BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia di suatu negara, adalah dengan meningkatkan mutu pendidikan di negara tersebut.
Peningkatan mutu pendidikan tidak bisa dilepaskan dengan penerapan standar dalam
penyelenggaraan pendidikan.
Setiap penyelenggara
pendidikan berkewajiban untuk menerapkan dan mencapai standar itu agar memenuhi standar
mutu minimal sebagai modal dasar untuk meningkatkan mutu pendidikan. Upaya meningkatkan mutu pendidikan memerlukan perencanaan dan
proses yang panjang. Meningkatkan mutu pendidikan membutuhkan rancangan tentang apa yang hendak ditingkatkan, memilih bagian yang perlu ditingkatkan,
dan menghasilkan output yang paling unggul di antara sekolah-sekolah yang ada. Oleh karena itu, peningkatan mutu pendidikan memerlukan komitmen yang tinggi
dari semua komponen yang menjadi penggerak sekolah tersebut. Tiap langkah dalam mewujudkan mutu pendidikan yang baik di sekolah memerlukan disiplin,
tanggung jawab bersama, dan komitmen bersama. Undang-Undang UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, merupakan fondasi sekaligus titik awal bagi pembangungn pendidikan nasional. Dikatakan sebagai titik awal karena peraturan perundangan ini disusun
dan ditetapkan setelah gerakan reformasi nasional. Gerakan reformasi yang membawa perubahan yang mendasar pada segala sendi kehidupan berbangsa. Hal
itu juga berpengaruh pada bidang pendidikan terutama pada pengambilan kebijakanan nasional bidang pendidikan. Undang-undang ini membawa semangat
dan paradigma baru dalam hal peningkatan dan penjaminan mutu pendidikan. Produk hukum ini juga sebagai landasan untuk mempercepat tercapainya tujuan
pendidikan nasional dengan memberikan amanah kepada pemerintah untuk membuat perangkat penunjang bagi penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan
di masa yang akan datang. Landasan bagi percepatan peningkatan mutu pendidikan adalah seperti
yang tertuang pada pasal 1 ayat 17 yang berbunyi ” Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum
negara Kesatuan Indonesia ”. Hal ini berimplikasi bahwa setiap satuan pendidikan
di seluruh Indonesia harus mencapai atau menerapkan standar pelayanan minimal di bidang pendidikan. Akan menjadi lebih baik lagi apabila satuan pendidikan bisa
melampaui standar yang telah ditentukan. Kemudian ketentuan hukum ini juga bermakna amanah kepada pemerintah untuk merancang peraturan lanjutan sebagai
penjabarannya. Pada pasal 35 ayat 4 UU Sisdiknas dinyatakan bahwa, ”Ketentuan mengenai standar nasional pendidikan akan diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Pemerintah ”. Inilah yang disebut amanah yang harus dilaksanakan di
masa yang akan daatang. Penetapan Peraturan Pemerintah PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan merupakan amanah sekaligus penjabaran dari UU Sisdiknas. Pada ketentuan ini, standar pelayanan minimal yang perlu disusun,
dicanangkan, dan dilaksanakan oleh penyelenggara pendidikan, yakni meliputi :
1 standar isi; 2 standar proses; 3 standar kompetensi lulusan; 4 standar pendidik dan tenaga kependidikan; 5 standar sarana dan prasarana; 6 standar
pengelolaan; 7 standar pembiayaan dan 8 standar penilaian. Tujuan dari diberlakukannya standar nasional pendidikan ini adalah seperti
yang tertuang pada pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 yaitu : “standar nasional pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat”. Pasal ini mempunyai makna dan semangat bahwa penerapan
standar dalam pendidikan tidak saja untuk meningkatkan kecerdesan intelektual peserta didik tapi juga membangun karakter bangsa. Semuanya ini akan bermuara
pada kemajuan di semua sendi kehidupan masyarakat dan menempatkan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang bermartabat di mata dunia. Selain itu pasal ini juga
bermakna bahwa penerapan standar, dalam hal ini standar pelayanan minimal pada penyelenggaraan pendidikan, merupakan tahap awal dari proses panjang dan
komplek bagi suatu usaha penjaminan mutu pendidikan. Mengingat demikian pentingnya penjaminan mutu pendidikan bagi
kelangsungan dan kualitas generasi penerus bangsa, maka diamanatkan bahwa setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan nonformal wajib melakukan
penjaminan mutu pendidikan. Kemudian penjaminan mutu pendidikan yang dimaksud adalah bertujuan untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional
Pendidikan PP No.19 2005 pasal 91 ayat 1 dan 2 . Dengan demikian penjaminan mutu pendidikan dilaksanakan di semua jenjang pendidikan dan
dilaksanakan di seluruh wilayah nusantara. Dengan kata lain penjaminan mutu
pendidikan secara nasional sebenarnya dimulai dari tingkat satuan pendidikan yaitu sekolah.
Dalam konteks manajemen mutu, PP No.19 tahun 2005 ini merupakan bagian dari penerapan manajemen mutu yang diaplikasikan melalui perangkat-
perangkat seperti perencanaan mutu quality planning, pengendalian mutu quality control, jaminan mutu quality assurance, dan peningkatan mutu
quality improvement. Tanggung jawab manajemen mutu terdapat pada semua tingkatan manajemen dan implementasinya melibatkan semua orang pada semua
unit dalam organisasi pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kotakabupaten dan pada organisasi tingkat satuan pendidikan. Hal ini dipertegas
dalam pasal 91 ayat 3 bahwa penjaminan mutu pendidikan dilakukan secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang
memiliki target dan kerangka waktu yang jelas. Perencanaan mutu quality planning dalam konteks sekolah tentunya
adalah pemenuhan kebijakan mutu terhadap 8 Standar Nasional Pendidikan. Dengan demikian, sasaran dari program sekolah adalah pencapaian indikator-
indikator kunci pada setiap standar yang ditetapkan. Perencanaan mutu harus disusun oleh segenap unsur-unsur sekolah dengan juga membangun komitmen
untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja. Perencanaan mutu harus pula dikemas dan disusun secara sistematis mulai dari apa yang telah dicapai dan apa
yang akan dicapai sesuai dengan target yang ditetukan secara rasional. Segala upaya yang dilakukan untuk mencapai mutu yang terbaik harus terencana dan
semuanya berada dalam kerangka waktu yang jelas. Jadi ada kesesuaian antara apa yang akan dicapai dan kapan hal itu tercapai.
Sementara itu dalam melaksanankan pengendalian mutu quality control dalam PP No.19 tahun 2005 dijelaskan bahwa dalam rangka pengendalian mutu
akan dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupatenkota, organisasi tingkat satuan pendidikan, Badan Standar Nasional
Pendidikan BNSP, dan Badan Akreditasi Nasional BAN. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 juga menjelaskan tentang
penjaminan mutu pendidikan. Proses penjaminan mutu quality assurance dilakukan untuk mengidentifikasi hal-hal yang akan dan telah dicapai dan
menentukan prioritas-prioritas peningkatan mutu, memberikan bahan untuk pengambilan keputusan berbasis data, dan membantu membangun budaya
peningkatan mutu berkelanjutan. Setiap satuan pendidikan wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan melalui pemenuhan 8 standar pendidikan secara
konsisten dan berkelanjutan, sehingga konsumen, produsen, dan pihak lain yang berkepentingan memperoleh kepuasan.
Penjaminan mutu atau mutu bukanlah suatu tujuan akan tetapi suatu proses yang dinamis yang berlangsung terus menerus. Sebuah proses yang dalam dunia
manufaktur atau bisnis, harus menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang ditetapkan sebelumnya. Dalam konsep penjaminan mutu, proses produksi
yang baik diletakkan dan dilekatkan pada tanggung jawab pribadi pelaku produksi. Proses produksi tidak begitu memerlukan kendali mutu QC : quality
control apalagi dengan konsep inspeksi.
Akan tetapi sebenarnya inspeksi juga mempunyai peranan dalam proses penjaminan mutu Sallis, 2010:59, namun dalam konteks yang berbeda. Proses
yang panjang dan terus-menerus tentu sangat membutuhkan suatu unsur yang berfungsi untuk mengawasi dan mengontrol. Oleh karena itu maka fungsi
pengawasan sangat vital dalam kerangka pemantauan proses yang terjadi. Dunia pendidikan juga mengenal fungsi pengawasan yaitu yang disebut
pengawas sekolah. Pengawas sekolah merupakan pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang
untuk melakukan pengawasan pendidikan di sekolah dengan melaksanakan penilaian dan pembinaan dari segi teknis pendidikan dan administrasi pada satuan
pendidikan pra sekolah, dasar dan menengah Kepmendikbud RI Nomor 020U1998 tanggal 6 Pebruari 1998 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya. Pengawas sekolah juga berfungsi sebagai mitra guru dan kepala sekolah, inovator, konselor, motivator,
kolaborator, asesor, evaluator dan konsultan. Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka pembinaan sekolah adalah dengan melakukan
pemantauan monitoring dan penilaian evaluasi. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 39 Tahun 2009 tentang Pemenuhan Beban Kerja
Guru dan Pengawas Satuan Pendidikan, pada ayat 3 dinyatakan “Pengawas sebagaimana dimaksud ayat 1 meliputi: mengawasi, memantau, mengolah dan
melaporkan hasil pelaksanaan 8 delapan Standar Nasional Pendidikan pada Satuan Pendidikan.
Kenyataannya pengawas sekolah sebagai pihak eksternal pengendalian mutu pendidikan pada level satuan pendidikan sering dikesampingkan
peranannya dalam proses peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Bahkan, tidak jarang pengawas menjadi pihak pertama yang patut disalahkan ketika terjadi
kegagalan dalam hasil pendidikan. Tentunya, hal ini menjadi pertanyaan besar mengapa anggapan dan wacana itu dapat terjadi di kalangan sekolah.
Keadaan di lapangan juga memperlihatkan terjadinya penurunan kinerja pengawas satuan pendidikan di Indonesia. Hal ini seperti yang terungkap dari
pengalaman penelitian dari Adaski 2010: 48-53 yang menyatakan bahwa saat ini kinerja pengawas menjadi bahan pembicaraan warga sekolah. Berdasarkan
pengalaman Adaski sewaktu memimpin sebuah sekolah swasta di Jawa Barat, masih ada tindakan tidak terpuji oknum pengawas dengan c
ara ”nangok” atau meminta sejumlah uang kepada sekolah swasta yang baru buka. Tindakan seperti
jelas sangat disesalkan mengingat seharusnya pengawas bertugas memberikan arahan dan binaan yang baik pada sekolah. Kejadian seperti ini bisa terjadi karena
beberapa faktor, diantaranya : 1.
Rekrutmen pengawas hanya didasarkan pada senioritas atau memperpanjang usia pensiun bagi birokrat
2. Masih dipandang sebagai tempat isolasi bagi pegawai tertentu.
3. Belum adanya perhatian yang serius dalam pembinaan karir pengawas
4. Dalam penyelenggaraan tugasnya belum didukung oleh sarana prasarana
dan alokasi pembiayaan yang memadai.
Hal ini diperparah lagi dengan penugasan pengawas ke sekolah yang tidak pernah di dukung dengan biaya yang memadai sehingga sebagian beban itu
menjadi tanggungan sekolah. Akibatnya wibawa pengawas di sekolah terganggu dengan dampak psikologis. Ditambah lagi dengan kekeliruan kebijakan dari
pemerintah dengan memberikan bantuan pendidikan dan pelatihan tentang kegiatan supervisi yang hanya terfokus kepada kepala sekolah saja dengan tanpa
mengikutsertakan pengawas sekolah. Akibatnya, fungsi supervisi yang dilakukan oleh pengawas semakin tidak bertaring saja di mata sekolah. Terjadinya
keterlambatan pengawas merespon dan mengantisipasi kebijakan dan inovasi pendidikan yang baru, disebabkan fasilitas dan dukungan dari pemerintah pusat
dan pemerintah daerah yang sangat kurang dalam memberikan program-program yang mendukung dan terlalu menitikberatkan kepada kepala sekolah dan guru.
Seharusnya, sebelum kepala sekolah dan guru mengetahui akan kebijakan dan inovasi pendidikan yang baru, pengawas sekolah harus lebih dulu mengetahui dan
memahaminya. Supervisi pendidikan bertujuan menghimpun informasi atau kondisi nyata
pelaksanaan tugas pendidik dan tenaga kependidikan sesuai dengan tugas pokoknya sebagai dasar untuk melakukan pembinaan, akreditasi, dan tindak lanjut
perbaikan mutu belajar siswa. Tujuan lanjut adalah bermanfaatnya hasil akreditasi untuk melakukan perbaikan mutu. Target puncak supervisi adalah berkembangnya
proses perbaikan mutu secara berkelanjutan; meningkatnya kebiasaan melaksanakan tugas sejak awal dengan mutu yang terukur, dan membiasakan tiap
tahap pekerjaan jelas pula mutunya. Dengan demikian meningkat pula kejelasan
pengaruh pelaksanaan tugas profesi pengawas terhadap hasil belajar siswa. Pada akhirnya supervisi menumbuhkan budaya mutu karena mutu itu adalah budaya
yang selalu menjunjung target yang tinggi pada setiap langkah kegiatan. Kondisi seperti ini menggerakkan pihak, yang berkepentingan terhadap
peningkatan mutu pendidikan, untuk melakukan berbagai upaya dalam rangka meningkatkan kompetensi pengawas sekolah. Sebuah temuan dari survai yang
dilakukan oleh Direktorat Tenaga Kependidikan, Departemen Pendidikan Nasional menunjukkan bahwa pengawas masih memiliki kelemahan dalam
dimensi kompetensi supervisi manajerial dan supervisi akademik serta penelitian dan pengembangan Direktorat Tenaga Kependidikan, 2008: 1. Hal ini seperti
yang terlihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1.1
Tingkat Penguasaan Kompetensi Dasar Pengawas Sekolah No.
Unsur Kompetensi TK SD
N=77 SMP
N=70 SMAK
N=295 1.
2. 3.
4. 5.
6. Kepribadian
Sosial Supervisi Manajerial
Supervisi Akademik Evaluasi Pendidikan
Penelitian dan Pengembangan 48,72
43,60 39,68
35,33 42,42
36,05 49,56
46,10 37,42
36,94 43,80
42,00 51,24
44,70 37,18
36,40 42,84
37,80
Kemudian ada banyak pelatihan dan sosialisasi yang dilakukan baik oleh pusat maupun daerah untuk meningkatkan kompetensi pengawas sekolah. Akan
tetapi pelatihan dan sosialisasi yang dilaksanakan selama ini dipandang kurang memadai untuk menjangkau keseluruhan pengawas dalam waktu yang relatif
singkat. Selama ini, pelatihan dan sosialisasi yang dilakukan karena waktunya yang singkat maka intensitas dan penguasaan materinya kurang optimal
Berdasarkan kenyataan ini maka upaya peningkatan kompetensi pengawas harus dilakukan dengan strategi yang lain yang lebih inovatif. Salah satu strategi yang
dapat ditempuh dengan melibatkan lebih banyak pengawas, dalam waktu yang singkat dan pada saat yang bersamaan serta sebaran wilayah yang luas, adalah
dengan memanfaatkan forum Kelompok Kerja Pengawas Sekolah KKPS dan Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah MKPS sebagai wahana belajar bersama.
Forum dan wahana belajar ini diharapkan akan lebih efisien dan efektif mengingat para pengawas belajar dalam suasana kesejawatan yang akrab namun akademis.
Para pengawas diharapkan dapat saling berbagi pengetahuan dan pengalaman guna bersama-sama meningkatkan kompetensi dan kinerja mereka di samping
pula untuk memperkuat komitmen mereka untuk meningkatkan mutu pendidikan di daerah masing-masing.
Pengawas sekolah pun sekarang telah menempati posisi penting dalam dunia pendidikan dengan predikat sebagai profesi yakni profesi pengawas
sekolah. Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka menjalankan profesi pengawas adalah pembinaan sekolah secara menyeluruh dan juga pengembangan
profesi kepengawasan sendiri. Peran penting ini akan semakin terlihat apabila disandingkan dengan data
kependidikan misalnya data tentang jumlah guru, siswa maupun sekolah terutama
di Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan Analisis Data Guru 2009 yang berbasis pada Sistem Informasi Manajemen Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan
SIM NUPTK per Juni 2009 didapatkan bahwa Jawa Timur memilik 383.881 guru dari semua jenjang mulai dari TK sampai SMA baik yang PNS maupun
Non-PNS. Jumlah ini adalah yang tertinggi diantara seluruh provinsi di Indonesia atau sekitar 14,72 dari total guru di Indonesia yang berjumlah 2.607.311 orang
guru. Berdasarkan sumber data yang sama dapat pula diketahui jumlah siswa yang terdapat di Jawa Timur yang berjumlah sekitar 5.866.089 siswa dari semua
jenjang mulai dari TK sampai SMA di sekolah negeri dan swasta. Ini berarti yang tertinggi di Indonesia atau sekitar 14,08 dari total siswa di seluruh Indonesia
yang berjumlah 41.673.552 siswa per Juni 2009. Seluruh siswa di Jawa Timur ini teralokasikan pada sekitar 233.496 rombongan belajar atau kelas. Sementara itu,
Jawa timur juga memilik sekitar 40.132 sekolah dari semua jenjang, negeri dan swasta. Ini juga tertinggi di Indonesia dengan sekitar 16,67 dari total sekolah di
Indonesai yang berjumlah 240.678 unit sekolah. Suatu jumlah yang yang fantastis dan sangat perlu mendapatkan perhatian dan pembinaan terutama dari pengawas
sekolah. Data di atas adalah sebagai obyek binaan dari pengawas sekolah. Obyek
atau sasaran yang harus ditangani, dibina dan ditingkatkan mutunya. Peningkatan mutu masih menjadi isu yang krusial walaupun Jawa Timur memiliki indeks mutu
pendidikan sebesar 4,7 yang berarti tertinggi di Indonesia Dirjen PMPTK: 2009. Sementara itu, di lain pihak, berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh
LPMP Jawa Timur dengan aplikasi SIM NUPTK dapat disajikan bahwa Jawa
Timur memiliki 350 orang pengawas rumpun mata pelajaran dan tersebar secara tidak merata pada 38 kabupaten dan kota. Kemudian untuk pengawas satuan
pendidikan, terdapat 2.880 orang pengawas yang bertugas pada semua jenjang pendidikan dan semua bentuk pendidikan, in formal, formal dan non formal.
Sungguh suatu perbandingan yang timpang apabila dikaitkan dengan jumlah sekolah yang sekitar 40.132 seperti diatas.
Berdasarkan Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas SekolahMadrasah, menyatakan bahwa jenis pengawas terdiri dari :
1. Pengawas Taman Kanak-KanakRaudatul Athfal TKRA
2. Pengawas Sekolah DasarMadrasah Ibtidaiyah SDMI.
3. Pengawas Sekolah Menengah PertamaMadrasah Tsanawiyah SMPMTs
4. Pengawas Sekolah Menengah AtasMadrasah Aliyah SMAMA dalam
Rumpun Mata Pelajaran yang Relevan MIPA dan TIK, IPS, Bahasa, Olahraga Kesehatan, atau Seni Budaya.
5. Pengawas Sekolah Menengah KejuruanMadrasah Aliyah Kejuruan
SMKMAK dalam Rumpun Mata Pelajaran yang Relevan MIPA dan TIK, IPS, Bahasa, Olahraga Kesehatan, Seni Budaya, Teknik dan
Industri, Pertanian dan Kehutanan, Bisnis dan Manajemen, Pariwisata, Kesejahteraan Masyarakat, atau Seni dan Kerajinan.
Pengawas sekolah terdiri dari pengawas satuan pendidikan, pengawas mata pelajaran, atau pengawas kelompok mata pelajaran. Wilayah dari tugas
pengawas satuan pendidikan menurut Permendiknas Nomor 12 tahun 2007 adalah
melaksanakan supervisi manajerial dan supervisi akademik dengan pendekatan jumlah sekolah yang di bina yang diuraikan sebagai berikut :
1. Pengawas Taman Kanak-Kanak melakukan pengawasan dan membina
paling sedikit 10 sekolah dan paling banyak 15 sekolah. 2.
Pengawas Sekolah Dasar melakukan pengawasan dan membina paling sedikit 10 sekolah dan paling banyak 15 sekolah,
3. Pengawas Sekolah Menengah Pertama melakukan pengawasan dan
membina paling sedikit 7 sekolah dan paling banyak 15 sekolah, 4.
Pengawas Sekolah Menengah Atas melakukan pengawasan dan membina paling sedikit 5 sekolah dan paling banyak 10 sekolah,
5. Pengawas Sekolah Menengah Kejuruan melakukan pengawasan dan
membina paling sedikit 5 sekolah dan paling banyak 10 sekolah, 6.
Pengawas Sekolah Luar Biasa melakukan pengawasan dan membina paling sedikit 5 sekolah dan paling banyak 10 sekolah.
Berkaitan dengan rekrutmen dan kualifikasi standar, untuk pengawas Taman Kanak-kanakRaudhatul Athfal TKRA dan Sekolah DasarMadrasah
Ibtidaiyah SDMI minimum S1 atau D-4 kependidikan dari perguruan tinggi terakreditasi. Sebelumnya berpredikat sebagai guru dengan sertifikat pendidik dan
berpengalaman sedikitnya 8 tahun atau 4 tahun sebagai kepala TK atau SD dan berpangkat minimum penata atau IIIc. Sedangkan untuk pengawas SMP, SMA
dan SMK minimum berpendidikan magister atau S2 kependidikan dengan berbasis sarjana S1 dengan rumpun mata pelajaran yang relevan, dari perguruan
tinggi yang terakreditasi. Sebelumnya berpredikat sebagai guru yang bersertifikat
pendidik dan mempunyai pengalaman minimum 8 tahun sebagai guru dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di jenjang tersebut, atau 4 tahun sebagai
kepala sekolah pada jenjang tersebut. Selanjutnya, memenuhi kompetensi sebagai pengawas satuan pendidikan
yang dapat diperoleh melalui uji kompetensi dan atau pendidikan dan pelatihan fungsional pengawas, pada lembaga yang ditetapkan pemerintah; dan lulus seleksi
pengawas satuan pendidikan. Saat ini seorang pengawas sekolah harus mempunyai 6 enam kompetensi
dasar sesuai dengan Permendiknas No.12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas SekolahMadrasah yakni :
1. Kompetensi supervisi akademik yaitu kemampuan pengawas sekolah
dalam melaksanakan pengawasan akademik yakni menilai dan membina guru dalam rangka mempertinggi kualitas proses pembelajaran yang
dilaksanakannya, agar berdampak pada kualitas hasil belajar siswa. Oleh karena itu sasaran supervisi akademik adalah guru dalam proses
pembelajaran, yang terdiri dari materi pokok dalam proses pembelajaran, penyusunan
silabus dan
RPP, pemilihan
strategimetodeteknik pembelajaran, penggunaan media dan teknologi informasi dalam
pembelajaran, menilai proses dan hasil pembelajaran serta penelitian tindakan kelas.
2. Kompetensi supervisi manajerial yaitu supervisi yang berkenaan dengan
aspek pengelolaan sekolah yang terkait langsung dengan peningkatan efisiensi dan efektivitas sekolah yang mencakup perencanaan, koordinasi,
pelaksanaan, penilaian, pengembangan kompetensi sumberdaya manusia SDM kependidikan, dan sumberdaya lainnya.
3. Kompetensi evaluasi pendidikan yakni kemampuan untuk menyusun
kriteria dan
indikator keberhasilan
pendidikan dalam
bidang pengembangan serta menilai kinerja kepala sekolah, guru, dan staf sekolah
dalam melaksanakan tugas pokok dan tanggung jawabnya untuk meningkatkan mutu pembelajaran.
4. Kompetensi penelitian dan pengembangan yakni kemampuan dalam
menguasai berbagai pendekatan, jenis, dan metode penelitian dalam pendidikan serta mampu menentukan masalah kepengawasan yang penting
untuk diteliti baik untuk tugas kepengawasan maupun untuk pengembangan karirnya sebagai pengawas.
5. Kompetensi kepribadian dan sosial yakni kemampuan dalam pengenalan
diri, pengembangan diri, dan memberdayakan diri serta kemampuan dalam menjalin komunikasi yang efektif guna menumbuhkan peran serta dan
kerjasama dengan pihak lain. 6.
Kompetensi penelitian tindakan sekolah merupakan pengkhususan dan pendalaman lebih lanjut dari kompetensi penelitian dan pengembangan.
Salah satu peran yang diharapkan dari seorang pengawas adalah menjadi agen perubahan agent of change. Untuk melaksanakan peran tersebut,
akan lebih efektif apabila mereka menguasai metode action research seperti penelitian tindakan sekolah ini. Dengan kompetensi ini pengawas
memiliki kemampuan metodologis untuk melakukan penelitian, sekaligus mengupayakan tindakan untuk memperbaiki sekolah binaannya.
Berbekal 6 enam kompetensi dasar inilah diharapkan seorang pengawas bisa tampil sebagai pengawas yang berkompeten dan profesional. Dengan tampil
sebagai pengawas yang berkompeten dan profesional maka tujuan selanjutnya adalah dapat memberikan kontribusi pada peningkatan mutu sekolah. Mutu
sekolah dalam hal ini adalah baik mutu proses belajar mengajar, mutu lulusan, kinerja dan kompetensi guru, maupun manajemen pengelolaan kelas dan sekolah
yang dilaksanakan oleh guru dan kepala sekolah. Peningkatan mutu pengawas tidak berhenti dengan penetapan standar
kompetensi pengawas saja. Standar mutu pengawas dengan penguasaan kompetensi minimal akan sulit dicapai apabila dilaksanakan secara invidual.
Kalaupun terjadi peningkatan mutu pengawas maka yang terjadi adalah perbedaan pencapaian standar kompetensi yang beragam diantara pengawas dan akan
memerlukan waktu yang relatif lama untuk mencapai standar mutu yang memadai. Oleh karena itu pemerintah membentuk semacam organisasi profesi
pengawas yang bersifat non kedinasan. Organisasi ini dibentuk untuk mewadahi pengawas dalam rangka untuk meningkatkan ketrampilan dan keahlian
kepengawasan di antara rekan sejawat mereka sendiri. Organisasi itu bernama Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah MKPS atau sering disebut dengan
sanggar pengawas sekolah. Sanggar ini juga sama dengan sanggar lainnya yang dibentuk untuk guru mata pelajaran tertentu yang dikenal dengan Musyarawah
Guru Mata Pelajaran MGMP atau Kelompok Kerja Guru KKG untuk guru SD
atau guru kelas. Di dalam organisasi atau wadah ini diharapkan terjadi interaksi antar anggota yang seprofesi dan terjadi dalam suasana kesejawatan yang akrab
antar anggota. Interaksi yang terjadi juga berupa saling berbagi informasi, saling berbagi pengalaman dan pengetahuan dan saling memberi solusi terhadap
permasalahan yang sedang dihadapi.
B. Fokus Penelitian