Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII

(1)

TIPETHINK-PAIR-SHARE(TPS) DAN TANPA

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Skripsi

Untuk Memenuhi Persyaratan

dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata-1 Pendidikan Matematika

Oleh : Arifin Riadi NIM A1C108047

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARMASIN


(2)

ii

HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 17 BANJARMASIN DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPETHINK-PAIR-SHARE(TPS) DAN TANPA

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TAHUN PELAJARAN 2011/2012 Oleh

Arifin Riadi NIM A1C108047

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 8 Februari 2012 dan dinyatakan lulus.

Susunan Dewan Penguji Anggota Dewan Penguji

Pembimbing I 1. Dra. Hj. Nurdiana

2. Dra. Agni Danaryanti, M.Pd 3. Elli Kusumawati, S.Pd, M.Pd Dra. Hj. Aisjah Juliani Noor, MS.

NIP 19520309 198003 2 002 Pembimbing II

Drs. H. Sumartono, M.Pd NIP 19570514 198703 1 002

Banjarmasin, Februari 2012

Ketua Program Studi Ketua Jurusan Pendidikan MIPA

Pendidikan Matematika FKIP Unlam

Dra. Hj. Aisjah Juliani Noor, MS. Drs. Chairil Faif Pasani, M.Si


(3)

iii

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam Daftar Pustaka.

Banjarmasin, Februari 2012

Arifin Riadi NIM A1C108047


(4)

iv

KOOPERATIF TAHUN PELAJARAN 2011/2012 (Oleh: Arifin Riadi; Pembimbing: Aisjah Juliani Noor, Sumartono; 2012; 56 halaman)

ABSTRAK

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran sehingga peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan masyarakat, bangsa, dan Negara. Secara garis besar lembaga pendidikan di Indonesia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu lembaga pendidikan jalur formal, jalur nonformal, dan jalur informal pada keluarga dan masyarakat. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di setiap jenjang pendidikan. Pembelajaran matematika hingga saat ini masih memperlihatkan dominasi guru dan tidak memberikan akses bagi siswa untuk mengembangkan gagasan dan ide-idenya. Think-Pair-Share (TPS) adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk memotivasi siswa berpikir pada topik yang diberikan, sehingga memungkinkan mereka untuk memformulasikan gagasan-gagasan individu dan membagikan gagasan-gagasan tersebut dengan siswa lain. Pembelajaran matematika di kelas VII SMP Negeri 17 Banjarmasin hanya menggunakan metode pembelajaran konvensional. Nilai rata-rata hasil belajar matematika siswa kelas VII tersebut berada di bawah kriteria ketuntasan minimum. Berdasarkan hal itu dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika siswa yang diberi pengajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan siswa yang diberi pengajaran tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan populasi seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 17 Banjarmasin. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purpossive sampling, yaitu memilih kelas VII E dan VII F sebagai sampel penelitian dengan pertimbangan tertentu yang selanjutnya dipilih kelas VII E sebagai kelas eksperimen dan kelas VII F sebagai kelas kontrol secara random. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes dan dokumentasi. Tes yang digunakan diuji validitasnya menggunakan rumus korelasi product moment dan reliabilitasnya menggunakan rumus KR-20. Teknik analisis data menggunakan uncorellated data/independent sample t-test. Sebagai persyaratan analisis dilakukan uji normalitas dengan metode Kolmogorov-Smirnov dan uji homogenitas dengan metode Levene.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang diberi pengajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan siswa yang diberi pengajaran tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif.


(5)

v

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 17 Banjarmasin dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS) dan Tanpa Model Pembelajaran Kooperatif Tahun Pelajaran 2011/2012 ini dapat diselesaikan.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

(1) Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNLAM Banjarmasin. (2) Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan IPA FKIP UNLAM Banjarmasin. (3) Ketua Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UNLAM Banjarmasin. (4) Ibu Dra. Hj. Aisjah Juliani Noor, MS selaku Dosen Pembimbing I.

(5) Bapak Drs. H. Sumartono, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II.

(6) Kepala Sekolah, Dewan Guru, Staf Tata Usaha, dan siswa-siswa SMP Negeri 17 Banjarmasin.

(7) Semua pihak yang turut membantu dengan pikiran, tenaga, dan juga do a selama penyusunan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini mungkin masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan semoga Allah SWT melimpahkan pahala yang berlipat ganda atas semua bantuan yang telah diberikan. Amin ya Rabbal Alamin.

Banjarmasin, Februari 2012


(6)

vi

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Batasan Masalah... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Belajar, Mengajar, dan Hasil Belajar ... 6

2.2 Pembelajaran Matematika di SMP... 9

2.3 Model Pembelajaran ... 13

2.4 Model Pembelajaran Kooperatif ... 16

2.5 Model Pembelajaran Kooperatif TipeThink-Pair-Share(TPS) ... 18

2.6 Metode Pembelajaran Konvensional ... 20

2.7 Aritmetika Sosial... 23

2.8 Evaluasi Hasil Belajar ... 28

2.9 Hipotesis Tindakan... 30

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

3.1 Populasi dan Sampel Penelitian ... 31

3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 33

3.3 Uji Prasyarat Analisis... 36

3.4 Teknik Analisis Data ... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

4.1 Deskripsi Tempat Penelitian ... 40

4.2 Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran ... 42

4.3 Uji Prasyarat Analisis... 49


(7)

vii

DAFTAR PUSTAKA ... 55 LAMPIRAN ... 57


(8)

viii

Tabel Halaman

1. Distribusi siswa kelas VII SMP Negeri 17 Banjarmasin ... 32

2. Keadaan kelas dan siswa SMP Negeri 17 Banjarmasin... 41

3. Distribusi guru matematika berdasarkan pembagian tugas mengajar... 41

4. Hasil uji keseimbangan ... 43

5. Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov... 49


(9)

ix

Gambar Halaman

1. Guru memberikan permasalahan (Think)... 45

2. Siswa berpasangan menyelesaikan LKK (Pair) ... 46

3. Guru memberikan arahan kepada siswa... 46

4. Siswa menuliskan hasil jawaban di papan tulis (Share) ... 47

5. Siswa mengerjakan LEI ... 47


(10)

x

Lampiran Halaman

1. RPP penelitian pertemuan 1 ... 57

2. Kisi-kisi soal tes hasil belajar... 67

3. Soal tes hasil belajar ... 68

4. Lembar jawaban ... 73

5. Kunci jawaban... 74

6. Pembahasan soal ... 75

7. Daftar nilai ulangan tengah semester I ... 84

8. Daftar nilai hasil belajar ... 86

9. Uji keseimbangan ... 88

10. Uji validitas dan reliabilitas soal ... 89

11. Uji normalitas ... 95

12. Uji homogenitas ... 96

13. Uji hipotesis ... 97

14. Surat keterangan izin penelitian dari Dekan FKIP Unlam... 98

15. Surat keterangan izin penelitian dari Dinas Pendidikan.. ... 100

16. Surat keterangan telah melakukan penelitian dari Kepala SMP Negeri 17 Banjarmasin... 101

17. Susunan kelompok TPS kelas eksperimen... 102

18. Lembar persetujuan perbaikan skripsi ... 103


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewantara menyatakan bahwa pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat mendapat keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya (TIM MKDK, dalam Pidarta, 2007). Sementara itu Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran sehingga peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan masyarakat, bangsa, dan negara.

Secara garis besar lembaga pendidikan di Indonesia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu lembaga pendidikan jalur formal, jalur nonformal, dan jalur informal pada keluarga dan masyarakat. Dalam lembaga pendidikan jalur formal terdapat lembaga pendidikan prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah/SMA dan SMK, serta pendidikan tinggi. Lembaga pendidikan dasar dapat dibagi menjadi dua, yaitu SD dan SMP.

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 26 Ayat 1 disebutkan pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, keterampilan untuk hidup mandiri, dan mengikuti


(12)

pendidikan lebih lanjut. Dari sini tampak bahwa pendidikan dasar sudah diorientasikan kepada upaya yang mendasari hidupnya. Hal ini dapat dilihat dari butir keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut, disamping bekal-bekal hidup yang lain. Untuk itu diperlukan tenaga profesional dalam mendidik.

Dalam Pidarta (2007) disebutkan bahwa mendidik adalah membuatkan kesempatan dan menciptakan situasi yang kondusif agar anak-anak sebagai subjek berkembang sendiri. Mendidik adalah suatu upaya membuat anak-anak mau dan dapat belajar atas dorongan diri sendiri untuk mengembangkan bakat, pribadi, dan potensi-potensi lainnya secara optimal. Berarti mendidik memusatkan diri pada upaya pengembangan afeksi anak-anak, sesudah itu barulah pada pengembangan kognisi dan keterampilannya. Berkembangnya afeksi yang positif terhadap belajar merupakan kunci keberhasilan belajar berikutnya, termasuk keberhasilan dalam meraih prestasi kognisi dan keterampilan.

Selanjutnya Dzamarah & Zain (2006) menyebutkan bahwa dalam kegiatan belajar mengajar, siswa adalah sebagai subjek dan sebagai objek dari kegiatan pengajaran. Sehingga inti dari proses pengajaran tidak lain adalah kegiatan belajar siswa dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran akan tercapai jika siswa berusaha secara aktif untuk mencapainya. Keaktifan siswa tidak hanya dituntut dari segi fisik tetapi juga dari segi kejiwaan. Bila hanya fisik siswa yang aktif tetapi pikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai.


(13)

Berdasarkan dokumentasi data serta wawancara dengan Ibu Hj. Sa adiah, S.Pd dan Ibu Hj. Siti Rahmah, S.Pd menunjukkan bahwa nilai rata-rata Ulangan Tengah Semester 1 bidang studi matematika tahun pelajaran 2011/2012 adalah 58,05 dan masih di bawah standar ketuntasan minimum yaitu 60. Proses belajar mengajar yang masih konvensional dan didominasi guru menyebabkan siswa terpengaruh dalam pelajaran yang kurang menstimulasi aktivitas belajar yang optimal. Siswa pasif menerima informasi dari guru, dimana guru tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan gagasan dan ide-idenya. Siswa hanya menghafal rumus dan mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru.

Dari beberapa penelitian, diantaranya penelitian yang dilaksanakan Afifah (2009) berkesimpulan bahwa penerapan pendekatan struktural TPS siswa kelas VII E di SMP Negeri 1 Salatiga lebih efektif dalam meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa pada pokok bahasan persamaan linear satu variabel dibandingkan dengan penerapan pembelajaran konvensional pada siswa kelasVII, penelitian yang dilaksanakan oleh Handayani (2009) berkesimpulan bahwa prestasi belajar siswa kelas VII B MTs Negeri Bekonang pada sub pokok bahasan persegi panjang dan persegi dapat ditingkatkan melalui metode TPS. Dari penelitian tersebut terlihat bahwa salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat mengurangi dominasi guru dalam pembelajaran matematika dan diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa adalah model pembelajaran kooperatif tipeThink Pair Share (selanjutnya disebut TPS), ini karena TPS adalah suatu tipe

model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari dua siswa tiap kelompok dan dirancang untuk memotivasi siswa berpikir pada topik yang diberikan, sehingga


(14)

memungkinkan mereka untuk memformulasikan gagasan-gagasan individu dan membagikan gagasan-gagasan tersebut dengan siswa lain. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian eksperimen dengan judul Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 17 Banjarmasin dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

ink-Pair-Share (TPS) dan Tanpa Model Pembelajaran Kooperatif Tahun Pelajaran 2011/2012.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 17 Banjarmasin yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 17 Banjarmasin yang diajar tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif?

1.3 Batasan Masalah

Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak meluas, maka materi dalam penelitian ini dibatasi pada sub pokok bahasan Aritmetika Sosial yang meliputi Nilai Keseluruhan, Nilai Per Unit, dan Nilai Sebagian, Harga Pembelian, Harga Penjualan, Untung, Rugi, serta Persentase Untung dan Rugi.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika siswa kelas VII


(15)

SMP Negeri 17 Banjarmasin yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 17 Banjarmasin yang diajar tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif .

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan setelah penelitian ini dilaksanakan adalah:

1.5.1 Bagi Guru dan Sekolah

(1) Sebagai bahan informasi bagi guru dalam mengembangkan tipe pembelajaran.

(2) Sebagai masukan positif bagi guru-guru SMP khususnya SMP Negeri 17 Banjarmasin dalam menentukan alternatif model pembelajaran kooperatif yang cocok dengan kelas VII.

(3) Sebagai bahan informasi bagi sekolah dalam rangka perbaikan pembelajaran dan peningkatan kualitas pendidikan.

(4) Memberikan sumbangsih yang berguna dalam rangka perbaikan pembelajaran matematika dan peningkatan prestasi belajar matematika peserta didik

1.5.2 Bagi Siswa

(1) Meningkatkan minat, kemampuan dan motivasi belajar matematika siswa. (2) Meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.

(3) Dapat membantu siswa dalam memahami dan menguasai konsep-konsep matematika, khususnya kelas VII.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Belajar, Mengajar, dan Hasil Belajar

Syah (2009) mengemukakan secara umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.

Sardiman (2007) membagi pengertian belajar menjadi dua, yaitu dalam arti luas dan sempit/khusus. Dalam pengertian luas, belajar dapat diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya.

Slameto (2003) mengungkapkan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya, sebagaimana Gulo (2002) menganggap belajar adalah suatu proses yang berlangsung di dalam diri seseorang yang mengubah tingkah lakunya, baik tingkah laku dalam berpikir, bersikap, dan berbuat. Sedangkan Abdurrahman (1999) berpendapat bahwa belajar merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap.


(17)

Bagi Sanjaya (2006), belajar bukanlah sekadar mengumpulkan pengetahuan. Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku. Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari.

Dari beberapa pengertian diatas disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses yang dilakukan individu sehingga terjadi perubahan ke arah yang lebih baik melalui interaksi lingkungan, pengalaman maupun semua aspek yang terlibat di dalamnya.

Berkaitan dengan belajar, kegiatan yang tak kalah pentingnya dalam dunia pendidikan adalah mengajar. Mengajar dan belajar adalah dua peristiwa yang berkaitan dan berinteraksi satu sama lain. Sama halnya dengan belajar, menurut Nana Sudjana (Djamarah & Zain, 2006) mengajar pada hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasikan lingkungan siswa agar dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya mengajar adalah proses memberikan bimbingan/bantuan kepada anak didik dalam melakukan proses belajar.

Menurut Mursell & Nasution (1995) mengajar dapat dipandang sebagai menciptakan situasi dimana diharapkan anak-anak akan belajar dengan efektif. Gulo (2002) menambahkan bahwa mengajar adalah usaha untuk menciptakan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar secara optimal. Sistem lingkungan ini terdiri atas beberapa komponen, termasuk guru, yang saling berinteraksi dalam menciptakan proses belajar yang terarah pada tujuan tertentu.


(18)

Sejalan dengan itu, Sardiman (2009) mengemukakan bahwa mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. Kondisi atau sistem lingkungan tersebut diciptakan sedemikian rupa untuk membantu perkembangan siswa secara optimal.

Howard (Slameto, 2003) memberikan definisi mengajar yang lebih lengkap, yaitu suatu aktivitas untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah atau mengembangkan skill , attitude , ideals

(cita-cita),appreciations (penghargaan) danknowledge .

Proses belajar dan mengajar sebagai kesatuan akan menghasilkan sesuatu yang disebut dengan hasil belajar. Abdurrahman (1999) mengungkapkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar mengajar.

Suprijono (2010) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap apresiasi dan keterampilan.

Banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar diantaranya Abdurrahman (1999) menyebutkan hasil belajar dipengaruhi dua faktor, yaitu internal dan eksternal. Faktor internal yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis, faktor eksternal yaitu antara lain berupa strategi pembelajaran yang keliru, pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak, dan pemberian ulangan penguatan yang tidak tepat. Sedangkan menurut Sardiman (2009) hubungan guru dengan siswa dalam proses belajar mengajar


(19)

merupakan faktor yang sangat menentukan pencapaian hasil belajar yang optimal. Bagaimanapun baiknya bahan pelajaran yang diberikan, bagaimanapun sempurnanya metode yang digunakan, namun jika hubungan guru dan siswa merupakan hubungan yang tidak harmonis, maka hasil belajar pun tidak akan tercapai secara optimal.

Jadi, dapat disimpulkan hasil belajar adalah suatu puncak belajar, yaitu kemampuan maupun perubahan perilaku meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotor yang diperoleh siswa dengan segala faktor yang mempengaruhinya setelah proses belajar mengajar.

2.2 Pembelajaran Matematika di SMP

Menurut Sanjaya (2005) pembelajaran adalah proses pengaturan lingkungan yang diarahkan untukn mengubah perilaku siswa ke arah yang positif dan lebih baik sesuai potensi dan perbedaan yang dimiliki siswa.

Hamalik (2008) mengatakan pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan.

Djamarah & Zain (2006) menyatakan pembelajaran adalah suatu kondisi yang sengaja diciptakan. Guru yang menciptakannya guna membelajarkan siswa. Guru yang mengajar dan siswa yang belajar. Melalui perpaduan dari kedua unsur manusiawi tersebut maka lahirlah interaksi edukatif. Interaksi antara guru dan siswa berlangsung dalam situasi belajar dan mengajar dalam proses pembelajaran. Dalam situasi tersebut terdapat faktor-faktor yang saling berhubungan, yaitu tujuan mengajar, siswa yang belajar, guru yang mengajar, bahan yang diajarkan,


(20)

metode mengajar, alat bantu mengajar, prosedur penilaian, dan situasi pengajaran. Dalam proses pengajaran tersebut, semua faktor bergerak secara dinamis dalam suatu rangkaian untuk mencapai tujuan.

Sardiman (2007) menyatakan pembelajaran merupakan proses yang berfungsi membimbing para siswa di dalam kehidupan, yakni membimbing mengembangkan diri sesuai dengan tugas perkembangan yang harus dijalankan oleh para siswa. Tugas perkembangan itu akan mencakup kebutuhan hidup baik individu maupun sebagai masyarakat dan juga sebagai makhluk ciptaan Tuhan.

Sehubungan dengan tugas perkembangan, Syah (2009) menguraikan proses perkembangan siswa yang meliputi:

(1) Perkembangan motorik, yakni proses perkembangan yang progresif dan berhubungan dengan perolehan aneka ragam keterampilan fisik siswa. (2) Perkembangan kognitif, yakni perkembangan fungsi intelektual atau

kecerdasan.

(3) Perkembangan sosial dan moral, yakni proses perkembangan mental yang berhubungan dengan perubahan-perubahan cara siswa dalam berkomunikasi dengan objek atau orang lain, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok.

Siswa yang berada pada jenjang SMP menurut tahap perkembangan kognitif berada dalam tahap formal operasional yakni berkisar pada usia 11 sampai dengan 15 tahun. Pada tahap ini siswa memiliki kemampuan mengkoordinasikan dua ragam kemampuan kognitif secara serentak maupun berurutan, yakni kapasitas menggunakan hipotesa dan kapasitas menggunakan


(21)

prisnsip-prinsip abstrak. Dengan kemampuan tersebut, maka siswa akan mampu mempelajari materi-materi pelajaran yang abstrak seperti ilmu matematika.

Menurut Tinggih (Tim MKPBM, 2001) secara etimologis matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran). Matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran di dalam struktur kognitif sehingga sampai pada suatu kesimpulan berupa konsep-konsep matematika.

Abdurrahman (1999) mengutip pendapat beberapa ahli, diantaranya menurut Johnson dan Myklebust, matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoretisnya adalah untuk memudahkan berpikir. Lerner mengemukakan bahwa matematika di samping bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas. Kline juga mengemukakan bahwa matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan cara bernalar induktif.

Tim MKPBM (2001) menyebutkan tujuan umum diberikannya matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang telah dirumuskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), yaitu:

(1) Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan di dalam kehidupan dan di dunia yang berkembang, melalui latihan bertindak atas


(22)

dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien.

(2) Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.

Tujuan pembelajaran matematika di SMP (Tim MKPBM, 2001) agar: (1) Siswa memiliki kemampuan yang dapat dialih gunakan melalui kegiatan

matematika.

(2) Siswa memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan ke pendidikan menengah.

(3) Siswa memiliki keterampilan matematika sebagai peningkatan dan perluasan dari matematika sekolah dasar untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

(4) Siswa memiliki pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis, kritis, cermat dan disiplin serta menghargai kegunaan matematika.

Matematika di SMP merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diikuti oleh siswa. Berdasarkan KTSP, mata pelajaran matematika di SMP diberikan sebanyak 6 40 menit (6 jam pelajaran) dalam satu minggu. Mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SMP yang diajarkan antara lain (1) bilangan, (2) aljabar, (3) geometri dan pengukuran, serta (4) statistika dan peluang.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika di SMP adalah suatu proses interaksi belajar mengajar oleh guru dan


(23)

siswa dalam bidang studi matematika meliputi pola, bentuk, lambang, simbol, bahasa, operasi dan hubungan-hubungan yang tersusun sesuai dengan tahap perkembangan intelektual siswa SMP pada suatu lingkungan belajar yang telah diatur dan direncanakan.

2.3 Model Pembelajaran

Suprijono (2010) mengungkapkan model merupakan interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem, dan model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial .

Lebih lanjut, Suprijono (2010) mengutip pendapat dari beberapa ahli sebagai berikut: Mills berpendapat bahwa model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu . Menurut Arends, model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas .

Disamping itu Isjoni (2010) mengutip pengertian model pembelajaran menurut Joice & Weil, yaitu suatu pola atau rencana yang sudah direncanakan sedemikian rupa dan digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelasnya .

Tim MKPBM (2001) menyatakan model pembelajaran dimaksudkan sebagai pola interaksi siswa dengan guru di dalam kelas yang menyangkut


(24)

strategi, pendekatan, metode dan teknik. Istilah model pengajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi, metode atau prosedur.

Menurut Rusman (2011) model pembelajaran mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

(1) Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. (2) Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu.

(3) Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas.

(4) Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan urutan langkah langkah pembelajaran, adanya prinsip-prinsip reaksi, sistem sosial, dan sistem pendukung.

(5) Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran yang meliputi dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur, dan dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.

(6) Membuaat persiapan mengajar dengann pedoman model pembelajaran yang dipilihnya.

Menurut Nieveen (Trianto, 2010), suatu model pengajaran dikatakan baik jika memenuhi kriteria sebagai berikut:

(1) Valid. Aspek validitas dikaitkan dengan apakah model yang dikembangkan didasarkan pada rasional teoritik yang kuat dan terdapat konsistensi internal. (2) Praktis. Aspek kepraktisan hanya dapat dipenuhi jika para ahli dan praktisi


(25)

(3) Efektif. Parameter aspek efektifitas ini adalah apabila para ahli dan praktisi berdasar pengalamannya menyatakan bahwa model tersebut efektif dan secara operasional model tersebut memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan.

Menurut Arends (Trianto, 2010) tidak ada satu model pembelajaran yang paling baik diantara yang lainnya, karena masing-masing model pembelajaran dapat dirasakan baik, apabila telah diujicobakan untuk mengajarkan materi pelajaran tertentu. Dalam mengajarkan suatu pokok bahasan (materi) tertentu harus dipilih model pembelajaran yang paling sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Menurut Trianto (2010) model pembelajaran dapat dibagi menjadi tiga: (1) Model pembelajaran langsung

Model pembelajaran langsung adalah salah satu model pembelajaran yang diklasifikasikan berdasarkan tujuan pengajarannya, sintaks dan sifat lingkungan belajarnya. Model ini dirancang khusus untuk membantu siswa mempelajari keterampilan dasar yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif.

(2) Model pembelajaran kooperatif

Model pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerjasama dalam kelompok.


(26)

(3) Model pembelajaran berdasarkan masalah

Model pembelajaran berdasarkan masalah dimulai dengan menyajikan permasalahan nyata yang penyelesaiannya membutuhkan kerjasama diantara siswa-siswa. Guru memandu siswa menguraikan rencana pemecahan masalah.

Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.

2.4 Model Pembelajaran Kooperatif

Isjoni (2010) mengutip pendapat dari Slavin yang mengatakan, in cooperative learning methods, students work together in four member teams to master material initially presented by the teacher . Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.

Roger dkk (Huda, 2011) menyatakan pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial diantara kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain.


(27)

Menurut Nurulhayati (Rusman, 2011) pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi. Dalam sistem belajar yang kooperatif, siswa belajar bekerja sama dengan anggota lainnya. Dalam model ini siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar. Siswa belajar bersama dalam sebuah kelompok kecil dan mereka dapat melakukannya seorang diri.

Siahaan (Rusman, 2011) mengutarakan lima unsur esensial yang ditekankan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu saling ketergantungan positif, interaksi berhadapan, tanggung jawab individu, keterampilan sosial, dan terjadi proses dalam kelompok.

Menurut Rusman (2011) model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang digunakan dan menjadi perhatian serta dianjurkan oleh para ahli pendidikan. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Slavin yang menyatakan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi dan menghargai pendapat orang lain, pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan masalah, dan mengintegrasi pengetahuan dengan pemahaman.

Ada dua komponen pembelajaran kooperatif (Rusman, 2011), yakni tugas kerja sama dan struktur intensif kerja sama. Tugas kerja sama berkenaan dengan suatu hal yang menyebabkan anggota kelompok bekerja sama dalam


(28)

menyelesaikan tugas yang diberikan. Sedangkan struktur intensif kerja sama merupakan sesuatu hal yang membangkitkan motivasi siswa untuk melakukan kerja sama dalam rangka mencapai tujuan kelompok tersebut. Dalam pembelajaran kooperatif adanya upaya peningkatan hasil belajar siswa merupakan dampak penyerta dari sikap toleransi dan menghargai pendapat orang lain.

Menurut Sanjaya (dalam Rusman, 2011) pembelajaran kooperatif akan efektif digunakan apabila guru menekankan pentingnya usaha bersama di samping usaha secara individual, guru menghendaki pemerataan perolehan hasil dalam belajar, guru ingin menanamkan tutur sebaya atau belajar melalui teman sendiri, guru menghendaki adanya pemerataan partisipasi aktif siswa, dan guru menghendaki kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif (cooperative leraning) adalah model pembelajaran yang menggunakan kelompok-kelompok kecil dimana siswa dalam satu kelompok saling bekerja sama memecahkan masalah untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2.5 Model Pembelajaran Kooperatif TipeThink-Pair-Share(TPS)

Seperti namanya Thinking , pembelajaran ini diawali dengan guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran untuk dipikirkan oleh peserta didik. Guru memberi kesempatan kepada mereka memikirkan jawabannya. Selanjutnya, Pairing , pada tahap ini guru meminta peserta didik berpasang-pasangan. Beri kesempatan kepada pasangan-pasangan itu untuk berdiskusi. Diharapkan diskusi ini dapat memperdalam makna dari jawaban yang telah dipikirkannya melalui intersubjektif dengan pasangannya. Hasil diskusi


(29)

intersubjektif di tiap-tiap pasangan dibicarakan dengan pasangan seluruh kelas. Tahap ini dikenal dengan Sharing . Dalam kegiatan ini diharapkan terjadi tanya jawab yang mendorong pada pengonstruksian pengetahuan secara integratif. Peserta didik dapat menemukan struktur dari pengetahuan yang dipelajarinya (Suprijono, 2010).

Model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Model pembelajaran kooperatif tipe TPS ini berkembang dari penelitian belajar koperatif dan waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman dkk tahun 1985 dari Universitas Maryland dan menyatakan bahwa TPS merupakan suatu cara efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi siswa. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam TPS dapat memberi siswa lebih banyak waktu berfikir, untuk merespon dan saling membantu (Trianto, 2010).

Adapun langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share(Trianto, 2010) adalah sebagai berikut.

(1) Langkah 1: berpikir (thinking)

Guru mengajukan pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah. Siswa membutuhkan penjelasan bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian berpikir.


(30)

(2) Langkah 2: berpasangan(pairing)

Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan. (3) Langkah 3: berbagi(sharing)

Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan siswa untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan.

Menurut Huda (2011), TPS memiliki kelebihan, diantaranya adalah. (1) Memungkinkan siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang

lain.

(2) Mengoptimalkan partisipasi siswa.

(3) Memberi kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada siswa untuk menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain.

(4) Bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas.

2.6 Metode Pembelajaran Konvensional

Pengajaran tanpa model pembelajaran kooperatif dalam penelitian ini merupakan pengajaran dengan metode pembelajaran konvensional. Metode pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru dalam proses belajar mengajar di kelas. Pada pola pembelajaran


(31)

konvensional, kegiatan proses belajar mengajar lebih sering diarahkan pada aliran informasi dari guru ke siswa. Dalam metode pembelajaran konvensional, guru di sekolah umumnya memfokuskan diri pada upaya penuangan pengetahuan kepada para siswa tanpa memperhatikan prakonsepsi(prior knowledge)siswa atau gagasan-gagasan yang telah ada dalam diri siswa sebelum mereka belajar secara formal di sekolah. (Sanjaya, 2011).

Warpala (2009) mengutip pernyataan dari beberapa ahli, diantaranya Burrowes (2003) menyampaikan bahwa pembelajaran konvensional menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk merefleksi materi-materi yang dipresentasikan, menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada situasi kehidupan nyata. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) pembelajaran berpusat pada guru, (2) terjadi passive learning, (3) interaksi di antara siswa kurang, (4) tidak ada kelompok-kelompok kooperatif, dan (5) penilaian bersifat sporadis. Menurut Brooks & Brooks (1993), penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih menekankan kepada tujuan pembelajaran berupa penambahan pengetahuan, sehingga belajar dilihat sebagai proses meniru dan siswa dituntut untuk dapat mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari melalui kuis atau tes terstandar.

Kegiatan mengajar dalam pembelajaran konvensional cenderung diarahkan pada aliran informasi dari guru ke siswa, serta penggunaan metode ceramah terlihat sangat dominan. Pola mengajar kelihatan baku, yakni menjelaskan sambil menulis di papan tulis serta diselingi tanya jawab, sementara


(32)

itu siswa memperhatikan penjelasan guru sambil mencatat di buku tulis. Siswa dipandang sebagai individu pasif yang tugasnya hanya mendengarkan, mencatat, dan menghafal. Pembelajaran yang terjadi pada metode konvensional berpusat pada guru, dan tidak terjadi interaksi yang baik antara siswa dengan siswa. Sehingga pembelajaran konvensional lebih cenderung pada pelajaran yang bersifat hapalan yang mentolerir respon-respon yang bersifat konvergen, menekankan informasi konsep, latihan soal, serta penilaiannya masih bersifat tradisional dengan paper and pencil testyang hanya menuntut pada satu jawaban yang benar. Hal tersebut berimplikasi langsung pada proses pembelajaran di kelas yaitu pada situasi kelas akan menjadi pasif karena interaksi hanya berlangsung satu arah serta guru kurang memperhatikan dan memanfaatkan dan potensi-potensi siswa serta gagasan mereka sebagai daya nalar (Widiana, dalam Sanjaya, 2011).

Anonim (2008) menyatakan bahwa pembelajaran konvensional memiliki sifat-sifat diantaranya (1) Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok, (2) Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya mendompleng keberhasilan pemborong , (3) Kelompok belajar biasanya homogen, (4) Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing, (5) Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan, (6) Pemantauan melalui onservasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar


(33)

kelompok sedang berlangsung, (7) Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar, dan (8) Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.

2.7 Aritmetika Sosial

Materi aritmetika sosial merupakan materi penggunaan aljabar dalam kehidupan sehari-hari. Berikut Nuharini & Wahyuni (2008) menguraikan materi aritmetika sosial yang meliputi:

2.7.1 Nilai Keseluruhan, Nilai per Unit, dan Nilai Sebagian

Nilai keseluruhan adalah nilai/harga dari suatu barang dalam satu kesatuan. Nilai per unit adalah nilai satuan dari barang tersebut. Sedangkan nilai sebagian adalah nilai barang dalam suatu bagian tertentu.

Nilai keseluruhan dapat dihitung jika nilai per unit diketahui. Sebaliknya nilai per unit dapat dihitung jika nilai keseluruhan diketahui.

Hubungan nilai keseluruhan, nilai per unit, dan banyak unit adalah sebagai berikut (Tim Penyusun, 2008):

Nilai Keseluruhan = Banyak Unit X Nilai per Unit

Contoh soal:

(1) Ibu membeli 3 kg rambutan di pasar. Bila harga per kg adalah Rp 2.500,00, berapa uang yang harus dibayarkan ibu?

Penyelesaian:

Diketahui : nilai pe unit = Rp 2.500,00 banyak unit = 3 kg


(34)

Ditanyakan : nilai keseluruhan Jawab :

Nilai keseluruhan = banyak unit X nilai per unit = 3 X Rp 2.500,00

= Rp 7.500,00

Jadi, uang yang harus dibayarkan ibu adalah Rp 7.500,00

(2) Didi membeli 2 buah permen di warung dengan harga Rp 500,00. Jika Didi membeli sebuah permen, berapa jumlah uang yang harus Didi bayar?

Penyelesaian:

Diketahui : nilai keseluruhan = Rp 500,00 banyak unit = 2

Ditanyakan : nilai per unit Jawab:

Nilai keseluruhan = banyak unit X nilai per unit Rp 500,00 = 2 X nilai per unit

Nilai per unit = , = Rp 250,00

Jadi, uang yang harus dibayarkan Didi untuk membeli sebuah permen adalah Rp 250,00.

2.7.2 Harga Pembelian, Harga Penjualan, Untung, dan Rugi

Harga beli adalah harga barang dari pabrik, grosir, atau tempat lainnya. Harga beli sering disebut modal. Dalam situasi tertentu, modal adalah harga beli ditambah ongkos atau biaya lainnya. Harga jual adalah harga barang yang


(35)

ditetapkan oleh pedagang kepada pembeli. Untung atau laba adalah selisih antara harga penjualan dengan harga pembelian jika harga penjualan lebih dari harga pembelian. Rugi adalah selisih antara harga pembelian dengan harga penjualan jika harga penjualan kurang dari harga pembelian.

Hubungan antara harga jual, harga beli, untung, dan rugi adalah sebagai berikut (Tim Penyusun, 2008):

Laba = harga jual harga beli Rugi = harga beli harga jual Contoh soal:

(1) Kakak membeli 6 kg apel dengann harga Rp 30.000,00. Apel tersebut kemudian dijual dengan harga Rp 5.500 tiap kg. Untung atau rugikah kakak dari penjualan apel tersebut? Berapa untung atau ruginya?

Penyelesaian:

Diketahui : harga beli = Rp 30.000,00

Harga jual = 6 X Rp 5.500,00 = Rp 33.000,00

Ditanyakan : untung atau rugi dan besar keuntungan atau kerugian Jawab :

Harga jual > harga beli, sehingga kakak mendapatkan untung/laba Laba = harga jual harga beli

= Rp 33.000,00 Rp 30.000,00 = Rp 3.000,00 Jadi, kakak mendapat untung sebesar Rp 3.000,00


(36)

(2) Adik membeli mobil mainan dengan harga Rp 30.000,00. Karena sudah bosan, mobil mainan itu dijual kepada teman akrabnya dengan harga Rp 25.000,00. Untung atau rugikah adik? Berapa besar keuntungan atau kerugiannya?

Penyelesaian:

Diketahui : harga beli = Rp 30.000,00 Harga jual = Rp 25.000,00

Ditanyakan : untung atau rugi dan besar keuntungan dan kerugiannya Jawab :

Harga jual < harga beli, sehingga adik mendapatkan rugi Rugi = harga beli harga jual

= Rp 30.000,00 Rp 25.000,00 = Rp 5.000,00 Jadi, adik mendapatkan rugi sebesar Rp 5.000,00

2.7.3 Persentase Keuntungan atau Kerugian

Persen artinya perseratus, yang ditulis dalam bentuk p% dengan p bilangan real. Dalam perdagangan, besar untung atau rugi terhadap harga pembelian biasanya dinyatakan dalam bentuk persen. Persentase untung terhadap harga beli dan persentase rugi terhadap harga beli dapat dinyatakan sebagai berikut (Tim Penyusun, 2008):

Persentase Untung = × %


(37)

Contoh soal:

Sita mempunyai uang sebesar Rp 14.000,00. Uang tersebut digunakan untuk membeli 14 buah nanas. Kemudian nanas itu ia jual dengan harga Rp 1.250,00 per buah. Untung atau rugi? Berapa persentase keuntungan atau kerugiannya?

Penyelesaian:

Diketahui : harga beli 14 buah nanas = Rp 14.000,00 Harga jual 1 buah nanas = Rp 1.250,00 Ditanyakan : persentase untung atau rugi

Jawab:

Harga jual 14 buah nanas = 14 X Rp 1.250,00 = Rp 17.500,00 Harga jual > harga beli, berarti Sita untung

Laba = harga jual harga beli

= Rp 17.500,00 Rp 14.000,00 = Rp 3.500,00 Persentase keuntungan = X 100%

= . ,

. , X 100% = 25% Jadi, persentase keuntungannya adalah 25%.

Harga beli atau harga jual dapat dicari berdasarkan persentase laba atau rugi. Harga beli atau harga jual dapat ditentukan dengan rumus di bawah ini (Tim Penyusun, 2008):


(38)

=

=

2.8 Evaluasi Hasil Belajar

Menurut Syah (2009) evaluasi artinya penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program. Padanan kata evaluasi adalah assesment yang menurut Tardif et al berarti proses penilaian untuk menggambarkan hasil yang dicapai seorang siswa sesuai kriteria yang telah ditetapkan.

Menurut Dimyati & Mudjiono (2006) evaluasi secara umum dapat diartikan sebagai proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu (tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, objek dan yang lain) berdasarkan kriteria tertentu melalui penilaian.

Roestiyah (Djamarah & Zain, 2006) mengatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya, yang bersangkutan dengan kemampuan siswa guna mengetahui sebab akibat dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar.

Jadi, dapat dipahami bahwa evaluasi adalah suatu proses untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu, melalui pengumpulan, pengamatan, pengukuran dari data-data yang diperoleh, berdasarkan acuan atau kriteria yang telah ditetapkan.


(39)

Dimyati & Mudjiono (2006) mengungkapkan evaluasi hasil belajar sebagai proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui kegiatan penilaian dan atau pengukuran hasil belajar.

Menurut Hamalik (2008) evaluasi hasil belajar adalah keseluruhan kegiatan pengukuran baik berupa pengumpulan data dan informasi, pengolahan, penafsiran dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Tujuan evaluasi hasil belajar menurut Syah (2009) antara lain:

(1) Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu kurun waktu proses belajar tertentu.

(2) Untuk mengetahui posisi atau kedudukan siswa dalam kelompok kelasnya. (3) Untuk mengetahui tingkat usaha yang dilakukan siswa dalam belajar.

(4) Untuk mengetahui hingga sejauh mana siswa telah mendayagunakan kapasitas kognitifnya (kemampuan kecerdasan yang dimilikinya) untuk keperluan belajar.

(5) Untuk mengetahui tingkat daya guna dan hasil guna metode mengajar yang telah digunakan guru dalam proses pengajaran.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa evaluasi hasil belajar adalah proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui kegiatan penilaian dan atau pengukuran hasil belajar. Tujuan utama evaluasi hasil belajar adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan belajar.


(40)

2.9 Hipotesis Tindakan

Berangkat dari latar belakang dan tinjauan pustaka, maka hipotesis dari penelitian ini adalah ada perbedaan antara hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan hasil belajar siswa yang diajar tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif.


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, yaitu menurut Solso dan MacLin adalah penyelidikan dengan minimal salah satu variabel dimanipulasi untuk mempelajari hubungan sebab akibat (Seniati, 2008). Variabel yang dimanipulasi dalam penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran kooperatif, untuk dilihat hubungan dan sebab akibatnya terhadap hasil belajar.

Pelaksanaan eksperimen dalam penelitian ini menggunakan dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen akan dikenai perlakuan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TPS sedangkan pada kelas kontrol dikenai perlakuan tanpa penggunaan model pembelajaran kooperatif. Tahap akhir dari penelitian ini adalah masing-masing kelas diberi tes untuk mengukur hasil belajar masing-masing kelas.

3.1 Polulasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VII SMP Negeri 17 Banjarmasin tahun pelajaran 2011/2012 yang berjumlah 202 siswa.


(42)

Tabel 1 Distribusi siswa kelas VII SMP Negeri 17 Banjarmasin

No. Kelas Jumlah Siswa

1 VII A 34

2 VII B 35

3 VII C 35

4 VII D 34

5 VII E 32

6 VII F 32

Sampel dalam penelitian ini yaitu siswa sebanyak dua kelas. Kelas VII E sebagai kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dan kelas VII F sebagai kelas kontrol tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif yang dipilih secara random. Pengambilan sampel di dalam penelitian ini dilakukan dengan purposive sampling dengan pertimbangan awal kedua kelas memiliki nilai rata-rata UTS yang relatif sama.

Sebelum diberi perlakuan, dilakukan uji matching (uji keseimbangan) terlebih dahulu untuk mengetahui apakah kelas eksperimen dan kelas kontrol dalam keadaan seimbang. Keseimbangan yang dimaksud adalah kesamaan dalam hal nilai rata-rata hasil belajar dan variansi kedua kelas. Uji matching ini didasarkan pada nilai ulangan tengah semester ganjil matematika.

Perhitungan yang digunakan adalah menggunakan SPSS 18 dengan prosedur (Seniati dkk., 2008):

(1) Memasukkan data pada kotak berikut dalam SPSS sesuai kelasnya (Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol:


(43)

Kode Nilai KE

KE

KK KK

(2) Menganalisis melaluicompare meanindependent sample t-test. (3) Taraf signifikansi yang diambil adalah = 0,05

(4) Dari output SPSS tersebut, kolom-kolom yang diperhatikan adalah nilai signifikansi Levene serta nilai signifikansi-t. Levene s Test adalah teknik statistik untuk menguji kesamaan dua variansi di antara kedua kelas. Jika nilai signifikansi Levene s Test kurang dari 0,05 berarti nilai Levene s Test signifikan. Dengan kata lain, variansi kedua kelas berbeda. Nilai signifikansi-t yang terlihat adalah untuk uji-t dalam hal kesamaan rata-rata, sehingga jika nilai signifikansi-t kurang dari 0,05 berarti nilai-t signifikan. Dengan kata lain, kedua kelas memiliki nilai rata-rata yang berbeda.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Di dalam penelitian ini menggunakan teknik tes dan dokumentasi. 3.2.1 Tes

Pada penelitian ini metode tes digunakan untuk mengumpulkan data mengenai hasil belajar matematika siswa dengan cara memberikan soal tes yang sama pada kedua kelas sampel setelah diberi perlakuan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal tes sub pokok bahasan aritmetika


(44)

sosial yang berupa pilihan ganda. Sebelum soal tes digunakan, terlebih dahulu soal tes diujicobakan untuk mengetahui apakah soal yang akan digunakan tersebut valid dan reliabel atau tidak. Ujicoba dilaksanakan di kelas VII A dan kelas VII D pada tanggal 21 November 2011.

Adapun rancangan pelaksanaanya adalah :

(1) Membuat batasan soal, yaitu soal-soal pada sub pokok bahasan aritmetika sosial

(2) Menentukan tujuan tes, yaitu mengetahui hasil belajar siswa pada sub pokok bahasan aritmetika sosial

(3) Membuat kisi-kisi soal tes berdasarkan batasan soal yang telah dirumuskan (4) Menyusun soal-soal tes

(5) Uji coba soal tes 1. Uji validitas

Uji validitas ini bertujuan untuk menguji kevalidan soal yang akan digunakan. Validitas suatu soal dinyatakan dengan koefisien korelasi (r). Untuk menguji validitas digunakan rumus korelasi product moment, yaitu (Arikunto, 1998):

r = N XY ( X) ( Y)

{N X ( X) }{N Y ( Y) } Keterangan:

rxy= koefisien korelasi antara variabel X dan Y

X = skor item Y = skor total N = jumlah subjek


(45)

Kriteria pengujian :

(a) Jika rxy rtabelmaka butir soal valid

(b) Jika rxy< rtabelmaka butir soal tidak valid

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui apakah soal tes yang digunakan reliabel atau tidak. Soal tes dikatakan reliabel apabila pengukuran dilakukan pada orang yang sama di waktu yang berbeda dan hasil pengukuran dengan soal tersebut sama atau hampir sama.

Untuk mengukur reliabilitas instrumen digunakan rumus KR-20 (Arikunto, 1998):

=

1 Keterangan:

r11= reliabilitas secara keseluruhaan

p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar

q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q = 1 p) n = banyaknya item yang valid

S2= variansi Kriteria pengujian :

(a) Jika r11 rtabelmaka soal reliabel

(b) Jika r11< rtabelmaka soal tidak reliabel

3.2.2 Dokumentasi

Pada penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data mengenai daftar nama siswa dan nilai hasil belajar siswa.


(46)

3.3 Uji Prasyarat Analisis

Uji prasyarat analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah uji normalitas dan uji homogenitas.

3.3.1 Uji Normalitas

Uji normalitas ini bertujuan untuk menguji apakah data dalam penelitian ini berdistribusi normal atau tidak. Metode yang digunakan adalah Kolmogorov-Smirnov. Prosedur penggunaannya adalah sebagai berikut (Irianto, 2009):

(1) Hipotesis

H0= data berdistribui normal

H1= data tidak berdistribui normal

(2) Statistik uji a1= maks

dengan a2=

dimana:

f = frekuensi skor subjek

F = frekuensi komulatif dari frekuensi skor subjek n = jumlah sampel

P Z = probabilitas di bawah nilai Z (dicari pada tabel Z) (3) Taraf signifikansi ( ) = 0,05

(4) Daerah kritik = D( )(n)dilihat dari tabel Kolmogorov-Smirnov

(5) Keputusan uji:


(47)

3.3.2 Uji Homogenitas

Uji homogenitas ini bertujuan untuk menguji apakah populasi mempunyai variansi yang sama. Metode yang digunakan adalah Levene dengan SPSS 18. Prosedur pemakaiannya yaitu (Seniati dkk, 2008):

(1) Hipotesis

H0= kedua kelompok sampel homogen

H1= kedua kelompok sampel tidak homogen

(2) Taraf signifikansi : = 0,05 (3) Prosedur uji

Instrumen penelitian yang berupa hasil belajar dianalisis menggunakan program SPSS 18. Perhitungan T-Test dalam program SPSS 18 melalui independent sample t-test, dengan cara memasukkan data nilai hasil belajar siswa sesuai kelasnya (eksperimen dan kontrol) seperti berikut:

Kode Nilai

KE KE

KK KK

Dari output SPSS tersebut, kolom-kolom yang diperhatikan adalah: nilai Levene s Testdan signifikansinya. Jika nilai signifikansi Levene s Testlebih kecil dari 0,05 (p<0,05) berarti nilai Levene s Test signifikan. Dengan kata lain, varians kedua kelompok berbeda. Sebaliknya, jika nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05 (p>0,05) berarti varian kedua kelompok sama.


(48)

(4) Keputusan uji:

H0ditolak jika nilaiLevene s Testsignifikan (p<0,05).

3.4 Teknik Analisis Data

Setelah dilakukan uji prasyarat analisis, baru dilakukan analisis data. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan menggunakan program SPSS 18 (Seniati dkk, 2008).

(1) Hipotesis H0: 1= 2

Tidak ada perbedaan signifikan antara rata-rata hasil belajar kelas yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) dengan rata-rata hasil belajar kelas yang diajar tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif.

H1: 1 2

Ada perbedaan signifikan antara rata-rata hasil belajar kelas yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) dengan rata-rata hasil belajar kelas yang diajar tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif.

(2) Taraf signifikansi : = 0,05 (3) Prosedur uji

PerhitunganT-Test dalam program SPSS 18 melaluiindependent sample t-test, dengan cara memasukkan data nilai hasil belajar siswa sesuai kelasnya (eksperimen dan kontrol) seperti berikut:


(49)

Kode Nilai KE

KE

KK KK

Darioutput SPSS tersebut, kolom-kolom yang diperhatikan adalah: nilai Levene s Test dan signifikansinya serta nilai-t dan signifikansinya. NilaiLevene s Test ini mengarahkan dalam melihat nilai-t. jika nilai Levene s Test signifikan maka dilihat nilai-t pada baris equal variance not assumed, sedangkan jika nilai Levene s Test tidak signifikan maka dilihat nilai-t pada baris equal variance assumed.

(4) Keputusan uji

H0ditolak jika nilai t hitung < taraf signifikansi

Untuk mengetahui bagaimana pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TPS terhadap hasil belajar siswa dilakukan dengan membandingkan mean dari kedua kelas (KE dan KK). Jika mean KE lebih besar dari KK (KE > KK) maka hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik dibandingkan siswa yang diajar tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif. Sebaliknya jika mean KK lebih besar dari KE (KK > KE) maka hasil belajar siswa kelas kontrol lebih baik dibandingkan kelas eksperimen.


(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Tempat Penelitian

SMP Negeri 17 Banjarmasin terletak di Jl. Sungai Jingah Rt.6 No.311 Kelurahan Sungai Jingah Kecamatan Banjarmasin Utara Kota Banjarmasin. Sekolah ini berdiri pada tahun 1984 berdasarkan SK Mendikbud dengan nomor statistik sekolah yakni 201156004017. Letak geografis SMP Negeri 17 Banjarmasin antara lain sebelah utara berbatasan dengan perumahan dan pemakaman, sebelah selatan berbatasan dengan perumahan, sebelah barat berbatasan dengan perumahan dan pasar, dan sebelah timur berbatasan dengan perumahan dan sungai.

SMP Negeri 17 Banjarmasin dibangun di atas tanah seluas 10.057 m2. SMP Negeri 17 Banjarmasin dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang cukup menunjang proses belajar mengajar di sekolah. SMP Negeri 17 Banjarmasin memiliki ruang kelas sebanyak 18 buah, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium IPA, ruang komputer, ruang keterampilan, ruang BP/BK, ruang UKS, ruang OSIS, koperasi, musholla, lapangan basket, lapangan futsal, lapangan bulu tangkis, lapangan parkir, kamar mandi/WC guru, kamar mandi/WC murid, dapur, gudang dan kantin.

SMP Negeri 17 Banjarmasin memiliki 18 ruang kelas sebagai tempat berlangsungnya proses belajar mengajar. Ukuran setiap ruang kelas rata-rata adalah seluas 60 m2 sesuai dengan daya tampung siswanya setiap kelas. Secara


(51)

umum kondisi ruang kelas berada pada kondisi yang baik. Pembagian kelas dan siswa disajikan pada tabel 2 berikut.

Tabel 2 Keadaan kelas dan siswa SMP Negeri 17 Banjarmasin Kelas Jumlah Ruangan Jumlah Siswa

VII VIII IX 6 5 7 202 180 210

Total 18 592

Jumlah guru yang menunjang keberlangsungan proses belajar mengajar adalah sebanyak 39 orang dimana 4 di antaranya ialah guru matematika. Guru matematika tersebut mempunyai latar belakang pendidikan matematika dengan jenjang S1. Secara rinci dapat dilihat dalam tabel 3 berikut.

Tabel 3 Distribusi guru matematika berdasarkan pembagian tugas mengajar

No. Nama Guru Mengajar di

Kelas Latar Belakang Pendidikan Keterangan 1 2 3 4

Hj. Sa adiah, S.Pd Hj. Siti Rahmah, S.Pd Hj. Dewi Rahmawati, S.Pd

Farida Hayati, S.Pd

VII & IX VII IX VIII S1 S1 S1 S1 PNS PNS PNS PNS

Kegiatan belajar mengajar di SMP Negeri 17 Banjarmasin mengacu pada Kurukulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), berlangsung setiap hari Senin sampai Sabtu dengan alokasi waktu untuk satu jam pelajaran adalah 40 menit. Waktu penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar dirincikan sebagai berikut:

Senin kamis : pukul 07.30 13.30 WITA Jum at : pukul 07.30 10.50 WITA Sabtu : pukul 07.30 11.10 WITA


(52)

Secara umum keadaan lingkungan di kelas VII E sebagai kelas eksperimen dan kelas VII F sebagai kelas kontrol relatif sama. Jendela, ventilasi udara, dinding dan lantai berada dalam kondisi yang cukup terawat karena setiap siswa bertanggung jawab terhadap kebersihan kelas terlihat dengan adanya jadwal kebersihan kelas yang disusun oleh siswa. Kelengkapan kelas yang menunjang proses belajar mengajar antara lain meja dan kursi guru, meja dan kursi siswa, papan tulis white board, spidol dan penghapus, papan absen siswa, kotak obat, jam dinding, dan pajangan. Di depan kelas terdapat tempat sampah untuk tetap menjaga kebersihan kelas.

Kelas VII E terdiri dari 32 siswa yang terbagi atas 14 siswa perempuan dan 18 siswa laki-laki. Wali kelas VII E adalah Wahidah, S.Pd, sedangkan ketua kelas VII E adalah Bayu Tri Wardana. Kelas VII F terdiri dari 32 siswa yang terbagi atas 18 siswa perempuan dan 14 siswa laki-laki, sedangkan ketua kelas VII F adalah Fitria Cardona. Suasana di kedua kelas cukup mendukung untuk kegiatan pembelajaran karena lingkungan belajar yang tertata rapi. Tempat duduk disusun berderet kebelakang yang terdiri dari 4 baris dan 8 kolom, siswa duduk secara berpasangan menurut jenis kelamin.

4.2 Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran

Sebelum dilakukan pengajaran yang berbeda peneliti menghitung uji keseimbangan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen dengan menggunakan nilai Ulangan Tengah Semester I bidang studi matematika. Hasil analisis dan uji keseimbangan dengan menggunakan SPSS dapat dilihat dalam rangkuman tabel 4 berikut.


(53)

Tabel 4 Hasil Uji Keseimbangan

Kelas N Mean Signifikansi t S2

Signifikansi Levene

Ket.

Kontrol 32 59,69

0,942

303,13

0,701 0,05 Seimbang

Eksperimen 32 59,38 257,20

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa signifikansi t = 0,942 dan signifikansi Levene = 0,701, untuk = 0,05 kedua nilai tersebut tidak signifikan. Dengan kata lain, kedua kelas tidak berbeda secara signifikan dalam hal nilai rata-rata dan variansi. Maka dapat disimpulkan kedua kelas seimbang. (Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 9).

Penyusunan soal tes hasil belajar matematika sub pokok bahasan aritmetika sosial. Langkah-langkah penyusunan soal tes hasil belajar dalam penelitian ini adalah:

(a) Menentukan kisi-kisi soal

(b) Menentukan jumlah soal dan bentuk soal (c) Menyusun soal

(1) Uji coba intrumen tes

Sebelum instrumen diberikan terlebih dahulu diujicobakan. Jumlah butir soal yang diujicobakan sebanyak 20 soal. Untuk jawaban benar mendapat skor 1 dan jawaban salah mendapat skor 0. Data yang diperoleh digunakan untuk menganalisis validitas item dan reliabilitas tes.


(54)

Hasil uji validitas dari 20 butir soal didapat 16 butir soal yang valid. Soal dikatakan valid apabila rhitung > rtabel, dan tidak valid apabila rhitung < rtabel. Soal

yang tidak valid adalah soal nomor 5, 9, 17 dan 19.

Adapun hasil dari uji validitas item menggunakan rumus korelasi product momentdapat dilihat dalam lampiran 10.

Hasil perhitungan reliabilitas tes hasil belajar dengan menggunakan rumus KR-20 adalah sebesar 0,714. Karena r11 > rtabel maka instrumen dikatakan

reliabel. (Perhitungan reliabilitas tes hasil belajar dapat dilihat pada lampiran 10). Dari uji validitas dan reliabilitas instrumen maka instrumen yang dapat digunakan 16 soal. Semua soal yang sudah valid dan reliabel tersebut yang akan diujikan kepada kelas kontrol dan eksperimen.

Dalam penelitian ini kegiatan belajar mengajar pada kedua kelas dilakukan sebanyak 3 kali pertemuan dengan alokasi waktu untuk setiap pertemuan adalah 2 40 menit. Kegiatan evaluasi dilakukan sebanyak 1 kali di hari terakhir kegiatan pembelajaran dengan pemberian tes evaluasi hasil belajar. Materi yang diajarkan adalah sub pokok bahasan aritmetika sosial yang meliputi Nilai Keseluruhan, Nilai per Unit, dan Nilai Sebagian untuk pertemuan pertama, Harga Pembelian, Harga Penjualan, Untung, dan Rugi untuk pertemuan kedua, dan Persentase Keuntungan dan Persentase Kerugian untuk pertemuan terakhir. Lebih lengkapnya dirincikan sebagai berikut:

(1) Kelas Eksperimen

Kegiatan belajar mengajar di kelas eksperimen dilakukan pada tanggal 24 dan 29 november, dan 1 desember 2011 dengan deskripsi kegiatan:


(55)

(a) Guru mengkomunikasikan tujuan pembelajaran dan hasil belajar yang diharapkan akan dicapai siswa,

(b) Guru menyampaikan apersepsi awal dengan memberikan beberapa pertanyaan tentang materi dalam kehidupan sehari-hari,

(c) Guru memberikan motivasi tentang pentingnya materi yang akan dipelajari,

(d) Guru menjelaskan materi secara umum,

(e) Guru memberikan permasalahan yang berhubungan dengan materi dan meminta siswa untuk memikirkan pemecahannya (Think),

Gambar 1 Guru memberikan permasalahan (Think)

(f) Siswa berpasangan sesuai kesepakatan (penyusunan berdasarkan nilai UTS), guru memberikan LKK (Lembar Kerja Kelompok) dan meminta siswa menyelesaikan permasalahan bersama pasangannya (Pair),

(a) Guru mengkomunikasikan tujuan pembelajaran dan hasil belajar yang diharapkan akan dicapai siswa,

(b) Guru menyampaikan apersepsi awal dengan memberikan beberapa pertanyaan tentang materi dalam kehidupan sehari-hari,

(c) Guru memberikan motivasi tentang pentingnya materi yang akan dipelajari,

(d) Guru menjelaskan materi secara umum,

(e) Guru memberikan permasalahan yang berhubungan dengan materi dan meminta siswa untuk memikirkan pemecahannya (Think),

Gambar 1 Guru memberikan permasalahan (Think)

(f) Siswa berpasangan sesuai kesepakatan (penyusunan berdasarkan nilai UTS), guru memberikan LKK (Lembar Kerja Kelompok) dan meminta siswa menyelesaikan permasalahan bersama pasangannya (Pair),

(a) Guru mengkomunikasikan tujuan pembelajaran dan hasil belajar yang diharapkan akan dicapai siswa,

(b) Guru menyampaikan apersepsi awal dengan memberikan beberapa pertanyaan tentang materi dalam kehidupan sehari-hari,

(c) Guru memberikan motivasi tentang pentingnya materi yang akan dipelajari,

(d) Guru menjelaskan materi secara umum,

(e) Guru memberikan permasalahan yang berhubungan dengan materi dan meminta siswa untuk memikirkan pemecahannya (Think),

Gambar 1 Guru memberikan permasalahan (Think)

(f) Siswa berpasangan sesuai kesepakatan (penyusunan berdasarkan nilai UTS), guru memberikan LKK (Lembar Kerja Kelompok) dan meminta siswa menyelesaikan permasalahan bersama pasangannya (Pair),


(56)

Gambar 2 Siswa berpasangan menyelesaikan LKK (Pair)

(g) Guru memantau siswa dan memberikan arahan jika ada siswa yang bertanya,

Gambar 3 Guru memberikan arahan kepada siswa

(h) Guru meminta perwakilan kelompok untuk menuliskan hasil jawaban mereka di depan kelas dan didiskusikan bersama (Share),

Gambar 2 Siswa berpasangan menyelesaikan LKK (Pair)

(g) Guru memantau siswa dan memberikan arahan jika ada siswa yang bertanya,

Gambar 3 Guru memberikan arahan kepada siswa

(h) Guru meminta perwakilan kelompok untuk menuliskan hasil jawaban mereka di depan kelas dan didiskusikan bersama (Share),

Gambar 2 Siswa berpasangan menyelesaikan LKK (Pair)

(g) Guru memantau siswa dan memberikan arahan jika ada siswa yang bertanya,

Gambar 3 Guru memberikan arahan kepada siswa

(h) Guru meminta perwakilan kelompok untuk menuliskan hasil jawaban mereka di depan kelas dan didiskusikan bersama (Share),


(57)

Gambar 4 Siswa menuliskan hasil jawaban di papan tulis (Share)

(i) Guru memberikan kesimpulan sementara tentang materi yang baru saja dipelajari serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya,

(j) Guru memberikan Lembar Evaluasi Individu (LEI) untuk dikerjakan siswa,

Gambar 5 Siswa mengerjakan LEI

(k) Di akhir pembelajaran, guru memberikan hadiah kepada kelompok yang mendapat nilai LKK tertinggi untuk memotivasi kelompok lain. Gambar 4 Siswa menuliskan hasil jawaban di papan tulis (Share)

(i) Guru memberikan kesimpulan sementara tentang materi yang baru saja dipelajari serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya,

(j) Guru memberikan Lembar Evaluasi Individu (LEI) untuk dikerjakan siswa,

Gambar 5 Siswa mengerjakan LEI

(k) Di akhir pembelajaran, guru memberikan hadiah kepada kelompok yang mendapat nilai LKK tertinggi untuk memotivasi kelompok lain. Gambar 4 Siswa menuliskan hasil jawaban di papan tulis (Share)

(i) Guru memberikan kesimpulan sementara tentang materi yang baru saja dipelajari serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya,

(j) Guru memberikan Lembar Evaluasi Individu (LEI) untuk dikerjakan siswa,

Gambar 5 Siswa mengerjakan LEI

(k) Di akhir pembelajaran, guru memberikan hadiah kepada kelompok yang mendapat nilai LKK tertinggi untuk memotivasi kelompok lain.


(58)

(2) Kelas Kontrol

Kegiatan belajar mengajar di kelas kontrol dilakukan pada tanggal 23, 24 dan 30 november 2011 dengan deskripsi kegiatan:

(a) Guru mengkomunikasikan tujuan pembelajaran dan hasil belajar yang diharapkan akan dicapai siswa,

(b) Guru menyampaikan apersepsi awal dengan memberikan beberapa pertanyaan tentang materi dalam kehidupan sehari-hari,

(c) Guru memberikan motivasi tentang pentingnya materi yang akan dipelajari,

(d) Guru menjelaskan materi,

(e) Guru membagikan LKS (Lembar Kerja Siswa) untuk dikerjakan perorangan,

Gambar 6 Siswa mengerjakan LKS

(f) Guru bersama siswa membahas soal yang telah dijawab. (2) Kelas Kontrol

Kegiatan belajar mengajar di kelas kontrol dilakukan pada tanggal 23, 24 dan 30 november 2011 dengan deskripsi kegiatan:

(a) Guru mengkomunikasikan tujuan pembelajaran dan hasil belajar yang diharapkan akan dicapai siswa,

(b) Guru menyampaikan apersepsi awal dengan memberikan beberapa pertanyaan tentang materi dalam kehidupan sehari-hari,

(c) Guru memberikan motivasi tentang pentingnya materi yang akan dipelajari,

(d) Guru menjelaskan materi,

(e) Guru membagikan LKS (Lembar Kerja Siswa) untuk dikerjakan perorangan,

Gambar 6 Siswa mengerjakan LKS

(f) Guru bersama siswa membahas soal yang telah dijawab. (2) Kelas Kontrol

Kegiatan belajar mengajar di kelas kontrol dilakukan pada tanggal 23, 24 dan 30 november 2011 dengan deskripsi kegiatan:

(a) Guru mengkomunikasikan tujuan pembelajaran dan hasil belajar yang diharapkan akan dicapai siswa,

(b) Guru menyampaikan apersepsi awal dengan memberikan beberapa pertanyaan tentang materi dalam kehidupan sehari-hari,

(c) Guru memberikan motivasi tentang pentingnya materi yang akan dipelajari,

(d) Guru menjelaskan materi,

(e) Guru membagikan LKS (Lembar Kerja Siswa) untuk dikerjakan perorangan,

Gambar 6 Siswa mengerjakan LKS


(59)

4.3 Uji Prasyarat Analisis

Dalam penelitian ini untuk uji prasyarat analisis digunakan uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov dan untuk uji homogenitas menggunakan metode Levene.

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data dalam penelitian ini berdistribusi normal atau tidak. Teknik uji yang digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov pada taraf signifikan 0,05.

Rangkuman hasil analisis dari uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat pada tabel 5 berikut.

Tabel 5 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov

Kelas a1maks Dtabel Keterangan

Eksperimen 0,168

0,240

H0diterima

Kontrol 0,159 H0diterima

Hasil pengujian normalitas data di atas menunjukkan bahwa besar a1

maksimum pada kelas kontrol dan kelas eksperimen < Dtabel. Dengan demikian H0

diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok data dalam penelitian ini berdistribusi normal. (Perhitungan uji normalitas dapat dilihat pada lampiran 11).

Analisis uji homogenitas bertujuan untuk menguji apakah sampel dalam penelitian ini memiliki variansi yang sama. Teknik uji yang digunakan adalah Levene.


(60)

Rangkuman hasil analisis dari uji homogenitas menggunakan uji Levene dapat dilihat pada tabel 6 berikut.

Tabel 6 Hasil Uji Homogenitas Levene

Signifikansi Levene Taraf Signifikansi Keterangan

0,66 0,05 H0diterima

Dari data di atas diketahui bahwa nilai signifikansi levene > taraf signifikansi. Maka H0 diterima atau dengan kata lain kedua kelompok data dalam

penelitian ini memiliki variansi yang sama. (selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 12).

4.4 Pengujian Hipotesis dan Pembahasan

Uji t yang dilakukan adalah uji t dua pihak dengan = 0,05. Diperoleh signikansi t = 0,037. Karena signikansi t < maka H0 ditolak, artinya ada

perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang diberi pengajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan siswa yang diberi pengajaran tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif.

Dari pengambilan data diperoleh bahwa kelas kontrol yang terdiri dari 32 siswa mempunyaimean 56,05, sedangkan kelas eksperimen yang juga terdiri dari 32 siswa mempunyai mean 62,11. Kelas eksperimen mempunyai standar deviasi 11,98 sedangkan kelas kontrol adalah 10,71. Variansi kelas eksperimen adalah 143,49 sedangkan kelas kontrol adalah 114,63. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa yang diberi pengajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik dibandingkan


(61)

dengan siswa yang diberi pengajaran tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif.

Hal ini didukung dengan temuan di lapangan selama proses belajar mengajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS, siswa terlihat lebih aktif. Siswa cenderung siap mengikuti kegiatan pembelajaran dengan mempelajari terlebih dahulu materi yang akan dibahas di kelas. Dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS ini kecenderungan guru menjelaskan materi hanya dengan ceramah dapat dikurangi, sehingga siswa lebih bisa mengkontruksi pengetahuannya sendiri sedangkan guru lebih banyak berfungsi sebagai fasilitator daripada pengajar.

Berbeda dengan pengajaran matematika tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif, selama proses belajar mengajar siswa terlihat kurang begitu aktif. Siswa hanya mendengarkan secara teliti serta mencatat poin-poin penting yang dikemukakan oleh guru. Hal ini mengakibatkan siswa pasif, karena siswa hanya menerima apa yang disampaikan guru sehingga siswa mudah jenuh, kurang inisiatif dan bergantung kepada guru.

Dalam pengajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS memungkinkan siswa dapat bekerja sama dengan temannya di mana siswa saling bekerja sama dalam mempelajari materi yang dihadapi. Dalam pembelajaran ini siswa dilatih untuk mempresentasikan kepada teman sekelas apa yang telah mereka kerjakan. Dari sini siswa memperoleh informasi maupun pengetahuan serta pemahaman yang berasal dari sesama teman dan guru.


(62)

Pebedaan hasil belajar yang muncul juga disebabkan karena siswa yang diberi pengajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS mempunyai pengalaman dalam mempresentasikan pendapatnya dan hasil pekerjaannya kepada teman. Dengan demikian siswa tidak akan lupa dengan pelajaran matematika khususnya pada sub pokok bahasan aritmetika sosial, sehingga hasil belajar matematikanya lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diberi pengajaran tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif.

Hal ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa ada perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang diberi pengajaran menggunakan model pembelajaran koooperatif tipe TPS dengan siswa yang diberi pengajaran tanpa menggunakan model pembelajaran koooperatif.


(63)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa untuk kelas VII SMP Negeri 17 Banjarmasin ada perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang diberi pengajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan siswa yang diberi pengajaran tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif.

5.2 Saran

(1) Guru hendaknya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dalam proses pembelajaran matematika pada sub pokok bahasan aritmetika sosial, karena hasil belajar siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik dari pada hasil belajar siswa tanpa mengggunakan model pembelajaran kooperatif, ini ditunjukkan dengan rata-rata kelas eksperimen 62,11 lebih besar dari rata-rata-rata-rata kelas kontrol 56,05. (2) Guru hendaknya memperhatikan aktifitas siswa dalam proses pembelajaran,

karena aktifitas belajar akan menembah pemahaman siswa.

(3) Siswa hendaknya banyak berlatih soal-soal matematika dan jangan takut mengeluarkan ide, pemikiran, maupun gagasan dalam menghadapi persoalan matematika.

(4) Siswa diharapkan lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran matematika.


(64)

(5) Siswa hendaknya tidak segan untuk bertanya kepada teman maupun guru apabila mengalami kesulitan belajar.

(6) Diharapkan peneliti selanjutnya melakukan penelitian dengan tema yang sama, tetapi dengan obyek yang berbeda misalnya di SMA, sehingga para siswa dapat lebih aktif dan tertarik belajar matematika.


(65)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. 1999. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Rineka Cipta, Jakarta.

Afifah, F.S. 2009.Eksperimentasi Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Struktural Think-Pair-Share pada Sub Pokok Bahasan Operasi Hitung Bentuk Aljabar dan Persamaan Linier Satu Variabel Ditinjau dari Aktivitas Belajar Siswa. Skripsi, Surakarta. Salatiga.

Anonim. 2008. Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dan Pembelajaran

Konvensional. Diakses 5 Januari 2012.

http://massofa.wordpress.com/2008/09/12/perbedaan-pembelajaran-kooperatif-dan-pembelajaran-konvensional/

Arikunto, S. 1998. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Bumi Aksara, Jakarta.

Arikunto, S. 2006a. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek (Edisi Revisi VI). Rineka Cipta, Jakarta.

Dimyati & Mudjiono. 2006.Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta, Jakarta. Djamarah, S. B. & Zain, A. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta,

Jakarta.

Gulo. 2002.Strategi Belajar-Mengajar. Grasindo, Jakarta.

Hamalik, O. 2008.Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara, Jakarta.

Handayani, N.T. 2009. Eksperimentasi Pengajaran Matematika melalui Metode TPS (Think Pair Share) Terhadap Prestasi Belajar Siswa. Skripsi, Surakarta. Bekonang.

Huda, M. 2011. Cooperative Learning: Metode, Teknik, Struktur, dan Model Penerapan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Irianto, A. 2009.Statistik, Konsep dan Aplikasinya. Kencana, Jakarta.

Isjoni. 2010. Cooperative Learning, Eefektivitas Pembelajaran Kelompok. Alfabeta, Bandung.

Jumberi. 2009.Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dengan Model Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS) pada Pokok Bahasan Garis Singgung Lingkaran di Kelas VIII A SMP Negeri 2 Daha Utara Tahun Pelajaran 2008/2009. Skripsi, Banjarmasin.


(66)

Mursell & Nasution. 1995. Mengajar dengan Sukses (Succesful Teaching). Bumi Aksara, Jakarta.

Pidarta, M. 2007. Landasan Kependidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Rineka Cipta, Jakarta.

Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Rajawali Pers, Jakarta.

Sanjaya, A. A. 2011. Model Pembelajaran Konvensional. Diakses 30 Desember 2011. http://alitadisanjaya.blogspot.com/2011/07/model-pembelajaran-konvensional.html

Sanjaya, W. 2006. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Kencana, Jakarta.

Sardiman. 2007.Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Rajawali Pers, Jakarta. Slameto. 2003.Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta,

Jakarta.

Sukardi. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Praktiknya. Bumi Aksara, Jakarta.

Seniati, L., A. Yulianto, dan B.N. Setiadi. 2008. Psikologi Eksperimen. Indeks, Jakarta.

Suprijono, A. 2010. Cooperative Learning, Teori & Aplikasi PAIKEM. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Syah, M. 2009.Psikologi Belajar. Rajawali Pers, Jakarta.

Tim Dosen PMIPA. 2007. Petunjuk Penulisan Karya Ilmiah Edisi IV. Jurusan Pendidikan MIPA-FKIP-UNLAM, Banjarmasin.

Tim MKPBM. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung.

Tim Penyusun. 2008. Master (Materi dan Soal Terpilih) Matematika untuk SMP/MTs Kelas VII. Cempaka Putih, Klaten.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kencana, Jakarta.

Warpala, I W.S. 2009. Pendekatan Pembelajaran Konvensional. Diakses 30 Desemeber 2011. http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/20/pendekatan-pembelajaran-konvensional/


(67)

CANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

!

" !" #

$ $ # ! " % & '

( ' !)

' !*

+ !,-. ,-,

# !

/# ' 0 # !,12-

, (3" (

4 "%% # 5 # 56 ' $ $#' '

7 56

$

5 $ %

$

8+ '+

4 (3" (

44"% # #/ ' 5 $ 8+ ' + # '/ '

9 %'$+

2

(3: (3" (

2 "%+ % # ' + 6 6$ ' 5 %

;<; "& <

+## $ '#' =/ ' 6' $ $ #$ !

"%+ %

# ' + 6

6

$

' 5 %

> " <

>"%+ % # ' + 6 6$ ' 5 %

Nilai Keseluruhan = Banyak Unit?Nilai Per Unit :/ /+!

@% 5+ %+ ' A >--6--6 5 + % 9 % + '

$ 59 (/ % # 5 ,

'

%+ 'B

< C5!

' A,5+

, ' A,25+

< #5+A

>--6--, ' A,2?>--6--A2

@%-5 +' A ---6--65 +%5+' B


(1)

(2)

(3)

ÝÞß àáâÞ ãÛäå æâÞ çèé çé âÞ ãêÞ ãç é ëÞ ìß é ëÞèæè Þ ãàéãé ëá çáÞ ãíÞâ áî éàÞ ë Þå ïð


(4)

ùúû üýþú ÿö ÿú ÿ ûü ú üþ ýû ÿ

úüú ÿ ý

ûúýú ýú ÿý

ú ýþ ýÿ þ

ýú ýú

ùýúû ýú

ÿ ÿþ ýùú ÿ

þý!ý"#

$úú ÿú

$ú ýúúþ ý

ýú%úûú

ý ÿ ýú#ú ý ýÿ ý

& þÿýú

ýú'ýþ ýú ÿý

ú þ þûú #ú ý

'ýþú ýú ÿú

$()þ 'ú ý ú

*ý% ý ÿý

+,-./0 123 14152 1,

% ý6% ÿú ý

78 9: ;< =>=; ;= ?@;AB:;:

)úýûúý6ú#ú ý

ûú$ú ý*

$(þú ÿý

ýú'ý þ ýú ÿý

$ú ýúúþ ý

%úûú ú

$(%úûú ÿ6ú

$('úþý

$(Cþú ÿ6ú

$('ú ýú)ú ýû

Dú6 þý! úþ ú ÿú

þûú ý

ûú)ú ý ý E F:G= HI @HB :;=I @G ;=

Jú 6$6ú ÿ ý

KL MN OPQORSKMNL


(5)

(6)