Metode Analisis RAPD ANALISIS ABNORMALITAS EMBRIO SOMATIK KELAPA SAWIT

agarose dalam 40 ml bufer TAE 1x Tris base, asam asetat glasial, 0.5 M EDTA, pH 8.0 dipanaskan hingga mendidih. Larutan agarose dituang ke dalam cetakan elektroforesis yang di dalamnya telah diletakkan sisir sebagai cetakan sumur, dibiarkan sampai gel memadat. Kemudian gel diletakkan ke dalam bak elektroforesis yang telah diisi larutan TAE 1x sampai terendam. Sampel DNA di masukkan ke dalam sumur gel dan dirunning secara elektrik kurang lebih satu jam pada voltase 60 V. Selanjutnya dilakukan dokumentasi gel dengan alat Kodak Gel Logic dengan soft ware. Ketebalan pita DNA menunjukkan kuantitas contoh DNA dibandingkan dengan tebalnya pita DNA lambda yang telah diketahui konsentrasinya. Sedangkan kualitas DNA ditetapkan berdasarkan keutuhan pita DNA bewarna putih tebal tanpa ada pita yang smear.

A. Metode Analisis RAPD

DNA masing-masing contoh selanjutnya digunakan untuk analisis PCR menggunakan 10 primer 10-mer dengan susunan sekuens terdapat pada lampiran 5. Komposisi reaksi PCR disajikan dalam Tabel 4. Reaksi amplifikasi dilakukan menggunakan alat Thermal Cycler Gene PCR ABI 9700 dengan siklus termal sebanyak 45 kali dengan tahapan sebagai berikut : untuk 1 menit pada suhu 94 o C, 1 menit pada suhu 36 o C, 2 menit pada 72 o C dan 4 menit pada 72 o C, setelah mencapai 45 siklus terdapat tahap extention time selama 4 menit pada suhu tetap 72 o C. Hasil PCR dapat difraksinasi dengan menggunakan gel agarose 1,4 bv dalam larutan TAE 1X 40 ml. Elektroforesis dijalankan pada 75 volt selama 1,5 jam. Hasil elektroforesis didokumentasi dengan Kodak Logic dott dengan software. Tabel.4. Komposisi reaksi PCR dengan primer RAPD Pereaksi Konsentrasi Volume akhir ul 1X DNA Template 5 ngul 5.0 dNTP 10mm 0.2 mm 0.2 PCR Buffer 10X + MgC12 promega 1x 2.5 Primer 10 pmolul 10 pmol 1.0 Taq Polymerase 5Uul 1U 0.2 ddH2O 16.1 Total 25.0 B. Metode Analisis Dengan Teknik RAF Penelitian dilakukan di laboratorium Biotechnology Plant Breeding SEAMEO BIOTROP, Bogor dan laboratorium Bioteknologi PT. BISI International, Kediri. Bahan tanaman yang digunakan adalah ES dan daun tanaman ortet klon MK638, sedang ekstraksi DNA dilakukan menurut metode Doyle dan Doyle 1987 yang telah dimodifikasi. Amplifikasi DNA dengan PCR berdasarkan metode Waldron et al. 2002 menggunakan delapan primer 10-mer lampiran 5. Amplifikasi DNA menggunakan menggunakan alat Thermal cycler Gene PCR ABI 9700 dengan siklus termal sebanyak 30 kali dengan tahapan sebagai berikut : untuk denaturasi selama 5 menit pada suhu 94 o C kemudian 0,5 menit pada suhu 94 o C ; untuk penempelan annealing yaitu 1 menit pada suhu 57 o C, 1 menit pada suhu 56 o C, 1 menit pada suhu 55 o C, 1 menit suhu 54 o C, 1 menit 53 o C dan extension time tahap ramping 5 menit pada suhu tetap 72 o C. Hasil PCR diencerkan 10 kali denga TE bufer dan disimpan pada suhu -20 o C. Untuk mendapatkan fragmen DNA digunakan DNA analyzer, menggunakan standarisasi Gene Scan TM -500 LIZ. Untuk menjalankan elektroforesis kapiler digunakan hasil PCR, 2 µL sampel ditambah dengan 0,2 ul Gene Scan TM -500 LIZ dan 7,8µL HiDi formamid, campuran didenaturasi pada Tabel 5. Komposisi reaksi PCR dengan primer RAF suhu 95 o C selama 5 menit dan didinginkan dalam es selama 10 menit. Kemudian diloading ke dalam alat kapiler yang panjangnya 50 cm dan akan bekerja secara Pereaksi Konsentrasi Volume akhir µl 1 x Reaksi DNA Template 10 ngµl 5.0 dNTP 10mM 0.2 mM 0.4 PCR Buffer 10 x 1 x 2.0 MgCl 2 100mM 3.5 mMl 0.7 Primer 5 pmolul 10 pmol 2.0 Taq Polimerase Soffel 5Uµl 1U 0.2 ddH2O 9.7 Total 20.0 otomatis pada 3130 DNA Analyzer Applied Biosystems. Analisis loading dalam ABI 3130 DNA Analyzer Ampplied Biosystems selama 32 menit untuk empat contoh dan data disimpan dalam perangkat lunak ABI 3130. Fragmen RAF diperlihatkan dalam bentuk elektroferogram. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis RAPD DNA Kelapa Sawit Klon 638 dan 558 DNA klon MK638 dan MK558 dari masing-masing klon dikelompokkan menjadi ES globular normal, globular abnormal, kotiledon normal dan kontiledon abnormal, plantlet dan tanaman Induk, memiliki kualitas dan kuantitas yang baik Gambar 8. Hasil kualitas dan kuantitas DNA embrio somatik, planlet dan daun induk normal dari 2 klon yaitu klon MK558 dan koln MK638 sekitar 100 ng. M Gn Gab Kn Kab P Gn Gab Kn Kab P Dn Gambar 8. Keterangan : Marker 100 ng M, Embrio somatikES klon MK638 lajur 2-6 : Globular Normal Gn, Globular abnormal Gab, Kotiledon normal Kn, Kotiledon abnormal Kab, planlet MK P ES klon MK 558 7-11: Globular normal Gn, Globular abnormal Gab, Kotiledon normal Kn, Kotiledon abnormal Kab, Planlet P dan tanaman induk normal Dn. Seleksi Primer Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dari 10 primer yang diseleksi OPB6, OPC02, OPC08, OPC9, OPE14, SC 10-19, SC 10-76, AE11, AP20, dan W15 mampu mengamplifikasi DNA cetakan Tabel 6 dan Lampiran 1 . Tabel 6. Jenis, susunan oligonukleotida, jumlah pita DNA genom dari primer terseleksi = Primer yang menghasilkan pita monomorfik Dari 10 primer yang digunakan diperoleh lima primer yang menghasilkan pola pita polimorfik pada klon MK638, yaitu primer OPC09, OPE14, SC1019, AP20 dan W15 Lampiran 1, sedangkan untuk kon MK558 primer OPE14, AP20 dan W15 mampu menghasilkan pola pita polimorfik Tabel 7. ES globular MK558 yang abnormal dan normal secara morfologi dapat dibedakan, namun tetapi tidak dapat dibedakan secara genotipik dengan analisis RAPD. Pada tahap globular secara fenotipik berbeda tetapi secara genetik tidak berbeda. Sedangkan klon MK638 diperoleh satu primer yang dapat membedakan antara globular normal dan abnormal Tabel 7. Hal ini dapat disebabkan terjadinya variasi somaklonal yang dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya faktor media. Aspek epigenetik dari variasi somaklonal terjadi melalui mekanisme silencing gen atau aktivasi gen dan bukan karena aberasi kromosom atau perubahan sekuens. Perubahan ini mungkin tidak stabil atau dapat kembali secara somatik Patterson et al. 1993; Cubas et al. 1999. Oligonukleotida Jumlah Pita No Primer 5’ --------------3’ MK638 MK558 1. OPC09 5’-CTCACCGTCC-3’ 6 6 2. OPE14 5’- TGCGGCTGAG-3’ 7 6 3. SC-10-19 5’- CGTCCGTCAG-3’ 6 6 4. AP20 5’- CCCGGATACA-3’ 7 5 5. W15 5’- ACACCGGAAC-3’ 6 8 6. OPC2 5’- GTGAGGCCTC-3’ 5 5 7. OPB06 5’- TGCTCTGCCC- 3’ 7 7 8. OPC08 5’- TGGACCGGTG-3’ 8 8 9. SC 10-76 5’- CGCAGACTTG-3’ 5 5 10. AE11 5’- AAGACCGGGA-3’ 2 2 Keragaman fenotipik pada embrio somatik ditentukan faktor genetik dan epigenetik. Keragaman somaklonal didefinisikan sebagai genetik dan variasi fenotipik di antara propagasi tanaman secara klonal yang berasal dari sumber satu klon Lee Phillips 1988; Duncan 1997; Kaeppler et al. 1998; Veillux Johnson 1998 ; Olhoft Phillips 1999. Menurut Karp 1995 faktor-faktor yang mempengaruhi variasi somaklonal antara laju pertumbuhan jaringan meristematis yang digunakan sebagai sumber eksplan adalah konstitusi genetik dari sumber jaringan yang dikulturkan atau eksplan, dan pemilihan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang digunakan. Di samping itu faktor banyaknya dilakukan subkultur selama masa penggandaan sel-sel embriosomatik dan pada fase pemeliharaan kalus turut mempengaruhi terbentuknya variasi somaklonal. Dari hasil analisis RAPD pada klon MK638 dan MK558 yang menghasilkan pola pita polimorfik yang dapat membedakan ES fase kotiledon yang normal dan abnormal. Sedang untuk DNA ES kotiledon MK638 ditemukan lima primer dan tiga primer untuk klon MK558. Diduga perubahan M Gn Gab Kn Kab P Dn Kn Kab Gn Gab P Gambar 9a. Primer W-18. M marker 1kb, Klon 558 lajur 2-7 ; ES globular normalGn, Globular abnormal Gab, Kotiledon normal Kn, kotiledon abnormal Kab, Planlet P,Daun induk normal Dn. Klon 638 lajur 9 -12 ;ES Kotiledon normal Kn, Kotiledon abnormal Kab, Globular normal Gn, Globular abnormal Gab, Planlet P. M Kn Kab Gn Gab P Kn Kab Gab P Gn Dn 53 3.000 500 1.000 2.000 10.000 Gambar 9b. Primer SC 10-19. M marker 1kb, Klon 558 lajur 2-7 ; ES Kotiledon NormalKn, Kotiledon Abnormal Kab, Globular normal Gn, Globular abnormal Gab, Planlet 558 P, Klon 638 lajur 8 -11; Kotiledon normal Kn, Kotiledon Abnormal Kab, Globular Abnormal Gab, Planlet P, Globular Normal Gn, Daun tanaman induk Dn. morfologi ES fase kotiledon dapat disebabkan oleh adanya perubahan susunan oligonukleotida pada untaian DNA dari satu atau beberapa pita DNA. Perubahan ekspresi suatu karakter disebabkan oleh perubahan genetik atau epigenetik. Perubahan genetik karena perubahan set kromosom, jumlah kromosom, struktur kromosom atau gen. Ekspresi dari karakter tersebut dapat pada tingkat morfologi, fisiologi dan biokimia Rani Raina 2000 ; D’Amato 1986; Griffiths et al. 1993; Kumar 1995. Pola pita DNA pada klon MK638 dapat membedakan kotiledon normal dan abnormal dengan primer OPE14 terdapat pita DNA, yaitu disekitar 3500 pb, 2250, 1750, 1400 dan 850 pb. Primer OPE14, W15, dan AP20 pada 1750 pb dapat membedakan antara ES fase kotiledon normal dengan yang abnormal. SC1019 pada pita 5000, 4000, 3000 dan 2250 pb mampu membedakan ES fase globular serta ES fase kotiledon, yang normal dengan yang abnormal. Pada klon MK558 primer OPE14 pada pita 3500 pb dan 3000 pb dapat membedakan ES fase kotiledon normal dengan yang abnormal, sedang primer AP20 menghasilkan pita polimorfik di sekitar 3000, 2000 dan 1750 pb; Pita polimorfik juga dihasilkan oleh W15 disekitar 5000 pb dan 2500 pb Tabel 8 dan Gambar 9a, 9b. 54 3.000 250 1.000 1.500 10.000 Menurut Grattapaglia et al. 1992 banyaknya pita yang polimorfik menggambarkan keadaan genom tanaman, sedangkan perbedaan jumlah dan polimorfisme pita yang dihasilkan setiap primer menggambarkan kompleksnya genom tanaman. Primer yang paling banyak menghasilkan pita polimorfik adalah OPE14 dan SC1019. Dari delapan pita yang dihasilkan empat pita yang polimorfik pada ES fase kotiloden. Phillips et al. 1994 mengemukakan bahwa tanaman yang beregenerasi dari kalus dan relatif tidak berdiferensiasi menyebabkan kemungkinan terjadinya perubahan genetik yang sangat besar. Perubahan tersebut mencakup perubahan dalam pengaturan kromosom dan mutasi gen tunggal umumnya yang resesif, metilasi DNA dan fenomena mutasi titik yang berulang yang biasanya disebut sebagai kesalahan pengaturan yang mempengaruhi premetotik. Berbagai tipe mutasi yang berhubungan dengan kultur jaringan merupakan faktor yang bertanggung jawab dalam berbagai perubahan fenotip. Perubahan tersebut mencakup aberasi sitologis yang disebabkan oleh patahnya ikatan kromosom, pertukaran basa tunggal, perubahan pola metilasi. Perubahan-perubahan tersebut lebih disebabkan oleh lingkungan kultur yang dapat mengakibatkan terputusnya kontrol seluler yang menimbulkan perubahan genomik pada hasil regenerasi kultur. Banyak contoh yang menunjukkan bahwa perubahan genomik dalam proses seluler akan menyebabkan abnormalitas. Tabel 7. Data pola pita polimorfik hasil analisis RAPD untuk klon MK638 dan MK 558. Pita DNA pb Klon 638 Klon558 OPE14 5’-TGCGGCTGAG-3’ OPE14 5’-TGCGGCTGAG-3’ G+ G- K+ K- D DN G+ G- K+ K- D DN 1. 3500 2. 3000 3. - 4. 2250 5. 1750 6. 1400 7. 8. 850 9. 750 + + + - + + + + + + + + + + + + + + + + + - + + + + + - + - - - - + - + + + + + + + - - - + - - - - - - - + + + - + + + + + - + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + - - - - - - + + + + + + + - - - - - - - - - - - - Sambungan Tabel 7. Data pola pita polimorfik hasil analisis RAPD untuk klon MK638 dan MK 558. Pita DNA pb W-15 5’-ACACCGGAAC-3’ W-15 5’-ACACCGGAAC-3’ G+ G- K+ K- D DN G+ G- K+ K- D DN 1. 5000 2. 2500 3. 4. 5. 6. 1750 7. 1500 8. 9. 10. + + - - + - - - - - + - + + + + + - - - - - - + - - + + + - - - + - - - + + + - + - - - - - - + - - + + - + + + - - + - + + - + + - + + - + + - + + + + + - + + + + + + + + + + + - + + + + + - + + + + + - - - - - + + - - - - - + - - - - - - Pita DNA pb OPC-095’CTCAACGTCC-3’ OPC-095’CTCAACGTCC-3’ G+ G- K+ K- D DN G+ G- K+ K- D DN 1.3250 2. 3.3000 4. 2000 5. 6. 7. 8. - - + - - - + + + + - - + + + + + + - - + - - + + + + + - - - - - - - - + + + + - - - - - - - - + + + + + - + + + + + - + + + + + + + + + + + + + + + + + + - - - - - + + + + + + - - - - - - + Pita DNA pb AP-205’-CCCGGATACA-3’ AP-205’-CCCGGATACA-3’ G+ G- K+ K- D DN G+ G- K+ K- D DN 1. 3000 2. 2000 3. 1750 4. 5. 6. 750 7. - - - + - - - - - + - - - - - + - - + + + + + + + + + + + + + + + + + - + + + + + + - - + - - - - - + - - - - - + - - - + + - + + + + + - + + + + + + + + - + + + + + + Pita DNA pb SC10-19 5’-SGTCCGTCAG-3’ SC10-19 5’-SGTCCGTCAG-3’ G+ G- K+ K- D DN G+ G- K+ K- D DN 1. 5000 2. 4000 3. 3000 4. 2250 5. 2000 6. - + + - + - - + + - + - - + + - + + - + + - + - + - + + - - - - + + - - + + + + + - + + + + + - + + + + + + + + + + + - + + + + + - + + + + + - Keterangan : Ada band +, tidak ada band -, Globular Normal G+, Globular Abnormal G-, Kotiledon Normal K+, Kotiledon Abnormal K-, Daun Planlet D, Daun Induk DN Jones 1991 dan Paranjothy et al. 1993 menyatakan bahwa abnormalitas yang terjadi pada klon kelapa sawit disebabkan ekspresi gen yang mengalami perubahan. Abnormalitas yang ditemukan pada pembungaan klon kelapa sawit diduga kuat disebabkan oleh pemakaian 2,4 D sebagai ZPT yang ditambahkan pada media untuk menginduksi pembentukan kalus embrioid. Ginting et al. 1991 menyatakan bahwa untuk perbanyakan klon kelapa sawit menggunakan 2,4 D sebagai ZPT yang ditambahkan pada media untuk menginisiasi kalus embrioid di Balai Penelitian Marihat. Edwin 1993 melaporkan bahwa variasi somaklonal yang menyebabkan terjadinya abnormalitas juga dapat terjadi karena pemakaian merkuri klorida sebagai larutan untuk sterilisasi eksplan. Merkuri klorida dengan konsentrasi tinggi menyebabkan susunan asam amino jaringan tanaman mengalami perubahan sehingga menyebabkan terganggunya sintesis protein. Primer OPE14, OPC9, AP20, W15 dan SC 10-19 DNA pada 5000–1500 pb mampu menghasilkan pita DNA yang polimorfik untuk DNA daun planlet dan ortet induk kontrol klon MK638 dan MK558 Lampiran 1. Hal ini mengindikasikan adanya perubahan sekuen DNA genom Tabel 7 dan Gambar 9a dan 9b. Dari hasil yang diperoleh ternyata daun planlet mempunyai pola pita yang sama dengan ES globular abnormal dan ES kotiledon abnormal. Hal ini menunjukkan bahwa planlet yang normal berasal dari embrio somatik abnormal.

B. Hasil dan Pembahasan Analisis RAF