Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

Winda Yunica, 2015 Efektivitas Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Exercise Untuk Pengembangan Resiliensi Diri Siswa Penelitian Quasi Experiment Pada Siswa Kelas X Man Kinali, Sumatera Barat Tahun Ajaran 20142015 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Resiliensi adalah kapasitas individu untuk menghadapi, mengatasi, memperkuat diri dan tetap melakukan perubahan sehubungan dengan masalah atau ujian yang dialami, setiap individu memiliki kapasitas untuk menjadi resilien. Kemampuan untuk melanjutkan hidup setelah ditimpa kemalangan atau bertahan ditengah lingkungan dengan tekanan yang berat bukanlah sebuah keberuntungan, hal tersebut menunjukkan adanya kemampuan tertentu dalam diri individu yang dikenal dengan istilah resiliensi Tugade Frederikson, 2004, hlm. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Reivich di Universitas Pennsylvania selama kurang lebih dari 15 tahun menemukan bahwa resiliensi memegang peranan yang penting dalam kehidupan, karena resiliensi merupakan faktor esensial bagi kesuksesan dan kebahagiaan Reivich and Shatte,2002, hlm. 11. Pengembangan resiliensi merupakan salah satu cara membantu remaja terhindar dari resiko-resiko ekstrim yang dialami oleh remaja. Dalam penelitiannya, Reivich dan Shatte 2002 menyebutkan pentingnya resiliensi untuk mengatasi hambatan-hambatan pada masa kecil seperti keluarga yang berantakan, kehilangan orang tua, kemiskinan, diabaikan secara emosional ataupun siksaan fisik. Sesuai dengan yang diutarakan Hurlock 1980, hlm. 193 masa remaja dianggap sebagai priode badai dan tekanan, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi akibat dari perubahan hormonal. Itu artinya masa remaja itu perlu didampingi oleh orang yang tepat dalam perkembangan hormon, fisik dan psikisnya, dalam menghadapi hal yang amat sederhana hingga hal yang rumit yang dapat mempengaruhi semangat dan motivasinya untuk berprestasi dan berkarya, apalagi jika remaja dihadapkan pada kondisi yang tidak menyenangkan bagi dirinya adversif. Berbagai kendala atau peristiwa kemalangan yang terjadi pada remaja disebut adversitas Linley Joseph, 2004, hlm. 5. Ada individu yang mampu bertahan dan pulih secara efektif Winda Yunica, 2015 Efektivitas Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Exercise Untuk Pengembangan Resiliensi Diri Siswa Penelitian Quasi Experiment Pada Siswa Kelas X Man Kinali, Sumatera Barat Tahun Ajaran 20142015 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu2 namun ada pula individu yang gagal karena tidak berhasil keluar dari situasi yang tidak menguntungkan. Permasalahan yang berkaitan dengan resiliensi ini banyak terjadi dikalangan pelajar atau remaja, berbagai permasalahan yang timbul di usia remaja sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Konflik pada diri remaja yang diakibatkan oleh tidak siapnya remaja dalam menghadapi harapan akan kenyataan yang terjadi pada dirinya dan lingkungannya menjadi salah satu penyebab permasalahan. Thoresen and Eagleston Roberson, 1985, hlm. 5 menyatakan bahwa anak atau remaja yang menghadapi seperangkat tuntutan tanpa kemampuan yang memadai akan meresponnya dengan cara yang berbahaya atau maladaptif. Dalam area kognitif, ketidakseimbangan antara tuntutan dengan kemampuan ini dapat mengakibatkan perasaan rendah diri dan selalu merasa gagal. Hurlock 1980, hlm. 213 mengungkapkan sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan sosial yang baru. Pada masa remaja, siswa berpotensi untuk mengalami masalah-masalah emosional dan berperilaku dalam bentuk yang beragam. Siswa mungkin menjadi suka menentang atau mungkin menunjukkan a kemurungan, b marah, c sensitif, d agresif, e ambivalensi, f kesulitan konsentrasi, g kurang berpartisipasi, h meningkat dalam hal melakukan aktivitas beresiko, atau i kelelahan. Perilaku-perilaku yang dapat mengarah pada berbagai bentuk dalam adegan sekolah Stanley, 2006, hlm. 40. Siswa-siswa yang masuk dalam kategori remaja merupakan suatu usia yang rentan karena pada usia ini remaja berada pada masa transisi, mereka membutuhkan dukungan dan bimbingan dari orang-orang sekitarnya, dan mereka juga membutuhkan model dalam pengembangan dirinya. Menurut Santrock 2003, hlm. 17 remaja masa kini menghadapi tuntutan dan harapan, demikian juga bahaya dan godaan, yang tampaknya lebih banyak dan kompleks ketimbang yang dihadapi remaja generasi yang lalu. Schoon 2006, hlm. 5 mengungkapakan bahwa adversitas dapat membawa remaja pada resiko, remaja beresiko at-risk adolesecnce biasanya menjadi remaja yang rentan vulnerable adolesence dan remaja yang demikian Winda Yunica, 2015 Efektivitas Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Exercise Untuk Pengembangan Resiliensi Diri Siswa Penelitian Quasi Experiment Pada Siswa Kelas X Man Kinali, Sumatera Barat Tahun Ajaran 20142015 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu3 memiliki kecenderungan yang tinggi untuk menjadi remaja bermasalah troubled adolesence. Adversitas ini dapat menjadi pemicu utama timbulnya konflik dan masalah psikologis bagi remaja. Adversitas berupa musibah, keadaan tidak sesuai harapan atau sulit, pengalaman buruk, kejadian tidak menyenangkan, serta stressor yang dianggap berat dan dapat menyebabkan trauma. Beberapa kasus yang terjadi pada remaja abkibat dari masalah yang di alami oleh remaja itu sendiri yang disebabkan lemahnya resiliensi diri remaja yang berujung kepada obat-obatan dan alkohol, Kevin 2010 legalinfo.com sesuai laporan terbaru yang diterbitkan oleh berbagai sumber, ada sejumlah besar anak-anak yang berjuang setiap hari dengan tekanan teman sebaya dan berakhir bereksperimen dengan obat-obatan dan alkohol dan membuat pilihan yang merusak mereka. Atikel Remaja dan Narkoba. 20 Oktober 2014 dalam situs Bnn.go.id. Tahun 2013, Badan Narkotika Nasional menyimpulkan bahwa sebanyak 50 jiwa dari 4,55 juta penduduk Indonesia meninggal karena narkoba. Hal ini terjadi karena peredaran narkoba di Indonesia makin luas dan tak terkendali dan pemerintah Indonesia belum mampu menumpang gembong narkoba sampai akarnya. Pencandu narkoba itu pada umumnya berusia antara 11 sampai 24 tahun. Artinya usia tersebut ialah usia produktif atau usia pelajar. Narkoba juga salah satu ujung dari pelarian siswa dalam menghadapi tekanan dan masalah dalam hidupnya, hal ini tentu di akibatkan oleh lemahnya resiliensi diri remaja tersebut. Deputi pencegahan. 2013. dalam Bnn.go.id. salah satu faktor yang menyebabkan seorang remaja terlibat penyalahgunakan narkoba adalah stress. Anak-anak bisa mengalami depresi jika mendapatkan tekanan yang bertubi- tubi. Terkadang orangtua tidak mempedulikan keinginan melakukan apa yang disukai seorang anak. Apalagi jika orangtua terlalu sibuk dengan pekerjaan dan urusan pribadinya. Situasi inilah yang membuat anak lari menggunakan narkoba untuk mencari ketenangan sesaat. Zaleski Wilks, 2008, hlm. 107 menemukan bahwa jumlah peristiwa dalam kehidupan yang penuh stres megalami peningkatan pada saat seseorang berstatus sebagai pelajar. Winda Yunica, 2015 Efektivitas Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Exercise Untuk Pengembangan Resiliensi Diri Siswa Penelitian Quasi Experiment Pada Siswa Kelas X Man Kinali, Sumatera Barat Tahun Ajaran 20142015 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu4 Berdasarkan hasil penelitian Karina 2014 menjelaskan bahwa di kota Malang pada remaja pada usia 12-22 tahun yang berada pada kondisi orang tuanya bercerai, memiliki tingkat resiliensi yang cenderung rendah sebanyak 30,56 dari jumlah total subjek sebanyak 72 orang. Tingkat resiliensi seorang remaja adalah bersifat fluktuatif, artinya tingkat resiliensi seseoranng dapat dikategorikan tinggi maupun dikategorikan rendah tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya yakni antara lain faktor protektif protective factor dan faktor resiko risk factor. Perceraian orang tua merupakan salah satu yang termasuk dalam faktor resiko, perceraian ini dapat secara langsung mampu memperbesar tingginya potensi resiko bagi individu dan meningkatkan kemungkinan perilaku negatif pada diri seorang remaja. Penelitian yang dilakukan oleh Castro 2011 terhadap 937 orang siswa di texas selatan yang mengikuti program berbasis kecerdasan emosional keseluruhan siswa termasuk dalam kategori remaja beresiko dan 34 diantarannya berasal dari keluarga dengan status ekonomi yang rendah, hasil pretes menunjukan bahwa 25 remaja menunjukan resiliensi pada kategori under-average, 57 diantaranya berada pada kategori average, dan sisanya sebanyak 18 berada pada kategori above-average. Berdasarkan analisis data yang telah dikumpulkan dari hasil penyebaran instrumen terhadap sampel penelitian maka diperoleh gambaran mengenai profil resiliensi diri siswa kelas X MAN Kinali Pasaman Barat. Hasil penelitian diklasifikasikan dalam dua kategori resiliensi, yaitu resiliensi diri yang lemah dan resiliensi diri yang kuat. Hasil pre test menunjukkan bahwa pada umumnya gambaran konsep diri siswa cenderung kuat, hal ini dapat dilihat dari distribusi frekuensi seluruh siswa kelas X, terdapat 93 siswa 75 yang memiliki resiliensi diri yang kuat, dan 30 siswa 24 memiliki resiliensi diri yang lemah. Namun bukan berarti siswa yang memiliki resiliensi yang kuat dapat dikatakan akan selalu memiliki resiliensi yang kuat, ada kemungkinan ketika mereka mengalami tekanan masalah akan menjadi kategori resiliensi yang lemah. Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan, maka kemampuan bertahan dan bangkit tersebut perlu dikembangkan yang disebut sebagai Winda Yunica, 2015 Efektivitas Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Exercise Untuk Pengembangan Resiliensi Diri Siswa Penelitian Quasi Experiment Pada Siswa Kelas X Man Kinali, Sumatera Barat Tahun Ajaran 20142015 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu5 resiliensi atau daya lentur. Daya lentur resilience merupakan kapasitas manusiawi yang dimiliki seseorang dan berguna untuk menghadapi, memperkuat diri atau bahkan mengubah kondisi kehidupan yang tidak menyenangkan traumatik menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi Juke, 2003, hlm. 63. Tanpa adanya resiliensi tidak akan ada keberanian, ketekunan, tidak ada rasionalitas, tidak ada insight Desmita, 2013, hlm. 227. Kemampuan individu dalam kesiapannya menghadapi tantangan hidup yang serba tak pasti dan daya saing yang ia miliki salah satunya ditentukan dengan kemampuan individu dalam menghadapi permasalahan yang dihadapinya.

B. Identifikasi Dan Rumusan Masalah

Dokumen yang terkait

PENGEMBANGAN MODEL BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK PERMAINAN UNTUK MENINGKATKAN SELF ESTEEM SISWA SMA MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA

0 29 28

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH MENGGUNAKAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TEKNIK SOSIODRAMA PADA SISWA KELAS VII SMP MUHAMMADIYAH I GISTING TAHUN PELAJARAN 2013/2014

2 27 73

MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK SISWA KELAS X MAN KRUI LAMPUNG BARAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 8 71

PENGARUH BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA TERHADAP KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI SISWA DI SEKOLAH (Penelitian Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 19 Surakarta Tahun Pelajaran 20152016)

0 5 31

PENGEMBANGAN MODEL BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN EMPATI SISWA SMP NEGERI KOTA SEMARANG

0 7 32

PENGEMBANGAN MODEL BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SELF MANAGEMENT UNTUK MENINGKATKAN DISIPLIN BELAJAR SISWA SMP EMPU TANTULAR SEMARANG

0 6 27

PENGEMBANGAN MODEL LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TEKNIK BUZZ GROUP UNTUK MENINGKATKAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL SISWA SMA

0 0 11

PENGEMBANGAN BIMBINGAN KELOMPOK TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN PROSOSIAL

0 3 17

KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK PEER GROUP DALAM MENINGKATKAN KONSEP DIRI SISWA KELAS XI BAHASA MA AL-HAROMAIN RAJEKWESI MAYONG JEPARA TAHUN PELAJARAN 2011 2012 SKRIPSI

0 0 16

EFEKTIFITAS BIMBINGAN KELOMPOK TEKNIK EMPTY CHAIR DAN SELF TALK UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL SISWA

0 2 16