Penyusunan Skenario Kondisi Skenario Kondisi dan Skenario Rekomendasi Kebijakan Pencegahan

132

5.3. Skenario Kondisi dan Skenario Rekomendasi Kebijakan Pencegahan

Berbasis Lingkungan Terhadap Penyebaran Penyakit DBD di Provinsi DKI Jakarta

5.3.1. Penyusunan Skenario Kondisi

Kinerja sistem berdasarkan hasil analisis sistem dan kinerja model sistem menunjukkan bahwa sistem yang ada pada saat ini masih pada posisi kurang berbasiskan lingkungan. Dengan demikian perlu dirumuskan berbagai skenario strategi pengembangan sistem pencegahan berbasis lingkungan terhadap penyebaran penyakit DBD di Provinsi DKI Jakarta. Dari hasil ISM disusun analisis kebijakan dilakukan melalui kajian tiga skenario. Dari analisis tersebut diketahui bahwa terdapat enam faktor yang paling berpengaruh terhadap pencegahan dan penyebaran penyakit DBD yang berbasis lingkungan, yang juga merupakan kebutuhan para pelaku stakeholder dalam sistem yang terbentuk, antara lain : 1 Meningkatkan partisipasi pengelolaan sanitasi lingkungan, 2 Pengelolaan sarana air bersih, 3 Kualitas sanitasi lingkungan, 4 Membentuk tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan lingkungan, 5 Menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya pengelolaan lingkungan, dan 6 Pemanfaatan tanaman anti nyamuk. Dari perkiraan mengenai kondisi state faktor-faktor tersebut di masa yang akan datang, dapat disusun skenario yang mungkin terjadi. Perkiraan responden mengenai kondisi faktor di masa datang dan kombinasi faktor untuk skenario disajikan pada Tabel 39. Dari perkiraan responden mengenai kondisi faktor-faktor di masa yang akan datang, selanjutnya dilakukan kombinasi yang mungkin antar kondisi faktor, dengan membuang kombinasi yang tidak sesuai incompatible. Dari kombinasi antara kondisi faktor, didapatkan empat skenario, yang dinamai: 1 Skenario Optimis, 2 Skenario Moderat, dan 3 Skenario Pesimis. Secara ringkas, penamaan dan susunan skenario disajikan pada Tabel 40. Untuk mengaitkan skenario yang disusun ke dalam model, dilakukan interpretasi kondisi faktor ke dalam peubah model. Dalam hal ini dilakukan beberapa perubahan pada peubah tertentu di dalam model, sehingga skenario yang bersangkutan dapat disimulasikan. 133 Tabel . 39. Perkiraan responden mengenai kondisi masa yang akan datang Keadaan State No. Faktor 1A 1B 1C 1. Meningkatkan partisipasi pengelolaan sanitasi lingkungan Berkurang, karena tidak ada yang memicu masyarakat untuk berpartisipasi Tidak ada perubahan karena partisipasi memerlukan aplikasi dari pemerintah Meningkat, karena semakin baiknya aplikasi yang diterapkan pemerintah pada masyarakat 2A 2B 2C 2. Pengelolaan sarana air bersih Semakin buruk, karena pengelolaan sarana air bersih memerlukan biaya tinggi Tetap, karena masyarakat mengelola secara kondisional Lebih baik, karena semakin meningkatnya bantuan pengelolaan sarana air bersih 3A 3B 3C 3. Kualitas sanitasi lingkungan Buruk, karena semakin padatnya perumahan dan kurangnya pengelolaan Tetap, karena pengelolaan dianggap cukup Semakin baik, karena pengelolaan dan penataan perumahan yang baik 4A 4B 4C 4. Membentuk tanggungjawab masyarakat dalam pengelolaan lingkungan Menurun, karena merasa tanggung jawab pemerintah Tetap seperti sekarang, karena kondisi saat ini masih sendiri-sendiri antara pemerintah dan masyarakat Meningkat, karena menyadari tanggung jawab bersama 5A 5B 5C 5. Menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya pengelolaan lingkungan Tidak ada, karena merasa lingkungan cukup dikelola pemerintah Tetap, pengelolaan dianggap sendiri- sendiri saja Ada, karena memiliki kesadaran bahwa lingkungan perlu dikelola bersama sehingga perlu menyamakan persepsi 6A 6B 6C 6 Pemanfaatan Tanaman Anti Nyamuk Kurang, karena tidak adanya tempat untuk budidaya tanaman anti nyamuk Tidak ada perubahan, hanya yang memang sudah memanfaatkan saja yang terus membudidayakannya Semakin meningkat, karena masyarakat mengetahui manfaat intangible. 134 Tabel . 40. Skenario dan kombinasi kondisi faktor No. Skenario Kombinasi Kondisi Faktor 1. 2. 3. Optimis Moderat Pesimis 1C2C3C4C5C6C 1B2B3B4B5B6B 1A2A3A4A5A6A 5.3.2. Simulasi Kondisi Skenario Simulasi Skenario dilakukan terhadap skenario diatas, untuk mengetahui perilaku masing-masing. Kajian dilakukan terhadap lima peubah yang dianggap menentukan arah kebijakan pencegahan dan penyebaran penyakit DBD yaitu kualitas lingkungan, nilai ekonomi dalam pencegahan DBD, kejadian DBD, kematian akibat DBD, serta jumlah masyarakat yang melakukan PHBS. Perilaku skenario ternyata menunjukkan perbedaan pada berbagai peubah yang dikaji, akibat adanya perbedaan kombinasi kondisi faktor. Hasil simulasi di sajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 47 sampai Gambar 51, adapun data lengkap hasil simulasi disajikan pada Lampiran. Gambar 47. Skenario-skenario kejadian kasus DBD = Skenario Optimis = Skenario Moderat = Skenario Pesimis = Kondisi Tetap 135 Gambar 48. Skenario-skenario kematian yang dikarenakan adanya kasus DBD = Skenario Optimis = Skenario Moderat = Skenario Pesimis = Kondisi Tetap Gambar 49. Skenario-skenario kualitas lingkungan = Skenario Optimis = Skenario Moderat = Skenario Pesimis = Kondisi Tetap 136 Gambar 50. Skenario-skenario masyarakat yang berpartisipasi dalam PHBS Gambar 51. Skenario-skenario nilai ekonomi dengan melakukan pencegahan dan pemanfaatan tanaman anti nyamuk Berdasarkan Gambar 51 di atas menunjukkan bahwa ketiga skenario memberikan hasil yang berbeda pada peubah yang dikaji kejadian kasus DBD, = Skenario Optimis = Kondisi Tetap = Skenario Moderat = Skenario Pesimis = Skenario Optimis = Skenario Moderat = Skenario Pesimis = Kondisi Tetap 137 kematian akibat DBD, kualitas lingkungan, nilai ekonomi pencegahan dan pemanfaatan tanaman anti nyamuk, dan masyarakat yang berpartisipasi dengan PHBS. Secara umum perbedaan skenario mulai tampak pada tahun 2009, dan menjadi lebih signifikan diatas tahun 2009.

5.3.2.1. Skenario Moderat-Pesimis

Skenario moderat-pesimis dibangun atas dasar kondisi saat ini existing condition dari sistem pencegahan penyebaran penyakit DBD di Wilayah DKI Jakarta. Skenario ini mengandung pengertian bahwa strategi yang dirumuskan masih berdasarkan konsep yang sudah diterapkan saat ini, walaupun memiliki usaha pengelolaan tapi tidak mengutamakan faktor-faktor penting yang seharusnya terlebih dahulu dilakukan sehingga tidak memiliki prospek pencegahan penyebaran penyakit DBD yang berpandangan jauh ke depan. Dengan demikian pada skenario moderat-pesimis para stakeholder dalam pencegahan penyebaran penyakit DBD beranggapan bahwa faktor-faktor yang dikaji bukan faktor yang potensial untuk meminimisasi kasus DBD di masa yang akan datang. Skenario moderat-pesimis dibangun berdasarkan keadaan dari faktor kunci dengan kondisi; Penegakan hukum kurang teraplikasikan atau tetap seperti kondisi saat ini terhadap pengelolaan lingkungan masyarakat, khususnya a tanggung jawab masyarakat dan b kesadaran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan; Monitoring dan pemberdayaan masyarakat tidak ada peningkatan bahkan cenderung semakin minim, khususnya c sosialisasi kepada masyarakat mengenai DBD dan upaya pengelolaan dalam mencegah penyebarannya, d pengelolaan limbah cair selain yang dikelola ke septik tank yang sampai saat ini belum ada pengelolaannya khususnya dari rumahtangga umumnya langsung di buang ke saluran drainase terdekat, e pengelolaan sampah cenderung menurun karena dianggap pemerintah yang harus mengelola sampah tersebut; Pengembangan budidaya tanaman anti nyamuk f pengembangan budidaya tanaman anti nyamuk semakin minim karena masyarakat semakin tidak memiliki lahan untuk dapat menanam tanaman anti nyamuk. Hasil analisis sistem dinamis menunjukkan bahwa jumlah kasus DBD mulai pada tahun keenam dari periode simulasi tahun 2009 mengalami peningkatan 138 karena keterbatasan daya dukung lingkungan terhadap limbah padat dan limbah cair dari masyarakat sehingga mengakibatkan turunnya kualitas sanitasi lingkungan, karena tidak optimalnya penegakan hukum walaupun sosialisasi saat ini sudah dikatakan cukup dimana kondisi yang ada sekitar 85,67 persen mengetahui mengenai DBD, serta faktor yang berpengaruh juga walaupun tidak terlalu signifikan untuk kasus DBD tapi memiliki nilai ekonomi yang tinggi adalah pemanfaatan tanaman anti nyamuk. Berdasarkan data simulasi kasus DBD untuk kondisi pesimis pada tahun 2009 sebanyak 27.793 jiwa dan pada tahun 2030 peningkatan terjadi secara signifikan sebanyak 81.783 jiwa, hal ini dikarenakan menurunnya kualitas lingkungan 45,07 pada tahun 2009 hingga mencapai 7,23 pada tahun 2030. Selain itu nilai ekonomi yang diperoleh masyarakat pun semakin sedikit pada tahun 2009 nilai manfaat yang diperoleh sekitar Rp. 281.638 per tahun per jiwa dan pada tahun 2030 hanya memperoleh sebesar Rp. 194.135 per tahun per jiwa. Pada kondisi moderat data simulasi kasus DBD untuk kondisi moderat pada tahun 2009 sebanyak 27.793 jiwa dan pada tahun 2030 menurun menjadi sebanyak 26.696 jiwa. Hal ini dikarenakan kualitas lingkungan menjadi baik yaitu 45,07 pada tahun 2009 hingga mencapai 61,75 pada tahun 2030. Selain itu nilai ekonomi yang diperoleh masyarakat pun semakin bertambah dimana pada tahun 2009 nilai manfaat yang diperoleh sekitar Rp. 442.613 per tahun per jiwa dan pada tahun 2030 memperoleh nilai manfaat sebesar Rp. 483.911 per tahun per jiwa. 5.3.2.2.Skenario Optimis-Moderat Skenario optimis-moderat mengandung pengertian bahwa keadaan masa depan yang mungkin terjadi diperhitungkan dengan penuh pertimbangan sesuai dengan keadaan dan kemampuan sumberdaya yang dimiliki serta yakin bahwa sistem pencegahan berbasis lingkungan terhadap penyebaran penyakit DBD di Provinsi DKI Jakarta dapat seimbang antara lingkungan, sosial dan ekonomi dari masyarakat. Skenario optimis-moderat dibangun berdasarkan keadaan dari faktor kunci dengan kondisi; Penegakan hukum teraplikasikan dengan baik terhadap pengelolaan lingkungan masyarakat, khususnya a tanggung jawab masyarakat dan b kesadaran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan; Monitoring dan 139 pemberdayaan masyarakat terjadi peningkatan bahkan cenderung semakin bertambah baik, khususnya c sosialisasi kepada masyarakat mengenai DBD dan upaya pengelolaan dalam mencegah penyebarannya, d pengelolaan limbah cair selain yang dikelola ke septik tank sudah mulai ada pengelolaannya khususnya dari rumah tangga yang tidak langsung dibuang ke saluran drainase terdekat, e pengelolaan sampah cenderung membaik karena dikelola bersama-sama; Pengembangan budidaya tanaman anti nyamuk f pengembangan budidaya tanaman anti nyamuk semakin bertambah karena masyarakat semakin sadar mengenai manfaat menanam tanaman anti nyamuk. Hasil analisis sistem dinamis menunjukkan bahwa jumlah kasus DBD mulai pada tahun keenam dari periode simulasi tahun 2009 mengalami penurunan karena daya dukung lingkungan terhadap limbah padat dan limbah cair dari masyarakat dapat ditingkatkan pengelolaannya sehingga mengakibatkan kualitas sanitasi lingkungan dapat diperbaiki. Hal ini dikarenakan semakin optimalnya penegakan hukum yang sejalan dengan keberhasilan sosialisasi yang ada sekitar 85,67 mengetahui mengenai DBD, serta faktor yang berpengaruh juga walaupun tidak terlalu signifikan untuk kasus DBD tapi memiliki nilai ekonomi yang tinggi adalah pemanfaatan tanaman anti nyamuk yang semakin banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Pada kondisi moderat data simulasi kasus DBD untuk kondisi moderat pada tahun 2009 sebanyak 27.793 jiwa dan pada tahun 2030 menurun menjadi sebanyak 26.696 jiwa. Hal ini dikarenakan kualitas lingkungan menjadi baik yaitu 45,07, pada tahun 2009 hingga mencapai 61,75 pada tahun 2030. Selain itu nilai ekonomi yang diperoleh masyarakat pun semakin bertambah dimana pada tahun 2009 nilai manfaat yang diperoleh sekitar Rp. 442.613 per tahun per jiwa dan pada tahun 2030 memperoleh nilai manfaat sebesar Rp. 483.911 per tahun per jiwa. Pada kondisi optimis data simulasi kasus DBD untuk kondisi optimis pada tahun 2009 sebanyak 27.793 jiwa dan pada tahun 2030 terjadi penurunan yang signifikan menjadi 6.467 jiwa. Hal ini dikarenakan kualitas lingkungan menjadi baik yaitu 45,07 pada tahun 2009 hingga mencapai 82,32 pada tahun 2030 khususnya pengelolaan limbah cair dan pengelolaan sampah. Selain itu nilai ekonomi yang diperoleh masyarakat pun semakin bertambah dimana pada tahun 140 2009 nilai manfaat yang diperoleh sekitar Rp. 495.700 per tahun per jiwa dan pada tahun 2030 memperoleh nilai manfaat sebesar Rp. 591.537 per tahun per jiwa. Penerapan skenario moderat-optimis ini akan memberikan implikasi berupa: 1 semakin rendahnya angka kematian akibat kasus DBD, 2 semakin berkurangnya jumlah tempat perkembangbiakan nyamuk, 3 semakin tingginya nilai manfaat ekonomi intangible yang diperoleh masyarakat dan, 4 semakin kecilnya kemungkinan gigitan nyamuk pada manusia. Untuk mengetahui kemampuan sistem dalam menghasilkan output yang dikehendaki, maka perlu ditelaah beberapa indikator sebagai ukuran kemampuan sistem, yang meliputi penegakan hukum, sosialisasi, pengelolaan limbah cair, pengelolaan sampah dan pemanfaatan tanaman anti nyamuk. Berdasarkan simulasi skenario, diketahui bahwa perbedaan konstanta pada skenario optimis dan moderat, memberikan perbedaan nyata. Untuk penyederhanaan, maka penyusunan arahan kebijakan hanya didasarkan pada skenario moderat atau dengan kata lain model moderat menjadi model dasar pada analisis kecenderungan sistem. Dalam pengelolaan kualitas lingkungan yang terkait dengan pengelolaan limbah cair dan sampah dimana pada biaya pengelolaan sampah masyarakat sekitar Rp. 20.000 per bulan per KK menjadi Rp. 22.000 per bulan per KK. Sementara itu pengelolaan limbah cair saat ini masyarakat belum ada pengelolaannya, dan untuk pelaksanaannya diperkirakan akan membutuhkan biaya sekitar Rp. 10.000 per bulan per KK. Kemudian dalam aspek penegakan hukum, kondisi saat ini berdasarkan pendapat pakar hanya dapat terlaksana sekitar 40, dapat ditingkatkan minimal menjadi 50, dan sosialiasi saat ini sudah cukup maksimal dengan pengetahuan masyarakat tentang DBD sebanyak 85,76. Agar dapat ditingkatkan menjadi 87, masyarakat mau melakukan pemanfaatan tanaman anti nyamuk minimal setiap rumah memiliki tanaman anti nyamuk. Saat ini baru 10 masyarakat yang memanfaatkannya dan apabila dapat ditingkatkan menjadi 40, maka kondisi moderat mampu memperkecil laju pertambahan kasus DBD sampai tahun 2030 mencapai 27.279 jiwa. Hal ini dikarenakan semakin sedikitnya tempat perkembangbiakan nyamuk. 141

5.3.3. Validitas Model