Metode Pembelajaran Konvensional TINJAUAN PUSTAKA

20 2 Langkah 2: berpasangan pairing Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan. 3 Langkah 3: berbagi sharing Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan siswa untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan. Menurut Huda 2011, TPS memiliki kelebihan, diantaranya adalah. 1 Memungkinkan siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain. 2 Mengoptimalkan partisipasi siswa. 3 Memberi kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada siswa untuk menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain. 4 Bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas.

2.6 Metode Pembelajaran Konvensional

Pengajaran tanpa model pembelajaran kooperatif dalam penelitian ini merupakan pengajaran dengan metode pembelajaran konvensional. Metode pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru dalam proses belajar mengajar di kelas. Pada pola pembelajaran 21 konvensional, kegiatan proses belajar mengajar lebih sering diarahkan pada aliran informasi dari guru ke siswa. Dalam metode pembelajaran konvensional, guru di sekolah umumnya memfokuskan diri pada upaya penuangan pengetahuan kepada para siswa tanpa memperhatikan prakonsepsi prior knowledge siswa atau gagasan-gagasan yang telah ada dalam diri siswa sebelum mereka belajar secara formal di sekolah. Sanjaya, 2011. Warpala 2009 mengutip pernyataan dari beberapa ahli, diantaranya Burrowes 2003 menyampaikan bahwa pembelajaran konvensional menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk merefleksi materi-materi yang dipresentasikan, menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada situasi kehidupan nyata. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pembelajaran konvensional memiliki ciri- ciri, yaitu: 1 pembelajaran berpusat pada guru, 2 terjadi passive learning, 3 interaksi di antara siswa kurang, 4 tidak ada kelompok-kelompok kooperatif, dan 5 penilaian bersifat sporadis. Menurut Brooks Brooks 1993, penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih menekankan kepada tujuan pembelajaran berupa penambahan pengetahuan, sehingga belajar dilihat sebagai proses meniru dan siswa dituntut untuk dapat mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari melalui kuis atau tes terstandar. Kegiatan mengajar dalam pembelajaran konvensional cenderung diarahkan pada aliran informasi dari guru ke siswa, serta penggunaan metode ceramah terlihat sangat dominan. Pola mengajar kelihatan baku, yakni menjelaskan sambil menulis di papan tulis serta diselingi tanya jawab, sementara 22 itu siswa memperhatikan penjelasan guru sambil mencatat di buku tulis. Siswa dipandang sebagai individu pasif yang tugasnya hanya mendengarkan, mencatat, dan menghafal. Pembelajaran yang terjadi pada metode konvensional berpusat pada guru, dan tidak terjadi interaksi yang baik antara siswa dengan siswa. Sehingga pembelajaran konvensional lebih cenderung pada pelajaran yang bersifat hapalan yang mentolerir respon-respon yang bersifat konvergen, menekankan informasi konsep, latihan soal, serta penilaiannya masih bersifat tradisional dengan paper and pencil test yang hanya menuntut pada satu jawaban yang benar. Hal tersebut berimplikasi langsung pada proses pembelajaran di kelas yaitu pada situasi kelas akan menjadi pasif karena interaksi hanya berlangsung satu arah serta guru kurang memperhatikan dan memanfaatkan dan potensi- potensi siswa serta gagasan mereka sebagai daya nalar Widiana, dalam Sanjaya, 2011. Anonim 2008 menyatakan bahwa pembelajaran konvensional memiliki sifat-sifat diantaranya 1 Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok, 2 Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya mendompleng keberhasilan pemborong , 3 Kelompok belajar biasanya homogen, 4 Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing, 5 Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan, 6 Pemantauan melalui onservasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar 23 kelompok sedang berlangsung, 7 Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar, dan 8 Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.

2.7 Aritmetika Sosial