6.1.2. Perubahan Strategi Nafkah pada Aras Komunitas
Strategi nafkah pada aras komunitas merupakan cara, taktik, atau mekanisme yang bertujuan menjamin dan memastikan semua anggota komunitas
dapat menjalankan aktivitas nafkah secara aman dan berkelanjutan. Strategi yang dibangun harus mampu melindungi atau mengatasi setiap kejutan dan tekanan
terhadap sumberdaya nafkah. Strategi nafkah Suku Duano pada aras komunitas juga bertujuan untuk memaksimalkan sumberdaya nafkah yang mereka miliki.
Perubahan strategi nafkah Suku Duano dalam merespon perubahan lingkungan yang berlangsung pada beberapa rezim penguasaan sumberdaya Tabel 6.3,
sejalan dengan perubahan stok dan kombinasi sumberdaya nafkah.
Aspek-aspek penting dalam strategi nafkah Suku Duano pada aras komunitas menyangkut 4 pengaturan utama, yaitu:
1. Pengaturan teknologi 2. Organisasi sosial
3. Aspek demografi 4. Kombinasi sumberdaya nafkah
Perubahan strategi pengaturan teknologi
Pegaturan teknologi dalam aktivitas nafkah Suku Duano terdiri dari pengaturan teknologi pemanfaatan natural kapital dan teknologi bertahan hidup di
lingkungan bio-fisik tempat mereka beraktivitas. Pengaturan yang dilakukan untuk dapat bertahan sebagai pengembara laut adalah menyatukan tempat tinggal
dan armada penangkapan ikan. Strategi ini dilakukan komunitas Suku Duano untuk memudahkan mereka berpindah-pindah di perairan laut mengikuti ruaya
gerombolan ikan. Pergerakan di perairan yang memanfaatkan arah arus dan angin, mengharuskan Suku Duano mendesain perahu dengan ukuran yang tidak terlalu
besar dan ringan. Ukuran perahu yang hanya 6 sampai 7,5 meter dan lebar 1,70 meter, dengan dinding berbahan kajang yang sangat ringan, memungkinkan
mereka untuk mengendalikan perahu dengan tenaga manusia atau layar kecil saja. Strategi seperti ini mereka lakukan pada masa pra kemerdekaan sampai dengan
awal orde lama.
Pengaturan teknologi penangkapan ikan yang dilakukan Suku Duano selama masa pengembaraan di laut adalah mengembangkan teknologi yang mengikuti
sifat ruaya ikan. Gerombolan ikan ruaya diburu dengan bantuan perahu yang berukuran lebih kecil sampan tunda secara bersama-sama oleh semua anggota
komunitas menggunakan panah atau tombak. Peralatan dan teknik tersebut sangat efektif jika ikan-ikan yang diburu bersifat bergerombol dan kondisi fisik perairan
yang jernih.
Perubahan strategi bertahan hidup di lingkungan biofisik ekosistem muara pantai, dilakukan Suku Duano sejak mereka hidup menetap di Muara Indragiri.
Komunitas Suku Duano melakukan strategi pemisahan tempat tinggal dan armada penangkapan ikan. Rumah pada awalnya lebih difungsikan sebagai tempat tidur
dan menyimpan persediaan makanan, aktivitas keseharian komunitas tetap lebih banyak di atas perahu. Kondisi fisik perairan muara yang keruh kecoklatan sangat
tidak mendukung untuk menangkap ikan dengan teknik memanah dan menombak,
begitu pun ikan-ikan yang ada tidak bergerombol. Berburu ikan dengan panah dan tombak tidak efektif dilakukan pada lingkungan perairan muara.
Pengaturan teknologi baru yang dilakukan disesuaikan dengan karakteristik ekosistem perairan muara. Teknologi penangkapan ikan yang diperkenalkan
pemerintah orde baru, yaitu alat tangkap jaring, tidak terlalu berkembang dalam sistem penghidupan Suku Duano di ekosistem muara. Jaring sesungguhnya sangat
cocok untuk perairan yang keruh. Kemungkinan ikan-ikan terjerat di jaring sangat besar, apalagi jika warna jaring menyerupai warna perairan atau kondisi perairan
keruh. Suku Duano lebih memilih melakukan aktivitas nafkah dengan teknik yang tidak jauh berbeda dengan budaya bernafkah yang telah mereka lakukan selama
menjadi pengembara laut. Suku Duano lebih memilih untuk memanfaatkan sumberdaya yang langsung dapat diambil di ekosistem muara, daripada harus
menunggu dengan teknik perangkap.
Teknik berburu ikan-ikan ruaya yang sebelumnya dilakukan, berubah menjadi teknik mengumpulkan kerang yang tersedia secara melimpah di
hamparan lumpur muara. Jika sebelumnya Suku Duano berpindah-pindah mengikuti ruaya schooling fish, maka teknik yang dikembangkan di ekosistem
muara adalah dengan berpindah-pindah dari satu hamparan lumpur ke hamparan lumpur lain.
Sampan tunda yang sebelumnya digunakan untuk berburu ikan, diubah bentuk dan fungsinya sehingga dapat berfungsi dengan baik di hamparan lumpur
muara. Sampan tunda berubah bentuk menjadi papan tongkah yang berfungsi sebagai papan luncur di hamparan lumpur dalam proses pengumpulan kerang
darah. Perahu kajang yang sebelumnya digunakan sebagai rumah perahu, juga disesuaikan bentuk dan fungsinya. Sekat dan penutup perahu yang terbuat dari
kajang tidak lagi dibutuhkan, sehingga perahu lebih leluasa untuk menampung dan mengangkut 10 sampai 15 orang dari rumah menuju lokasi pengumpulan
kerang. Teknik mengumpulkan kerang yang dikembangkan Suku Duano dihamparan lumpur muara, selanjutnya dikenal dengan menongkah.
Teknik pemanfaatan kerang darah melalui pembesaran juga pernah dikenalkan oleh pemerintah orde baru dan orde reformasi, namun teknik
pembudidayaan kerang darah tersebut juga tidak berkembang dalam sistem penghidupan Suku Duano. Suku Duano lebih mempertahankan aktivitas
menongkah melalui strategi mengkaitkan teknologi menongkah dengan isu-isu pelestarian lingkungan dan penguatan nafkah komunitas lokal. Rezim penguasaan
dan pengelolaan sumberdaya alam di era reformasi sangat mengedepankan upaya- upaya penyelamatan dan pemulihan lingkungan yang rusak. Isu-isu tersebut ikut
diangkat oleh Suku Duano di era reformasi. Strategi tersebut cukup berhasil mempengaruhi pandangan pemerintah daerah tentang menongkah.
Perubahan strategi pengaturan produksi, distribusi, dan konsumsi bersama
Pengaturan produksi, distribusi, dan konsumsi pada aras komunitas merupakan organisasi sosial nafkah yang bertujuan untuk menata pemilikan,
penguasaan, pemanfaatan, dan penggunaan sumberdaya nafkah. Perubahan strategi sangat jelas terlihat pada masa pra kemerdekaan sampai awal orde lama,
masa akhir orde lama sampai orde baru, dan pada masa orde reformasi sampai saat ini Tabel 6.3.
Tabel 6.3. Perubahan Strategi Nafkah Suku Duano di Aras Komunitas pada Beberapa Rezim Penguasaan SDA Aspek
Strategi Nafkah Strategi Nafkah Komunitas pada Beberapa Rezim
Pra Kemerdekaan dan Awal Orde Lama
Akhir Orde Lama dan Orde Baru
Orde Reformasi
Teknologi 1. Strategi menyatukan tempat
tinggal dan armada penangkapan ikan
2. Strategi mengembangkan teknologi yang mengikuti sifat
ruaya ikan 1. Strategi memisahkan tempat tinggal
dan armada penangkapan ikan 2. Strategi mengembangkan teknologi
yang cocok untuk ekosistem muara mengakomodir teknologi modern
ke dalam teknologi lokal 1. Strategi mengkaitkan teknologi
menongkah dengan isu-isu pelestarian lingkungan dan
penguatan nafkah komunitas lokal
Organisasi Sosial 3. Strategi pengaturan produksi,
distribusi, dan konsumsi bersama setingkat batin
3. Strategi pengamanan natural kapital dan fisikal kapital bersama
4. Strategi pengaturan produksi setingkat komunitas desa
5. Strategi melembagakan menongkah dalam kehidupan Suku Duano
2. Strategi melegalisasi pengamanan natural kapital, fisikal kapital
bersama, dan pengaturan produksi setingkat komunitas desa ke dalam
peraturan desa
3. Strategi melembagakan menongkah dan pengklaiman
sebagai warisan budaya Duano 4. Strategi penguatan identitas Duano
dan peran pemimpin adat
Aspek Strategi Nafkah
Strategi Nafkah Komunitas pada Beberapa Rezim Pra Kemerdekaan dan
Awal Orde Lama Akhir Orde Lama dan
Orde Baru Orde Reformasi
Aspek Demografi 4. Strategi pembatasan jumlah
anggota komunitas batin dan jumlah anggota rumah tangga
5. Strategi migrasi bersama dalam satu komunitas batin
6. Strategi menanamkan pentingnya perkawinan endogami, namun tidak
melakukan pelarangan perkawinan antar suku
5. Strategi mengkaitkan pentingnya perkawinan endogami dengan isu-
isu indigenisme
Kombinasi Sumberdaya Nafkah
6. Strategi menyeragamkan human kapital seluruh anggota
komunitas batin 7. Strategi memperkuat modal
sosial di dalam komunitas batin dan membangun jejaring ke
luar komunitas negarakerajaan
7. Strategi menerima program pembangunan yang berkaitan
dengan pengembangan human kapital anggota komunitas
8. Strategi memperkuat modal sosial di dalam komunitas dan
mengakomodir kehadiran sumber- sumber finansial kapital baru
negara dan swasta. 6. Strategi menumbuhkan lembaga-
lembaga baru yang dapat membantu pengamanan natural
kapital dan fisikal kapital, memperkuat akses Suku Duano
pada finansial kapital, dan mampu memperkuat human kapital dan
sosial kapital yang telah ada.
Sumber: Diolah dari Wawancara, Pengamatan, dan Data Sekunder
Strategi yang dilakukan Suku Duano pada saat masih hidup sebagai pengembara laut adalah dengan melakukan produksi, distribusi, dan konsumsi
bersama setingkat batin. Kelembagaan batin merupakan satu-satunya lembaga yang mengatur dan mengawasi berjalannya sistem penghidupan komunitas.
Strategi pengaturan tersebut disesuaikan dengan karakter natural kapital berupa ikan ruaya dan pola kehidupan yang berpindah-pindah di lautan. Dengan
melakukan produksi, distribusi, dan konsumsi bersama, selain menjamin pemenuhan kebutuhan pangan, ikatan kekeluargaan antara sesama anggota
komunitas batin akan menjadi kuat.
Pola kehidupan yang menetap yang dijalankan Suku Duano, mengharuskan mereka melakukan penyesuaian dalam organisasi sosial nafkah. Strategi yang
dipilih pada masa akhir orde lama sampai dengan orde baru adalah dengan melakukan: 1 pengamanan natural kapital dan fisikal kapital bersama, 2
pengaturan produksi setingkat komunitas desa, dan 3 melembagakan menongkah dalam kehidupan Suku Duano.
Strategi pengamanan natural kapital dan fisikal kapital bersama bertujuan untuk tetap mempertahankan akses Suku Duano terhadap hamparan lumpur muara
yang kaya akan sumberdaya kerang darah. Pola pemilikan dalam pemanfaatan sumberdaya kerang darah oleh Suku Duano bersifat pemilikan bersama common
property.
Wilayah penangkapan ikan di lokasi penelitian secara umum mengikuti dan tidak bertentangan dengan aturan legal-formal peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Pengaturan-pengaturan yang berkembang dari kepercayaan dan kebiasaan adalah sebagai berikut:
1. Suku Duano meyakini daerah-daerah tertentu baik di perairan dan daratan
sebagai daerah keramat, sehingga aktivitas nafkah yang dilakukan pada lokasi tersebut akan mendatangkan mara bahaya. Daratan di bibir muara sungai
tempat bertemunya daratan, air sungai, dan air laut, menurut kepercayaan Suku Duano merupakan lokasi keramat tempat bertemunya mambang hantu
darat, mambang laut, dan mambang sungai. Lokasi ini selalunya jarang tersentuh aktivitas Suku Duano dan relatif terjaga ekosistemnya. Daerah yang
dipandang keramat tersebut menjadi kawasan pelindung terjadinya abrasi pantai dari hempasan ombak pantai, dan sekaligus tempat udang dan ikan
memijah.
2. Lokasi perairan yang menjadi lalu lintas transportasi air tidak diperbolehkan memasang alat tangkap tancap maupun hanyut.
3. Hamparan lumpur yang menjadi lokasi menongkah merupakan sumber nafkah bersama masyarakat desa, khususnya Suku Duano. Tidak
diperkenankan meninggalkan atau membuang sampah remah di lokasi menongkah, serta tidak diperbolehkan pula menancapkan kain hitam di lokasi
ini misalnya untuk memberi tanda lokasi yang banyak kerangnya. Hal ini merupakan pesan bahwa mereka harus menjaga periuk-nasi sumber
penghidupan dan tidak boleh serakah.
4. Wilayah menongkah dijaga bersama-sama oleh komunitas. Selain tempat mencari nafkah, lokasi ini digunakan sebagai lokasi tempat bertemunya
muda-mudi Suku Duano untuk mencari jodoh, yaitu pada saat musim melimpah kerang.
Strategi pengaturan produksi setingkat komunitas desa mencakup waktu penangkapan, alat penangkapan, serta jenis dan ukuran komoditas. Pengaturan
waktu penangkapan yang tumbuh dari kepercayaan dan kebiasaan adalah sebagai berikut:
1. Tidak melaut pada hari-hari besar islam 1 Muharram, 1 Syawal, 10
Zulhijjah dan hari kemerdekaan 17 Agustus. Kebiasaan ini sebagai pertanda Suku Duano tidak hanya mementingkan urusan dunia dan merupakan bagian
dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini dipandang penting bagi Suku Duano, yang dalam sejarahnya selalu dikaitkan dengan animisme dan
dicap tidak memiliki identitas yang jelas.
2. Tidak dibenarkan menangkap ikan yang sedang dalam siklus pemijahan, terutama ikan yang bersifat musiman, misalnya udang nenek.
3. Tidak menongkah di hari Minggu menjadi kebiasaan Suku Duano yang tumbuh dari pola hubungan pemasaran kerang darah. Pedagang pengumpul
besar yang beretnis China biasanya libur pada hari minggu, hal ini diikuti pula oleh pedagang pengumpul yang beretnis lain.
Pengaturan alat penangkapan tumbuh dari kepercayaan, kebiasaan, dan aturan legal-formal adalah sebagai berikut:
1. Tidak menggunakan alat-alat penangkapan yang tergolong illegal fishing, antara lain pukat harimau, songko bermesin, bom ikan, putas, dan
penyeteruman. 2. Menggunakan alat tangkap tradisional pada zona perairan pantai.
3. Mempertahakan menongkah sebagai cara mengumpulkan kerang.
Pengaturan jenis dan ukuran komoditas adalah sebagai berikut: 1. Komoditas perikanan yang masa pemijahannya tidak sepanjang tahun, jika
tertangkap pada ukuran memijah harus dilepaskan kembali. 2. Tidak menangkap dan membunuh lumba-lumba.
3. Kerang darah yang berukuran dibawah 1 cm tidak boleh diambil dan harus dibiarkan besar terlebih dahulu.
4. Tidak menangkap atau membunuh hewan atau tumbuhan yang dilindungi. Strategi melembagakan menongkah dalam kehidupan Suku Duano
dilakukan dengan menegakkan aturan-aturan yang telah dibuat, serta transmisi teknologi antar generasi. Teknologi yang berkaitan dengan aktivitas menongkah
dialihkan dari satu generasi ke generasi berikutnya dengan cara sosialisasi. Anak- anak Suku Duano diajarkan dan ditanamkan kecintaannya pada aktivitas
menongkah, mereka diajarkan menongkah pada saat musim melimpah kerang.
Strategi yang dijalankan pada masa orde baru tetap dijalankan pada masa orde reformasi, beberapa strategi yang ada dikembangkan lebih jauh, yaitu: 1
Strategi melegalisasi pengamanan natural kapital, fisikal kapital bersama, dan pengaturan produksi setingkat komunitas desa ke dalam peraturan desa; 2
Strategi melembagakan menongkah dan pengklaiman sebagai warisan budaya Duano; 3 Strategi penguatan identitas Duano dan peran pemimpin adat.
Pengalaman buruk pemanfaatan sumberdaya perairan kerang darah oleh pengusaha perikanan yang menggunakan alat tangkap songko bermesin, menjadi
pelajaran penting bagi Suku Duano untuk mengamankan sumber-sumber
penghidupan mereka. Meskipun terdapat aturan yang melarangan penggunaan songko bermesin di Indragiri Hilir, pada tingkat desa dibuat pula peraturan desa,
misalnya Peraturan Desa Panglima Raja 01PERDESPRX2005 tentang Partisipasi pengelolaan sumberdaya perikanan.
Perdes tersebut disusun dengan maksud adanya pengakuan secara formal dari pihak lain bahwa penguasaan, pemilikan, dan pemafaatan sumberdaya
perikanan pada batas-batas yang telah ditentukan berada dalam kontrol desa. Salah satu zona di dalam perdes yang berkaitan dengan penghidupan Suku Duano
adalah fishing ground bagi aktivitas menongkah. Meskipun tidak secara eksplisit dikatakan bahwa fishing ground tempat menongkah sebagai milik Suku Duano,
tetapi akses yang besar diberikan pada Suku Duano. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya kerang darah hanya diperbolehkan dengan cara-cara yang tidak
merusak lingkungan dan tidak mengganggu mata pencaharian masyarakat lokal.
Guna mempertahankan aktivitas menongkah sebagai aktivitas nafkah turun- temurun, dan membedakannya dengan aktivitas mengumpulkan kerang di tempat
lain seperti menanjak, komunitas Suku Duano melakukan upaya pengklaiman bahwa menongkah adalah warisan budaya Duano. Suku Duano selalu ikut
berpartisipasi dalam berbagai promosi budaya Suku Duano. Setiap festival menongkah digelar, masyarakat Suku Duano dengan antusias berperan serta.
Begitupun jika ada stasiun televisi yang meminta mereka untuk mempraktekkan aktivitas menongkah, dukungan dan kerjasama selalu mereka berikan.
Pengklaiman menongkah sebagai warisan budaya Duano, merupakan strategi memperkuat akses terhadap sumberdaya kerang darah tanpa harus melarang
masyarakat non Suku Duano memanfaatkan kerang darah. Pengklaiman ini adalah sebagai upaya mempertahankan hanya Suku Duano lah yang akan terus
menongkah di muara Indragiri.
Penguatan identitas Duano dilakukan dengan mengukuhkan istilah Duano sebagai pembeda dengan suku-suku laut yang berada ditempat lain. Peran
pemimpin adat Suku Duano juga dibangkitkan kembali, misalnya, telah ditunjuk ketua Kerukunan Keluarga Besar Masyarakat Duano KKBMD, ketua-ketua adat
di setiap kawasan dapat berupa kecamatan atau pulau kecil berperan dalam setiap kegiatan yang mengatasnamakan atau ditujukan kepada Suku Duano.
Strategi penguatan identitas dan peran pemimpin adat ini adalah sebagai salah satu upaya untuk mengakses bantuan, pinjaman, atau hibah dari negara
maupun pihak donor. Para pemberi bantuan, pinjaman, atau hibah yang ditujukan pada suatu komunitas selalunya menginginkan adanya komunikasi yang diawali
melalui perwakilan atau pimpinan komunitas. Peran pemimpin adat dalam hal ini adalah meyakinkan, melobi, atau menyuarakan keinginan dan kebutuhan Suku
Duano kepada pihak yang akan memberikan bantuan, pinjaman, atau hibah. Perubahan strategi pengaturan aspek demografi
Pengaturan aspek demografi yang terdiri dari fertilitas, mortalitas, dan migrasi berkait erat dengan pengaturan teknologi dan organisasi sosial. Strategi
yang dilakukan Suku Duano ketika masih hidup sebagai pengembara laut adalah dengan melakukan pengaturan pembatasan jumlah anggota komunitas batin dan
jumlah anggota rumah tangga, serta melakukan migrasi bersama dalam satu komunitas batin. Strategi ini untuk menjamin ketersediaan ruang di rumah perahu
dan keamanan dan keefektifan selama menjalankan aktivitas nafkah. Jumlah
komunitas batin yang terlalu besar akan menyulitkan ketua batin mengatur dan mengawasi selama pengembaraan.
Pengaturan aspek demografi yang dilakukan pada masa orde baru dan orde reformasi tidak berkaitan langsung dengan fertilitas, mortalitas, dan demografi.
Upaya untuk melembagakan menongkah dan memperkuat identitas ke-Duano-an, akan lebih mudah jika anggota komunitas berasal dari galur murni Suku Duano.
Strategi yang dilakukan pada akhir orde lama dan orde baru adalah dengan menanamkan pentingnya endogami guna mempertahankan keberadaan Suku
Duano sebagai proto melayu yang tersisa, namun tidak pula melakukan pelarangan perkawinan antar suku. Strategi yang sama juga dilakukan pada masa
orde reformasi, namun mengkaitkan endogami dengan isu kembali ke adat indigenisme.
Perubahan strategi pengaturan kombinasi sumberdaya nafkah
Pengaturan kombinasi sumberdaya nafkah oleh Suku Duano pada aras komunitas pada masa pra kemerdekaan, orde lama, dan orde baru lebih
mengutamakan human kapital dan sosial kapital. Meskipun strategi yang dijalankan berbeda, hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan kondisi
sumberdaya nafkah lainnya dan perbedaan rezim penguasaan dan pengelolaan sumberdaya alam.
Strategi yang dikembangkan pada masa pra kemerdekaan sampai dengan awal orde lama adalah 1 menyeragamkan human kapital seluruh anggota
komunitas batin, dan 2 memperkuat modal sosial di dalam komunitas batin dan membangun jejaring ke luar komunitas negarakerajaan. Selanjutnya sejak akhir
orde lama sampai dengan orde baru strategi yang dibangun adalah 1 menerima program pembangunan yang berkaitan dengan pengembangan human kapital
anggota komunitas, 2 memperkuat modal sosial di dalam komunitas, dan 3 mengakomodir kehadiran sumber-sumber finansial kapital baru dari negara dan
swasta.
Strategi menyeragamkan human kapital dimaksudkan untuk menjamin bahwa proses produksi bersama yang dilakukan komunitas batin dapat berjalan
dengan baik. Semua anggota komunitas laki-laki maupun perempuan harus memiliki fisik yang kuat, dan memiliki keahlian dan pengetahuan dasar sebagai
pengembara laut. Produksi, distribusi, dan konsumsi bersama juga hanya akan dapat dipertahankan jika anggota komunitas menjalankan dan mematuhi norma
saling berbagi, tolong-menolong, dan kebersamaan. Strategi penguatan modal sosial dilakukan karena merupakan modal utama Suku Duano di dalam
menjalankan aktivitas sebagai pemburu gerombolan ikan ruaya. Selama masa pra kemerdekaan Suku Duano selalu membangun hubungan yang baik dengan
kerajaan, sehingga mereka dapat dengan leluasa memanfaatkan sumberdaya ikan dalam wilayah perairan kerajaan.
Strategi yang tidak jauh berbeda tetap dilakukan oleh Suku Duano pada masa orde baru, namun dengan melakukan penyesuaian. Finansial kapital menjadi
bagian dari kombinasi utama sumberdaya nafkah bersama dengan human kapital dan sosial kapital. Strategi tersebut dilakukan karena aktivitas nafkah Suku Duano
pada masa orde baru tidak lagi hanya ditujukan untuk konsumsi rumah tangga, tetapi lebih diutamakan untuk dipasarkan.
Penurunan stok natural kapital dan terganggunya fisikal kapital selama masa orde baru, mangharuskan Suku Duano melakukan penyesuaian dalam pengaturan
kombinasi sumberdaya nafkah di masa orde reformasi. Strategi yang dijalankan adalah dengan menumbuhkan lembaga-lembaga baru yang dapat membantu
pengamanan natural kapital dan fisikal kapital. Lembaga-lembaga yang dibentuk juga diharapkan memperkuat akses Suku Duano pada finansial kapital yang
tersedia, baik yang bersumber dari negara maupun swasta. Pengamanan natural kapital dan fisikal kapital harus diikuti oleh pengembangan keahlian dan
pengetahuan tentang perbaikan dan perlindunga lingkungan. Kelompok-kelompok usaha bersama dan kelompok-kelompok pengelola sumberdaya didorong tumbuh,
bersamaan dengan pengembangan human kapital anggotanya. Kombinasi utama dari sumberdaya nafkah Suku Duano pada era reformasi adalah natural kapital,
fisikal kapital, dan finansial kapital, sedangkan human kapital dan sosial kapital sebagai pendukung.
6.1.3. Perubahan Strategi Nafkah pada Aras Rumah Tangga
Strategi nafkah rumah tangga dapat dibedakan berdasarkan tujuan pemenuhan kebutuhan, yaitu strategi survival, strategi konsolidasi, dan strategi
akumulasi. Cara pencapaian pemenuhan kebutuhan dapat menjadi dasar pengelompokkan strategi nafkah, yaitu non peaceful economic strategies, multiple
employment strategies, dan household resources allocation strategies. Strategi nafkah rumah tangga berdasarkan tujuan pemenuhan dan cara pencapaian dapat
pula dibedakan berdasarkan strata dalam masyarakat. Strategi nafkah rumah tangga strata bawah sering diarahkan untuk bertahan hidup strategi survival,
dengan berbagai cara pencapaian. Strategi nafkah rumah tangga strata menengah dan atas biasanya diarahkan untuk tujuan-tujuan konsolidasi dan akumulasi
modal, dengan berbagai cara pencapaian.
Perubahan strategi nafkah rumah tangga Suku Duano pada berbagai rezim penguasaan sumberdaya, dapat pula dikelompokkan berdasarkan strata bawah,
menengah, dan atas. Rumah tangga Suku Duano yang diwawancarai di Desa Concong Luar dan Desa Panglima Raja berdasarkan strata di masyarakat,
disajikan pada Tabel 6.4. Tabel 6.4. Jumlah Rumah Tangga Suku Duano yang Diwawacarai
Berdasarkan Strata Strata
Jumlah Rumah Tangga yang Diwawancara Desa Panglima Raja
Desa Concong Luar
Bawah n=25 15
10 Menengah n=5
3 2
Atas n=2 1
1 Jumlah n=32
19 13
Bentuk aktivitas nafkah rumah tangga Suku Duano dapat dibedakan berdasarkan:
1. Jenis kebutuhan rumah tangga 2. Basis natural kapital dan fisikal kapital yang dimanfaatkan