Refleksi Teoritis dan Posisi Aksiologis

adalah etika kepatuhan, etika pergaulankehidupan bermasyarakat, dan etika survivalisme. a. Etika Kepatuhan Etika kepatuhan dapat berupa kepatuhan pada ajaran-ajaran agama, kepada negara, kepada pimpinanatasan, kepada majikanpatron, kepada orang tua, dan sebagainya. Etika kepatuhan dalam kaitannya dengan aktivitas bernafkah Suku Duano antara lain adalah kepatuhan pada negara, kepada pemimpin adat, dan kepada tauke. Kepatuhan Suku Duano terhadap negara sesungguhnya telah terlihat sejak mereka hidup di rumah perahu sampai dengan saat ini. Mengabdi sebagai prajurit pengawal perairan pada masa kerajaan Johor-Malaka-Indragiri, bersedia untuk dimukimkan pada masa orde baru, dan berperan-serta dalam program-program pemerintah. Kepatuhan pada pemimpin dan tokoh-tokoh Suku Duano dalam mempertahankan ke-Duano-an dan mempertahankan aktivitas menongkah, dan kepatuhan mereka atas kesepakatan yang dibuat dengan para tauke pedagang pengumpul juga terlihat dalam kehidupan Suku Duano. Etika kepatuhan Suku Duano tersebut bersumber dari falsafah melayu dan contoh teladan yang diberikan oleh tokoh-tokoh melayu. Falsafah melayu raja adil raja disembah, raja zalim raja disanggah dimaksudkan untuk memandu perilakutindakan orang-orang melayu sebagai kaum yang patuh pada negara atau pemimpin yang benar. b. Etika PergaulanKehidupan bermasyarakat Falsafah melayu tentang kesederhanaan, toleransi dan gotong royong menjadi pemandu tindakan Suku Duano dalam berinteraksi sesama Suku Duano, maupun dengan masyarakat desa tempatan dimana Suku Duano dimukimkan kembali. Etika pergaulan atau bermasyarakat ini disosialisasikan dari generasi ke generasi, dan dijadikan bagian dari kebudayaan lisan dan tulis yang berisi pesan moral. Beberapa falsafah melayu tersebut tercermin dalam bait-bait pada Box 7.1. Box 7.1. Bait-bait Falsafah Melayu Tentang Etika PergaulanHidup Bermasyaraka Berat sama dipikul, Ringan sama dijinjing Ke bukit sama mendaki, Ke lurah sama menurun Hati gajah sama dilapah, Hati tungau sama dicecah Hidup jelang-menjelang, Sakit jenguk-menjenguk Lapang sama berlega, Sempit sama berhimpit Lebih beri-memberi, Kalau berjalan beriringan Yang dulu jangan menunjang, Yang tengah jangan membelok, Yang di belakang jangan menumit Yang lupa diingatkan, Yang bengkok diluruskan, Yang tidur dijagakan Yang salah tegur-menegur, Yang rendah angkat-mengangkat, Yang tinggi junjung-menjunjung Yang tua memberi wasiat, Yang alim memberi amanat Yang berani memberi kuat, Yang berkuasa memberi daulat Kuat lidi karena diikat, Kuat hati karena mufakat c. Etika Survivalisme Etika survivalisme yang memandu Suku Duano berkaitan dengan mempertahankan identitas melayu, ke-Duano-an, dan aktivitas menongkah. Suku Duano yang dalam sejarahnya adalah suku pengembara laut harus menanamkan dan menjalankan semangat berjuang dan bertahan dalam kondisi yang sulit. Hal ini menjadi pemandu tindakan ekonomi aktor Suku Duano hingga saat ini dalam menjalankan aktvitas nafkah. Mencari nafkah di kubangan lumpur dengan kondisi laut yang ekstrim menjadi bagian dari keseharian Suku Duano. Etika survivalisme selain bersumber dari cara hidup Suku Duano berinteraksi dengan alam, juga bersumber dari falsafah melayu “tak akan melayu hilang di bumi”. Semangat berjuang dan bertahan tercermin dari ungkapan tersebut. Nilai-nilai Pandangan hidup nenek moyang Suku Duano tentang alam yaitu daratan adalah tempat yang kotor, tempat menguburkan kerabat mereka yang telah mati. Pandangan hidup tersebut menjadi nilai-nilai yang mengharuskan orang Duano untuk terus menghargai laut, meskipun kehidupan saat ini sangat berkait erat dengan daratan. Nilai untuk terus menghargai laut masih terlihat dari aktivitas nafkah Suku Duano yang berbasis perairan. Basis pencapaian tujuan-tujuan ekonomi Pencapaian tujuan-tujuan ekonomi economic orientation dalam hal penguasaan sumberdaya, produksi, dan distribusi, merupakan basis rasionalitas yang bersumber dari interaksi Suku Duano dengan negara, pasar, dan masyarakat lokal. Paham utilitarianisme yang mengutamakan kemanfaatan ekonomi dan berorientasi profit diperkenalkan dan masuk ke kehidupan Suku Duano terutama pada era revolusi biru. Negara menggunakan paham ini dalam kebijakan- kebijakan pembangunan yang sangat berorientasi pertumbuhan ekonomi, produktivitas, efesiensi, dan mengutamakan indikator-indikator makro-ekonomi, termasuk yang ditujukan pada Suku Duano. Pasar yang masuk dan diperkenalkan kepada Suku Duano sejalan dengan program-program pemerintah tersebut, mempengaruhi orientasi produksi dan pola distribusi Suku Duano. Produksi yang berorientasi pasar, distribusi yang mengandalkan pasar dan nilai tukar uang, dan kalkulasi ekonomi untuk menghasilkan profit maksimum menjadi bagian dari orientasi tindakan bernafkah Suku Duano saat ini.

7.1.3. Analogi Pembentukan Rasionalitas dalam Aktivitas

Menongkah Proses pembentukan rasionalitas dalam pikiran individu akan semakin mudah dipahami dengan menggunakan analogi. Analogi yang dimaksud adalah sistesis dari teori tindakan dan rasionalitas ekonomi dari Max Weber, teori adaptasi ekologi budaya dari Julian Steward, dan teori keterlekatan dari Granovetter. Rasionalitas yang bermain di alam pikiran individu, lebih tepat jika digambarkan sebagai suatu kontinum yang dinamis, bukan bersifat statis. Orientasi tindakan ekonomi dari individu Duano dalam menjalankan aktivitas menongkah pada satu waktu didominasi oleh tujuan-tujuan subsistensi, pada situasi dan kondisi yang lain menonjolkan orientasi profit. Nilai-nilai pada satu waktu menjadi pertimbangan dominan dalam pengambilan keputusan ekonomi, pada waktu lain dengan situasi dan kondisi yang berbeda keputusan ekonomi individu didominasi oleh aturan-aturan formal. Kedinamisan proses mental pembentukan rasionalitas dalam aktivitas menongkah dapat diilustrasikan seperti Gambar 7.1. Adaptasi sistem penghidupan yang terjadi pada Gambar 7.1 adalah proses penyesuaian terhadap perubahan lingkungan bio-fisik yang bersifat alamiah, sebagaimana yang dimaksudkan oleh Steward 1955 di dalam teori ekologi budaya. Aktivitas nafkah yang dijalankan oleh individu dengan maksud pemenuhan kebutuhan rumah tangga atau yang diistilahkan oleh Sanderson 2002 sebagai produksi untuk dipakai, lebih dominan bekerja rasionalitas substantif dari pada rasionalitas formal terlihat dari bola hijau [s] yang lebih besar dari bola merah [f]. Aktivitas nafkah yang dijalankan oleh individu dengan tujuan komersial untuk mencapai profit maksimum atau yang diistilahkan oleh Sanderson 2002 sebagai produksi untuk dijual, lebih dominan bekerja rasionalitas formal daripada rasionalitas substantif terlihat dari bola merah [f] yang lebih besar dari bola hijau [s]. Penopang keberlanjutan aktivitas nafkah adalah tradisi atau culture non core, yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui proses sosialisasi. Adaptasi sistem penghidupan yang terjadi pada Gambar 7.2 adalah proses penyesuaian terhadap perubahan lingkungan bio-fisik, dimana negara atau pasar ikut mempengaruhi bentuk tindakan ekonomi bernafkah yang diambil individu. Proses adaptasi seminatural, sebagaimana yang terjadi pada aktivitas nafkah Suku Duano menongkah adalah contoh dari analogi tersebut. Gambar 7.1. Proses Mental Pembentukan Rasionalitas dalam Aktivitas Menongkah Keterangan: F : Rasionalitas Formal S : Rasionalitas Substantif S u b s i s t e n s i K o m e r s i a l Culture non core S F S F F S Aktivitas menongkah yang dijalankan oleh individu pada masa-masa dimana rasionalisme yang ditanamkan oleh negara menjadi sangat dominan, yaitu pada masa revolusi biru Gambar 7.2, aktivitas menongkah lebih mengarah pada aktivitas komersial. Melalui logika-logika pertumbuhan dan hukum pasar, negara dan pasar mempengaruhi Suku Duano untuk menggunakan logika pasar. Produksi kerang darah bergerak dari pemenuhan untuk dipakai untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga, ke arah produksi untuk dijual untuk memenuhi permintaan pasar. Meskipun rasionalitas substantif individu Suku Duano masih bekerja lebih dominan dari pada rasionalitas formal terlihat dari bola hijau [s] yang lebih besar dari bola merah [f], tetapi orientasi komersial mulai menjadi dasar tindakan ekonomi bernafkah aktor. Hal tersebut dibuktikan oleh fakta bahwa Suku Duano menolak penggunaan songko bermesin dalam pengeksploitasian kerang darah, tetapi Suku Duano merubah orientasi tindakannya dari produksi untuk dipakai ke produksi untuk dijual. Seiring dengan perjalanan waktu, beberapa individu Suku Duano melakukan penyesuaian terhadap situasi dan kondisi yang ada, penggunaan rasionalitas formal lebih dominan dari penggunan rasionalitas subtantif. Hal ini dapat dibuktikan dengan fakta beberapa aktor yang tidak lagi menjadikan menongkah sebagai aktivitas nafkah utama, mereka beralih pada aktivitas pemasaran. Aktor dari strata menengah menjadikan menongkah sebagai aktivitas nafkah sampingan, sedangkan dari starata atas tidak lagi menongkah kecuali untuk aktivitas budaya. Gambar 7.2. Adaptasi Semi-natural dan Pembentukan Rasionalitas dalam Aktivitas Menongkah dari Subsisten ke Komersial P a sa r N e g a ra N e g a ra P a sa r S u b s i s t e n s i K o m e r s i a l Culture non core S F S F S F S F S F