PENDAHULUAN Karakteristik Abnormalitas Embrio Somatik Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)

BAB 1 PENDAHULUAN

Latar Belakang Kelapa Sawit merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati terpenting di Indonesia. Ditinjau dari segi ekonomi, kelapa sawit memegang peranan penting untuk memenuhi kebutuhan minyak , menghasilkan penerimaan negara terbesar disektor perkebunan, meningkatkan pendapatan negara dan menggerakkan pembangunan, khususnya di luar pulau jawa Tondok 1988. Peningkatan permintaan kelapa sawit sejalan dengan meningkatnya kebutuhan hasil olahan kelapa sawit berupa crude palm oil CPO dan produk derivat lainnya. Volume produksi CPO di Indonesia pada tahun 2003 10 juta ton Price et al. 2007. Potensi kebutuhan minyak sawit dunia tahun 1996 sebesar 15,5 juta ton, sedangkan pada tahun 2005 diperkirakan sekitar 25,6 juta ton ICBS 1997. Salah satu usaha untuk memenuhi permintaan pasar dunia, Indonesia melakukan peningkatan produksi kelapa sawit dengan cara pembukaan lahan baru. Luas areal perkebunan kelapa sawit pada tahun 2002 diperkirakan telah mencapai 4.1 juta ha dengan laju pertumbuhan per tahun sekitar 10 selama 5 tahun terakhir Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2002. Untuk perluasan areal tanam dan peremajaan tanaman, perkiraan kebutuhan bibit kelapa sawit dalam periode tahun 2000 - 2009 berdasarkan perhitungan 9m x 9m adalah sebanyak 547.837.800 bibit Kemala Wahyudin 2000; Lubis 1992. Permintaan benih kelapa sawit secara langsung berhubungan dengan agenda perluasan dan penanaman kembali kebun kelapa sawit, jadi Indonesia memerlukan 70 juta benih berkecambah setiap tahun. Penyediaan bibit kelapa sawit dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara generatif dan vegetatif. Penyediaan bibit secara generatif menghasilkan bibit dengan keragaman genetik yang cukup besar karena merupakan hasil persilangan antar pohon induk terpilih. Hal itu kurang menguntungkan sebab yang diharapkan adalah bibit yang seragam dalam pertumbuhan, perkembangan dan produktivitasnya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dilakukan penyediaan bibit menggunakan teknik kultur jaringan. Keunggulan teknik kultur jaringan adalah mampu menghasilkan bibit dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu yang relatif singkat. Perbanyakan kultur jaringan pada tanaman kelapa sawit melalui proses embryogenesis dengan pembentukan embrio somatik. Perbanyakan melalui embrio somatik pada kelapa sawit dimulai dengan pemilihan pohon induk atau ortet yang sesuai dengan karakter-karakter yang diinginkan, selanjutnya dilakukan perbanyakan secara klonal. Pembentukan embrio somatik pada kelapa sawit dikembangkan melalui embriogenesis somatik dalam kultur cair dengan tujuan otomatisasi dan produksi plantlet serta meningkatkan pertumbuhan dan keseragaman kultur Touchet et al. 1991. Perbanyakan tanaman kelapa sawit melalui embrio somatik telah dilakukan di beberapa laboratorium. Pusat Penelitian Marihat sejak tahun 1980 telah merintis perbanyakan tanaman kelapa sawit dengan embrio somatik dan sudah menghasilkan klon yang unggul yaitu MK 638, 636 dan 558 Ginting et al. 1991. Teknologi kultur jaringan kelapa sawit telah dikembangkan di Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia melalui embriogenesis somatik dalam medium cair Sumaryono et al. 1994; Tahardi 1998a, 1999. Ada dua mekanisme yang penting dalam pembentukan embriogenik yaitu, pembelahan sel asimetrik dan pemanjangan sel kontrol de Jong et al. 1993. Pembelahan sel asimetrik berkembang oleh zat pengatur tumbuh yang mengubah polaritas sel melalui interfensi dengan gradien pH di sekitar sel Smith dan Krikorian 1990. Embriogenesis somatik adalah proses dimana struktur bipolar berkembang membentuk embrio zigotik dari sel nonzigotik tanpa hubungan vascular dengan jaringan asal. Embriogenesis somatik terjadi melalui rangkaian dari beberapa tahapan karakteristik embriogenesis somatik. Embrio somatik dapat berdiferensiasi secara langsung melalui kalus atau tanpa fase kalus Williams Maheswaran 1986. Embrio somatik yang dihasilkan melalui kultur jaringan menunjukkan keragaman somaklonal yang tinggi. Keragaman somaklonal ditunjukkan pada 2 abnormalitas secara sitologi dan mutasi fenotip secara kualitatif dan kuantitatif, perubahan karyotipe dan perubahan sekuens DNA Duncan 1997 ; Kaeppler et al. 2000. Keragaman somaklonal disebabkan oleh proses kultur jaringan yang diinduksi dari lingkungan dengan pemberian 2,4 D Deambrogio Dale 1980. Keragaman somaklonal adalah keragaman genetik tanaman yang dihasilkan melalui kultur jaringan Larkin Scowcroft 1981. Keragaman genetik yang terjadi didalam kultur jaringan disebabkan oleh penggandaan jumlah kromosom fusi, endomitosis, perubahan struktur kromosom karena peristiwa delesi, duplikasi, translokasi dan inversi, perubahan kromatid, perubahan gen dan perubahan sitoplasma Griffith et al. 1993; Kumar 1995. Menurut van Harten 1998 variasi somaklonal kemungkinan disebabkan oleh ketidakteraturan pembelahan mitotik yang berperan dalam terjadinya ketidakstabilan kromosom dan aplifikasi atau delesi gen. Perubahan dalam kultur jaringan sering terjadi melalui mekanisme stress- response. Mekanisme yang berhubungan dengan kehilangan program kontrol seluler. Ada beberapa perubahan dalam kultur jaringan yaitu perubahan susunan kromosom atau mutasi, metilasi DNA. Mutasi yang terjadi pada kultur jaringan dengan fenomena mutasi salient yang disebut mutasi repeat-induced point RIP yang terjadi saat premeotik, pertama kali ditemukan pada fungi filamentous Selker Steven 1985. Abnormalitas pembungaan pada tanaman kelapa sawit asal kultur jaringan dikenal dengan istilah mantel Corley et al. 1986 terjadi pada rata-rata 5-10 dari populasi bibit asal kultur jaringan Jaligot et al. 2000, bahkan dapat mencapai 40 Subronto et al. 1995 bergantung pada klon tanaman. Masing- masing tanaman dapat menunjukkan keragaman abnormalitas pembungaan dan kadangkala terjadi pemulihan ke fenotipe normal seiring dengan waktu, karena kelainan ini bersifat epigenetik Tregear et al. 2002. Abnormalitas yang terjadi pada bunga dan buah mungkin disebabkan oleh fitohormon Jones 1991; Paranjothy et al. 1993, struktur kalus Pannetier et al. 1981; Duran-Grasselin et al. 1993, lama subkultur dan umur kalus Paranjothy et al. 1993, tekanan seleksi, jenis eksplan, level ploidi dan kecepatan proliferasi kalus Skirvin et al. 1984; Karp 1995. 3 Keragaman somaklonal diduga berhubungan erat dengan perubahan pola metilasi DNA selama dalam kultur Phillips et al. 1990. Hasil penelitian Jaligot et al. 2000 dan Matthes et al. 2001 menunjukkan adanya korelasi yang nyata antara hipometilasi dengan keragaman somaklonal pembungaan mantlet pada bibit kelapa sawit asal kultur jaringan. Untuk mengetahui apakah abnormalitas tersebut bersifat genetik atau bukan, perlu dilakukan pengamatan genetik pada tingkat DNA klon kelapa sawit. Analisis tingkat DNA dapat digunakan untuk deteksi dini pada embrio somatik yang dihasilkan melalui kultur jaringan. Pada penelitian ini dilakukan deteksi fenotipik dan genetik. Deteksi fenotipik dilakukan dengan karakterisasi embrio somatik secara morfologi dan histologi. Deteksi genetik dilakukan dengan teknik Ramdom amplified Polymorphism DNA RAPD dan Randomly Amplified DNA Fingerprinting RAF. Beberapa penelitian yang dilakukan dengan teknik RAPD dapat mendeteksi adanya perbedaan diantara klon-klon kelapa sawit hasil kultur jaringan pada pola pita polimorfik yang dihasilkan tetapi pola pita yang dihasilkan tidak spesifik Wilde et al. 1992. Paranjothy et al. 1993 menyatakan dari 10 primer yang digunakan untuk analisis abnormalitas klon-klon kelapa sawit hasil kultur jaringan dengan teknik RAPD, dihasilkan polimorfisme klon normal dan abnormal, tetapi belum dapat digunakan untuk membedakan klon normal dan abnormal. Analisis RAPD mempunyai keterbatasan, yaitu sangat sensitif terhadap kondisi reaksi dan profil suhu. Selain itu, penanda RAPD tidak dapat membedakan individu homozigot dominan dan heterozigot karena keduanya sama-sama menghasilkan pita DNA pada pola pita yang dihasilkan Ronning et al. 1995. Analisis DNA dengan RAPD dapat digunakan untuk menentukan penciri gen atau kromosom dan sidik jari genom dan juga dapat digunakan untuk membuat peta genom Miklas et al. 1996. Toruan-Mathius et al. 2002, 2004 melaporkan bahwa tingkat protein pada buah dan bunga hanya mampu mengungkapkan perbedaan abnormalitas pada beberapa klon. Hal ini menunjukkan bahwa abnormalitas pada kelapa sawit hasil kultur jaringan terjadi akibat perubahan satu atau dua oligonukleotida saja. 4 Dugaan bahwa keragaman somaklonal pada tanaman kelapa sawit disebabkan oleh terjadinya perubahan pola metilasi DNA Joligot et al 2000 semakin kuat sehingga dalam analisis abnormalitas perlu digunakan teknik yang lebih sensitif terhadap perubahan tersebut. Deteksi perubahan metilasi DNA dalam penelitian ini dengan teknik RAF dan RP-HPLC. Bauren et al. 2003 dilakukan ada tiga metode yang tersedia untuk mempelajari metilasi sitosin pada genom yaitu 1 pengukuran jumlah sitosin yang termetilasi pada tingkat genom, 2 DNA digest dengan endonuklease isoschizomers sensitifinsentif metilasi dan 3 bisulfida genom sequensing assays. Teknik RAF dengan metode Waldron et al. 2002 dapat digunakan untuk deteksi lokasi terjadinya metilasi sitosin. RAF yaitu teknik yang mengkombinasikan antara teknik RFLP dan DAF. Pada teknik RAF, pertama dilakukan teknik RLFP yaitu DNA genom dipotong enzim restriksi yaitu Msp1 atau Hpa II. Tahap kedua, DNA yang telah terpotong diamplifikasi dengan teknik RAF. Dua enzim yang sering digunakan untuk mendeteksi metil sitosin adalah MspI dan Hpa II. McClelland et al. 1994 menyatakan bahwa kedua enzim tersebut mengenal sekuens tetranukleotida 5’-CCGG-3’. Hpa II tidak aktif apabila kedua sitosin termetilasi secara penuh kedua utas DNA termetilasi tetapi dapat memotong sekuens tersebut dalam keadaan hemimelitasi hanya satu utas termetilasi, sebaliknya MspI dapat memotong C 5m CGG tetapi tidak memotong pada kondisi 5m CCGG Bellucci et al. 2002. Pengukuran jumlah sitosin yang termetilasi pada tingkat genom dapat dilakukan dengan teknik RP-HPLC. Menurut Bellucci et al. 2002 metoda deteksi terjadinya metilasi dilakukan dengan analisis DNA melalui biokimia seperti HPLC High Performance Liquid Chromatography yaitu untuk mengetahui persentase nukleotida yang termetilasi. Kubis et al. 2003 membuktikan bahwa Reverse Phase - High Performance Liquid Chromatography RP-HPLC mampu mengidentifikasi tiap nukleotida termasuk metilsitosin dan sitosin dari DNA tanaman normal dan abnormal. 5 Perumusan Masalah Masalah yang dihadapi dalam pengembangan teknik kultur jaringan untuk perbanyakan tanaman kelapa sawit adalah: 1 Terjadi abnormalitas organ reproduktif tanaman yang ada hubungannya dengan teknik perbanyakan melalui kultur jaringan. 2 Belum diketahui apakah abnormalitas sudah terjadi pada fase perkembangan embrio somatik ES. 3 Belum diketahui hubungan tingkat dan posisi metilasi sitosin DNA dengan berbagai tipe abnormalitas pada fase ES. 4 Belum tersedianya teknik deteksi abnormalitas pada fase ES pada tanaman kelapa sawit. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1 Mengkarakterisasi secara morfologi dan histologi abnormalitas pada tiap fase perkembangan embrio somatik ES. 2 Menganalisis perubahan DNA genom ES yang normal dan abnormal pada tiap fase perkembangan dengan teknik RAPD dan RAF. 3 Menganalisis tingkat metilasi sitosin DNA genom ES yang normal dan abnormal dari tiap fase perkembangan dengan teknik RP-HPLC. 4 Menganalisis lokasi metilasi sitosin DNA genom ES fase kotiledon yang normal dan abnormal dengan teknik RAF. 6 Hipotesis Penelitian 1 ES dari berbagai fase perkembangan, yang normal dan abnormal dapat dibedakan berdasarkan karakter bentuk morfologi dan histologi. 2 Terjadi perubahan sekuens DNA genom pada ES yang mengalami abnormalitas. 3 Terjadi metilasi eksternal dan metilasi penuh pada sitosin DNA genom ES yang abnormal. 4 Tidak ada hubungan langsung antara tingkat metilasi sitosin DNA genom ES dari berbagai tingkat perkembangan dengan abnormalitas. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk : 1 Menetapkan abnormalitas pada berbagai fase perkembangan ES berdasarkan bentuk morfologi dan histologi, sehingga dapat menurunkan tingkat abnormalitas secara dini. 2 Informasi hubungan perubahan DNA genom pada berbagai bentuk abnormalitas dari beberapa fase perkembangan ES. 3 Informasi lokasi terjadinya metilasi sitosin DNA genom ES yang normal dan abnormal dari tiap fase perkembangan. 4 Informasi tingkat metilasi sitosin DNA genom ES yang normal dan abnormal dari tiap fase perkembangan Peta Alir Penelitian Pencapaian tujuan penelitian in dilakukan dalam beberapa seri percobaan seperti yang digambarkan pada diagram alir Gambar 1. 7 I. Karakterisasi abnormalitas embrio somatik kelapa sawit berdasarkan morfologi dan histologi Tujuan : Mengkarakterisasi abnormalitas ES dari beberapa fase perkembangan, secara morfologi dan histologi Output : Karakter morfologi dan histologi ES yang normal dan abnormal II. Analisis abnormalitas embrio somatik dan planlet kelapa sawit dengan teknik Random Amplified Polymorfphism DNA RAPD dan Randomly Amplified DNA Fingerprinting RAF Tujuan : Menganalisis perubahan DNA genom dari berbagai tingkat abnormalitas pada setiap fase perkembangan ES dengan teknik RAPD dan RAF . Output : Informasi hubungan perubahan DNA genom pada berbagai bentuk abnnormalitas dari setiap fase perkembangan ES. III. Analisis kuantitatif metilasi DNA genom embrio somatik kelapa sawit dan hubungannya dengan abnormalitas, dengan metode RP-HPLC. Tujuan: Menganalisis tingkat metilasi sitosin DNA ES yang normal dan abnormal dari tiap fase perkembangan, dengan teknik RP- HPLC Output : Informasi kandungan metil sitosin DNA genom ES yang normal dan abnormal IV. Analisis lokasi metilasi DNA Genom ES kelapa sawit dengan metode RAF Tujuan : Menganalisis lokasi metilasi sitosin DNA genom ES fase kotiledon yang normal dan abnormal dengan teknik RAF. Output : Informasi lokasi metilasi sitosin DNA genom ES yang normal dan abnormal Gambar 1. Alir penelitian, tujuan dan output dari setiap tahap penelitian. K A R A K T E R I S A S I A B N O R M A L I T A S E M B R I O S O M A T I K K E L A PA S A W I T E l a e i s g u i n e e n s i s J a c q 8 Tujuan : Mengkarakterisasi abnormalitas embrio somatik dari beberapa fase perkembangan secara morfologi dan histologi. 2. Menganalisis perubahan DNA genom dari berbagai tingkat abnormalitas pada setiap fase perkembangan ES dengan teknik RAPD dan RAF . 3. Menganalisis tingkat metilasi sitosin DNA ES yang normal dan abnormal dari tiap fase perkembangan. Menganalisis lokasi metilasi sitosin DNA genom ES fase kotiledon yang normal dan abnormal dengan teknik RAF.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA