17
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Bahan dan Alat
Isolat bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat Bacillus licheniformis
MB-2 yang merupakan koleksi Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia PAU-IPB. Bahan-bahan yang digunakan antara lain tepung kitin
rajungan Cirebon, NaOH, HCl pekat, glass wool, akuades, koloidal kitosan, K
2
HPO
4
, KH
2
PO
4
, MgSO
4
, ekstrak khamir, casiton, bacto agar, gelrite, ammonium sulfat teknis, 0.05 M buffer fosfat pH 6, soluble chitosan,
glukosamin, pereaksi Schales, air bebas ion, BSA, Bradford reagent, kantung dialisis, EDTA, NaHCO
3
, Sephadex G-100, buffer elektroforesis, buffer sampel, larutan fiksasi, etanol, larutan enhancer, akuabides, larutan silver
nitrat, larutan destaining, Marker LMW, buffer sitrat, buffer asetat, buffer fosfat-sitrat, buffer Na-fosfat, buffer tris-Cl, dan buffer universal.
Peralatan yang digunakan adalah peralatan yang terdapat pada Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia PAU-IPB antara lain neraca
analitik, sudip, penangas air, oven, corong gelas, bunsen, laminar flow, jarum ose, kapas, cawan petri, inkubator suhu 55
C, pH meter, pH indikator, autoclave
, shaker waterbath suhu 55 C, alat sentrifugasi dingin, magnetic
stirrer , eppendorf, tips, pipet mikro, alat vorteks, tabung reaksi,
spektrofotometer visible, freeze dryer, kolom kromatografi, alat vakum Millipore, alat pemampung fraksi fraction collector, peralatan
elektoforesis, dan peralatan gelas lainnya.
B. Metode 1. Pembuatan Tepung Kitosan Kolodziejska
et al., 2000
Tepung kitin rajungan Cirebon dicampurkan dengan larutan NaOH 50 dengan perbandingan 1:20 lalu dipanaskan pada 100
C selama 1 jam. Setelah itu, dilakukan pencucian dengan air sampai mencapai pH netral.
Tepung tersebut kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven suhu 60
C selama 2 hari sehingga diperoleh tepung kitosan.
18
2. Pembuatan Koloidal Kitosan Arnold dan Solomon, 1986
Tepung kitosan dicampurkan dengan HCl pekat dengan perbandingan 1:20 lalu didiamkan selama semalam di cool room. Larutan
tersebut difiltrasi dengan glass wool lalu ditambahkan air dingin sebanyak 10 kali berat tepung kitosan. Filtrat yang diperoleh kemudian dinetralkan
pH-nya dengan larutan NaOH 12 N. Larutan tersebut disaring di cool room
lalu dibilas dengan 50 ml air dingin. Koloidal kitosan yang diperoleh disimpan pada suhu dingin.
3. Penyegaran Kultur
Penyegaran kultur dilakukan dengan mengambil 1-2 ose isolat Bacillus licheniformis
MB-2 dari kultur persediaan gliserol lalu digoreskan pada media thermus padat dan diinkubasi pada inkubator suhu 55
C selama 5 hari. Aktivitas enzim kitosanase ditandai dengan adanya areal
bening di sekitar koloni bakteri. Media thermus padat yang digunakan adalah 1.0 koloidal kitosan, 0.7 K
2
HPO
4
, 0.3 KH
2
PO
4
, 0.5 MgSO
4
, 0.25 ekstrak khamir, 0.25 casiton, 1.5 bacto agar, dan 0.4 gelrite
pH 6 Chasanah, 2004.
4. Pembuatan Kultur Starter
Pembuatan kultur starter dilakukan dengan menginokulasikan 1-2 ose koloni bakteri yang menunjukkan aktivitas enzim kitosanase ke dalam
150 ml media thermus cair lalu diinkubasi pada shaker waterbath suhu 55
C selama 24 jam dengan kecepatan agitasi 120 rpm. Media thermus cair yang digunakan berdasarkan pada Park et al. 1999, yaitu 0.4
koloidal kitosan, 0.7 K
2
HPO
4
, 0.3 KH
2
PO
4
, 0.5 MgSO
4
, 0.25 ekstrak khamir, dan 0.25 casiton pH 7.
5. Produksi Enzim Kitosanase Chasanah, 2004
Kultur starter sebanyak 15 ml dimasukkan ke dalam 85 media thermus
cair lalu diinkubasi pada shaker waterbath suhu 55 C selama 7
hari dengan kecepatan 120 rpm. Media yang digunakan untuk produksi
19 enzim kitosanase sama dengan media yang digunakan untuk pembuatan
kultur starter. Setelah ditumbuhkan dalam media thermus cair selama 7 hari, sel
bakteri dan sisa-sisa media yang tidak larut dipisahkan dengan cara sentifugasi pada 4
C selama 20 menit dengan kecepatan 10000 rpm. Supernatan bebas sel yang diperoleh kemudian ditambah ammonium sulfat
pada tingkat kejenuhan 80. Penambahan ammonium sulfat dilakukan secara perlahan-lahan pada suhu dingin sambil di-stirrer. Setelah itu,
supernatan disimpan selama semalam di cool room. Endapan yang berisi enzim dan beberapa jenis protein lainnya dipisahkan dengan cara
sentrifugasi pada 4 C selama 20 menit dengan kecepatan 10000 rpm.
Endapan tersebut kemudian dilarutkan dalam 0.05 M buffer fosfat pH 6 untuk menjadikan volume larutan sebanyak 8 ml. Larutan enzim yang
diperoleh disebut enzim kasar crude enzyme.
6. Dialisis
Dialisis dilakukan dengan menggunakan kantung selofan yang merupakan turunan membran selulosa dengan cutoff 12000 Dalton.
Kantung dialisis dipotong sesuai kebutuhan kemudian direbus dalam larutan EDTA dan NaHCO
3
selama 10 menit. Setelah dididihkan selama 10 menit, larutan tersebut dibuang dan kantung dialisis direbus kembali
dengan air bebas ion selama 10 menit sebanyak 2 kali. Proses dialisis dilakukan dengan memasukkan crude enzyme sebanyak 4 ml terhadap
kantung tersebut. Setelah itu, kedua ujung kantung diikat dengan benang kasur. Dengan posisi menggantung, kantung tersebut dimasukkan ke
dalam wadah yang berisi 0.025 M buffer fosfat pH 6. Selanjutnya, kantung dialisis di-stirrer selama semalam di cool room.
7. Freeze Dry
Freeze dry bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi protein dan
aktivitas enzim. Sebelum freeze dry dilakukan, enzim hasil dialisis sebanyak 3 ml dibekukan terlebih dahulu dalam freezer selama semalam.
20 Enzim yang telah beku kemudian dimasukkan ke dalam tabung dan siap
untuk di-freeze dry. Freeze dry dilakukan sampai volume larutan enzim yang tersisa ±
2 3
dari volume larutan enzim mula-mula ± 2 ml.
8. Pemurnian Enzim Kitosanase Haliza, 2003
Pemurnian enzim kitosanase dilakukan pada suhu dingin. Enzim hasil freeze dry digunakan untuk pemurnian. Enzim ini dimurnikan dengan
menggunakan kromatografi filtrasi gel. Matriks yang digunakan untuk kromatografi filtrasi gel adalah Sephadex G-100. Matriks ini terlebih
dahulu harus dikembangkan swelling sebelum digunakan. Swelling dilakukan dengan merendam Sephadex G-100 dalam akuades pada suhu
dingin selama 3 hari. Setelah itu, gel tersebut divakum dengan menggunakan Millipore untuk menghilangkan gelembung-gelembung
udara yang dapat mengganggu pemurnian. Kolom yang akan digunakan untuk pemurnian harus dibilas terlebih dahulu menggunakan akuades dan
air bebas ion. Matriks dimasukkan secara perlahan ke dalam kolom sambil disetimbangkan dengan 0.05 M buffer fosfat pH 6. Matriks tersebut
dibiarkan memadat selama semalam. Enzim hasil freeze dry sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam kolom. Elusi dilakukan dengan buffer yang sama.
Fraksi dikumpulkan dengan menggunakan fraction collector setiap 100 drop
. Setiap fraksi yang ditampung diukur aktivitas enzim kitosanase dan konsentrasi protein.
9. Elektroforesis SDS-PAGE Edelstein dan Bollag, 1991
Persiapan awal yang perlu dilakukan dalam elektroforesis adalah pembuatan gel. Metode yang digunakan dalam pembuatan gel adalah
metode Edelstein dan Bollag 1991. Komposisi gel SDS-PAGE dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 . Komposisi gel SDS-PAGE
Bahan Separating gel
8 Stacking gel
4 Larutan A
Larutan B 2.7 ml
2.5 ml 0.67 ml
-
21 Larutan C
Akuabides APS 10
TEMED -
4.8 ml 50 µl
5.0 µl 1.25 ml
3.0 ml 50 µl
5.0 µl Bahan untuk separating gel dicampur satu persatu dengan
memasukkan TEMED pada akhir campuran. Larutan tersebut diaduk dan dipipet perlahan ke dalam plate kaca sampai 1.5 cm dari permukaan kaca
lalu didiamkan sekitar 15-20 menit. Dalam proses ini diusahakan agar tidak terbentuk gelembung udara. Setelah gel memadat, campuran stacking
gel dipipet perlahan ke dalam plate kaca lalu dengan segera dimasukkan
sisir 10 sumur sebagai tempat memasukkan sampel. Sampel yang telah dipanaskan pada 100
C selama 3 menit dicampurkan dengan buffer sampel lalu dilakukan loading sampel ke
dalam sumur sebanyak 12 µl. Berbeda halnya dengan sampel, Marker yang di-loading ke dalam sumur sebanyak 10 µl. Sebelum running
dilakukan, buffer elektroforesis dimasukkan ke dalam chamber. Running elektroforesis dilakukan pada 100 Volt, 50 mA dalam kondisi dingin.
Waktu yang diperlukan untuk running elektroforesis sekitar 1.5 jam. Setelah pemisahan, gel dilepas dari plate kaca lalu direndam dalam
larutan fiksasi 25 metanol + 12 asam asetat selama 1 jam. Selanjutnya, gel tersebut direndam dalam larutan etanol 50 selama 20
menit dan larutan etanol 30 selama 2 x 20 menit. Setelah itu, gel tersebut direndam dalam larutan enhancer larutan Na
2
S
2
O
3
.5H
2
O selama 1 menit. Gel kemudian dicuci dengan akuabides selama 3 x 20 menit. Setelah
dicuci dengan akuabides, gel direndam dalam larutan staining silver nitrat larutan AgNO
3
+ formaldehida 37 selama 30 menit lalu dibilas cepat dengan akuabides selama 2 x 20 detik. Kelebihan warna dihilangkan
dengan larutan destaining larutan Na
2
CO
3
+ formaldehida 37 sampai diperoleh pita-pita protein yang jelas teramati dengan latar belakang relatif
jernih. Reaksi dihentikan dengan menggunakan larutan fiksasi.
22
10. Karakterisasi Enzim Kitosanase Chasanah, 2004
a. Suhu Optimum
Aktivitas enzim dianalisis pada suhu inkubasi 37, 50, 60, 70, 80, dan 90
C untuk crude enzyme dan enzim murni.
b. pH Optimum
Aktivitas crude enzyme dianalisis pada 0.05 M buffer sitrat pH 3, 0.05 M buffer asetat pH 4-6, 0.05 M buffer fosfat-sitrat pH 5, 0.05 M
buffer Na-fosfat pH 6-8, dan 0.05 M buffer tris-Cl pH 8 pada suhu optimum crude enzyme. Sedangkan, aktivitas enzim murni dianalisis
pada buffer universal pH 4-12 pada suhu optimum enzim murni.
c. Pengaruh Panas Terhadap Stabilitas Enzim
Pengujian pengaruh panas terhadap stabilitas enzim murni dilakukan dengan cara memanaskan enzim tanpa substrat dan buffer
enzim pada 70 C selama 0, 0.5, 1, 1.5, dan 2 jam serta pada 90
C selama 0, 1, dan 2 jam. Pengukuran pengaruh panas terhadap stabilitas
enzim dinyatakan dalam nilai k, t
12
, Ea Toledo, 1991. Nilai k suatu enzim adalah konstanta laju deaktivasi enzim.
ln C = -k t + ln C .....
1 C
= aktivitas enzim pada awal inkubasi UL t
= waktu inkubasi menit Nilai t
12
suatu enzim adalah waktu inkubasi pada suhu tertentu yang menyebabkan aktivitas enzim tinggal 50 dari aktivitas enzim semula.
t
12
= -ln 0.5 .....2
k Energi aktivasi Ea dapat ditetapkan secara grafik berdasarkan
persamaan Arrhenius. Persamaan ini merupakan hubungan konstanta laju deaktivasi terhadap suhu absolut. Ea merupakan slope dari ln k
terhadap
1
T. k =
A e
–EaRT
persamaan Arrhenius ln k = -Ea . 1 + ln A
.....3 R T
k = konstanta laju deaktivasi
T = suhu absolut
K
23 Ea
= energi aktivasi kkalgmol. K
R = tetapan gas 1.987 kalgmol.
K A
= faktor frekuensi
d. Pengaruh pH Terhadap Stabilitas Enzim
Pengujian pengaruh pH terhadap stabilitas enzim murni dilakukan dengan cara memanaskan enzim dalam buffer universal pH 6 tanpa
substrat pada 70 C selama 0, 0.5, 1, 1.5, dan 2 jam.
11. Pengukuran Aktivitas Enzim Kitosanase Yoon et al., 2000
Prinsip pengukuran aktivitas enzim kitosanase didasarkan pada perhitungan gula pereduksi yang diproduksi dalam hidrolisis soluble
chitosan dengan metode Schales modifikasi dan glukosamin digunakan
sebagai standar Imoto dan Yagashita, 1971.
Tabel 3 . Pengukuran aktivitas enzim kitosanase
Bahan Sampel µl
Kontrol µl
Blanko µl
0.05 M buffer fosfat pH 6 100
100 -
Soluble chitosan 100 100 -
Enzim kitosanase 100
- -
Inkubasi pada 70 C selama 30 menit
Freeze selama 15 menit
Campuran 200 133
- Enzim kitosanase
- 67
- Air bebas ion
800 800
1000 Pereaksi Schales 1000
1000 1000
Didihkan selama 15 menit Sentrifugasi pada 4
C selama 10 menit dengan kecepatan 8000 rpm Ukur absorbansi pada panjang gelombang 420 nm
Nilai absorbansi dari sampel, kontrol, dan blanko dimasukkan ke dalam kurva standar glukosamin sehingga dapat ditentukan jumlah
glukosamin yang terkandung di dalam sampel. Selanjutnya, jumlah glukosamin tersebut dimasukkan ke dalam rumus untuk menentukan unit
24 aktivitas enzim. Satu unit aktivitas enzim kitosanase didefinisikan sebagai
jumlah enzim yang memproduksi 1 µmol gula pereduksi glukosamin per menit pada kondisi tertentu. Aktivitas spesifik enzim ditentukan dengan
cara membagi unit aktivitas enzim dengan konsentrasi protein. Tingkat kemurnian diperoleh dengan membagi aktivitas spesifik enzim pada satu
tahap dengan aktivitas spesifik enzim pada tahap sebelumnya. Unit aktivitas enzim = 300 x Glc x 1 x 1000 x 1
.....4 Uml 200 BM 100 30
Keterangan : 300 = volume sampel hasil reaksi enzimatis µl
200 = volume sampel untuk reaksi Schales µl Glc = jumlah glukosamin sampel µgml
BM = berat molekul glukosamin, yaitu 215.6 grammol 1000 = faktor konversi dari µl ke ml
100 = volume larutan enzim atau larutan soluble chitosan µl 30
= waktu inkubasi menit
12. Pengukuran Konsentrasi Protein Bradford, 1976
Sampel protein sebanyak 100 µl ditambah dengan 2 ml Bradford reagent
. Campuran tersebut divorteks dan didiamkan pada suhu ruang selama 5 menit. Protein akan diikat oleh Coomassie Briliant Blue G-250
yang terdapat pada Bradford reagent membentuk kompleks berwarna biru. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 595 nm. Konsentrasi protein
sampel dihitung berdasarkan kurva standar BSA.
25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Produksi Enzim Kitosanase
Semua mikroorganisme memerlukan nutrien dasar sebagai sumber karbon, nitrogen, dan faktor esensial pertumbuhan mineral dan vitamin untuk
menopang pertumbuhannya. Nutrien dasar tersebut di samping menyediakan energi juga digunakan untuk pembentukan konstituen seluler. Oleh karena itu,
untuk mendapatkan hasil yang maksimum, media pertumbuhan yang digunakan harus mengandung nutrien dasar tersebut Wang et al., 1979.
Isolat Bacillus licheniformis MB-2 disegarkan terlebih dahulu agar mencapai kondisi optimalnya. Isolat tersebut ditumbuhkan pada media
thermus padat dan diinkubasi pada inkubator suhu 55
C. Inkubasi dalam suhu ruang dilakukan selama ± 30 menit sebelum dimasukkan ke dalam inkubator
suhu 55 C agar isolat tidak mengalami thermal shock akibat perubahan suhu
drastis. Media thermus padat yang digunakan terdiri atas 1.0 koloidal kitosan, 0.7 K
2
HPO
4
, 0.3 KH
2
PO
4
, 0.5 MgSO
4
, 0.25 ekstrak khamir, 0.25 casiton, 1.5 bacto agar, dan 0.4 gelrite Chasanah, 2004. Koloidal
kitosan digunakan sebagai substrat induser untuk memproduksi enzim kitosanase. Hal ini karena sebagian besar mikroorganisme memproduksi
enzim tersebut secara induktif. K
2
HPO
4
dan KH
2
PO
4
digunakan sebagai sumber fosfor yang diperlukan dalam sintesis asam nukleat, fosfolipid, dan
ATP. MgSO
4
digunakan sebagai kofaktor enzim dan pertumbuhan. Ekstrak khamir dan casiton digunakan sebagai sumber nitrogen untuk produksi enzim
kitosanase Stanbury dan Whitaker, 1984. Isolat Bacillus licheniformis MB-2 ditumbuhkan pada waktu optimumnya,
yaitu 5 hari. Selama waktu tersebut dihasilkan enzim dengan aktivitas tertinggi. Waktu yang terlalu singkat akan menghasilkan enzim yang tidak
optimal akibat mikroba belum beradaptasi dengan lingkungannya. Waktu yang terlalu lama akan menyebabkan enzim mengalami inhibisi akibat
menumpuknya produk reaksi enzim dengan substrat. Jumlah mikroba yang semakin meningkat dari hari ke hari akan membutuhkan nutrien yang semakin
26 banyak. Nutrien yang berbentuk polimer tidak dapat memasuki sel mikroba
karena ukuran fisiknya. Polimer ini biasanya dicerna terlebih dahulu oleh enzim-enzim ekstraseluler yang disekresikan oleh mikroba Suhartono, 1989.
Oleh karena itu, produksi enzim-enzim mikrobial memanfaatkan polimer ini salah satunya kitosan sebagai substrat dan induser untuk menghasilkan
enzim kitosanase. Penggunaan kitosan sebagai sumber karbon biasanya tidak langsung ditambahkan dalam bentuk serbuk ke dalam media, tetapi dalam
bentuk yang lebih memungkinkan dan lebih mudah untuk menerima penetrasi enzim kitinolitik agar dapat diuraikan menjadi monomer-monomer
glukosamin yang dapat diangkut melalui membran sel dan dimetabolisme oleh mikroba. Hidrolisis kitosan oleh enzim kitosanase pada media thermus padat
akan menghasilkan areal bening di sekitar koloni bakteri gambar 4.
Gambar 4 . Aktivitas kitosanase MB-2 pada media thermus padat
Enzim kitosanase diproduksi menggunakan media thermus cair yang mengandung 0.4 koloidal kitosan. Pembuatan kultur starter sebelum
produksi enzim bertujuan untuk memperbanyak sel yang seragam dengan umur fase pertumbuhan yang sama Kurakake et al., 2000. Kultur starter
yang ditambahkan ke dalam media thermus cair diinkubasi pada shaker waterbath
suhu 55 C selama 7 hari dengan kecepatan agitasi 120 rpm. Dari
hasil karakterisasi yang dilakukan oleh Chasanah et al. 2000 diketahui bahwa Bacillus licheniformis MB-2 yang ditumbuhkan pada media thermus
cair yang disuplementasi 0.4 koloidal kitosan memiliki waktu produksi maksimum pada hari ke-7. Waktu produksi enzim kitosanase dari Bacillus
27 licheniformis MB-2 sama dengan Bacillus coagulans LH 28.38 yang
membutuhkan waktu 7 hari pada 55 C Haliza, 2003. Matsuebacter
chitosanotabidus 3001 Park et al., 1999, Amycolatopsis sp. CsO-2 Okajima
et al ., 1994, dan Psedomonas sp. H-14 Yoshihara et al., 1992 membutuhkan
waktu produksi enzim kitosanase sekitar 4 hari pada 28-30 C.
Hasil produksi enzim kitosanase selama 7 hari perlu disentrifugasi untuk memisahkan media yang mengandung enzim kitosanase dengan sel bakteri
sehingga dihasilkan supernatan enzim yang telah bebas dari sel bakteri dan sisa-sisa media yang tidak larut. Proses sentrifugasi dilakukan pada 4
C selama 20 menit dengan kecepatan 10000 rpm. Sentrifugasi pada suhu dingin
bertujuan untuk meminimalkan kerusakan enzim. Menurut Clark dan Switzer 1977, sel Bacillus licheniformis MB-2 yang berukuran lebih besar
dibandingkan dengan enzim ekstraselulernya akan mengalami gaya sentrifugal yang lebih besar pada kecepatan radian dan jarak putar yang sama. Akibatnya,
sel akan mengendap dan enzim akan tetap berada pada bagian supernatannya.
B. Presipitasi Protein