Interpretasi dan Penyajian Data
alam Muara Indragiri, mulai dari hasil laut, hutan, perkebunan, perdagangan, dan jasa transportasi sungai-laut.
Sejarah peradaban di muara Indragiri yang banyak berkaitan dengan ekosistem sungai, laut, dan hutan-kebun telah membentuk pemukiman,
perkampungan, atau pedesaan yang khas di Indragiri Hilir. Beberapa pemukiman yang khas di Indragiri Hilir adalah perkampungan di atas air, desa kebun, dan
pemukiman masyarakat adat. Pemukiman di Indragiri Hilir sangat dipengaruhi oleh lingkungan bio-fisik yang merupakan rawa gambut, sungai pasang surut, dan
muara sungai yang payau dan berlumpur. Kondisi lingkungan bio-fisik tersebut membentuk pemukiman-pemukiman dengan rumah-rumah panggung yang
dihubungkan oleh pelantar-pelantar atau jerambah, dengan tiang-tiang rumah yang berdiri di atas rawa, bibir sungai, sungai, atau laut.
Perkampungan di atas air dapat ditemukan di beberapa kecamatan, seperti Kecamatan Tanah Merah, Kecamatan Concong, dan Kecamatan Sungai Batang.
Sebagian dari perkampungan di atas air adalah pemukiman masyarakat adat Suku Duano dari program pemukiman kembali masyarakat terasing PKMT.
Desa kebun yang ada di Indragiri Hilir memiliki ciri khas berupa rumah- rumah panggung dan semi permanen yang dihubungkan oleh kanal-kanal yang
sangat panjang atau menurut istilah tempatan disebut parit. Kanal-kanal yang dibangun sebagian besar oleh penduduk yang membuka kebun kelapa di atas
tanah rawa ini, berfungsi untuk mengatur atau mengurangi genangan air di areal perkebunan, dan berfungsi sebagai lalu lintas atau transportasi air. Pengangkutan
hasil bumi dan transportasi penduduk dilakukan menggunakan perahu dan kapal kecil melintasi kanal. Desa-desa kebun seperti ini dapat ditemukan di Kecamatan
Tempuling, Kecamatan Tembilahan Hulu, dan Kecamatan Kempas. 4.2.2. Sumber-sumber Agraria: dari Perkebunan Kelapa, Hasil Hutan,
hingga Hasil Laut
Sumber-sumber agraria yang meliputi tanah, perairan, hutan, bahan tambang, dan udara yang menjadi sumber penghidupan, sekaligus menjadi dasar
bagi berkembangnya inti budaya suatu masyarakat, merupakan hal yang penting untuk ditelusuri dalam pendekatan ekologi budaya. Menurut Steward 1995
bahwa inti budaya culture core berkembang dari adaptasi teknologi dan pengaturan-pengaturan seputar pemanfaatan sumber-sumber agraria yang tersedia
di alam. Hampir semua bentuk sumber-sumber agraria tersedia di Indragiri Hilir, namun sejarah pengelolaannya lebih banyak menyentuh tanah, perairan, dan
hutan.
Sebagian besar dari luas wilayah atau 93,31 daerah Kabupaten Indragiri Hilir merupakan daerah dataran rendah, yaitu daerah endapan sungai, daerah rawa
dengan tanah gambut peat, daerah hutan payau mangrove dan terdiri atas pulau-pulau besar dan kecil, dengan rata-rata ketinggian lebih kurang 0-3 Meter
dari permukaan laut. Sedangkan sebagian kecilnya 6,69 berupa daerah berbukit- bukit dengan ketinggian rata-rata 6-35 meter dari permukaan laut yang terdapat di
bagian selatan Sungai Reteh Kecamatan Keritang, yang berbatasan dengan Propinsi Jambi. Daerah ini umumnya dipengaruhi oleh pasang surut, apalagi bila
diperhatikan fisiografinya dimana tanah-tanah tersebut terbelah-belah oleh beberapa sungai, terusan, sehingga membentuk gugusan pulau-pulau. Sungai yang
terbesar di daerah ini adalah Sungai Indragiri yang berhulu di penggunungan
Bukit Barisan Danau Singkarak, sungai Indragiri mempunyai tiga muara ke Selat Berhala, yaitu di Desa sungai Belu, Desa Perigi Raja dan Kuala Enok.
Sedangkan sungai-sungai lainnya adalah : Sungai Guntung, Sungai Kateman, Sungai Danai, Sungai Gaung, Sungai Anak Serka, Sungai Batang Tuaka, Sungai
Enok, Sungai Batang, Sungai Gangsal, yang hulunya bercabang tiga yaitu Sungai Gangsal, Sungai Keritang, Sungai Reteh, Sungai Terap, Sungai Mandah, Sungai
Igal, Sungai Pelanduk, Sungai Bantaian, dan sungai Batang Tumu Pemkab INHIL, 2012.
Pulau-pulau yang terdapat di Kabupaten Indragiri Hilir pada umumnya telah didiami penduduk dan sebagian diusahakan penduduk untuk dijadikan kebun-
kebun kelapa, persawahan pasang surut, dan kebun sagu. Gugusan pulau tersebut meliputi : Pulau Kateman, Pulau Burung, Pulau Pisang, Pulau Bakong, Pulau Air
Tawar, Pulau Pucung, Pulau Ruku, Pulau Mas, Pulau Nyiur dan pulau-pulau kecil lainnya. Terdapat pula selat-selatterusan kecil seperti : SelatTerusan Kempas,
SelatTerusan Batang, SelatTerusan Concong, SelatTerusan Perawang, SelatTerusan Patah Parang, SelatTerusan Sungai Kerang, dan SelatTerusan
Tekulai. Selain selatterusan alam terdapat pula terusan buatan antara lain : Terusan Beringin, Terusan Igal, dan lain-lain. Danau dan tanjung di Indragiri
Hilir yaitu Danau Gaung, Danau Danai dan Danau Kateman, serta Tanjung Datuk dan Tanjung Bakung Pemkab INHIL, 2012.
Perkebunan kelapa
Perkebunan merupakan sumber penghidupan penting di Indragiri Hilir, beberapa komoditas tanaman perkebunan yang telah dikembangkan adalah kelapa
lokal, kelapa hibrida, kelapa sawit, karet, kopi, coklat dan pinang. Kelapa lokal adalah komoditas yang paling melekat dengan sejarah perkembangan
perekonomian masyarakat di daerah ini. Kedatangan orang-orang Bugis dan Banjar ke Indragiri Hilir dapat diidentikan dengan berkembangnya perkebunan
kelapa di wilayah ini, karena mereka adalah penduduk yang bekerja keras merubah daerah rawa-rawa menjadi perkebunan kelapa.
Potensi lahan untuk pengembangan komoditas perkebunan adalah seluas 722.806 Ha dan telah dimanfaatkan sekitar 600.691 Ha. Hasil perkebunan di
Kabupaten Indragiri Hilir yakni produksi kelapa mencapai 390.924,28 ton pertahun dengan luas lahan 295.380,24 Ha, untuk kelapa hibrida tercatat produksi
sebanyak 67.055,69 ton dari luas lahan 28.770 Ha. Produksi kelapa lokal dan hibrida saat ini sudah berada dibawah produksi kelapa sawit. Produksi kelapa
sawit telah mencapai 567.802,56 ton dari lahan seluas 76.353,45 Ha. Produksi komoditas perkebunan yang lain adalah: komoditi karet dengan luas areal 4.861
Ha, kopi 1.338 Ha, sagu 17.656 Ha, kakao 2.170 Ha, pinang 15.413, nipah 17.435 Ha dan aneka tanaman perkebunan lainnya 303 Ha Pemkab INHIL, 2012.
Hasil Hutan
Hubungan masyarakat Indragiri Hilir dengan hutan telah berlangsung sejak mereka menempati daerah tersebut. Hutan di Indragiri Hilir yang berkarakter rawa
gambut, pada awalnya dikelola atau dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya untuk diambil hasil kayunya. Hasil kayu digunakan untuk bahan pembuat rumah,
perahu, kapal, pelantar, dan kebutuhan bahan bakar arang. Pembukaan hutan oleh masyarakat khususnya ditujukan untuk perkebunan kelapa. Pemanfaatan
hutan untuk industri berupa loging dan arang bakau berlangsung pada era orde
baru. Pembukaan hutan untuk perkebunan kelapa dan kelapa sawit berskala luas yang bertujuan memenuhi kebutuhan industri juga berlangsung hingga saat ini.
Pemanfaatan hutan untuk kepentingan industri sangat mempengaruhi perubahan lingkungan bio-fisik di kawasan hilir dan muara sungai yang ada di Indragiri saat
ini.
Kawasan hutan yang telah dikuasai atau diusahakan di Kabupaten Indragiri Hilir saat ini adalah seluas 344.099,31 Ha. Luasan tersebut telah mencapai 87
dari kawasan hutan yang telah ditatabatas seluas 395.634,94 Ha Tabel 4.2. Hasil hutan yang dimanfaatkan berupa kayu, rotan, nipah, sagu, dan damar. Kawasan
hutan yang diusahakan atau dikuasai mencakup hutan lindung, hutan produksi, hutan produksi terbatas, taman nasional dan hutan bakau mangrove. Kawasan
hutan yang dimanfaatkan khususnya berada di Pulau Air Tawar, Pulau Bakung, Pulau Cawan, Pulau Pisang, Sungai Gaung, Sungai Keritang, Sungai Gangsal,
Bukit Tiga Puluh, Tanah Merah, Reteh dan Sungai Batang. Tabel 4.2. Luasan Hutan di Indragiri Hilir Berdasarkan Fungsi
No FungsiNama kawasan
Luas ha 1
Hutan Lindung P. Air Tawar, P. Bakung, P. Cawan, P. Pisang
34.973,05 2
Hutan Produksi Sungai Gaung 217.634,62
3 Hutan Produksi terbatas Sungai Keritang, Sungai Gangsal
54.731,34 4
Taman Nasional Bukit Tiga Puluh 24.761,92
5
Kawasan Hutan Bakau 63.534,01
Sumber: PEMKAB Indragiri Hilir 2012
Perikanan
Interaksi masyarakat Indragiri Hilir terhadap ekosistem laut dan sungai, khususnya dalam pemanfaatan hasil-hasil laut dan sungai berupa ikan, udang,
cumi, dan kerang telah berlangsung sejak mereka menempati wilayah ini. Indragiri Hilir sangat terkenal dengan kekhasan hasil lautnya, yaitu udang galah
dan kerang darah. Kekayaan sumberdaya perikanan didukung oleh kondisi bio- fisik Indragiri Hilir yang sebagian besar merupakan daerah estuaria. Estuaria yang
subur karena merupakan pertemuan antara sungai dan lautan merupakan lokasi yang disenangi ikan untuk mencari makan dan memijah, kondisi tersebut
dimanfaatkan oleh masyarakat dengan berprofesi sebagai nelayan. Guna mendekatkan jarak dengan wilayah fishing ground, nelayan membangun
pemukiman di sepanjang muara sungai dan pesisir pantai. Daerah yang terkenal sebagai sentra perikanan sejak lama adalah Kecamatan Concong dan Tanah
Merah.
Saat ini pemanfaatan hasil perikanan sudah berkembang tidak hanya dari penangkapan ikan, tetapi mencakup pula budidaya air payau tambak, budidaya
laut keramba jaring apung, budidaya air tawar minatani dan pengolahan tepung ikan. Potensi perikanan tangkap di Kabupaten Indragiri Hilir dari perairan laut
sebesar 109,212 tontahun dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2008 sebesar 35.277,76 tonth 32,30 . Budidaya perikanan memiliki potensi lahan untuk