Variasi Bahasa Landasan Teori

commit to user 14 bersifat kontekstual, artinya di dalam analisisnya konteks pemakaian bahasa dalam masyarakat selalu diperhitungkan. Sosiolinguistik sendiri didefinisikan sebagai “subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan faktor-faktor kemasyarakatan atau faktor sosial ” Soeparno, 2002:25. Fishman dalam Suwito, 1991:5 melihat sosiolinguistik dari sudut adanya hubungan antara variasi bahasa, fungsi bahasa dan pemakaian bahasa serta adanya perubahan-perubahan sebagai akibat terjadinya interaksi antara ketiganya, dan memberikan batasan sosiolingusitik sebagai studi tentang sifat-sifat khusus karakteristik variasi bahasa, sifat-sifat khusus fungsi bahasa dan sifat-sifat khusus pemakaian bahasa dalam jalinan interaksi serta perubahan-perubahan antara ketiganya dalam masyarakat tutur. Baik dalam memahami bentuk tutur, arti dan perubahan dalam bahasa segi konteks pemakaian selalu diperhitungkan.

3. Variasi Bahasa

Para ahli linguistik cenderung menganggap bahasa sebagai sesuatu yang tidak bervariasi. Jika terdapat variasi dalam bahasa , variasi-variasi itu dianggap tidak penting dan bila dibicarakan hanya ditinjau sepintas saja. Sebaliknya, bagi ahli sosiolinguistik variasi-variasi bahasa itu penting sekali. Variasi-variasi yang terdapat dalam bahasa manapun merupakan salah satu ciri dari kehidupan sebuah bahasa dalam masyarakat pemakai bahasa itu Khaidir Anwar, 1990:20. Mansoer Pateda 1991:84 beranggapan bahwa “Faktor dominan yang lain yang tentunya sangat mempengaruhi suatu komunikasi adalah adanya variasi- variasi di dalam suatu bahasa ”. Mansoer Pateda membagi variasi bahasa commit to user 15 berdasarkan a tempat, b waktu, c pemakai, d pemakaiannya, e situasi dan f status ”. Variasi bahasa jika ditinjau dari segi tempat akan menghasilkan apa yang disebut dengan dialek regional, yang dilihat dari segi waktu akan menghasilkan apa yang disebut dengan dialek temporal, yang dilihat dari segi pemakai menghasilkan apa yang disebut idiolek, berdasarkan kelamin, monolingual, status sosial dan yang berdasarkan umur. Variasi dari segi pemakaiannya menghasilkan apa yang disebut kreol, bahasa lisan, pijin, register, repertories, reputasi, standar bahasa tulis, bahasa tutur sapa, jargon. Selanjutnya variasi bahasa yang dilihat dari segi situasi dapat dibagi atas variasi bahasa situasi formal dan yang non formal, sedangkan variasi bahasa yang dilihat dari segi status dapat dibagi atas bahasa ibu, bahasa daerah, lingua franca, bahasa nasional, bahasa negara, bahasa pengantar, bahasa persatuan, bahasa resmi. Hal tersebut akan terlihat pada kita bahwa komunikasi yang menggunakan bahasa formal berbeda dengan komunikasi pada situasi nonformal Mansoer Pateda, 1991:84. Menurut Abdul Chaer dan Leonie Agustina 2004:63 dalam hal variasi atau ragam bahasa ini ada dua pandangan. Pertama, variasi atau ragam bahasa itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa itu. Jadi variasi atau ragam bahasa itu terjadi sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa. Andaikata penutur bahasa itu adalah kelompok yang homogen, baik etnis, status sosial maupun lapangan pekerjaannya, maka variasi atau keragaman itu tidak akan ada, artinya bahasa itu menjadi seragam. Kedua, variasi atau ragam bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang commit to user 16 beraneka ragam. Kedua pandangan ini dapat saja diterima atau pun ditolak. Yang jelas, variasi atau ragam bahasa itu dapat diklasifikasikan berdasarkan adanya keragaman sosial dan fungsi kegiatan di dalam masyarakat sosial. Berikut pengklasifikasian variasi bahasa menurut Abdul Chaer dan Leonie Agustina 2004:62. a. Variasi dari segi penutur 1 Idiolek merupakan variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Menurut konsep idiolek, setiap orang mempunyai variasi bahasanya atau idioleknya masing- masing. Variasi idiolek ini berkenaan dengan “warna” suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan sebagainya. 2 Dialek merupakan variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada satu tempat, wilayah, atau area tertentu. Karena dialek ini didasarkan pada wilayah atau area tempat tinggal penutur, maka dialek ini lazim disebut dialek areal, dialek regional atau dialek geografi. 3 Kronolek atau dialek temporal, yakni variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu. Umpamanya, variasi bahasa Indonesia pada masa tahun tiga puluhan, variasi masa tahun lima puluhan, dan seterusnya. 4 Sosiolek atau dialek sosial, yakni variasi yang berkenaan dengan status, golongan dan kelas sosial para penuturnya. Sehubungan dengan variasi bahasa berkenaan dengan tingkat, golongan, status dan kelas sosial para penuturnya, biasanya dikemukakan orang variasi yang commit to user 17 disebut akrolek, basilek, vulgar, slang, kolokial, jargon, argot, dan ken. Ada juga yang menambahkan bahasa prokem Abdul Chaer dan Leonie Agustina, 2004:66 Yang dimaksud dengan akrolek adalah variasi sosial yang dianggap lebih tinggi atau lebih bergengsi dari variasi lainnya. Sebagai contoh adalah yang disebut sebagai bahasa bagongan, yaitu variasi bahasa Jawa yang khusus dipakai oleh para bangsawan kraton Jawa. Basilek adalah variasi sosial yang dianggap kurang bergengsi, atau bahkan dipandang rendah. Contohnya bahasa Inggris yang dipakai oleh para cowboy dan kuli tambang dapat dikatakan sebagai basilek. Yang dimaksud dengan vulgar adalah variasi sosial yang ciri-cirinya tampak pada pemakaian bahasa oleh mereka yang kurang terpelajar, atau dari kalangan mereka yang tidak berpendidikan. Slang adalah variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia. Artinya, variasi ini digunakan oleh kalangan tertentu yang sangat terbatas, dan tidak boleh diketahui oleh kalangan di luar kelompok itu. Oleh karena itu, kosakata yang digunakan dalam slang ini selalu berubah-ubah. Slang memang lebih merupakan bidang kosakata daripada bidang fonologi maupun gramatika. Slang bersifat temporal, dan lebih umum digunakan oleh kawula muda, meski kawula tua pun ada juga yang menggunakannya. Yang dimaksud dengan kolokial adalah variasi sosial yang digunakan dalam percakapan sehari – hari. Kata kolokial berasal dari kata colloquium percakapan, konversasi. Jadi, kolokial berarti bahasa percakapan, bukan bahasa tulis. Dalam percakapan bahasa Indonesia banyak digunakan bentuk – bentuk kolokial, seperti commit to user 18 dok dokter, prof profesor, let letnan, ndak ada tidak ada, trusah tidak usah, dan sebagainya. Yang dimaksud dengan jargon adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas oleh kelompok-kelompok sosial tertentu. Ungkapan yang digunakan seringkali tidak dapat dipahami oleh masyarakat umum atau masyarakat di luar kelompoknya. Namun, ungkapan-ungkapan tersebut tidak bersifat rahasia. Misalnya, dalam kelompok montir atau perbengkelan terdapat ungkapan- ungkapan seperti rodagila, didongkrak, dices, dibalans, dipoles, dan sebagainya. Yang dimaksud dengan argot adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas pada profesi-profesi tertentu dan bersifat rahasia. Letak pengkhususan argot adalah pada kosakata, misalnya dalam dunia kejahatan pencuri, tukang copet pernah digunakan ungkapan seperti barang dalam arti „mangsa‟, kaca mata berarti „polisi‟, daun yang berarti „ uang‟, gemuk yang berarti „mangsa besar‟, tape yang berarti „mangsa empuk‟. Yang dimaksud dengan ken Inggris : cant adalah variasi sosial tertentu yang bernada “memelas“, dibuat merengek-rengek, penuh kepura-puraan. Biasanya digunakan oleh para pengemis, seperti tercermin dalam ungkapan the cant of beggar bahasa pengemis Abdul Chaer dan Leonie Agustina, 2004:66 - 67. b. Variasi dari segi pemakaian Variasi bahasa berkenaan dengan penggunaannya, pemakaiannya, atau fungsinya disebut fungsiolek, ragam, atau register. Variasi ini biasanya dibicarakan berdasarkan bidang penggunaan, gaya, atau tingkat keformalan, dan sarana penggunaan. commit to user 19 Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakaian ini adalah menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa. Misalnya, bidang sastra, jurnalistik, militer, pertanian, pelayaran, perdagangan, pendidikan, dan kegiatan keilmuan. Variasi bahasa berdasarkan bidang kegiatan ini yang paling tampak cirinya adalah dalam bidang kosakata. c. Variasi dari segi keformalan Berdasarkan tingkat keformalannya, Martin Joos dalam Abdul Chaer dan Leonie Agustina, 2004:70 dalam bukunya The Five Clock membagi variasi bahasa atas lima macam gaya Inggris : Style, yaitu gaya atau ragam beku frozen, gaya atau ragam resmi formal, gaya atau ragam usaha konsultatif, gaya atau ragam santai casual, dan gaya atau ragam akrab intimate. d. Variasi dari segi sarana Variasi bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan. Dalam hal ini dapat disebut adanya ragam lisan atau ragam tulis atau juga ragam dalam berbahasa dengan menggunakan sarana atau alat tertentu, yakni, misalnya, dalam bertelepon atau bertelegraf. Nababan dalam Sarwiji Suwandi, 2008:100 menegaskan bahwa tingkat formalitas dalam pemakaian bahasa mengacu pada style. Menurutnya, dalam pemakaian bahasa Inggris, terdapat lima tingkat yakni, frozen, formal, consultative, casual, dan intimate. Ia juga beranggapan bahwa dalam bahasa Indonesia pun gaya yang demikian dapat dibagi atas lima tingkat; a. Ragam beku frozen ialah ragam bahasa yang paling resmi, yang dipergunakan dalam situasi-situasi khidmat dan upacara-upacara resmi. commit to user 20 Dalam bentuk tertulis, ragam beku ini terdapat dalam dokumen-dokumen bersejarah seperti Undang-Undang Dasar. b. Ragam resmi formal ialah ragam bahasa yang dipakai dalam pidato- pidato resmi, rapat dinas, dan sebagainya. c. Ragam usaha consultative ialah ragam bahasa yang sesuai dengan pembicaraan-pembicaraan biasa di sekolah, perusahaan, dan rapat-rapat yang berorientasi pada hasil. Ragam ini berada pada tingkat yang paling operasional. d. Ragam santai casual adalah ragam bahasa santai antarteman dalam berbincang-bincang, rekreasi, olah raga, dan sebagainya e. Ragam akrab intimate adalah ragam bahasa antaranggota yang akrab dalam keluarga atau teman-teman yang tidak perlu berbahasa secara lengkap dengan artikulasi yang terang, tetapi cukup dengan artikulasi- artikulasi yang pendek. Dalam ragam ini banyak dipergunakan istilah- istilah kata-kata yang khas bagi suatu keluarga atau sekelompok teman akrab. Pemilihan bentuk dan ragam bahasa ditentukan oleh sejumlah faktor penentu. Menurut Nababan dalam Sarwiji Suwandi, 2008:99, faktor penentu itu antara lain, adalah siapa yang berbicara dengan siapa, tentang apa topik, dalam situasi setting, yang bagaimana, dengan tujuan apa, dengan jalur apa tulisan, lisan, telegram, dan sebagainya. Dell Hymes dalam Hamid Hasan Lubis, 1994:84 mengemukakan adanya faktor-faktor yang menandai terjadinya peristiwa tutur dengan akronim SPEAKING. Yang berturut-turut dimaksudkan sebagai berikut S Setting and scenes, P Participants, E Ends, A Act commit to user 21 sequences, K Keys, I Instrumentalities, N Norms, dan G Genres. Di bawah ini penjelasan secara singkat komponen tutur tersebut a. Settings and scenes tempat dan suasana tuturan Settings and scenes dipakai untuk menunjukkan aspek tempat dan waktu terjadinya sebuah tuturan. b. Partisipants peserta tutur Peserta tutur dipakai untuk menunjuk kepada minimal dua pihak dalam bertutur. Pihak pertama adalah orang kesatu sama penutur dan pihak kedua adalah mitra tutur. Dalam waktu dan situasi tertentu dapat juga terjadi bahwa jumlah peserta tutur lebih dari dua, yakni dengan hadirnya pihak ketiga. c. Ends tujuan Sebuah tuturan mungkin sekali dimaksudkan untuk menyampaikan informasi atau buah pikiran, tuturan itu dipakai untuk membujuk, merayu, mendapatkan kesan, dan sebagainya. Sebuah tuturan mungkin juga ditujukan untuk mengubah perilaku dari seseorang dalam masyarakat. Tuturan yang dimaksudkan untuk mengubah perilaku dari seseorang itu sering pula disebut sebagai tujuan konatif dari penutur. Tuturan dapat juga dipakai untuk memelihara kontak antara penutur dan mitra tutur dalam suatu masyarakat. Tujuan yang demikian sering pula dikatakan sebagai tujuan fatis dari sebuah tuturan. d. Act sequence pokok tuturan Pokok tuturan merupakan bagian dari komponen tutur yang akan selalu berubah dalam deretan pokok-pokok tuturan dalam peristiwa tutur. Perubahan commit to user 22 pokok tuturan itu mempengaruhi bahasa atau kode yang dipilihnya dalam bertutur. e. Keys nada tutur Nada tutur menunjuk kepada nada, cara, dan motivasi di mana suatu tindakan dapat dilakukan dalam bertutur. Nada tutur berkaitan erat dengan masalah modalitas dari kategori-kategori gramatikal dalam sebuah bahasa. Nada ini dapat berwujud perubahan-perubahan tuturan yang dapat menunjuk kepada nada santai, serius, tegang, kasar, dan sebagainya. f. Instruments sarana tutur Sarana tutur menunjuk pada saluran tutur chanels dan bentuk tutur form of speech. Yang dimaksud dengan saluran tutur adalah alat tuturan yang dapat dimunculkan oleh penutur dan disampaikan kepada mitra tutur. Sarana yang dimaksud dapat berupa saluran lisan, saluran tertulis, bahkan dapat pula berupa sandi-sandi atau kode-kode tertentu. Adapun bentuk tutur dapat berupa bahasa, yakni bahasa sebagai sisten mandiri, dialek, dan variasi-variasi bahasa yang lainnya. Bentuk tutur akan banyak ditentukan oleh saluran tutur yang dipakai oleh penutur itu di dalam bertutur. g. Norms norma tutur Norma tutur dibedakan menjadi dua, yakni norma interaksi interaction norm dan norma interpretasi interpretation norms dalam bertutur. Norma interaksi menunjuk kepada dapat atau tidaknya sesuatu dilakukan oleh seseorang dalam bertutur dengan mitra tutur. Di samping itu, norma interpretasi masih memungkinkan pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi untuk commit to user 23 memberikan interpretasi terhadap mitra tutur khususnya manakala yang terlibat dalam komunikasi adalah warga dari komunitas tutur yang berbeda. h. Genre jenis tutur Jenis tutur menunjuk pada jenis kategori kebahasaan yang sedang dituturkan. Jenis tutur yang menyangkut kategori wacana misalnya percakapan, cerita, pidato, dan semacamnya. Apabila tuturannya berbeda maka akan berbeda pula kode yang dipakai dalam bertutur Sarwiji Suwandi, 2008:99-100.

4. Ragam Bahasa Formal dan Informal

Dokumen yang terkait

SKRIPSI JURNALISME SENSITIF GENDER DALAM RUBRIK “PEREMPUAN” DI SURAT KABAR SUARA MERDEKA ( Studi Analisis Isi Opini dalam Rubrik “Perempuan” pada Surat Kabar Suara Merdeka periode 5 Januari 2011- 28 Desember 2011).

0 2 15

PENDAHULUAN JURNALISME SENSITIF GENDER DALAM RUBRIK “PEREMPUAN” DI SURAT KABAR SUARA MERDEKA ( Studi Analisis Isi Opini dalam Rubrik “Perempuan” pada Surat Kabar Suara Merdeka periode 5 Januari 2011- 28 Desember 2011).

2 6 41

PENUTUP JURNALISME SENSITIF GENDER DALAM RUBRIK “PEREMPUAN” DI SURAT KABAR SUARA MERDEKA ( Studi Analisis Isi Opini dalam Rubrik “Perempuan” pada Surat Kabar Suara Merdeka periode 5 Januari 2011- 28 Desember 2011).

0 15 64

ANALISIS PEMAKAIAN IMPLIKATUR PADA KOLOM TAJUK RENCANA SURAT KABAR SUARA MERDEKA ANALISIS PEMAKAIAN IMPLIKATUR PADA KOLOM TAJUK RENCANA SURAT KABAR SUARA MERDEKA EDISI FEBRUARI 2014.

0 2 13

ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL.

0 1 5

UNGKAPAN DISFEMIA PADA RUBRIK GAGASAN SURAT KABAR SUARA MERDEKA.

0 1 7

ANALISIS DIKSI DAN PENANDA KONJUNGSI RUBRIK SEMARANGAN PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA Analisis Diksi Dan Penanda Konjungsi Rubrik Semarangan Pada Surat Kabar Suara Merdeka Edisi 14 Januari – 11 Februari 2012.

0 0 13

RUBRIK ANAK DALAM SURAT KABAR (Studi Perbandingan Analisis Isi Rubrik Anak pada Surat kabar Solopos dan Suara Merdeka Periode Januari-Juni 2012).

0 0 13

IDIOM BAHASA POLITIK PADA RUBRIK “WACANA” DALAM SURAT KABAR SUARA MERDEKA EDISI JANUARI-MARET 2017 - repository perpustakaan

0 0 16

DEIKSIS DALAM RUBRIK “PANGGUNG” PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA EDISI NOVEMBER 2017 - repository perpustakaan

0 0 14