Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kitin Kitosan

2 Pengembangan aplikasi oligomer kitosan pada saat ini dikarenakan sifatnya yang dapat larut dalam air dan memiliki sifat fisiologis yang lebih baik dibandingkan kitosan sehingga aplikasinya lebih luas Goosen, 1997. Manfaat yang diperoleh dari oligomer kitosan antara lain mengikat kelebihan lemak dan menghambat penyerapan lemak, menurunkan LDL dan meningkatkan HDL, anti kanker, anti bakteri, menurunkan gula darah, mengontrol tekanan darah, mencegah konstipasi, meningkatkan penyerapan kalsium, prebiotic health food, dan sebagainya. Wahyuni 2006 melaporkan bahwa enzim kitosanase dari Bacillus licheniformis MB-2 dapat digunakan untuk memproduksi oligomer kitosan yang memiliki aktivitas terhadap sel limfosit dan sel kanker. Aktivitas anti mikroba oligomer kitosan telah dilaporkan oleh Meidina 2005 yang dihasilkan dengan mengunakan enzim kitosanase dari Bacillus licheniformis MB-2. Mikroorganisme termofilik berpotensi sebagai penghasil enzim termostabil. Pada beberapa dekade, enzim termostabil telah lama diminati oleh kalangan industri. Kebutuhan akan enzim termostabil didorong karena enzim tersebut memiliki nilai ekonomis yang tinggi antara lain reaksi akan berlangsung pada suhu tinggi sehingga mengurangi kontaminasi bakteri mesofilik dan laju reaksi lebih cepat sehingga mengurangi biaya produksi Suhartono, 1989.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari produksi dan pemurnian enzim kitosanase menggunakan kromatografi filtrasi gel dari isolat Bacillus licheniformis MB-2 asal Tompaso, Manado, Sulawesi Utara serta melakukan beberapa karakterisasi terhadap enzim kitosanase yang dihasilkan.

C. Manfaat Penelitian

Setelah dilakukan penelitian ini diharapkan diperoleh informasi yang cukup mengenai produksi, pemurnian dengan filtrasi gel, dan karakteristik enzim kitosanase guna pemanfaatan enzim untuk memproduksi oligomer kitosan. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kitin

Kitin merupakan biopolimer rantai lurus yang disusun oleh monomer- monomer N-asetilglukosamin yang dihubungkan oleh ikatan β-1,4. Kitin merupakan biomassa yang berlimpah di alam, yaitu nomor dua setelah selulosa. Kitin mempunyai struktur kimia yang mirip dengan selulosa, yaitu suatu polisakarida yang disusun oleh molekul-molekul gula sederhana yang identik. Struktur kitin dapat dilihat pada gambar 1. Kitin ditemukan sebagai komponen utama pada kulit kepiting; udang; atau kelompok kerang-kerangan crustacea, serangga, dan dinding sel beberapa mikroorganisme Goosen, 1997. Kitin paling banyak terdapat pada kulit golongan crustacea dengan kandungan kitin mencapai 40-60 Angka dan Suhartono, 2002. Gambar 1 . Struktur kitin Kitin tidak larut dalam air, asam anorganik encer, asam organik, dan pelarut organik. Namun, kitin dapat larut dalam N,N-dimetilasetamida yang mengandung LiCl 2 , asam pekat seperti H 2 SO 4 , asam fosfat, dan asam format anhidrida Goosen, 1997. Kitin dapat dimanfaatkan sebagai anti fungi untuk melindungi tanaman dari serangan fungi dan anti bakteri terhadap beberapa patogen Shahidi et al., 1999.

B. Kitosan

Kitosan merupakan biopolimer yang tersusun atas D-glukosamin dengan ikatan glikosidik 1 →4. Struktur kitosan dapat dilihat pada gambar 2. Kitosan untuk penggunaan komersial dan penelitian diperoleh dari proses deasetilasi penghilangan gugus –COCH 3 kitin. Kitosan secara alami dapat diperoleh 4 dari fungi golongan Zygomycetes Miyoshi et al., 1992. Kitin dan kitosan memiliki sifat ramah lingkungan dan tidak beracun. Gambar 2 . Struktur kitosan Kitosan yang merupakan turunan dari kitin dapat diperoleh dari deasetilasi sempurna atau sebagian. Deasetilasi kitin akan menghilangkan gugus asetil dan menyisakan gugus amin yang bermuatan positif sehingga kitosan bersifat polikationik. Biopolimer ini disusun oleh 2 jenis gula amino, yaitu glukosamin 2-amino-2-deoksi-D-glukosa, 70-80 dan N-asetilglukosamin 2-asetamino- 2-deoksi-D-glukosa, 20-30 Goosen, 1997. Proses deasetilasi kitin menjadi kitosan dapat dilakukan secara kimia maupun enzimatis. Kedua reaksi tersebut bertujuan untuk menghilangkan gugus asetil yang terdapat pada kitin. Proses deasetilasi secara kimia dilakukan dengan mengkombinasikan perlakuan panas 60-140 C dan perendaman dalam larutan alkali NaOH 30-50. Perendaman dalam larutan alkali dilakukan terhadap kitin dalam bentuk tepung. Penepungan dilakukan agar proses deasetilasi dapat berlangsung lebih cepat dan sempurna karena semakin luasnya permukaan yang dapat diakses oleh larutan alkali. Konsentrasi NaOH akan mempengaruhi laju deasetilasi. Semakin tinggi konsentrasi NaOH, laju deasetilasi akan semakin cepat. Menurut Kolodziejska et al . 2000, kitin yang direndam dalam NaOH 50 lalu dipanaskan pada 105 C selama 1 jam akan menghasilkan derajat deasetilasi sebesar 87. Pada umumnya, derajat deasetilasi kitosan berkisar antara 70-90 tergantung metode yang digunakan Goosen, 1997. Derajat deasetilasi akan meningkat dengan meningkatnya suhu atau konsentrasi NaOH. Proses deasetilasi secara kimia dalam banyak hal tidak menguntungkan karena prosesnya tidak mudah dikendalikan, tidak ramah lingkungan, dan kitosan yang dihasilkan memiliki berat molekul dan derajat deasetilasi yang bervariasi Chang et al., 1997. 5 Proses deasetilasi secara enzimatis dilakukan dengan menggunakan enzim kitin deasetilase EC 3.5.1.41. Enzim kitin deasetilase diperoleh dari Mucor rouxii Kafetzopoulos et al., 1993, Escherichia coli Tokoyasu et al., 1999, dan Colletotrichum lindemuthianum Tokuyasu et al., 1996. Berdasarkan hasil isolasi dan karakterisasi oleh Suhartono et al. 2002 diketahui bahwa bakteri termofilik Bacillus sp. K29-14 dari kawah Kamojang mempunyai aktivitas enzim kitin deasetilase. Dari kelompok khamir, ekstrak kasar Saccharomyces cerevisiae diketahui mempunyai aktivitas enzim kitin deasetilase. Selain itu, enzim kitin deasetilase juga diperoleh dari kapang Absidia coerula dan Aspergillus nidulans Tsigos et al., 2000. Proses deasetilasi secara enzimatis yang telah dilakukan hanya memberikan derajat deasetilasi yang rendah di bawah standar yang biasa ditetapkan untuk hasil deasetilasi secara kimia. Proses deasetilasi menggunakan kombinasi perlakuan secara kimia dan enzimatis yang dilaporkan oleh Emmawati 2004 dan Rochima 2005 merupakan alternatif proses deasetilasi yang lebih baik. Proses pembuatan kitosan mempengaruhi kualitas dan sifat dari kitosan. Kualitas dan sifat dari kitosan ditentukan dari derajat deasetilasi, berat molekul, dan viskositas. Derajat deasetilasi kitosan ditentukan dengan cara menghitung kandungan amin bebas dari kitosan. Berat molekul kitin umumnya 10 6 Dalton, namun berat molekul kitosan komersial berkisar antara 0.1-1.2 x 10 6 Dalton. Metode viskometri merupakan metode yang sederhana dan cepat untuk menentukan berat molekul kitosan. Viskositas kitosan dalam larutan dipengaruhi oleh derajat polimer deasetilasi, berat molekul, konsentrasi, kekuatan ion, pH, dan suhu. Jika suhu meningkat, maka viskositas kitosan akan menurun. Perubahan pH pada larutan kitosan akan memberikan hasil yang berbeda tergantung dari tipe asam yang digunakan. Jika perubahan pH menggunakan asam asetat, maka viskositas kitosan akan meningkat dengan semakin turunnya pH. Kitosan tidak larut dalam air, alkali, dan pelarut organik, tetapi kitosan larut dalam asam organik ketika pH larutan di bawah 6. Asam asetat dan asam formik merupakan jenis asam yang banyak digunakan untuk melarutkan kitosan Goosen, 1997. 6 Hidrolisis kitosan menjadi oligomer kitosan dapat dilakukan secara kimia maupun enzimatis. Hidrolisis kitosan melalui proses kimia dilakukan dengan menggunakan larutan asam kuat. Proses ini menghasilkan banyak kerugian seperti pada prosedur kimia lainnya, yaitu sulit dikontrol, membutuhkan proses lebih lanjut, menghasilkan produk samping, dan memiliki derajat polimerisasi yang rendah. Derajat polimerisasi menunjukkan panjang rantai oligomer yang dihasilkan dari proses hidrolisis. Panjang rantai oligomer kitosan menentukan berat molekul oligomer tersebut. Oligomer dengan derajat polimerisasi tinggi pentamer sampai heptamer memiliki sifat fungsional yang lebih baik dibandingkan dengan oligomer dengan derajat polimerisasi rendah. Oligomer yang dihasilkan dengan hidrolisis asam adalah monomer sampai trimer dan sebagian kecil tetramer sampai heptamer Jeon dan Kim, 2000. Hidrolisis kitosan melalui proses enzimatis merupakan cara yang lebih baik untuk memperoleh oligomer kitosan dengan derajat polimerisasi tinggi. Hal ini dikarenakan proses enzimatis bersifat spesifik. Oligomer yang dihasilkan melalui proses enzimatis memiliki derajat polimerisasi yang tinggi dan sedikit monomer glukosamin Jeon dan Kim, 2000. Kitosan dapat dihidrolisis oleh berbagai enzim. Enzim komersial seperti lipase, selulase, dan pektinase dapat digunakan untuk menghidrolisis kitosan Tsai et al., 2000. Pantaleone et al. 1992 dan Brine et al. 1992 melaporkan glikanase, protease, lipase, dan tannase yang diperoleh dari bakteri, fungi, mamalia, dan tanaman dapat digunakan untuk menghidrolisis kitosan. Muzzarelli et al. 1995a, 1995b menggunakan papain dan lipase untuk menghidrolisis kitosan. Penggunaan enzim-enzim tersebut memerlukan konsentrasi enzim yang relatif tinggi. Enzim lainnya yang dapat digunakan untuk menghidrolisis kitosan adalah enzim kitosanase. Penggunaan enzim kitosanase menunjukkan aktivitas yang cukup baik pada konsentrasi enzim yang kecil Jeon dan Kim, 2000.

C. Enzim Kitosanase