Penopang Rasionalitas Ekonomi Menongkah

Pembentukan rasionalitas aktor istri dari pedagang pengumpul lokal Aktivitas menongkah yang dijalankan oleh istri dari pedangang pengumpul lokal adalah pada saat melimpah kerang, sebagai kegiatan nafkah sampingan yang bersifat temporer. Kegiatan ini diorientasikan sebagai bagian dari kegiatan nafkah komersial suami dan untuk menjaga hubungan baik sesama Suku Duano. Basis- basis rasionalitas substantif bekerja sama kuat dengan basis-basis rasionalitas formal, dianalogikan dengan bola atau gelembung hijau s yang sama besar dengan bola atau gelembung merah f Gambar 7.6. Basis rasionalitas substantif yang bekerja di alam pikiran aktor istri dari tauke adalah etika pergaulanhidup bermasyarakat dan nilai-nilai tentang laut tempat mencari nafkah. Basis rasionalitas formal yang bekerja yaitu, orientasi produksi untuk dijual dan distribusi melalui pasar. 7.3.3. Pembentukan Rasionalitas Aktor dari Rumah Tangga Strata Atas Aktivitas nafkah yang dijalankan oleh anggota rumah tangga Suku Duano dari strata atas adalah menjadikan kerang darah sebagai komoditas utama dalam bisnis. Kalangan strata atas yang bertindak sebagai pedagang pengumpul besar yang membeli menampung kerang darah dari pedagang pengumpul kecil. Kerang darah yang dibeli ditampung di tempat penampungan sementara, untuk selanjutnya dibawa ke Tembilahan. Orientasi tindakan ekonomi pedagang pengumpul besar adalah akumulasi modal, sehingga dapat memperluas usaha pada bidang-bidang lain. Beberapa tindakan ekonomi yang berkaitan dengan aktivitas menongkah adalah memberikan pinjaman kepada nelayan penongkah pada masa-masa sulit, dan ikut mendanai even-even budaya Duano. Basis rasionalitas formal dari tindakan ekonomi aktor strata atas ini adalah orientasi produksi utuk dijual, orientasi pasar, dan keuntungan maksimum, sedangkan basis rasionalitas substantif adalah pergaulanhidup bermasyarakat, laut tempat mencari nafkah, dan norma resiprositas. Rasionalitas yang bekerja di alam pikiran aktor individu Suku Duano dari rumah tangga strata atas tidak jauh berbeda dengan yang dijalankan oleh pedagang pengumpul kecil Gambar 7.5. Aktivitas nafkah yang dijalankan lebih mengarah atau berat pada aktivitas komersial. Basis-basis rasionalitas formal bekerja lebih dominan dari basis-basis rasionalitas substantif, dianalogikan dengan bola atau gelembung merah f yang lebih besar dari bola atau gelembung hijau s. Pembentukan rasionalitas aktivitas nafkah aktor pedagang pengumpul besar pada saat masa-masa paceklik, dimana nelayan penongkah membutuhkan perlindungan, sedikit berbeda dari logika pada saat normal. Rasionalitas substantif aktor pedagang pengumpul membesar, yaitu bersumber dari basis rasionalitas norma resiprositas. Meskipun pedagang pengumpul besar memiliki orientasi profit yang tinggi, basis norma resiprositas masih tertanam di alam pikirannya selaku bagian dari komunitas Suku Duano. Tindakan menolong sesama Suku Duano sesungguhnya diorientasikan untuk keberlanjutan usaha dalam jangka panjang.

7.4. Ikhtisar

Pembentukan rasionalitas dalam aktivitas menongkah harus dikaitkan dengan pengaruh negara, pasar, dan masyarakat lokal, serta perubahan lingkungan bio-fisik. Proses mental pembentukan rasionalitas yang berlangsung di alam pikiran individu Suku Duano, merupakan tarik-ulur atau pergumulan berbagai basis rasionalitas dan pengaruh kekuatan faktor eksternal, sebelum sampai pada keputusan pemilihan tindakan yang paling cocok. Penjelasan tentang rasionalitas menongkah dapat dianalogikan dengan permainan jungkat-jungkit, yaitu suatu kontinum yang dinamis bukan bersifat statis. Satu kutub mewakili orientasi tindakan ekonomi yang didominasi oleh tujuan-tujuan subsisten, dan pada kutub yang lain menonjolkan orientasi profit. Suatu waktu rasionalitas substantif bekerja lebih dominan dan pada waktu yang lain rasionalitas formal yang lebih dominan, namun kedua tipe rasionalitas tetap bekerja dalam pembentukan rasionalitas menongkah. Aktivitas menongkah diarahkan kepada aktivitas komersial, melalui penanaman rasionalisme yang dianut oleh negara dan pasar, yaitu logika-logika pertumbuhan dan hukum pasar. Negara dan pasar mempengaruhi Suku Duano untuk menghasilkan kerang darah tidak hanya untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga, tetapi juga untuk memenuhi permintaan pasar. Dalam perkembangannya aktivitas nafkah seputar produksi dan pemasaran kerang darah terpisah menjadi dua tujuan. Anggota rumahtangga Suku Duano strata bawah berkosentrasi pada aktivitas menongkah, sedangkan strata menengah dan atas berkosentrasi pada aktivitas pemasaran. Rasionalitas yang mendasari tindakan ekonomi aktor individu dari rumah tangga strata bawah didominasi oleh rasionalitas substantifis-subsistensi. Basis- basis rasionalitas yang bekerja lebih dominan adalah basis rasionalitas substantif dalam rangka bertahan hidup survival. Basis etika-moral yang dominan yaitu etika kepatuhan, etika pergaulankehidupan bermasyarakat, etika survivalisme, dan nilai-nilai tentang alam. Rasionalitas yang mendasari tindakan ekonomi aktor individu strata menengah dan atas didominasi oleh rasionalitas formalis-komersialis. Basis-basis rasionalitas yang bekerja lebih dominan adalah basis rasionalitas formal dalam rangka memaksimalkan keuntungan komersial. Basis pencapaian tujuan-tujuan ekonomi yang dominan yaitu orientasi produksi untuk dijual, distribusi melalui pasar, dan keuntungan maksimum. Penopang rasionalitas dari aktivitas menongkah adalah culture non core yang berupa ritual, mitos, seni, pantang-larang, dan permainan. Ritual dan mitos berkaitan dengan habit Suku Duao dalam hal interaksi dengan lingkungan bio- fisik laut, sedangkan seni, pantang-larang, dan permainan berkaitan dengan habit dalam aktivitas menongkah. Habit menjadi dasar bagi tindakan aktor individu untuk terus mempertahankan aktivitas menongkah, terlepas apakah bertujuan untuk aktivitas survival atau komersial. VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

8.1. Kesimpulan

Perubahan lingkungan pedesaan yang terdiri dari aspek ekologikal dan apek sosiokultural yang dipengaruhi oleh perubahan struktur sosial terbukti telah menyebabkan perubahan sistem penghidupan pedesaan. Perubahan sistem penghidupan pedesaan yang terjadi pada komunitas adat, sebagaimana yang berlangsung pada komunitas adat Suku Duano di Provinsi Riau, mengharuskan mereka melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam berbagai aspek kehidupan dan pada semua aras sosial. Penyesuaian yang dilakukan oleh Suku Duano pada aras komunitas adalah dengan menumbuhkan budaya bernafkah baru dan melembagakan sistem penghidupan yang berbasis ekonomi menongkah. Penyesuaian pada aras komunitas diikuti oleh perubahan strategi nafkah rumah tangga yang menjadikan aktivitas menongkah sebagai unsur yang dominan dalam struktur nafkah rumah tangga. Adaptasi sistem penghidupan pada aras komunitas dan aras rumah tangga, didukung oleh tindakan aktor individu Duano yang mengorientasikan tindakan ekonomi bernafkahnya pada pencapaian maksimum tanpa harus mematikan pertimbangan nilai dan tradisi ke-Melayu-an, serta ikatan emosional sesama Suku Duano. Perbedaan pandangan pemerintahnegara terhadap pentingnya sumberdaya di lautan dan perbedaan rezim penguasaan dan pengelolaan sumberdaya alam khususnya sektor kelautan dan perikanan, telah menyebabkan perpindahan livelihood place Suku Duano semakin mendekat ke daratan. Perpindahan livelihood place dari ekosistem lautan ke ekosistem muara payau, menyebabkan sistem penghidupan Suku Duano berubah dari sistem dengan pengaturan yang sangat sederhana ke sistem yang semakin kompleks. Pengaturan-pengaturan yang awalnya menyatu antara aras komunitas, rumah tangga, dan individu, bergeser ke pengaturan yang terintegrasi antara aras komunitas, rumah tangga, dan individu. Sistem penghidupan Suku Duano yang pada awalnya tidak mengutamakan finansial kapital dalam kombinasi sumberdaya nafkah, bergeser ke pengkombinasian sumberdaya nafkah yang mengutamakan finansial kapital. Sistem penghidupan Suku Duano yang pada awalnya sangat aman karena dilindungi oleh stok natural kapital yang melimpah dan kondisi fisikal kapital yang sehat, bergeser ke sistem penghidupan yang keamanannya sangat tergantung pada kemampuan komunitas dalam melindungi natural kapital dan fisikal kapital. Sistem penghidupan Suku Duano yang pada awalnya tumbuh dan berkembang karena adanya human kapital dan sosial kapital yang kuat, bergeser ke sistem penghidupan yang harus kuat dalam menumbuhkan sosial kapital dan mengembangkan human kapital. Menongkah pada awalnya adalah upaya Suku Duano untuk tetap dapat memenuhi batas-batas subsistensi pada livelihood place yang baru, tanpa harus merubah terlalu jauh aspek teknologi dari budaya bernafkah yang dikembangkan pada livelihood place sebelumnya. Menongkah tumbuh dan berkembang menyerupai karakter natural kapital yang dimanfaatkan, yaitu kerang darah Anadara granosa. Kerang darah dapat tumbuh dan berkembang pada kualitas fisika-kimia perairan yang buruk dimana hewan-hewan air lainnya sudah tidak lagi mampu bertahan hidup, bahkan ia mampu mengakumulasi timbal didalam tubuhnya. Manusia hanya mau mengkonsumsi kerang darah jika konsentrasi timbal di dalam daging kerang darah berada di bawah ambang batas yang dapat mengganggu kesehatan. Begitu pun menongkah ternyata mampu tumbuh dan berkembang menjadi basis sistem penghidupan Suku Duano pada kondisi sosial- ekonomi-politik yang buruk dimana basis-basis sistem penghidupan pedesaan lainnya sudah tidak lagi dapat dipertahankan, bahkan menongkah mampu mengakumulasi rasionalisme negara dan pasar. Negara dan pasar pada akhirnya hanya bersedia mendukung aktivitas menongkah sebagai basis sistem penghidupan Suku Duano jika aktivitas ini tidak terlalu jauh diorientasikan pada aktivitas komersial. Kombinasi sumberdaya nafkah dan strategi nafkah yang dibangun oleh Suku Duano pada aras komunitas, rumah tangga, dan individu, dalam mempertahankan dan menjaga keberlanjutan penghidupan selalu menempatkan menongkah pada posisi yang penting. Strategi nafkah Suku Duano pada aras komunitas adalah dengan melembagakan menongkah sehingga menjadi basis nafkah komunitas yang kuat dan lentur dalam menghadapi perubahan ekosistem dan terpaan ekonomi pasar. Strategi nafkah Suku Duano pada aras rumah tangga adalah dengan mempertahankan menongkah sebagai basis nafkah rumah tangga yang dapat memenuhi tujuan-tujuan subsistensi maupun tujuan komersial. Aktivitas nafkah yang menjadi pusat bagi perkembangan budaya bernafkah Suku Duano di ekosistem muara adalah menongkah. Menongkah memiliki peran penting dalam mendorong tumbuhnya material culture dan non material culture yang berkaitan dengan pengaturan-pengaturan aktivitas subsisten, antara lain: teknologi menongkah kerang peralatan papan tongkah, teknik surving di hamparan lumpur, peraturan desa partisipasi pengelolaan sumberdaya perikanan Desa Panglima Raja, dan organisasi kemasyarakatan Kerukunan Keluarga Besar Masyarakat Duano. Menongkah juga mendorong tumbuhnya material culture dan non material culture di luar pengaturan-pengaturan aktivitas subsisten, antara lain seni tari tarian menongkah, permainan rakyat lomba menongkah, pesta rakyat festival menongkah, cerita rakyat, dan tradisi lisan denden. Menongkah sebagai basis bagi sistem penghidupan Suku Duano menempati posisi dan berperan penting dalam membentuk peradaban Suku Duano. Guna mempertahankan dan melindungi stok kerang darah yang sehat di alam natural kapital, Suku Duano mengembangkan strategi nafkah yang juga mengatur aspek finansial kapital, fisikal kapital, dan human kapital pada aras komunitas. Guna mempertahankan akses yang besar pada kerang darah di Muara Indragiri, Suku Duano mengembangkan strategi nafkah yang meyakinkan pihak luar akan pentingnya pengakuan terhadap hak-hak dan budaya lokal. Guna mendapatkan pengakuan dari pihak luar atas hak-hak dan budaya lokal, Suku Duano mengembangkan strategi nafkah dengan pengaturan tekno-ekonomi yang mengakomodir dan memperkuat nilai, kebiasaan, dan tradisi Duano. Posisi menongkah di dalam struktur nafkah rumah tangga Suku Duano strata bawah sangat penting, karena merupakan aktivitas nafkah utama yang menjadi penyumbang paling dominan dalam struktur pendapatan rumah tangga. Menongkah memiliki peran penting dalam menjaga keberlanjutan penghidupan dan melindungi batas-batas subsistensi rumah tangga Suku Duano strata bawah. Posisi menongkah dalam aktivitas nafkah rumah tangga Suku Duano strata menengah dan strata atas sangat penting, karena ketersediaan kerang darah dari hasil menongkah sangat menentukan keberlanjutan aktivitas nafkah utama mereka. Peran menongkah bagi rumah tangga strata menengah dan strata atas adalah sebagai pemasok natural kapital utama yang digunakan untuk melakukan pencapaian pemenuhan kebutuhan pokok rumah tangga dan pengembangan usaha. Proses pelembagaan menongkah pada aras komunitas dan proses pencapaian pemenuhan kebutuhan untuk tujuan subsistensi maupun komersial pada aras rumah tangga, menjadi konteks bagi tindakan ekonomi aktor individu duano dalam melakukan aktivitas nafkah. Orientasi tindakan aktor individu Duano dari rumah tangga strata bawah lebih didominasi oleh orientasi subsistensi dengan basis rasionalitas nilai yang kuat, namun tidak mempertentangkannya dengan rasionalisme pasar. Orientasi tindakan aktor individu Duano dari rumah tangga strata menengah dan strata atas lebih didominasi oleh orientasi komersial dengan basis rasionalitas formal yang kuat, namun tidak menghilangkan pertimbangan- pertimbangan nilai, kebiasaan, dan tradisi ke-Melayu-an. 8.2. Implikasi 8.2.1. Teoritis Penggunaan 3 teori utama di dalam memotret dan menganalisis fenomena- fenomena sosial yang terkait dengan perubahan penghidupan pedesaan yang berbasis ekonomi menongkah, yaitu teori ekologi budaya dari Julian Steward, teori keterlekatan dari Mark Granovetter, dan teori tindakan dan rasionalitas ekonomi dari Max Weber, terbukti mampu mengungkap kekhasan sistem penghidupan pedesaan yang dikembangkan oleh Komunitas Adat Suku Duano. Perubahan sistem penghidupan pedesaan dalam kaitannya dengan perubahan lingkungan bio-fisik, memiliki interrelasi dengan tumbuhya budaya yang berkaitan dengan pengaturan-pengaturan penghidupan culture core, prilakutindankan individu, dan tumbuhnya budaya-budaya lain di luar culture core culture non core, dapat dijelaskan dengan baik oleh teori ekologi budaya cultural ecology. Fakta empiris menunjukkan bahwa adaptasi sistem penghidupan pedesaan yang berlangsung dalam komunitas Suku Duano tidak hanya disebabkan oleh perubahan lingkungan bio-fisik, tetapi disebabkan pula perubahan lingkungan sosial dan perubahan rezim peguasaanpengelolaan sumberdaya alam. Konsep adaptasi dalam teori ekologi budaya yang menunjukkan proses adaptasi masyarakat berburu-meramu terhadap ligkungan bio-fisik secara alamiah, kurang memadai untuk menjelaskan proses adaptasi sistem penghidupan Suku Duano yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosiokultural di luar komunitas. Konsep yang dapat membedakan adaptasi sistem penghidupan Suku Duano dengan adaptasi yang ditawarkan Steward adalah konsep adaptasi seminatural. Menongkah sebagai basis sistem penghidupan Suku Duano yang sedang tumbuh dan dilembagakan pada aras komunitas maupun aras rumah tangga, merupakan konteks bagi aktor individu Duano dalam mengorientasikan tindakannya. Fakta empiris ini sangat mendukung teori keterlekatan dari Granovetter yang menyatakan bahwa tindakan ekonomi melekat pada jaringan sosial personal yang sedang berlangsung di antara para aktor secara personal keterlekatan relasional dan disituasikan secara sosial dan melekat embedded pada jaringan hubungan yang lebih luas, dapat berupa struktur atau institusi sosial maupun secara struktural keterlekatan struktural. Konsep context bound rationality dari Victor Nee yang merupakan turunan dari teori keterlekatan sejalan pula dengan fakta empiris yang ditemukan. Nee 2005 yang menyatakan bahwa adanya keterikatan rasionalitas pada konteks dan melekat embedded di dalam ikatan interpersonal, yang diperkuat oleh adat-istiadat, jaringan, norma, keyakinan kultural, dan pengaturan kelembagaan. Orientasi tindakan ekonomi dan proses pembentukan rasionalitas aktor individu Duano dari rumah tangga strata bawah, menengah, maupun atas, dalam adaptasi sistem penghidupan yang bersifat semi-natural, dapat dijelaskan dengan menggunakan analogi teoritis permainan jungkat-jungkit. Analogi permaianan jungkat-jungkit merupakan sintesa dari teori ekologi budaya, teori keterlekatan, dan teori tindakan dan resionalitas ekonomi. Orientasi tindakan ekonomi dari individu Duano dalam menjalankan aktivitas menongkah, dapat dijelaskan sebagai tindakan yang pada satu waktu didominasi oleh tujuan-tujuan subsisten, pada situasi dan kondisi yang lain menonjolkan orientasi profit. Nilai-nilai pada satu waktu menjadi pertimbangan dominan dalam pengambilan keputusan ekonomi, pada waktu lain dengan situasi dan kondisi yang berbeda keputusan ekonomi individu didominasi oleh aturan-aturan formal. Analogi teoritis tersebut menunjukkan suatu tipologi tindakan ekonomi aktor yang terbentuk melalui proses tarik ulur antara dua rasionalitas yang sesungguhnya menurut tipologi Max Weber sangat berseberangan, yaitu rasionalitas substantif substantive rationality dan rasionalitas formal formal rationality. Orientasi tindakan aktor yang mendua menyebabkan tindakan ekonomi yang dipilih tidak sepenuhnya berorientasi subsisten dan tidak pula sepenuhnya berorientasi komersial, tarik ulur diantara keduanya dalam penelitian ini disebut sebagai tindakan rasional yang ambigu.

8.2.2. Kebijakan

Sistem penghidupan yang dibangun Suku Duano dalam menghadapi kerentanan-kerantanan jangka pendek maupun jangka panjang pada berbagai dimensi natural, sosial, ekonomi, dan politik, harus mendapatkan dukungan kebijakan yang berorientasi memperkecil kerentanan-kerentanan yang mengancam sistem penghidupan pedesaan. Ketahanan nafkah Suku Duano yang telah teruji dalam perjalanan sejarah bernafkah mereka, harus dijadikan dasar dalam mendesain kebijakan-kebijakan yang ditujukan pada masyarakat pedesaan yang berkarakter spesifik. Generalisasi kebijakan pada masyarakat pedesaan sangat mengabaikan fakta bahwa kekuatan dan kelemahan sistem penghidupan pedesaan sangat beragam tergantung dari pola adaptasi yang mereka kembangkan. Fakta empiris tentang perjalanan sejarah bernafkah Suku Duano, menunjukkan bahwa sistem penghidupan yang mereka kembangkan sangat dipengaruhi oleh orientasi dan pandangan negara terhadap lautan dan daratan. Meskipun mampu bertahan dalam perubahan yang terjadi, Suku Duano harus menghadapi resiko dan melakukan penyesuaian-penyesuaian yang mendalam pada setiap aspek kehidupan pada berbagai aras. Kebijakan pada masa pra kemerdekaan yang memposisikan Suku Duano sebagai pelaut handal dan memberikan peran nyata dalam melindungi dan menjaga perairan laut, merupakan kebijakan yang sangat mempertimbangkan kepentingan negara dan kepentingan komunitas, kebijakan seperti ini sangat memperkuat sistem penghidupan yang telah dibangun komunitas. Kondisi ekosistem muara yang sangat rentan, dapat dijaga dan dilindungi dengan menggunakan pola yang dilakukan pada masa pra kemerdekaan tersebut. Upaya komunitas adat Suku Duano dalam melindungi dan memelihara livelihood place mereka di Muara Indragiri, melalaui cara-cara formal maupun non formal harus didukung sepenuhnya oleh negara. Memposisikan Suku Duano sebagai penjaga ekosistem muara dan tetap memberikan akses yang besar kepada mereka, akan berimplikasi ganda. Sistem penghidupan Suku Duano akan semakin kuat, karena mendapat pengakuan dan dukungan yang besar dari negara atas sumberdaya natural dan fisikal yang mereka manfaatkan, pada satu sisi. Tugas- tugas negara dalam mengatasi permasalahan kerusakan dan pelestarian lingkungan pesisir akan semakin terbantu dan ringan, pada sisi yang lainnya. Sumber kerentanan yang dalam jangka pendek dan jangka panjang dapat terakumulasi menjadi ancaman yang besar bagi keberlanjutan sistem penghidupan Suku Duano adalah penurunan kualitas perairan yang disebabkan oleh limbah industri dan rumah tangga. Karektater kerang darah yang mampu mengakumulasi timbal di dalam tubuhnya, menjadikan komoditas ini sangat rentan dengan isu keamanan dan kesehatan pangan. Kebijakan pembangunan masyarakat pesisir harus memuat langkah-langkah nyata dalam menjaga kondisi fisika kimia ekosistem muara, agar selalu berada pada ambang yang aman dan sehat bagi pertumbuhan biota dan hewan air yang dikonsumsi manusia. Penataan ruang wilayah hulu dan muara harus terintegrasi berdasarkan ekosistem, sehingga kerentanan sistem penghidupan pedesaan yang berada di muara tidak disebabkan oleh aktivitas nafkah masyarakat dan industri yang berada di hulu atau sepanjang aliran sungai. Kualitas human kapital Suku Duano yang sebagian besar berasal dari rumah tangga strata bawah, dimana pengetahuan, skill, dan pengalaman yang sangat terbatas pada aktivitas menongkah. Kualitas human kapital yang terbatas ini sangat rentan, jika terjadi tekanan atau goncangan pada aktivitas menongkah. Kebijakan pemerintah dalam jangka pendek harus pula diarahkan pada peningkatan pengetahuan dan skill Suku Duano dalam pengelolaan ekonomi rumah tangga dan mata pencaharian alternatif yang mendukung aktivitas nafkah berbasis menongkah. Kebijakan jangka panjang harus diarahkan pada peningkatan pendidikan formal yang bersentuhan langsung dengan aktivitas nafkah mereka, mulai dari level pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi, yaitu pada bidang-bidang kelautan, perikanan, kemaritiman, lingkungan hidup. Bidang- bidang tersebut meliputi semua aspek kehidupan teknis, sosial, ekonomi, budaya, seni, dan politik.

1. DAFTAR PUSTAKA

Abdullah S. 2010. Produksi dan Pemasaran Kerang Darah Anadara granosa dari Desa Concong Luar Kecamatan Concong Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau. Universitas Riau. Skripsi tidak diterbitkan. Baquini M. 2008. The Economic and Ecological Crises and Their Impact on Livelihood Strategies of Rural Households in Yogyakarta. Amsterdam: Amsterdam University Press. Bapedalda Kab. Inhil, PKSPL IPB. 2002. Profil Keanekaragaman Hayati Kabupaten Indragiri Hilir. Bapedalda Kabupaten Indragiri Hilir, Tembilahan dan PKSPL IPB, Bogor. Bebbington A. 1996. Organizations and Intensifications: Campesiono Federations, Rural Livelihoods and Agricultural Technology in the Andes and Amazona. World Development 247: 1161-1177. Bebbington A. 1999. Capitals and Capabalities: A Framework for Analyzing Peasant Viability, Rural Livelihoods and Poverty. World Development 2712: 2021-2044. Bebbington A. 2005. Donor–NGO Relations and Representations of Livelihood in Nongovernmental Aid Chains. World Development 336: 937-950. Bebbington A, Dharmawan L, Fahmi E, Guggenheim S. 2006. Local Capacity, Village Governance, and the Political Economy of Rural Development in Indonesia. World Development 3411: 1958-1976. Bebbington A et al. 2008. Mining and Social Movements: Struggles Over Livelihood and Rural Territorial Development in the Andes. World Development 3612: 2888-2905. Brown JB, Lichter DT. 2004. Poverty, Welfare, and the Livelihood Strategies of Nonmetropolitan Single Mothers. Rural Sociology 692: 282-301. Burgers PPM. 2008. Livelihood Dyamics, the Economic Crisis, and Coping Mechansms in Kerinci District, Sumatera. Amsterdam: Amsterdam University Press. Calkins S. 2009. Transformed Livelihoods in the Lower Atbara Area: Pastoral Rashayda Responses to Crises. Nomadic People 131: 45-68. Collins R. 1994. Four Sociological Traditions. New York and Oxford: Oxford University Press. de Jong E. 2008. Making a Living in Turbulent Times: Livelihoods and Resources Allocations in Tana Toraja during Indonesia’s Economic and Politcal Crisis. Amsterdam:Amsterdam University Press. Denzin, NK, Lincoln YS. 2000. Handbook of Qualitative Research: Second Edition. California: Sage Publications, Inc. DFID, 1999. Sustainable livelihoods guidance sheets. Department for International Development, London. Dharmawan AH. 2001. Farm Household Livelihood Strategies and Socio- economic Changes in Rural Indonesia. G ӧttingen: Goerge August University of G ӧttingen. Dharmawan, AH. 2007. Sistem Penghidupan dan Nafkah Pedesaan: Pandangan Sosiologi Nafkah Livelihood Sociology Mazhab Barat dan Mazhab Bogor. Sodality I 2:169-192. Eilenberg M, Wadley RL. 2009. Borderland Livelihood Strategies: The Socio- economic Significance of Ethnicity in Cross-border Labour Migration, West Kalimantan, Indonesia. Asia Pasific Viewpoint 501: 58-73. Febrianis H. 2008. Kearifan Masyarakat Suku Duano dalam Pelestarian Kerang Darah di Desa Concong Luar Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau. Pekanbaru: Universitas Riau. tidak diterbitkan. Forsyth T. 2003. Critical Political Ecology: The Politics of Environmental Science. Routledge, London and New York. Geertz, C. 1963. Involusi Pertanian: Proses Perubahan Ekologi di Indonesia. Supomo S Penerjemah. Jakarta: Bhratara Karya Aksara. Diterjemahkan dari Agriculture Involution: The Process of Ecological Change in Indonesia. Geertz C. 1984. Culture and Social Change: The Indonesian Case. Man 194:511-532. Getz C. 2008. Social Capital, Organic Agriculture, and Sustainable Livelihood Security: Rethinking Agrarian Change in Mexico. Rural Sociology 734: 555-579. Giddens A. 2009. Kapitalisme dan Teori Sosial Modern: Suatu Analisis Terhadap Karya Tulis Marx, Durkheim, dan Weber. Kramadibata S Penerjemah. Jakarta: UI Press. Diterjemahkan dari Capitalism and Modern Social Theory: an Analisys of Writing of Marx, Durkheim and Max Weber. Goldsceider C. 1985. Populasi, Modernisasi, dan Struktur Sosial. Sumanto NB Penerjemah. Jakarta: Rajawali Press. Diterjemahkan dari: Population, Modernization and Social Structure. Granovetter MS, Swedberg R. 1992. The Sociology of Economic Life. Boulder, San Fancisco, and Oxford: Westview Press. Granovetter MS. 1992. Economic Action and Social Structure: The Problem of Embeddedness. Granovetter MS, Swedberg R editor. in The Sociology of Economic Life. Boulder, San Fancisco, and Oxford: Westview Press. Hilmi E. 2010. Analisis Biodiversity Ekosistem Mangrove di Indragiri Hilir. Prabowo RE, Ardli ER, Sastranegara MH, Lestari W, Wijayanti G editor. dalam Bodiversity dan Bioteknologi Sumberdaya Akuatik. Purwokerto: Fakultas Biologi Unsoed. Jodha N. 2008. Rural Commons and Livelihood Strategies in Dry Regions of India. The European Journal of Development Research 20 4: 597-611. Johnson DP. 1988. Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jilid I. Lawang RMZ Penerjemah. Jakarta: Gramedia. Terjemahan dari: Sociological Theory Classical Founders and Contemporary Perspective. Kahn JS. 2002. Membudayakan Daerah Pedalaman Indonesia. Li TM penyunting. 2002. Proses Transformasi Daerah Pedalaman di Indonesia. Sumitro, Kartikasari SN Penerjemah. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Terjemahan dari: Transforming the Indonesian Uplands: Marginality, Power and Production. Kalberg S. 1980. Max Weber’s Types of Rationality: Cornerstones for the Analisys of Rationalization Process in History. American Journal of Sociology 855: 1145-1179. Lenhart L. 1997. Orang Suku Laut Ethnicity and Acculturation. In Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, Riau in Transition 153 4: 577-604. www.kitlv-journals.nl Lincoln YS, Guba EG. 2000. Paradigmatic Controversies, Contradiction, and Emerging Confluences. Denzin NK, Lincoln YS editors. in Handbook of Qualitative Research: Second Edition. California: Sage Publications, Inc. Li TM. 2002. Proses Transformasi Daerah Pedalaman di Indonesia. Sumitro, Kartikasari SN Penerjemah. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Terjemahan dari: Transforming the Indonesian Uplands: Marginality, Power and Production. Lund R, Alfred Dei L, Baokye KA, Opoku-Agyemang E. 2008. It is All About Livelihoods: A Study of Women Working in Stone Chip Production in Cape Coast Municipality, Ghana. Norsk Georafisk Tidsskrift-Norwegian Journal of Geography 62: 139-148. Maretzki AN. 2007. Women’s Nutribusiness Cooperatives in Kenya: an Integrated Strategy for Sustaining Rural Livelihoods. Journal of Nutrition Education and Behavior 396: 327-334. Maunati Y. 2004. Identitas Dayak: Komodifikasi dan Politik Kebudayaan. Yogyakarta: LKiS. Moleong LJ. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Molnar JJ. 2010. Climate Change and Societal Response: Livelihoods, Communities, and the Environment. Rural Sociology 751: 1-16. Nee V. 2005. The New Institutionalism in Economics and Sociology. Smelser NJ, Swederg R editors. in The Handbook of Economic Sociology. New Jersey: Princeton University Press and New York: The Russell Sage Foundation. Nooteboom G. 2008. Throught Turbulent Times, Diversity, Vulnerability, and Resilience of Madurese Livelihoods in East Kalimantan. Amsterdam: Amsterdam University Press. Ozturk I. 2009. A Case Study on Changing Livelihood Strategies of the Community of Ban Non Sao-e Village, Nakhon Ratchasima Province, Thailand. The Journal of Development Research 212: 250-263. Panahi F, Malekmohammadin, Chizari M, Jamal, Samani MV. 2009. The Role of Optimazing Agriculture Water Resource Management to Livelihood Poverty Abolition in Rural Iran. Australian journal of Basic and Apllied Science 34: 3841-3849. Pemkab INHIL. 2012. Kondisi Umum dan Potensi Daerah Kabupaten Indragiri Hilir. http:www.inhilkab.go.id Putra HSA. 1994. Antropologi Ekologi: Beberapa Teori dan Perkembangannya. Masyarakat Indonesia 204: 1-50.