihan dan estetika lingkungan, juga menghasilkan gugus
amine yang menimbulkan bau busuk. Bau busuk justru akan merusak estetika dan kenyamanan lingkungan. Oleh karena itu, pembuangan sampah harus
ditinjau kembali dengan menggantinya menggunakan sistem konversi agar tidak ada gas CH
4
dan gugus amine yang terlepas ke atmosfer. Sampah limbah organik yang beratal dari aktivitas manusia atau antropogenic waste
bisa diproses dengan sistem konversi tersebut. Apabila sampahlimbah organik terurai secara anaerobik, gas rumah kaca yang
dihasilkan berupa CH
4
. Adapun sampahlimbah organik yang terurai secara aerobik akan menghasilkan gas rumah kaca berupa CO
2
. Perbedaan antara proses peruraian secara anaerobik dan secara aerobik adalah sebagai berikut:
Tabel 5 - Proses aerobik dan anaerobik dalam peruraian sampah
No Proses Aerobik
Proses Anaerobik 1
C→CO
2
gas rumah kaca C→CH
4
gas rumah kaca 2
N→NH
3
+ HNO
3
N→gugus NH
3
amine 3
S→H
2
SO
4
S→H
2
S 4
P→H
3
PO
4
P→PH
3
+ komponen fosfor Sumber: Wardhana 2010
Peruraian sampahlimbah organik, baik melalui proses aerobik maupun melalui proses anaerobik, keduanya sama-sama menghasilkan gas rumah kaca. Dari
kedua proses peruraian tersebut maka proses yang relatif lebih baik adalah peruraian melalui proses aerobik, dengan alasan sebagai berikut:
− Pada proses anaerobik gas rumah kaca yang dihasilkan adalah CH
4
yang mempunyai potensi penyebab efek rumah kaca lebih kuat dari pada gas
CO
2
yakni hampir 21 kali lipat; −
Pada proses anaerobik timbul gugus NH
3
gugus amine yang berbau anyir amis dan gas H
2
S yang berbau busuk. Atas dasar kedua alasan tersebut di atas peruraian sampahlimbah organik
yang sudah terjadi melalui proses aerobik dijaga agar tidak berubah menjadi peruraian melalui proses anaerobik, dengan cara mengontrol asupan oksigen
untuk untuk terjadinya proses aerobik.
Tugas Mata Kuliah PTT8104 17
Raymond Valiant
4 Perubahan Tata Guna Lahan
Perubahan tata guna lahan dan pemanasan global merupakan dua persoalan yang saling berkaitan serta menimbulkan gangguan berupa ketidakpastian
pada kehidupan manusia dalam jangka panjang Wang et al, 2012. Perubahan tata guna lahan yang umumnya berlanjut kepada degradasi lahan dan
kerusakan hutan, adalah bahaya terhadap kehidupan manusia secara keseluruhan GLP, 2005; Tschakert dan Dietrich, 2010.
Secara umum, pertambahan pelepasan GRK yang dihubungkan dengan perubahan tata guna lahan terhadap dekade 1990-an, adalah setara 0,5-2,7
GtC tahun
-1
dengan rerata 1,6 GtC tahun
-1
IPCC, 2007. Walau demikian, data tahun 2003-2012 menunjukkan pelepasan GRK dari perubahan tata guna lahan
adalah 0,8 GtC dengan standar deviasi 0,5 GtC. Data ini juga mengindikasikan penurunan pelepasan CO
2
dari perubahan tata guna lahan Quéré et al, 2013. Perkecualian dalam pelepasan GRK terjadi pada 1998-1999 ketika terjadi
kebakaran lahan gambut di Indonesia.
Sumber: Quéré et al 2013
Gambar 5 – Pelepasan CO2 dari pembukaan lahan
Indonesia melepas sekitar 0,347 Gt-CO
2
tahun
-1
dari sumber industri sehingga menempati kedudukan nomor 16 di dunia Baumert et al, 2005; bila ditambah
GRK di luar CO
2
maka lepasannya menjadi 0,505 Gt-CO
2
tahun
-1
namun bila digabung dengan pelepasan GRK karena perubahan tata guna lahan dan hutan
maka jumlah lepasannya menjadi 3,07 Gt-CO
2
tahun
-1
PEACE, 2007. Kementerian Kehutanan pada 2006 menghitung luas hutan di Indonesia adalah
1.879.130 km
2
berdasarkan analisis terhadap citra satelit Landsat TM tahun 2005. Namun sekitar 740.000 km
2
berada dalam keadaan terdegradasi atau rusak. Bank Dunia pada tahun 2000 sudah memperkirakan laju pengurangan
hutan di Indonesia mencapai 2 juta ha tahun
-1
. Dapat dipastikan dari gambaran ini perubahan tata guna lahan dan hutan masih memberi sumbangsih yang
berarti pada pemanasan global PEACE, 2007.
Tugas Mata Kuliah PTT8104 18
Raymond Valiant
2.3 Dampak Perubahan Iklim