PENGURANGAN PEMBOROSAN WAKTU TUNGGU PADA PEMBUATAN DINING CHAIR DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING

(1)

commit to user

PENDEKATAN

LEAN MANUFACTURING

(STUDI KASUS: CV. RAKABU FURNITURE, PABELAN)

Skripsi

Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

ANGGER OSCAR ARISTA

I 1306022

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(2)

commit to user


(3)

commit to user


(4)

commit to user


(5)

commit to user


(6)

commit to user

vi

Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam kepada Rasulullah Muhammad SAW, Al Amin suri tauladan kita.

Pada kesempatan ini, dengan segenap kerendahan hati dan rasa yang setulus-tulusnya, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Allah SWT, yang telah melimpahkan segala berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi ini dengan lancar.

2. Kedua orang tua tercinta, Bapak Mohamad Istamar dan Ibu Titik Sumairina, yang selalu memberikan doa yang tiada henti, selalu memberikan kasih sayang yang tiada habis dan dukungannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. “ Kalian Adalah Motivasiku.”

3. Kakak tercinta, Yufriska Citra Dini, yang selalu mendoakan, memberikan dukungan dan rela memberikan sedikit uang gajinya. hehe….☺

4. Ibu Ir. Noegroho Djarwanti, MT, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Bapak Ir. Lobes Herdiman, MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6. Bapak Taufiq Rochman, STP, MT, selaku Ketua Program S-1 Nonreguler Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

7. Bapak Dr. Cucuk Nur Rosyidi, ST, MT, selaku dosen pembimbing skripsi I dan Bapak Wakhid Ahmad Jauhari, ST, MT, selaku dosen pembimbing skripsi II yang telah sabar dalam memberikan pengarahan dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.

8. Bapak Ir. R. Hari Setyanto, Msi, selaku dosen penguji skripsi I, dan Ibu Ir. Munifah, MSIE, MT, selaku dosen penguji skripsi II yang berkenan memberikan saran dan perbaikan terhadap skripsi ini.

9. Bapak Eko Pujiyanto, Ssi, MT dan Bapak Yuniaristanto, ST, MT, selaku pembimbing akademik. Terimakasih atas bantuan, nasehat yang selalu diberikan kepada saya selama empat tahun lebih.


(7)

commit to user

vii kesediaan dalam memberikan bantuan.

11. Seluruh staf dan karyawan CV. Rakabu Furniture, khususnya Bapak Andreas, Mas Paryanto, Mas Pukuh dan Mbak Sugiarti yang telah meluangkan waktu dan membantu proses penelitian skripsi ini.

12. Seluruh keluarga-keluargaku atas dukungan dan doanya.

13. Keluarga besar kontrakan The Keppind’s Community, Tira Budi Utomo, Miftahudin, Testiyan Wijaya, dan Sultra Retnawan S, Terima kasih atas segala kebersamaan dan bantuannya. Jagalah selalu tali silaturahmi diantara kita semua.

14. Seluruh teman-teman Gudang Skill, Toyo, Brian, Samto, Dinar, Bonek, Siro, Chubby, Kiki Mbokdhe, Gembel, Pepe, Mas Edwin, Mas Bison, Itol, Isti, Esha, zulfa, dan Budi. Terima kasih atas bantuannya.

15. Seluruh teman-teman Latansa Crew, Heru Crisnanto, Nurdin “kubu”, Liya Iwan, Edi, Ferdi, dan Danang. Terima kasih atas segala dukungannya.

16. Sahabat-sahabat tersayang, Febri, Novian, Sheilma, Hendro, Rofiatin, Erva, Nindy, Erika, Tya, Ida, Ani, Kumbara, FX, Didik, Wawan, Sari, Ririn, Hendra, Erlyn, Arif, Fiko, Mbokdhe Rezky, Wakhid, Witarso, Taufik. Terimakasih atas dukungannya. Terima kasih buat persahabatnnya teman. J

17. Seluruh teman-teman seperjuangan Teknik Industri angkatan 2006 yang bersama-sama berjuang dalam menyelesaikan studi Strata 1. Semoga persahabatan kita selalu terjaga dalam ikatan ukhuwah yang indah. Terimakasih buat semua kenangan yang berharga. 18. Seluruh pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas segala

bimbingan, bantuan, kritik, dan saran dalam penyusunan tugas akhir ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa maupun siapa saja yang membutuhkannya. Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, dengan senang hati dan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik yang membangun.

Surakarta, 29 Maret 2011


(8)

commit to user

viii

Angger Oscar Arista, NIM: I 1306022. PENGURANGAN PEMBOROSAN WAKTU

TUNGGU PADA PROSES PEMBUATAN DINING CHAIR DENGAN

MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING (Studi Kasus: CV. Rakabu Furniture, Pabelan). Skripsi. Surakarta: Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Maret 2011.

CV. Rakabu Furniture adalah salah satu perusahaan industri yang bergerak di bidang mebel. Pada saat ini yang menjadi produk andalan dari CV. Rakabu Furniture adalah dining chair. Permasalahan yang sering terjadi pada proses produksi dining chair adalah adanya pemborosan dalam bentuk waktu menganggur (idle time) dan waktu tunggu. Pemborosan dalam bentuk idle time dan waktu tunggu terjadi karena perusahaan tidak memperhatikan adanya alternatif urutan perakitan dining chair, sehingga menyebabkan penjadwalan mesin menjadi kurang baik. Pada penelitian ini, pengurangan pemborosan dilakukan dengan menggunakan lean manufacturing dan penjadwalan produksi. Dalam konsep lean manufacturing, digunakan value stream mapping (VSM) untuk menggambarkan seluruh aliran nilai dalam proses produksi yang meliputi aliran informasi dan material. Sedangkan penjadwalan produksi digunakan untuk menjadwalkan ulang proses produksi dining chair, sehingga diharapkan dapat mengurangi pemborosan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan jadwal proses pemesinan yang mampu mengurangi pemborosan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dengan penjadwalan produksi yang memperhatikan urutan perakitan didapatkan waktu penyelesaian produksi sebesar 400 detik dan mampu mengurangi pemborosan idle time sebesar 20 detik dan waktu tunggu sebesar 50 detik.

Kata kunci: lean manufacturing, value stream mapping, penjadwalan produksi Xvi + 59 halaman; 24 gambar; 7 tabel ; 3 lampiran


(9)

commit to user

ix

Angger Oscar Arista, NIM: I 1306022. WASTE REDUCTION IN DINING CHAIR PRODUCTION PROCESS USING LEAN MANUFACTURING APPROACH (Case Study: CV. Rakabu Furniture, Pabelan). Thesis. Surakarta: Industrial Engineering Department, Faculty of Engineering, Sebelas Maret University, March 2011.

CV. Rakabu Furniture is a company which produces many types of furniture. Dining chair is one of the best selling product in CV. Rakabu Furniture. The problem that often occurs in the production process of dining chair is waste, in the form of idle and waiting time. Those wastes are exist since the company did not consider the alternative assembly sequence, which leads to inappropriate machining schedule. In this research, lean manufacturing and production scheduling are used to reduce the waste. Lean manufacturing uses value stream mapping (VSM) to describe the whole flow of value in the production process that includes information and material flow, while production scheduling is used to reschedule the production process. The purpose of this research is to reduce the waste by rescheduling the production process considering the assembly sequence. The result of this research shows that the completion time can be reduced to 400 seconds, while idle time and waiting time can be reduced by 20 and 50 seconds respectively.

Key words: lean manufacturing, value stream mapping, production planning Xvi + 59 pages, 24 drawings, 7 tables, 3 appendix

Refrences : 19 (1974-2010)


(10)

commit to user x HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI

i ii

DAFTAR TABEL v

DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

v vi

BAB I

PENDAHULUAN I-1

1.1. Latar Belakang ……….. I-1 1.2. Perumusan Masalah ... I-3 1.3. Tujuan Penelitian ... I-3 1.4. Manfaat Penelitian ……… I-3 1.5. Batasan Masalah ... I-3 1.6. Sistematika Penulisan ………... I-3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-1

2.1. Penjelasan Singkat Perusahaan ………... II-1 2.2. Konsep Lean Manufacturing ……….. II-2 2.2.1. Munculnya Lean Production ………. II-3 2.2.2.

2.2.3.

Value Stream Mapping (VSM) ………. Macam-Macam Pemborosan ……….

II-4 II-5 2.3. Penjadwalan ……… II-6 2.3.1. Tujuan Penjadwalan ……….. II-7 2.3.2. Kriteria dalam Penjadwalan Produksi ………... II-7 2.3.3.

2.3.4. 2.3.5. 2.3.6.

Kriteria Pengukuran Kinerja Jadwal ………. Jenis Persoalan Jadwal ……….. Metode Penjadwalan ………. Metode Heuristic untuk Penjadwalan dengan Perakitan 2.3.6.1. Aggregate Scheduling Mesin dan Sistem

Perakitan ………. 2.3.6.2. Penjadwalan di Lingkungan Agile

Manufacuring ……….. II-9 II-9 II-11 II-13 II-13 II-16


(11)

commit to user

xi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III-1

3.1. Identifikasi Permasalahan ……… III-2 3.2. Pengumpulan Data ………... III-3 3.3. Pengolahan Data ……….. III-3 3.3.1. Penggambaran Value Stream Mapping (VSM) Awal ... III-3 3.3.2. Penentuan Aktifitas yang Memberikan Nilai Tambah

dan Aktifitas yang Tidak Memberikan Nilai Tambah ... III-4 3.3.3.

3.3.4.

Pengurangan Pemborosan dengan Alternatif Perakitan dan Penjadwalan Produksi ………. Penggambaran Value Stream Mapping (VSM) Perbaikan ………...

III-4

III-4 3.4. Analisis dan Interpretasi Hasil ……… III-4 3.5. Kesimpulan dan Saran ……… III-5

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA IV-1

4.1. Pengumpulan Data ……….. IV-1 4.1.1. Bill of Material ……….. IV-1

4.1.2. Komponen Dining Chair ………... IV-2 4.1.3. Data Jumlah Operator dan Jumlah Mesin di tiap

Stasiun Kerja ………. IV-6 4.1.4.

4.1.5

Waktu Proses dan Urutan Proses ………. Urutan Perakitan Dining Chair Awal ………....

IV-6 IV-7 4.2. Pengolahan Data ……….. IV-8

4.2.1. Penentuan Value Stream Awal Pada Proses Pembuatan Dining Chair ……….. IV-8 4.2.2. Penentuan Aktifitas yang Memberikan Nilai Tambah

dan Aktifitas yang Tidak Memberikan Nilai Tambah ... IV-12 4.2.3. Proses Penjadwalan Produksi Dining Chair Awal …… IV-15 4.2.4. Proses Penjadwalan Produksi Dining Chair Perbaikan IV-16 4.2.5. Value Stream Mapping Perbaikan pada Proses


(12)

commit to user

xii DAFTAR PUSTAKA

5.1. Analisis Value Stream Mapping (VSM) Awal Proses

Pembuatan Dining Chair ... V-1 5.2.

5.3.

Analisis Penjadwalan Produksi Dining Chair Perbaikan …….. Analisis Value Stream Mapping (VSM) Perbaikan Proses Pembuatan Dining Chair ………

V-2

V-3

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN VI-1

6.1. Kesimpulan ... VI-1 6.2. Saran ... VI-1

LAMPIRAN


(13)

commit to user

xiii

Hal

Tabel 4.1.

Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 4.4. Tabel 4.5. Tabel 4.6. Tabel 4.7.

Stasiun Kerja dan Jumlah Operator ……….. Waktu Proses dan Urutan Proses Kerja Proses Pengovenan … Waktu Proses dan Urutan Proses Produksi ……….. Proses Pembuatan Dining Chair ……….

Aktifitas Proses Pembuatan Dining Chair ………

Routing Proses Pembuatan DiningChair ………...

Waktu Permesinan dan Perakitan Proses Produksi ………….. IV-6 IV-6 IV-7 IV-10 IV-12 IV-17 IV-17


(14)

commit to user xiv

Hal

Gambar 2.1. Gambar 2.2. Gambar 2.3. Gambar 2.4. Gambar 2.5. Gambar 4.1. Gambar 4.2. Gambar 4.3. Gambar 4.4. Gambar 4.5. Gambar 4.6. Gambar 4.7. Gambar 4.8. Gambar 4.9. Gambar 4.10. Gambar 4.11. Gambar 4.12. Gambar 4.13. Gambar 4.14. Gambar 4.15. Gambar 4.16. Gambar 4.17.

Jenis Penjadwalan Flowshop ……….. Jenis Penjadwalan Jobshop ………. Contoh Sebuah Digraph ………. Aplikasi dari Aturan Maximum Left Depth First (MLDF) (a) Teori 2.1 Simple Digraph, (b) Penjadwalan yang Sesuai untuk Meminimumkan Makespan ………... (a) Digraph N-produk, (b) Perubahan Digraph N-produk Menjadi Kompleks Digraph dengan Dummy ……….

Bill of Material Dining Chair ………... Komponen Kaki Panjang ……… Ruji Sandaran ……….. Komponen Palang Dudukan ………... Komponen Kaki Pendek ………. Komponen Siku-Siku ……….. Komponen List Dudukan ……….... Komponen Dudukan ………... Produk Dining Chair yang Sudah Dirakit ……….. Urutan Perakitan Proses Pembuatan Dining Chair ……….

Value Stream Mapping Proses Produksi Dining Chair …..

Digraph Awal Proses Perakitan Dining Chair di Rakabu

Furniture ……….

Pemisahan Digraph Proses Produksi DiningChair ………

Gantt Chart Sebagian Penjadwalan g11 dan g21 …………. Penggabungan Sebagian Penjadwalan g11 dan g21 dengan V3 ………

Gantt Chart Penjadwalan dengan Minimum Makespan

untuk Produk Dining Chair ………...

SimpleDigraph Proses Produksi DiningChair ………….. II-10 II-11 II-13 II-14 II-19 IV-1 IV-2 IV-2 IV-3 IV-3 IV-4 IV-4 IV-5 IV-5 IV-7 IV-11 IV-15 IV-18 IV-18 IV-19 IV-20 IV-21


(15)

commit to user

xv

Gambar 4.19. Value Stream Mapping Perbaikan Proses Produksi Dining


(16)

commit to user

xvi

Hal

Lampiran 1

Lampiran 2

Lampiran 3

Penjadwalan proses produksi dining chair CV. Rakabu

Furniture

Penjadwalan proses produksi dining chair CV. Rakabu

Furniture alternatif 1

Penjadwalan proses produksi dining chair CV. Rakabu

Furniture alternatif 2

L-1

L-2


(17)

commit to user ABSTRAK

Angger Oscar Arista, NIM: I 1306022. PENGURANGAN PEMBOROSAN WAKTU TUNGGU PADA PROSES PEMBUATAN DINING CHAIR DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING (Studi Kasus: CV. Rakabu Furniture, Pabelan). Skripsi. Surakarta: Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Maret 2011.

CV. Rakabu Furniture adalah salah satu perusahaan industri yang bergerak di bidang mebel. Pada saat ini yang menjadi produk andalan dari CV. Rakabu Furniture adalah dining chair. Permasalahan yang sering terjadi pada proses produksi dining chair adalah adanya pemborosan dalam bentuk waktu menganggur (idle time) dan waktu tunggu. Pemborosan dalam bentuk idle time dan waktu tunggu terjadi karena perusahaan tidak memperhatikan adanya alternatif urutan perakitan dining chair, sehingga menyebabkan penjadwalan mesin menjadi kurang baik. Pada penelitian ini, pengurangan pemborosan dilakukan dengan menggunakan lean manufacturing dan penjadwalan produksi. Dalam konsep lean manufacturing, digunakan value stream mapping (VSM) untuk menggambarkan seluruh aliran nilai dalam proses produksi yang meliputi aliran informasi dan material. Sedangkan penjadwalan produksi digunakan untuk menjadwalkan ulang proses produksi dining chair, sehingga diharapkan dapat mengurangi pemborosan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan jadwal proses pemesinan yang mampu mengurangi pemborosan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dengan penjadwalan produksi yang memperhatikan urutan perakitan didapatkan waktu penyelesaian produksi sebesar 400 detik dan mampu mengurangi pemborosan idle time sebesar 20 detik dan waktu tunggu sebesar 50 detik.


(18)

commit to user ABSTRACT

Angger Oscar Arista, NIM: I 1306022. WASTE REDUCTION IN DINING CHAIR PRODUCTION PROCESS USING LEAN MANUFACTURING APPROACH (Case Study: CV. Rakabu Furniture, Pabelan). Thesis. Surakarta: Industrial Engineering Department, Faculty of Engineering, Sebelas Maret University, March 2011.

CV. Rakabu Furniture is a company which produces many types of furniture. Dining chair is one of the best selling product in CV. Rakabu Furniture. The problem that often occurs in the production process of dining chair is waste, in the form of idle and waiting time. Those wastes are exist since the company did not consider the alternative assembly sequence, which leads to inappropriate machining schedule. In this research, lean manufacturing and production scheduling are used to reduce the waste. Lean manufacturing uses value stream mapping (VSM) to describe the whole flow of value in the production process that includes information and material flow, while production scheduling is used to reschedule the production process. The purpose of this research is to reduce the waste by rescheduling the production process considering the assembly sequence. The result of this research shows that the completion time can be reduced to 400 seconds, while idle time and waiting time can be reduced by 20 and 50 seconds respectively.

Key words: lean manufacturing, value stream mapping, production planning Bibliography: 19 (1974-2010)


(19)

commit to user I-1

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah dalam penelitian, serta tujuan dan manfaat penelitian yang dilakukan. Berikutnya akan diuraikan mengenai batasan masalah, asumsi yang digunakan dalam penelitian dan sistematika penulisan untuk menyelesaikan permasalahan yang diangkat.

1.1 Latar Belakang Permasalahan.

CV. Rakabu Furniture adalah salah satu perusahaan industri yang bergerak di bidang mebel. Produk yang dihasilkan oleh CV. Rakabu Furniture adalah mebel-mebel indoor (mebel-mebel khusus dalam ruangan) dan untuk saat ini yang menjadi produk andalan adalah dining chair. Dining chair adalah kursi restaurant yang terdiri atas 8 komponen, yaitu: komponen kaki panjang, ruji sandaran, kaki pendek, palang dudukan, palang kaki, siku-siku, list dudukan, dan dudukan.

Pada sistem produksinya CV. Rakabu Furniture merupakan perusahaan yang menganut sistem make to order atau membuat produk berdasarkan pesanan. Sebagai perusahaan yang menganut sistem make to order, Rakabu Furniture perlu untuk selalu tepat waktu dalam menyelesaikan produksinya. Berdasarkan wawancara dengan manajer produksi, perusahaan sudah mampu menyelesaikan produksinya sesuai dengan due date yang diberikan oleh buyer. Namun, pada proses produksinya terdapat permasalahan yang sering terjadi yaitu adanya pemborosan dalam bentuk waktu menganggur (idle time) dan waktu tunggu. Dengan adanya pemborosan tersebut maka completion time proses produksi dining chair menjadi lebih lama. Untuk mendapatkan completion time yang lebih pendek maka perusahaan perlu mengurangi pemborosan yang ada. Dengan demikian completion time proses produksi dining chair diharapkan menjadi lebih pendek dan produktifitas perusahaan meningkat.


(20)

commit to user I-2

Berdasarkan pengamatan di lantai produksi CV. Rakabu Furniture, pemborosan dalam bentuk idle time dan waktu tunggu terjadi karena penjadwalan mesin yang kurang baik. Selain itu, perusahaan juga tidak memperhatikan adanya alternatif dalam proses perakitan. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mengurangi pemborosan adalah lean manufacturing. Lean manufacturing dapat didefinisikan sebagai sebuah pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi dan meminimasi pemborosan secara terus menerus dan berkelanjutan, sehingga mampu menarik perhatian konsumen dengan aliran produksi yang lancar, (Hines dan Taylor, 2000).

Value stream mapping merupakan sebuah metode dari lean manufacturing yang dapat digunakan untuk menggambarkan seluruh aliran nilai dalam proses produksi yang meliputi aliran informasi dan material. Beberapa penelitian telah dilakukan dengan menggunakan lean manufacturing, diantaranya adalah Sahoo dkk, (2007) yang mengimplementasikan filosofi lean di perusahaan forging. Penelitian tersebut menghasilkan perbaikan-perbaikan, meliputi pengurangan lead time, lot size, waktu set up mesin, dan produk cacat. Narayana dan Sharma (2007) melakukan penelitian untuk mengoptimalkan aliran produk dan aliran informasi pada perusahaan dengan menggunakan VSM. Chitturi dkk, (2007) mengimplementasikan VSM pada perusahaan jobshop. Singh dkk, (2010) membahas penelitian tentang VSM untuk studi kasus perusahaan-perusahaan di India.

Metode penjadwalan pada penelitian digunakan untuk menjadwalkan ulang proses produksi dining chair, sehingga diharapkan dapat mengurangi pemborosan dalam bentuk idle time dan waktu tunggu. Penjadwalan adalah pengalokasian sumber daya atau mesin-mesin yang tersedia untuk menjalankan sekumpulan tugas dalam jangka waktu tertentu, (Baker, 1974). Babayan dan He (1995), melakukan penelitian tentang penjadwalan mesin yang memperhatikan urutan perakitan. Dalam penelitian tersebut ukuran kinerja yang digunakan adalah minimasi makespan. Hasil dari penelitian tersebut akan dipergunakan sebagai dasar untuk melakukan pengurangan pemborosan sehingga nantinya mendapatkan perbaikan terhadap proses pembuatan dining chair.


(21)

commit to user I-3

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan latar belakang diatas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana mengurangi pemborosan pada proses pembuatan dining chair dengan menggunakan pendekatan lean manufacturing.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah: 1. Menghasilkan VSM keadaan sekarang dan setelah perbaikan.

2. Menghasilkan jadwal produksi yang meminimumkan waktu penyelesaian produksi dengan memperhatikan alternatif perakitan.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini meliputi :

1. Berdasarkan VSM, perusahaan dapat mengetahui aktifitas yang memberikan nilai tambah dan aktifitas yang tidak memberikan nilai tambah pada proses produksi dining chair.

2. Berdasarkan VSM, perusahaan dapat mengetahui cara untuk mengurangi pemborosan.

3. Mengurangi waktu penyelesaian produksi dining chair.

1.5 Pembatasan Masalah

Batasan masalah ini berfungsi untuk membatasi penelitian agar tidak terlalu luas dan memperjelas objek penelitian yang dilakukan. Batasan masalah yang digunakan adalah lamanya jam kerja 7 jam/hari.

1.6 Sistematika Penulisan

Dalam penulisan penelitian ini, diberikan uraian setiap bab yang berurutan untuk mempermudah pembahasan. Dari pokok-pokok permasalahan dapat dibagi menjadi enam bab, yaitu :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pengantar permasalahan yang dibahas seperti latar belakang masalah, perumusan masalah, asumsi-asumsi yang


(22)

commit to user I-4

dipakai, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan laporan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Berisi gambaran umum perusahaan, mulai dari sejarah berdirinya perusahaan dan gambaran umum proses produksi. Selain itu, pada bab ini juga merupakan penjelasan secara terperinci mengenai teori-teori yang dipergunakan sebagai landasan pemecahan masalah serta memberikan penjelasan secara garis besar metode yang digunakan oleh penulis sebagai kerangka pemecahan masalah.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Mengandung uraian tentang bahan, materi penelitian, alat, tata cara penelitian, variabel dan data yang akan dikaji serta cara analisis yang dipakai dan bagian alur penelitian.

BAB IV : PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Merupakan penyajian dan pengolahan data-data yang diperoleh dari perusahaan tempat pengamatan, sesuai dengan usulan pemecahan masalah yang digunakan.

BAB V : ANALISIS

Berisikan pembahasan permasalahan yang ada berdasarkan hasil pengumpulan dan pengolahan data.

BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan bab akhir yang berisikan kesimpulan yang diperoleh dari analisis pemecahan masalah maupun hasil pengumpulan data serta saran-saran perbaikan bagi perusahaan tempat pengamatan berlangsung dan untuk penelitian lebih lanjut.


(23)

commit to user II-1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai gambaran umum perusahaan dan landasan teori yang dipakai untuk menyelesaikan masalah yang ada. Gambaran umum perusahaan meliputi sejarah berdirinya perusahaan, lokasi perusahaan, struktur organisasi, personalia, produk yang dihasilkan, proses produksi, dan pemasaran.

2.1 PENJELASAN SINGKAT PERUSAHAAN

Rakabu Furniture Surakarta berdiri pada tanggal 21 Februari 1988. Pada awal berdirinya, perusahaan ini berbentuk perusahaan perseorangan yang bergerak di bidang penggergajian kayu dengan jumlah karyawan sebanyak 7 orang. Alat-alat yang digunakan antara lain: 2 unit mesin pemotong, 3 unit mesin pembelah kayu, 3 unit bor bulat, 2 unit bor kotak dan lain-lain. Untuk Mengembangkan perusahaan, maka kegiatan perusahaan diarahkan menjadi lebih luas. Hal ini diwujudkan dengan perubahan bidang usaha penggergajian kayu sekarang menjadi perusahaan industri mebel. Pada tahun 1990 perusahaan mulai bisa menembus pasar internasional. Dalam memasarkan produknya, Rakabu Furniture lebih mengutamakan jalur ekspor dari pada jalur lokal. Jadi, semua produk yang dihasilkan oleh Rakabu Furniture

ditujukan untuk pasar luar negeri. Untuk saat ini daerah pemasaran di luar negeri telah menembus beberapa negara antara lain: Belanda, Italia, Perancis, Spanyol, Amerika, Taiwan, Singapura, Uni Emirat Arab, Kuwait dan Australia.

Rakabu Furniture adalah salah satu perusahaan yang memproduksi mebel

indoor (mebel khusus dalam ruangan) dan untuk saat ini yang menjadi produk andalan dari Rakabu Furniture, adalah Dinning Chair. Hal ini disebabkan karena produk tersebut lebih besar prosentasenya dibandingkan dengan produk yang lainnya. Adapun produk-produk yang dihasilkan Rakabu Furniture antara lain: Cabinet,

Dining table, Coffee Table, TV Stand, Dining Chair, Bookcase, Bed, Buffet, Round table, Bench dan produk lainnya sesuai pesanan pelanggan.


(24)

commit to user II-2

Pada proses produksinya Rakabu Furniture menganut sistem make to order

atau membuat produk berdasarkan pesanan konsumen. Namun, selain memenuhi pesanan, perusahaan juga membuat produk selain pesanan walaupun dalam jumlah yang tidak banyak. Hal ini bertujuan untuk menambah variasi produk yang dihasilkan dan bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi konsumen dalam memilih produk yang hendak dibeli. Bahan baku yang digunakan untuk produksi berupa kayu jati, mahoni, dan mangifera yang sudah berbentuk mebel setengah jadi. Bahan baku tersebut di supply langsung dari Boyolali, Karanganyar, Klaten, Sragen dan Purwodadi.

2.2KONSEP LEAN MANUF ACTURING

Prinsip utama dari pendekatan lean adalah untuk mengurangi atau meniadakan pemborosan (Pujawan, 2002). Istilah “lean“ yang dikenal luas dalam dunia manufaktur dewasa ini dikenal dalam berbagai nama yang berbeda seperti: lean production, lean manufacturing, toyota production system, dan lain-lain. Meskipun demikian, lean dipercaya oleh sebagian orang dikembangkan di Jepang, khususnya

Toyota sebagai pelopor sistem lean manufacturing. Pengertian lean manufacturing

yaitu sebuah pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi dan meminimasi pemborosan melalui perbaikan dan pengembangan yang terus-menerus dan berkelanjutan, berusaha membuat aliran produksi menjadi lancar untuk berusaha menarik perhatian konsumen dalam upaya mencapai kesempurnaan. Beberapa alat standar untuk lean, seperti value stream mapping (VSM), produksi smoothing

(Heijunka), perbaikan terus-menerus (kaizen), 5S, pertukaran mati satu menit, total manajemen kualitas, just in time, dan lain-lain, telah dikandung oleh Toyota Production System (Sahoo dkk., 2007).

Dasar pemikiran lean manufacturing ini merupakan hal mendasar untuk mewujudkan sebuah value stream yang ramping. Tujuan dari lean manufacturing

adalah untuk membangun dan merancang sebuah manufaktur yang mampu memproduksi beberapa produk dengan menggunakan jumlah waktu yang benar-benar dibutuhkan membuat produk. Menunggu, waktu antrian, dan penundaan lainnya


(25)

commit to user II-3

dianggap pemborosan dan sangat diminimumkan atau dihilangkan dalam lean manufacturing (Hobbs, 2004).

Menurut Pujawan (2002) lima prinsip pendekatan lean yang diterapkan di pabrik Toyota, meliputi:

1. Identifikasikan apa yang memberikan nilai dan apa yang tidak dilihat dari sudut pandang pelanggan dan bukan dari perspektif organisasi, fungsi, atau departemen.

2. Identifikasikan langkah-langkah yang diperlukan untuk merancang, memesan, dan memproduksi produk di sepanjang aliran proses nilai tambah untuk menandai adanya pemborosan.

3. Buat kegiatan yang memberikan nilai tambah mengalir tanpa gangguan, berbalik, atau menunggu.

4. Buatlah hanya yang diminta oleh pelanggan.

5. Berupayalah untuk sempurna dengan secara kontinyu mengurangi

pemborosan.

2.2.1 Munculnya Lean Production

Menurut Shah dan Ward (2007), awal munculnya filosofi lean pada tahun 1927, Henry ford merencanakan filosofi produksinya dan yang menjadi prinsip dasar perubahan Ford Production System (FPS). Tahun 1937 Toyoda (Toyota) mendirikan perusahaan motor di Koromo Jepang. Toyoda, Kiichiro dan Eiji, mempelajari kesempurnaan konsep dan alat FPS dengan Taiichi Ohno untuk menyusun Toyota Production System (TPS). Metode produksi just in time adalah kunci dari TPS. Tahun 1978, Ohno mempublikasikan “Toyota Production System” di Jepang. Menurut Ohno, mula-mula penyelesaian dari TPS adalah mengurangi biaya (mengeleminasi pemborosan); mengendalikan kuantitas; jaminan kualitas; dan respect kepada manusia. Ohno merekomendasikan produksi sesuai dengan unit yang dibutuhkan, waktu yang dibutuhkan dan kuantitas yang dibutuhkan. Tahun 1977, artikel ilmiah pertama tentang kanban dan produksi just in time diterbitkan oleh Sugimori dkk, artikel tersebut membahas tentang kanban dan produksi just in time.


(26)

commit to user II-4

Menurut Shah dan Ward (2007), pada tahun 1984, New United Motor Manufacturing Incorporation (NUMMI) bergabung dengan Toyota Motor dan

General Motor di California. Pada tahun 1983, diterbitkan buku yang berjudul

Monden’s Toyota Production System, dan pada tahun 1988, Ohno menerbitkan

Toyota Production Systems. Kedua buku tersebut menjelaskan Toyota production system dan elemen-elemennya seperti, just in time, dan kanban. Tahun 1988 Krafcik menguraikan teori manufacturing system yang digunakan oleh Toyota. Pada pertengahan tahun 1990, diterbitkan artikel yang menceritakan aturan just in time,

Total Quality Management dan artikel yang menghubungkan keduanya. Tahun 1994, dipublikasikan buku tentang Lean Thinking oleh Womack dan Jones. Buku tersebut memperluas filosofi dan membimbing perusahaan ke level lean. Pada tahun 2006, perusahaan motor Toyota menjadi automotive manufacturing nomor satu di Amerika Utara.

2.2.2 Value Stream Mapping (VSM)

Menurut Kalsaas (2002), fokus dari VSM dibatasi pada aliran produksi di dalam pabrik. Aliran material harus diperhatikan dan pemetaan ditujukan pada satu produk sejenis. Tujuan dari VSM adalah mendapatkan suatu proses untuk menentukan proses apa saja yang dibutuhkan selanjutnya. Proses pemetaan dari

current state dimulai dari awal proses produksi sampai dengan produk siap dikirim ke konsumen, dimana setiap proses dalam jalur aliran material menjadi obyek pemetaan. Intinya adalah untuk menentukan waktu yang memberikan nilai tambah dan pemborosan dari waktu yang tidak memberikan nilai tambah. Inti utama dari proses pemetaan adalah untuk menyesuaikan langkah produksi dengan permintaan, sehingga diperlukan usaha untuk membuat proses kerja seimbang dengan waktu yang tersedia.

VSM adalah sebuah teknik perbaikan perusahaan untuk menggambarkan seluruh proses produksi, yang meliputi aliran informasi dan material, dalam rangka meningkatkan proses produksi dan mengidentifikasi sumber pemborosan. Teknik penggambaran peta aliran material dan informasi dimulai dari waktu bahan baku masuk ke dalam jalur produksi, hingga menjadi produk jadi. Pemetaan kegiatan di


(27)

commit to user II-5

lantai produksi pandai besi dengan waktu siklus, waktu turun, persediaan WIP, gerakan material, dan jalur informasi aliran membantu konsep proses kegiatan saat ini dan oleh karena itu, membimbing kita menuju keadaan masa depan yang diinginkan.

Pertanyaan kunci dan trade off untuk future state adalah merancang sistem produksi yang baik untuk memenuhi permintaan konsumen, menentukan pada titik mana produksi harus dijadwalkan, dan mengidentifikasi proses mana yang akan dibutuhkan agar aliran nilai mengalir sesuai dengan future state map.

2.2.3 Macam-Macam Pemborosan

Pemborosan adalah segala aktivitas dalam proses kerja yang tidak memberikan nilai tambah bagi produk. Minimasi pemborosan merupakan hal yang penting untuk mendapatkan value stream yang baik. Produktivitas yang meningkat mengarah pada operasi yang lebih baik, yang pada gilirannya akan membantu menentukan pemborosan dan problem kualitas di dalam sistem. Penanganan pemborosan secara sistematis secara tidak langsung juga merupakan pemecahan sistematis terhadap faktor-faktor yang mengakibatkan problem dalam manajemen.

Berikut ini penjelasan mengenai tujuh tipe-tipe pemborosan menurut Shingo (1990), yaitu:

1. Produksi berlebih, stasiun kerja atau unit kerja sebelumnya memproduksi terlalu banyak sehingga mengakibatkan terganggunya aliran material dan inventory

berlebih.

2. Menunggu, kondisi dimana tidak terdapat aktivitas yang terjadi pada produk, maupun pekerja (misalnya: operator menunggu material atau part yang akan diproses, material atau part menunggu untuk diproses, operator menunggu instruksi kerja, dan sebagainya) sehingga mengakibatkan waktu tunggu yang lama.

3. Transportasi berlebih, proses perpindahan baik manusia, material atau produk yang berlebihan sehingga mengakibatkan pemborosan waktu, tenaga, dan biaya.


(28)

commit to user II-6

4. Proses tidak sesuai, kesalahan proses produksi yang disebabkan oleh kesalahan penggunaan mesin atau tool atau diakibatkan kesalahan prosedur, operator, maupun system.

5. Persediaan tidak perlu, penyimpanan berlebih dan penundaan material dan produk sehingga mengakibatkan peningkatan biaya.

6. Gerakan tidak perlu, berhubungan dengan kondisi lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi performansi operator, misalnya terlalu banyak membungkuk, berjongkok.

7. Cacat, yaitu pengerjaan ulang (rework) pada produk maupun pada desain serta cacat pada produk yang dihasilkan.

Apabila membahas mengenai pemborosan, maka perlu didefinisikan tiga jenis aktivitas yang terjadi di dalam suatu sistem produksi (Hines, 2008). Ketiga jenis aktivitas tersebut, yaitu:

1. Aktifitas yang memberikan nilai tambah, merupakan aktivitas yang mampu memberikan nilai tambah pada suatu produk atau jasa sehmgga customer mau membayar untuk aktivitas tersebut.

2. Aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah, merupakan aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah pada suatu produk atau jasa. Aktivitas ini merupakan pemborosan yang harus segera dihilangkan.

3. Aktifitas yang tidak memberikan nilai tambah tapi dibutuhkan, merupakan aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah pada produk atau jasa tetapi dibutuhkan pada prosedur atau sistem operasi yang ada. Aktivitas ini tidak dapat dihilangkan dalam jangka pendek tetapi dapat dibuat lebih efisien. Dalam upaya untuk menghilangkan aktivitas ini membutuhkan perubahan yang cukup besar pada sistem operasi dan memerlukan jangka waktu cukup lama.

2.3 PENJADWALAN

Penjadwalan adalah salah satu komponen penting dalam suatu sistem manufaktur. Beberapa pengertian penjadwalan menurut pendapat para ahli, diantaranya adalah:


(29)

commit to user II-7

1. Penjadwalan dipandang sebagai suatu aktifitas pembuatan jadwal, baik jadwal produksi induk (Master Production Schedule), jadwal bengkel, jadwal perawatan dan sebagainya (Fogarty, 1991).

2. Penjadwalan yang dimaksudkan disini adalah pengalokasian sumber-sumber atau mesin-mesin yang tersedia untuk menjalankan sekumpulan tugas dalam jangka waktu tertentu (Baker, 1974).

2.3.1 Tujuan Penjadwalan

Tujuan umum dari penjadwalan adalah sebagai berikut (Baker ,1974):

1. Meningkatkan produktifitas mesin dengan jalan meminimasi waktu menganggur mesin.

2. Mengurangi persediaan barang setengah jadi (work-in-process inventory) dengan jalan mengurangi rata-rata jumlah pekerjaan yang menunggu dalam antrian karena mesin sedang sibuk melakukan suatu aktivitas.

3. Mengurangi keterlambatan karena waktu proses suatu pekerjaan telah melampaui jatuh temponya (due date) dengan cara mengurangi maksimum keterlambatan maupun dengan mengurangi jumlah pekerjaan yang terlambat.

4. Meminimasi biaya produksi.

Jika makespan dari suatu kegiatan penjadwalan adalah konstan, maka urutan kerja yang tepat akan menurunkan flow time dan juga menurunkan rata-rata work-in-process. Tujuan terakhir yang biasanya diinginkan dalam proses penjadwalan adalah penepatan due date, yaitu saat dimana suatu produk harus dikirim ke konsumen. Keterlambatan dari due date yang telah ditetapkan akan memperbesar biaya produksi, karena adanya denda atau penalti.

2.3.2 Kriteria dalam Penjadwalan Produksi

Variabel ukur performansi yang telah dikembangkan dalam penjadwalan diantaranya sebagai berikut (French, 1982):

1. Completion time (Cj), merupakan waktu penyelesaian operasi paling akhir suatu pekerjaan j.


(30)

commit to user II-8

2. Flow time, disebut juga dengan shop time atau manufacturing interval, yaitu waktu yang diperlukan suatu pekerjaan j berada di shop.

Diformulasikan sebagai berikut:

j j

j C r

F = - ……….………(2-1)

Keterangan :

j

F = flow time pekerjaan j j

C = completion time pekerjaan j j

r = ready time pekerjaan j

3. Waiting time, yaitu waktu menunggu antara waktu suatu proses selesai diproses hingga dimulai operasi berikutnya dari pengerjan tiap operasi pada pekerjaan j, diformulasikan sebagai berikut:

å

= -= m k j j j

j C r t

w

1

……….……….(2-2) Keterangan :

j

w = waiting time pekerjaan j j

C = completion time pekerjaan j j

r = ready time pekerjaan j

å

= m k j t 1

= jumlah waktu proses yang diperlukan pekerjaan j dari mesin ke-1 sampai mesin ke-m.

4. Lateness, yaitu lamanya perbedaan antara waktu penyelesaian pekerjaan i dan

due date pekerjaan i, diformulasikan sebagai berikut:

j j

j C d

L = - ……….………...(2-3)

Keterangan :

j

L = lateness pekerjaan j j

C = completion time pekerjaan j j

d = due date pekerjaan j

5. Tardiness (Tj), yaitu lamanya keterlambatan waktu penyelesaian untuk pekerjaan

j.

6. Makespan (waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh pekerjaan) 7. Idle time (waktu menganggur) mesin.


(31)

commit to user II-9 8. Mean queue time (rata-rata waktu antrian pekerjaan)

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan sebelum melakukan penjadwalan dan menentukan tipe penjadwalan yang tepat antara lain (Elsayed,1994):

1. Jumlah pekerjaan yang akan dikerjakan 2. Jumlah mesin pada lantai produksi

3. Tipe dari fasilitas manufaktur (flowshop atau jobshop) 4. Prosedur kedatangan pekerjaan (bersifat statis atau dinamis) 2.3.3 Kriteria Pengukuran Kinerja Jadwal

Beberapa parameter umum yang diperhatikan dalam menetapkan suatu kriteria penjadwalan (Baker,1974):

1. Meminimumkan rata-rata waktu tinggal (the mean flow time). 2. Meminimumkan total nilai keterlambatan (the weight tardiness). 3. Meminimumkan keterlambatan maksimum (the maximum tardiness).

4. Meminimumkan waktu maksimum yang dihabiskan suatu pekerjaan berada dalam lantai produksi (the maximum flow time).

5. Meminimumkan jumlah pekerjaan yang terlambat (the number of tardy jobs). 6. Meminimumkan rata-rata keterlambatan positif (the mean tardiness).

2.3.4 Jenis Persoalan Penjadwalan

Persoalan penjadwalan menurut aliran proses, dapat diterapkan pada (Baker,1974):

1. Penjadwalan flowshop

Dalam proses produksi flowshop akan dijumpai pola aliran yang identik dari satu mesin ke mesin yang lainnya. Penjadwalan flowshop ada dua macam yaitu pure flowshop dan general flowshop. Pada pure flowshop semua pekerjaan akan mengalir pada jalur produksi yang sama, sedangkan pada general flowshop setiap pekerjaan dapat memiliki pola aliran yang berbeda. Pola aliran yang berbeda disebabkan karena pekerjaan yang datang dalam proses produksi tidak harus


(32)

commit to user II-10

dikerjakan pada semua mesin yang ada. Perbedaan antara pure flowshop dan

general flowshop dapat dilihat pada Gambar 2.1. 2. Penjadwalan Jobshop

Penjadwalan jobshop adalah proses pengurutan (sequencing) pekerjaan untuk lintas produk yang tidak beraturan (tata letak berdasarkan proses). Pada pola ini setiap pekerjaan mempunyai pola aliran proses pada tiap mesin yang spesifik, dan sangat mungkin berbeda untuk setiap pekerjaan. Akibat aliran yang tidak searah ini, maka setiap pekerjaan yang akan diproses pada satu mesin dapat menjadi pekerjaan baru atau pekerjaan dalam proses. Secara umum pekerjaan ini dikenal dengan penjadwalan n pekerjaan m mesin. Karena pada penjadwalan jobshop

mempunyai urutan proses yang berbeda tiap pekerjaannya sehingga untuk menggambarkan sebuah operasi akan lebih tepat dengan menggunakan notasi tripel (i, j, k), notasi ini menjelaskan operasi i dari pekerjaan j pada mesin k. Jenis penjadwalan seperti ini dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.1 Jenis penjadwalan flowshop

Mesin 1 Mesin 2 Mesin 3

General Flowshop

Mesin 1 Mesin 2 Mesin 3


(33)

commit to user II-11

Gambar 2.2 Jenis penjadwalan jobshop

2.3.5 Metode Penjadwalan

Dalam melakukan kegiatan produksi, terdapat beberapa metode yang biasanya digunakan untuk melakukan penjadwalan produksi, yaitu (Fogarty,1991):

1. Metode penjadwalan maju (forward scheduling), yaitu menjadwalkan kegiatan operasi mulai saat kedatangan pekerjaan atau pada t = 0 hingga seluruh pekerjaan selesai (completion time).

2. Metode penjadwalan mundur (backward scheduling), yaitu menjadwalkan kegiatan operasi secara mundur yang dimulai dari saat jatuh tempo (due date) pekerjaan hingga seluruh pekerjaan terjadwalkan.

3. Metode penjadwalan kompromi (compromised scheduling), yaitu penjadwalan yang menggabungkan metode penjadwalan maju dan mundur. Tahap pertama, dilakukan penjadwalan secara maju sehingga diperoleh saat selesai pekerjaan, kemudian pekerjaan dijadwalkan kembali secara mundur yang dimulai saat selesai pekerjaan hingga seluruh pekerjaan terjadwalkan dan diperoleh saat mulai pekerjaan.

4. Metode penjadwalan dipaksakan (forced scheduling), yaitu menjadwalkan kegiatan produksi pada kapasitas yang mempunyai jeda kapasitas atau

Mesin 1 Mesin 2

Mesin 3 Mesin 4


(34)

commit to user II-12

penggunaan kapasitas untuk pekerjaan tertentu pada range waktu tertentu. Penyelesaian penjadwalan dengan kondisi ini adalah dengan menjadwalkan secara mundur pekerjaan sebelum jeda kapasitas dan menjadwalkan secara maju pekerjaan setelah jeda pekerjaan.

Selain itu, ada beberapa aturan dasar yang sering dipakai dalam menentukan urutan pengerjaan, yaitu (Bedworth, 1987):

1. First Come First Served (FCFS), dimana pekerjaan pertama yang datang ke stasiun kerja, akan diproses terlebih dahulu.

2. Last Come First Served (LCFS), dimana pekerjaan terakhir yang datang ke stasiun kerja, akan diproses terlebih dahulu.

3. Shortest Processing Time (SPT), dimana pekerjaan dengan waktu proses yang dibutuhkan pada stasiun kerja yang terkecil adalah yang diprioritaskan untuk dikerjakan terlebih dahulu.

4. Shortest Total Processing Time (STPT), dimana pekerjaan dengan total waktu proses yang dibutuhkan pada stasiun kerja terkecil adalah yang diprioritaskan untuk dikerjakan terlebih dahulu.

5. Longest Processing Time (LP T), dimana pekerjaan dengan waktu proses yang dibutuhkan pada stasiun kerja terlama adalah yang diprioritaskan untuk dikerjakan terlebih dahulu.

6. Earliest Due Date (EDD), dimana pekerjaan yang mempunyai jatuh tempo paling awal akan dikerjakan terlebih dahulu.

7. Fewest Operation (FO), dimana pekerjaan dengan jumlah operasi paling sedikit akan dikerjakan terlebih dahulu.

8. Critical Ratio (CR), dimana pekerjaan yang memiliki critical ratio paling rendah (<1,0) dikerjakan dibelakang jadwal, sedang pekerjaan dengan critical ratio =0 maka itu tepat dengan jadwal. Jika critical ratio tinggi (>1,0), maka job tersebut berada didepan jadwal.

9. Slack Time (ST), dimana pekerjaan yang dikerjakan lebih awal dari jadwal yang telah ditetapkan.


(35)

commit to user II-13

2.3.6 Metode Heuristic Untuk Penjadwalan dengan Perakitan

Heuristic Algorithm adalah salah satu metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah penjadwalan dengan perakitan (Baker,1974). Berikut beberapa contoh pembuatan heuristic algorithm didalam sistem perakitan dan lingkungan agile manufacturing.

2.3.6.1Aggregate Scheduling Mesin dan Sistem Perakitan

Berdasarkan penggambaran digraph dari sebuah produk, yang mana terdiri dari sebuah komponen dan subassembly. Pada sebuah digraph masing-masing node diberi label (a, b, c) dimana a adalah waktu mesin, b adalah waktu subassembly dan c adalah level dari kedalaman node. Kedalaman level tersebut meliputi: nilai 0 menunjukan akar dari node (untuk contoh, node A2 pada Gambar 2.3) dan, dibelakang akar node

terdapat node P1, P2, dan P3 yang berarti proses mesin atau waktu mesin. Sebelum

mengembangkan algorithm untuk masalah single produk digambarkan 1 definisi dan 2 teori (Baker,1974).

Gambar 2.3 Contoh sebuah digraph

Definisi : Menurut Baker (1974), Sebuah simple digraph Gs adalah sebuah digraph

yang mana masing-masing node dari sudut lebih besar dari 1 (yaitu subassembly dari produk). Lihat Gambar 2.4 (a) dan, sebuah digraph kompleks G menunjukan sebuah

digraph yang tidak simple Gambar 2.4 (b).

Berdasarkan definisi, ternyata digraph kompleks dapat dipisah menjadi simple subdigraph dengan menghapus nomer dari node yang sesuai untuk final assembly


(36)

commit to user II-14

(a)

MA P1 P2 P4 P6

AS A3

I2 I3

MA : Machining system AS: Asembly system In- proses idle time I = I1 + I2 + I3

Terminal time T P3

A1

P5

A2

I1

(b)

Gambar 2.4 Aplikasi dari aturan maximum left depth first (MLDF) (a) teori

2.1 Simple digraph, (b) Penjadwalan yang sesuai untuk

meminimumkan makespan.

Teori 2.1 Menurut Baker (1974), penjadwalan node (komponen/subassembly) dari sebuah simple digraph (Gs) dengan MLDF, berfikir untuk meminimumkan makespan. Teori 2.1 diilustrasikan pada gambar 2.4 sebagai bukti dari teori 2.1.

Kesimpulan. Jika subassembly digambarkan dengan sebuah digraph kompleks, dapat dipisah-pisah menjadi subdigraph g1, g2,…., gt dan node (komponen) P1, P2, …., Ps. Dengan menghapus akar nodeV0, kemudian

Cmax (S(g1), S(g2), …, S(gj), S(gj+ 1), …, S(gt), P1, …, Pi, Pi+ 1, …, P5)≤ Cmax (S(g1), S(g2), …, S(gj), Pi, S(gj+ 1), …, S(gt), P1, …, Pi-1, Pi+ 1, …, P5),

i = 1, …., s, j = 0, 1, ….,t

Keterangan, S(*) adalah adalah penjadwalan dari subdigraph dan Cmax (*) adalah


(37)

commit to user II-15

Teori 2.2 Menurut Baker (1974), menimbang sebuah subassembly atau perakitan akhir produk C digambarkan dengan sebuah digraph kompleks G dan menjadikannya

subdigraph g1, g2, …, gt dengan menghapus akar node V0 dari digraph G.

meminimumkan makespan S(gi) dengan penjadwalan sebagian gi, i = 1, ….t. Jika komponen dan subassembly sesuai untuk gi dan gj, i ≠ j, kemudian meminimumkan makespan produk C, meliputi:

S(C) = {S1(G), S2(G), V0},

Keterangan S1 (G) = [S (g(1)), S (g(2), …., S (g[k])] , untuk I[i]≤ T[i]

i = 1, …., k adalah penjadwalan yang diperoleh menggunakan aturan

longest in process idle time last (LITL)

S2 (G = [S (g[k+ 1]), S (g [k+ 2]), ….S (g [t])] , untuk I[i] > T[i],

i = k + 1, k + 2, …., t, adalah penjadwalan yang diperoleh menggunakan aturan longest terminal time first (LITF)

Algorithm 2.1 ( masalah single produk)

Langkah 1 Beri label semua node pada digraph G yang menggambarkan struktur pembuatan produk. Jika G adalah simple digraph, kemudian gunakan aturan MLDF untuk menghasilkan penjadwalan produk C yang optimal, berhenti, dengan cara lain pergi ke langkah 2.

Langkah 2 Hapus akar nodeV0 dari digraph G dan pisahkan menjadi subdigraph g1, l = i , …., L. jika semua gt adalah simple digraph, tentukan k = 0

dan pergi ke langkah 3; dengan cara lain, pisahkan masing-masing gl

yang tidak simple digraph menjadi sebuah simple digraph dengan menghapus akar node, Vj berarti sebuah akar node yang harus dihapus,

j =1, …., J. tentukan k = J dan pergi ke tahap 3.

Langkah 3 Gabungkan giksimple subdigraph dengan Vk. Gunakan aturan MLDF

untuk meminimumkan makespan yang menghasilkan sebagian

penjadwalan. S(gik) untuk masing- masing subdigraph gik, i = 1, ….,

Nk, dimana Nk adalah nomor dari subdigraph yang diperoleh setelah Vk


(38)

commit to user II-16

Langkah 4 Untuk masing-masing sebagian penjadwalan S(gik) yang diperoleh pada langkah 3, menentukan (a) idle timeIik dan (b) Terminal TimeTik,

i = 1, …., Nk.

Langkah 5 Pisahkan S(gik) kedalam 2 list:

List 1: jadwalkan S(gik) bahwa Iik≤ Tik

List 2: jadwalkan S(gik) bahwa Iik > Tik

Langkah 6 Gunakan aturan LITL untuk menghasilkan:

S1(gk) = [S(g[1]k), S(g[2]k), ...S(g[r]k)], untuk S(gik) pada list 1, i = 1, ..., r

Gunakan aturan LITF untuk menghasilkan:

S2(gk) = [S1(gk), S2(gk), ...S(g[r]k), Vk]

Langkah 7 Jika Vk = V0, kemudian S(C) = S(g0) penjadwalan optimal, berhenti,

dengan cara lain pergi ke tahap 3.

Langkah 8 Menimbang S(gk) adalah sebuah simple digraph jadwalkan dan hitung:

Ik dan Tk = k = k - 1. Pergi ke tahap 3. 2.3.6.2Penjadwalan di Lingkungan Agile Manufacturing

Objek dari penelitian He dkk, (2001) adalah untuk menentukan urutan komponen dan subassembly/assembly pada tahap permesinan, jadi makespan (Cmax)

atau maksimum completion time dapat di minimumkan. Urutan perakitan produk menghasilkan sistem yang digambarkan dalam digraph G. Pada digraph G masing-masing node menggambarkan komponen, subassembly atau assembly. Node dengan 1 anak panah yaitu dengan lambang Pi merupakan sebuah komponen. Node dengan

lebih dari satu anak panah pada akhir node menggambarkan sebuah subassembly atau

assembly.

Penggambaran urutan perakitan dengan menggunakan digraph dapat diklasifikasikan menjadi 2 tipe: simple digraph dan kompleks digraph. Simple digraph adalah sebuah digraph yang memiliki 1 node subassembly pada setiap level

assembly. Simple digraph dapat digambarkan dengan urutan perakitan yang linear

dari disain produk. Sedangkan pada digraph kompleks, terdapat lebih dari 1 node subassembly. Penyelesaian masalah penjadwalan disesuaikan dengan sitem produksi.


(39)

commit to user II-17

3 penggambaran urutan perakitan produk: (a) produksi single produk dengan urutan perakitan yang simple; (b) produksi single produk dengan urutan perakitan yang kompleks; (c) produksi N-produk. Sesuai dengan 3 definisi produksi, masalah penjadwalan dibatasi dengan penjadwalan simple digraph Gs, masalah penjadwalan

complex digraphGc, dan masalah penjadwalan N-produk. a. Penyelesaian Masalah Penjadwalan Simple Digraph (Gs)

Menurut He dkk (2001), ketika sebuah single produk dengan urutan perakitan

simple digraph (Gs) menghasilkan masalah penjadwalan. Maka, masalah penjadwalan

simple digraph (Gs) dapat diformulasikan menjadi model integer programming

berikut:

(1) Minimize t

(2) Subject to

( )

1 , 1... .

1 1 m j t x P t ij m i L i = £

å

å

= =

(3) 1 1, 1..., 1,... .

1 L i m i xij m j = = =

å

=

(4)

( )

( )

. ... 2 1 . ... 1 2 1 1 1 L m j A t t x P t i k k i ij nj i i L k = = -£

å

å

å

= = =

(5) xijl=0 or 1, for l=1,…, L, i=1,…, nl,

j=1,…, m,

Catatan objective function (1) meminimasi maksimum completion time.

Constrain (2) total waktu mesin komponen pada masing-masing mesin tidak lebih besar dari maximum completion time. Constrain (3) sebuah komponen hanya menunjukan satu mesin. Constrain (4) subassembly atau final assembly tidak bisa dimulai sebelum semua komponen tersedia. Constrain (5) decision variable Xij

mengambil salah satu nilai dari 0 atau 1. Setelah menyelesaikan model 1-5, masalah penjadwalan minimasi makespan memperhitungkan t+t(A1).


(40)

commit to user II-18

b. Penyelesaian Masalah Penjadwalan Complex Digraph (Gc)

Menurut He dkk (2001), kemudian masalah penjadwalan complex digraph

(Gc) dengan single produk menghasilkan sebuah urutan perakitan yang kompleks. Jika m=2 membentuk complex digraph Gc koneksikan dengan simple digraph yang hanya memiliki 2 node komponen untuk di dummy. Penyelesaian masalah node assembly dengan waktu assembly 0. Ada 2 langkah heuristic untuk menyelesaikan masalah penjadwalan complex digraph Gc Langkah 1 dari heuristic adalah mencapai

optimal aggregate schedule dengan menggunakan teori ke 2 pada Kusiak (1989). Umumnya aggregate schedule dapat dicapai dengan teori 2 dan selalu digambarkan dengan urutan:

(6) S(Gc) = {g1, g2, …., gk, A1} dimana A1 adalah akar node (final assembly) dari

digraphGc. Penggambaran salah satu node komponen atau simple digraph terdiri dari node komponen dan node subassembly.

Dari urutan optimal aggregate terbentuk sebuah simple digraph dengan akar

node A1. Pada digraph g1 menggambarkan komponen dan subassembly dengan nilai

assembly level rendah. Setelah terbentuk penggambaran simple digraph untuk urutan

aggregate yang optimal pada (G), digunakan formulasi (1) - (5) untuk mencapai penyelesaian penjadwalan yang optimal pada simple digraph. Heuristic algorithm

untuk menyelesaikan masalah complex digraph (Gc) digambarkan pada tahap

selanjutnya.

HEURISTIK ALGORITHM 1 (HA1)

Step 1 Gunakan teori 2 dari Kusiak (1989) untuk mendapatkan optimal aggregate scheduleS(Gc) pada kompleks digraph (Gc).

Step 2 Buat sebuah simple digraphGs dari S(Gc).

Step 3 menyelesaikan model (1) – (5) untuk Gs yang diperoleh pada step 2. c. Penyelesaian Masalah Penjadwalan N-Produk

Menurut He dkk (2001), masalah penjadwalan N-produk yang termasuk dalam multipleN-produk. Pada penyelesaian masalah N-produk, urutan perakitan dari


(41)

commit to user II-19

sebuah produk merupakan salah satu simple digraph atau kompleks digraph. Pendekatan untuk penyelesaian masalah penjadwalan N-produk adalah menyusun sebuah kompleks digraph dengan menghubungkan node assembly dari N-produk dengan node dummy final assembly, Ad. Waktu assembly Ad yaitu, t (Ad) = 0.

Kemudian penyelesaian masalah penjadwalan N-produk sama dengan penyelesaian masalah penjadwalan Gc. Gambar 2.5 menunjukan perubahan bentuk dari digraph N -produk menjadi kompleks digraph.

(a) (b)

Gambar 2.5 (a) digraphN-produk, (b) perubahan digraphN-produk menjadi kompleks digraph dengan dummy.

Heuristic algorithm untuk penyelesaian masalah penjadwalan N-produk digambarkan berikut.

HEURISTIK ALGORITHM 2 (HA2)

Step 1 Buat sebuah kompleks digraph dengan menghubungkan assembly node

dari N-produk dengan nodedummy final assembly, Ad. t (Ad) =0.

Step 2 Gunakan HA1 untuk menyelesaikan masalah penjadwalan Gc untuk masalah kompleks digraph pada langkah 1.


(42)

commit to user III-1

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini diuraikan secara sistematis mengenai tahapan yang dilakukan dalam penelitian. Langkah-langkah penelitian diuraikan pada gambar 3.1 di bawah ini.


(43)

commit to user III-2

Tahapan penyelesaian masalah pada gambar 3.1 diuraikan dalam sub bab dibawah ini.

3.1 Penentuan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di pusat industri kecil (pik) CV. Rakabu Furniture yang berlokasi di daerah Pabelan, Kartosuro. Kemudian pada penelitian di CV. Rakabu Furniture dilakukan pengumpulan data penelitian untuk mendapatkan informasi-informasi yang lengkap serta menentukan masalah yang diangkat dalam penelitian. Metode untuk mendapatkan data penelitian dilakukan dengan pengamatan langsung, pendokumentasian gambar dan wawancara kepada manajer produksi.

3.2 Wawancara Manajer Produksi

Pengumpulan data melalui wawancara ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan apa yang terjadi di Rakabu Furniture pada saat ini. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang diajukan adalah sebagai berikut :

1. Produk apa yang sedang di produksi.

2. Permasalahan apa yang sering terjadi pada proses produksi. 3.3 Studi Literatur

Studi literatur dilakukan untuk mendukung penyelesaian proses pengumpulan dan pengolahan data dalam penelitian ini. Informasi studi literatur diperoleh dari berbagai sumber, baik dari buku referensi, arsip perusahaan, maupun jurnal dan laporan penelitian. Adapun informasi yang didapat dalam penelitian ini adalah informasi mengenai lean manufacturing dan penjadwalan produksi.

3.4 Studi lapangan

Studi lapangan dilakukan di CV. Rakabu Furniture, Pabelan. Studi lapangan bertujuan untuk mengetahui kondisi awal perusahaan, serta memahami proses produksi dining chair. Tahap pelaksanaan studi lapangan ini antara lain yaitu dengan melakukan observasi langsung pada lantai produksi dan melakukan wawancara langsung kepada operator ahli ditiap-tiap stasaiun kerja dan manajer produksi.


(44)

commit to user III-3

3.5 PENGUMPULAN DATA

Pada tahapan ini akan dikumpulkan data-data tentang proses produksi dining chair. Adapun data-data yang dikumpulkan, meliputi:

1. Bill Of Material (BOM) dari dining chair.

2. Data jumlah operator dan jumlah mesin ditiap stasiun kerja. 3. Data waktu proses dan urutan proses kerja.

4. Urutan perakitan dining chair.

Metode yang digunakan dalam tahap pengumpulan data adalah observasi, wawancara langsung dengan operator ditiap stasiun kerja dan manajer produksi, serta pencatatan waktu dengan menggunakan jam henti (stopwatch).

3.6 PENGOLAHAN DATA

Setelah mengumpulkan data selanjutnya data tersebut diolah dengan langkah-langkah pada sub bab berikut ini.

3.6.1 Penggambaran Value Stream Mapping (VSM) Awal

Pada penyusunan penelitian ini digunakan penggambaran VSM untuk menggambarkan seluruh proses produksi, yang mewakili informasi dan aliran material. Adapun cara penggambaran VSM awal ini yaitu mencari aliran informasi proses pembuatan dining chair mulai dari produsen memesan produk hingga pemesanan bahan baku ke supplier, kemudian mencatat aliran material pada proses produksi.

3.6.2 Penentuan Aktifitas yang Memberikan Nilai Tambah dan Aktifitas yang

Tidak Memberikan Nilai Tambah

Aktifitas yang memberikan nilai tambah dan aktifitas yang tidak memberikan nilai tambah ditentukan berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada lantai produksi proses pembuatan dining chair. Penentuan aktifitas yang memberikan nilai tambah dan aktifitas yang tidak memberikan nilai tambah bertujuan untuk mengetahui aktifitas pada proses pembuatan dining chair. Proses penentuan aktifitas yang


(45)

commit to user III-4

memberikan nilai tambah dan aktifitas yang tidak memberikan nilai tambah tersebut dilakukan dengan cara observasi langsung.

3.6.3 Pembuatan Urutan Perakitan

Pembuatan urutan perakitan dilakukan dengan melakukan perubahan pada urutan perakitan yang sudah ada. Sehingga dengan melakukan perubahan urutan perakitan didapatkan urutan perakitan baru yang akan digunakan untuk membangun proses penjadwalan produksi perbaikan.

3.6.4 Penjadwalan Produksi

Proses pembuatan penjadwalan produksi dilakukan dengan dua tahap, pertama pembuatan proses produksi awal dan yang kedua proses pembuatan penjadwalan produksi perbaikan. Adapun proses proses penjadwalan produksi awal merupakan proses penjadwalan yang ada di CV. Rakabu Furniture. Proses pembuatan penjadwalan produksi awal dilakukan dengan menggunakan Gantt chart. Dalam pembuatan gantt chart data yang dibutuhkan adalah urutan proses poduksi dan waktu proses produksi disetiap stasiun kerja. Penjadwalan produksi awal ini nantinya akan dibandingkan dengan proses penjadwalan produksi perbaikan untuk mengetahui pengurangan waktu setelah dilakukan proses penjadwalan produksi perbaikan. Sedangkan proses penjadwalan produksi perbaikan dilakukan dengan pembuatan alternatif penjadwalan produksi, sehingga dengan alternatif penjadwalan yang ada dipilih alternatif yang paing baik. Adapun proses pembuatan penjadwalan perbaikan meliputi, membuat digraph, membuat heuristic algorithm, dan membuat Gantt chart. Ukuran kinerja yang digunakan pada penjadwalan produksi adalah minimasi makespan, variabel penjadwalan produksi adalah urutan penjadwalan dan parameter penjadwalan produksi adalah waktu proses dan jumlah mesin.

3.6.5 Penggambaran Value Stream Mapping (VSM) Perbaikan

Pada penggambaran VSM perbaikan ini bertujuan untuk mengetahui perubahan atau perbaikan yang terjadi pada proses produksi dining chair setelah dilakukan upaya perbaikan melalui penjadwalan ulang proses produksi dan urutan


(46)

commit to user III-5

proses perakitan. penggambaran VSM ini juga akan mengetahui pengurangan aktifitas yang tidak memberikan nilai tambah dan aktifitas yang memberikan nilai tambah pada proses pembuatan dining chair.

3.7 ANALISIS DAN INTEPRETASI HASIL

Tahap analisis dan interpretasi hasil dilakukan untuk menganalisis makespan awal proses produksi dining chair dan makespan setelah dilakukan perbaikan dan pengurangan pemborosan, menganalisis VSM awal dan VSM setelah perbaikan, dan menganalisis aktifitas yang tidak memberikan nilai tambah yang telah di reduksi.

3.8 KESIMPULAN DAN SARAN

Pada tahap ini disimpulkan hasil penelitian dengan menjawab tujuan penelitian. Kesimpulan ditarik dengan berpijak pada pengolahan data dan analisis, sedangkan saran berisi pengembangan penelitian yang diharapkan dapat menyempurnakan penelitian ini.


(47)

commit to user IV-1

BAB IV

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Pada bab ini diuraikan proses pengumpulan dan pengolahan data dalam penelitian. Data yang telah diperoleh dan dikumpulkan dapat dijelaskan pada sub bab di bawah ini.

4.1 PENGUMPULAN DATA

Dalam penyusunan laporan ini lean manufacturing digunakan untuk mengidentifikasi pemborosan. Data yang dikumpulkan meliputi bill of material

(BOM) dari dining chair, data jumlah operator dan jumlah mesin di tiap stasiun kerja, waktu dan urutan proses pembuatan dining chair, dan urutan perakitan dining chair. Data yang diperoleh kemudian diolah guna menentukan perbaikan apa yang dapat dilakukan dalam upaya pengurangan pemborosan pada proses pembuatan dining chair.

4.1.1 Bill of Material (BOM)

Bagian utama yang menyusun dining chair dapat dibedakan menjadi komponen utama dan komponen pendukung, yaitu:

1. Komponen utama, terdiri dari 2 buah kaki panjang, 6 buah ruji sandaran, 2 buah kaki pendek, 5 buah palang dudukan, 3 buah palang kaki, 4 buah siku-siku, 2 buah list dudukan, dan 1 buah dudukan.

2. Komponen pendukung, terdiri dari 16 buah baut.

Bagian penyusun dari dining chair apabila digambarkan dalam bentuk BOM dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut ini.


(48)

commit to user IV-2

Gambar 4.1 Bill of materialdining chair

4.1.2 Komponen Dining Chair

Dining chair terdiri dari beberapa komponen penyusun, yaitu kaki panjang, ruji sandaran, kaki pendek, palang dudukan, palang kaki, siku-siku, list dudukan, dan dudukan. Gambar 4.2 berikut ini menunjukkan bentuk komponen kaki panjang.

Gambar 4.2 Komponen kaki panjang

Bahan baku yang digunakan untuk membuat komponen kaki panjang adalah kayu jati yang memiliki dimensi, panjang 90 cm, lebar 10 cm dan tebal 10 cm. Pada komponen kaki panjang nantinya akan dirakit dengan komponen ruji sandaran dan palang dudukan. Pada sisi samping dari komponen kaki panjang dibuat lubang purus sebagai penghubung antara komponen kaki panjang, palang dudukan dan ruji sandaran. Gambar 4.3 berikut ini menunjukkan bentuk komponen ruji sandaran.


(49)

commit to user IV-3

Gambar 4.3 Ruji sandaran

Bahan baku yang digunakan untuk membuat komponen ruji sandaran adalah kayu jati yang memiliki dimensi, panjang 40 cm, lebar 8 cm dan tebal 8 cm. Komponen ruji sandaran di atas nantinya akan dirakit dengan komponen kaki panjang dengan purus yang ada pada ujung komponen sebagai pengait. Gambar 4.4 berikut ini menunjukkan bentuk komponen palang dudukan.

Gambar 4.4 Komponen palang dudukan

Bahan baku yang digunakan untuk membuat komponen palang dudukan adalah kayu jati yang memiliki dimensi, panjang 50 cm, lebar 8 cm dan tebal 8 cm. Pada Gambar 4.4 diatas merupakan komponen palang dudukan yang memiliki purus yang sama dengan ruji sandaran yang berfungsi sebagai pengait antara komponen ruji sandaran dan kaki pendek. Gambar 4.5 berikut ini menunjukkan bentuk komponen kaki pendek.


(50)

commit to user IV-4

Gambar 4.5 Komponen kaki pendek

Bahan baku yang digunakan untuk membuat komponen kaki pendek adalah kayu jati yang memiliki dimensi, panjang 50 cm, lebar 8 cm dan tebal 8 cm. Pada Gambar 4.5 diatas komponen kaki pendek memiliki lubang purus yang sama seperti pada komponen kaki panjang yang berfungsi yaitu sebagai pengait antara komponen kaki pendek dengan palang dudukan dan palang kaki. Gambar 4.6 berikut ini menunjukkan bentuk komponen siku-siku.

Gambar 4.6 Komponen siku-siku

Bahan baku yang digunakan untuk membuat komponen siku-siku adalah kayu jati yang memiliki dimensi, panjang 40 cm, lebar 8 cm dan tebal 8 cm. Komponen siku-siku merupakan komponen yang berfungsi sebagai penyangga komponen dudukan. Pada komponen siku-siku dibuat lubang yang berfungsi sebagai lubang baut


(51)

commit to user IV-5

komponen dudukan sehingga perakitan komponen dudukan menjadi kuat. Gambar 4.7 berikut ini menunjukkan bentuk komponen list dudukan.

Gambar 4.7 Komponen list dudukan

Bahan baku yang digunakan untuk membuat komponen list dudukan adalah kayu jati yang memiliki dimensi, panjang 40 cm, lebar 8 cm dan tebal 8 cm. Komponen list dudukan memiliki fungsi yang sama dengan komponen siku-siku yaitu sebagai penyangga komponen dudukan. Pada komponen list dudukan juga dibuat lubang yang berfungsi sebagai lubang baut komponen dudukan sehingga perakitan komponen dudukan menjadi kuat. Gambar 4.8 berikut ini menunjukkan bentuk komponen dudukan.

Gambar 4.8 Komponen dudukan

Bahan baku yang digunakan untuk membuat komponen dudukan adalah kayu jati yang memiliki dimensi, panjang 50 cm dan lebar 50 cm. Komponen dudukan


(52)

commit to user IV-6

merupakan komponen yang berfungsi sebagai dudukan bagi pengguna dining chair. Komponen dudukan juga merupakan komponen yang paling terakhir di rakit pada proses pembuatan dining chair.

Hasil akhir proses perakitan antara komponen kursi panjang, ruji sandaran, kaki pendek, palang dudukan, palang kaki, siku-siku, list dudukan, dan dudukan dapat dilihat pada Gambar 4.9 berikut ini.

Gambar 4.9 Produk dining chair yang sudah dirakit

Pada Gambar 4.9 merupakan produk dining chair yang sudah melewati proses pengamplasan dan pemlisturan.

4.1.3 Data Jumlah Operator dan Jumlah Mesin di tiap Stasiun Kerja

Perincian jumlah stasiun kerja, jumlah, dan jenis mesin yang digunakan di tiap stasiun kerja tercantum pada Tabel 4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1 Stasiun kerja dan jumlah operator

Stasiun Kerja Jenis Mesin Jumlah Mesin Jumlah Operator Stasiun Kerja 1 Pengovenan 1 4 Stasiun Kerja 2 Mesin Potong 2 2 Stasiun Kerja 3 Mesin Circle 2 4 Stasiun Kerja 4 Mesin Mourtise 1 2 Stasiun Kerja 5 Mesin Spindel 1 2 Stasiun Kerja 6 Mesin Tenoner 1 2 Stasiun Kerja 7 Mesin Bor 2 2 Stasiun Kerja 8 Mesin Planer 1 2 Stasiun Kerja 9 Mesin Router 1 2 Stasiun Kerja 10 Perakitan - 4 Stasiun Kerja 11 Pengamplasan - 5 Stasiun Kerja 12 Pengobatan - 2 Stasiun Kerja 13 Pemlisturan - 4 Stasiun Kerja 14 Finishing - 2 Stasiun Kerja 15 Packaging - 4


(53)

commit to user IV-7

Pada tiap mesin di tiap stasiun kerja terdapat seorang operator khusus yang mempunyai keahlian masing-masing dalam membuat komponen dining chair.

4.1.4 Waktu Proses dan Urutan Proses

Perincian waktu proses dan urutan elemen kerja di tiap stasiun kerja ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.2 Waktu proses dan urutan proses kerja proses pengovenan Stasiun Kerja Urutan Proses Waktu Proses (menit)

Pengovenan Pengovenan seluruh komponen 20160 Tabel 4.3 Waktu proses dan urutan proses produksi

Komponen Urutan Proses Waktu Proses (detik) Circle 30 Potong 10 Mourtise 40 Spindel 60 Circle 40 Potong 30 Tenoner 50 Circle 40 Potong 25 Spindel 20 Tenoner 40 Circle 30 Potong 15 Spindel 30 Circle 25 Potong 15 Tenoner 20 Circle 15 Potong 30 Bor 40 Circle 15 Potong 15 Bor 20 Circle 20 Potong 20 Router 20 List dudukan Dudukan Kaki panjang Ruji sandaran Palang duduk Kaki pendek Palang kaki Siku-siku


(54)

commit to user IV-8 4.1.5 Urutan Perakitan Dining Chair Awal

Urutan perakitan pada proses pembuatan dining chair di Rakabu Furniture

adalah sebagai berikut :

Gambar 4.10 Urutan perakitan proses pembuatan dining chair

Urutan perakitan penting untuk diperhatikan sebelum melakukan proses penjadwalan. Dari sebuah urutan perakitan dapat diketahui komponen apa saja yang dibutuhkan pada awal proses perakitan. Berdasarkan Gambar 4.11 diatas komponen kaki panjang, ruji sandaran, kaki pendek dan palang kaki adalah komponen yang memiliki urutan perakitan yang paling awal dalam proses perakitan, sehingga pada proses penjadwalan komponen tersebut dijadwalkan lebih dahulu.

4.2 PENGOLAHAN DATA

Berikut ini tahapan pengolahan data dari data-data yang diperoleh dari hasil observasi lapangan dalam penyusunan laporan penelitian. Adapun proses pengolahan data meliputi penentuan value stream awal, proses penjadwalan produksi awal, proses penjadwalan produksi perbaikan, dan penentuan value stream perbaikan.


(55)

commit to user IV-9

4.2.1 Penentuan Value Stream Mapping Awal Proses Pembuatan Dining Chair

Pemahaman terhadap aliran material dalam proses produksi merupakan hal yang penting dalam mengevaluasi value stream. Secara sederhana, value stream

dapat diartikan sebagai segala aktivitas yang memberikan nilai tambah terhadap produk, mulai dari kedatangan bahan baku sampai menjadi produk jadi dan siap dikirim ke tangan konsumen. Dalam penelitian ini digunakan VSM untuk menggambarkan seluruh proses produksi, yang meliputi aliran informasi dan aliran material dalam proses produksi dinning chair. Penggambaran value stream sistem produksi dining chair di Rakabu Furniture dimulai dari proses pemesanan bahan baku ke supplier, proses perencanaan produksi, proses produksi, sampai dengan produk siap dikirim ke konsumen. Skema VSM yang menggambarkan value stream

proses pembuatan satu unit dining chair ditunjukkan pada Gambar 4.11. Berikut ini penjelasan gambar VSM pada proses pembuatan dining chair di Rakabu Furniture, adalah sebagai berikut :

1. Buyer memesan dining chair kepada Rakabu Furniture melalui bagian pemasaran. Ketika mendapatkan order kemudian bagian pemasaran memberikan informasi kepada manajer produksi. Setelah mendapatkan informasi order, kemudian manajer produksi memberikan informasi kepada bagian pengadaan dan supervisor lantai produksi.

2. Bagian pengadaan melakukan pemesanan bahan baku ke supplier yang biasanya di kirim dari Boyolali, Karanganyar, Klaten, Sragen dan Purwodadi.

3. Ketika bahan baku yang dikirim oleh supplier datang supervisor lantai produksi memeriksa kualitas dan jumlah bahan baku tersebut. Setelah selesai diperiksa kemudian bahan baku di oven pada stasiun pengovenan selama 14 hari untuk menurunkan kadar air dalam kayu.

4. Kemudian supervisor lantai produksi mengkoordinasi semua operator stasiun kerja untuk melakukan proses produksi sesuai dengan pesanan. Adapun proses produksi dining chair meliputi:


(56)

commit to user IV-10

Tabel 4.4 Proses pembuatan dining chair

No Urutan Proses Waktu Proses (detik)

P1 Pengovenan seluruh bahan baku 1209600

P2 Proses circle kaki panjang 30

P3 Pemotongan kaki panjang 10

P4 Proses mourtise kaki panjang 40

P5 Proses Spindel kaki panjang 60

P6 Proses circle Ruji sandaran 40

P7 Pemotongan ruji sandaran 30

P8 Proses tenoner ruji sandaran 50

P9 Perakitan Kaki Panjang dan Ruji Sandaran = (A1) 35

P10 Proses circle Palang dudukan 40

P11 Pemotongan palang dudukan 25

P12 Proses Spindel palang dudukan 20

P13 Proses tenoner palang dudukan 40

P14 Perakitan (A1) dengan Palang dudukan = (A2) 25

P15 Proses circle kaki pendek 30

P16 Pemotongan kaki pendek 15

P17 Proses Spindel kaki pendek 30

P18 Proses circle palang kaki 25

P19 Pemotongan palang kaki 15

P20 Proses tenoner palang kaki 20

P21 Perakitan kaki panjang dengan Palang kaki = (A3) 30 P22 Perakitan (A2) dengan (A3) = (A4) 35

P23 Proses circle siku-siku 15

P24 Pemotongan siku-siku 30

P25 Proses pengeboran siku-siku 40

P26 Perakitan (A4) dengan siku-siku = (A5) 45

P27 Proses circle list dudukan 15

P28 Pemotongan list dudukan 15

P29 Proses pengeboran list dudukan 20

P30 Perakitan (A5) dengan list dudukan = (A6) 40

P31 Proses circle dudukan 20

P32 Proses planer dudukan 20

P33 Proses router dudukan 20

P34 Perakitan (A6) dengan dudukan 40

P35 Pengobatan Dining Chair 90

P36 Pengamplasan 1 180

P37 Pemlisturan 1 120

P38 Pengamplasan 2 240

P39 Pemlisturan 2 150


(57)

IV-11


(58)

commit to user IV-12

Dari Gambar 4.11 dapat diketahui bahwa lead time proses pembuatan dining chair di CV. Rakabu Furniture sebesar 1.223.301 detik.

4.2.2 Penentuan Aktifitas yang Memberikan Nilai Tambah dan Aktifitas yang

Tidak Memberikan Nilai Tambah

Aktifitas yang memberikan nilai tambah dan aktifitas yang tidak memberikan nilai tambah ditentukan berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada lantai produksi proses pembuatan dining chair. Penentuan aktifitas yang memberikan nilai tambah dan aktifitas yang tidak memberikan nilai tambah bertujuan untuk mengetahui aktifitas pada proses pembuatan dining chair. Adapun aktifitas yang memberikan nilai tambah dan aktifitas yang tidak memberikan nilai tambah yang ada pada proses pembuatan dining chair di jelaskan pada Tabel 4.5 berikut.

Tabel 4.5 Aktifitas proses pembuatan dining chair

No Komponen Proses Produksi Waktu (detik) Memberikan Nilai Tambah

1 Semua Pengovenan 1209600 Ya

2 Unloading 10 Tidak

3 Moving Kaki panjang ke circle 30 Tidak

4 Circle 30 Ya

5 Unloading 8 Tidak

6 Moving Kaki panjang ke pemotongan 10 Tidak

7 Pemotongan 10 Ya

8 Unloading 8 Tidak

9 Moving Kaki panjang 10 Tidak

10 Mourtise 40 Ya

11 Inspeksi 10 Tidak

12 Unloading 8 Tidak

13 Moving Kaki panjang ke spindel 10 Tidak

14 Spindel 60 Ya

15 Unloading 8 Tidak

16 Moving Kaki panjang ke perakitan 25 Tidak

17 Unloading 30 Tidak

18 Moving Ruji Sandaran ke circle 30 Tidak

19 Circle 40 Ya

20 Unloading 18 Tidak

21 Moving Ruji Sandaran ke pemotongan 10 Tidak

22 Mesin potong idle 30 Tidak

23 Pemotongan 30 Ya

24 Unloading 18 Tidak

25 Moving Ruji Sandaran ke tenoner 15 Tidak

26 Tenoner 50 Ya

27 Unloading 18 Tidak

28 Inspeksi 15 Tidak

29 Moving Ruji Sandaran ke perakitan 15 Tidak

ka ki p an ja n g R u ji Sa n d ar an


(1)

commit to user


(2)

commit to user

V-1

BAB V

ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

Analisis dan interpretasi hasil penelitian bertujuan untuk menginterpretasikan hasil penjadwalan produksi proses pembuatan dining chair setelah dilakukan upaya pengurangan pemborosan. Analisis dan interpretasi hasil akan diuraikan dalam sub bab dibawah ini.

5.1. Analisis Value Stream Mapping (VSM) Awal Proses Pembuatan Dining

Chair

Kondisi awal proses pembuatan dining chair di CV. Rakabu Furniture digambarkan dalam VSM awal proses pembuatan dining chair. Proses pemetaan VSM awal dimulai dari proses pemesanan bahan baku ke supplier, dilanjutkan dengan proses produksi yang meliputi proses pengovenan bahan baku, proses circle, pemotongan, mourtise, spindle, tenoner, pengeboran, planer, dan router. Sampai dengan produk siap dikirim ke konsumen. Berdasarkan penggambaran VSM, diperoleh informasi bahwa setelah bahan baku dari supplier datang, dilakukan proses material controlling. Setelah proses material controlling selesai, kemudian komponen di oven selama 14 hari untuk mengurangi kadar air pada komponen tersebut. Setelah proses pengovenan selesai, dilakukan proses produksi sehingga menghasilkan satu unit dining chair. Karena pengovenan adalah proses yang harus dilakukan dan memiliki besaran waktu yang tetap atau tidak bisa dikurangi, maka dalam proses penjadwalan perbaikan waktu proses pengovenan tidak di perhitungkan. Sehingga, lead time proses produksi satu unit dining chair sebesar 415 detik.

Berdasarkan VSM awal juga didapatkan aktifitas yang memberikan nilai tambah dan aktifitas yang tidak memberikan nilai tambah. Adapun aktifitas yang memberikan nilai tambah pada proses pembuatan dining chair meliputi proses pengovenan, proses circle, proses pemotongan, proses mourtise, proses spindle, proses tenoner, proses pengeboran, proses planer, proses router, perakitan A1, A2,


(3)

commit to user

V-2

A3, A4, A5, A6, dan A7. Sedangkan aktifitas yang tidak memberikan nilai tambah pada proses pembuatan dining chair meliputi transportasi, waktu menganggur (idle time) dan waktu tunggu. Pemborosan idle time pada proses pembuatan dining chair terjadi pada mesin potong, mesin tenoner dan mesin spindel. Sedangkan pemborosan waktu tunggu terjadi pada komponen palang duduk, palang kaki, list dudukan, kaki panjang, kaki pendek, siku-siku, dudukan, assembly 1 dan assembly 2. Untuk mengurangi pemborosan tersebut digunakan penjadwalan produksi dengan memperhatikan proses perakitan dining chair. Sehingga, diharapkan waktu proses pembuatan dining chair menjadi lebih cepat dan lead time proses produksi menjadi lebih pendek.

5.2. Analisis Penjadwalan Produksi Dining Chair Perbaikan

Proses penjadwalan produksi dining chair perbaikan dilakukan dengan menggunakan heuristic algorithm. Heuristic algorithm digunakan untuk menyusun perbaikan proses penjadwalan produksi alternatif. Tahap awal pada pembuatan heuristic algorithm adalah dengan membuat digraph, kemudian menjadwalkan proses produksi. Pada pembuatan heuristic algorithm mesin yang digunakan adalah mesin yang terakhir memproses masing-masing komponen. Setelah mendapatkan penjadwalan dengan menggunakan heuristic algorithm, dilakukan penjadwalan produksi dengan menggunakan metode backward scheduling. Sebelum melakukan penjadwalan produksi perbaikan, dilakukan proses penjadwalan produksi awal untuk mengetahui proses penjadwalan yang dilakukan oleh perusahaan. Sehingga dengan melakukan proses penjadwalan awal dapat diketahui waktu penyelesaian pembuatan dining chair, idle time dan waktu tunggu. Setelah dilakukan penjadwalan awal, didapat waktu penyelesaian produksi dining chair awal sebesar 415 detik, idle time sebesar 250 detik, dan waktu tunggu sebesar 390 detik.

Berdasarkan penjadwalan produksi perbaikan alternatif 1 didapat waktu completion time sebesar 545 detik, idle time sebesar 375 detik dan waktu tunggu sebesar 595 detik. Penjadwalan produksi perbaikan alternatif 2 didapat waktu completion time sebesar 400 detik, idle time sebesar 230 detik dan waktu tunggu


(4)

commit to user

V-3

sebesar 340 detik. Penjadwalan produksi perbaikan alternatif 2 mampu mengurangi pemborosan idle time sebesar 20 detik dan waktu tunggu sebesar 50 detik. Sedangkan untuk penjadwalan perbaikan alternatif 1, menambah idle time sebesar 125 detik dan waktu tunggu sebesar 205 detik. Sehingga berdasarkan proses penjadwalan produksi terbaik, maka dipilih proses penjadwalan perbaikan alternatif 2 karena memiliki waktu penyelesaian proses produksi yang lebih singkat dan mampu mengurangi pemborosan dalam bentuk idle time dan waktu tunggu.

5.3. Analisis Value Stream Mapping (VSM) Perbaikan Proses Pembuatan

Dining Chair

VSM perbaikan ini digunakan untuk menggambarkan aliran nilai sistem produksi dining chair setelah dilakukan perbaikan. Proses pembuatan VSM perbaikan didasarkan pada proses penjadwalan produksi perbaikan alternatif terbaik. Proses pemetaan VSM awal dimulai dari proses pemesanan bahan baku ke supplier, dilanjutkan dengan proses produksi yang meliputi proses pengovenan bahan baku, proses circle, pemotongan, mourtise, spindle, tenoner, pengeboran, planer, dan router. Sampai dengan produk siap dikirim ke konsumen. Berdasarkan VSM perbaikan, dapat diketahui bahwa perusahaan mampu mengurangi lead time proses pembuatan satu unit dining chair sebesar 85 detik, idle time sebesar 20 detik dan waktu tunggu sebesar 50 detik apabila melakukan pengurangan pemborosan.


(5)

commit to user

VI-1

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini diuraikan mengenai kesimpulan dan saran dari tugas akhir mengenai pengurangan pemborosan waktu tunggu pada pembuatan dining chair dengan menggunakan pendekatan lean manufacturing. Adapun kesimpulan dan saran seperti diuraikan di bawah ini.

6.1 KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian tugas akhir di CV. Rakabu Furniture, sebagai berikut.

1. VSM menggambarkan seluruh aliran nilai dalam proses produksi yang meliputi aliran fisik dan material. Berdasarkan penggambaran VSM awal terdapat pemborosan berupa idle time dan waktu tunggu. Sehingga menghasilkan lead time pada proses pembuatan dining chair sebesar 339,8058 jam. Setelah dilakukan perbaikan dengan menggunakan penjadwalan produksi dan menggambarkan VSM perbaikan berdasarkan alternatif terbaik, lead time proses pembuatan dining chair berkurang menjadi 339,7822 jam.

2. Berdasarkan penjadwalan produksi perbaikan dengan mengubah urutan perakitan, didapatkan waktu penyelesaian produksi sebesar 400 detik. Penjadwalan produksi tersebut juga mampu mengurangi pemborosan idle time sebesar 20 detik dan waktu tunggu sebesar 50 detik. Sehingga, waktu penyelesaian produksi dining chair menjadi lebih cepat.

6.2 SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di CV. Rakabu Furniture, maka saran dari penelitian ini, sebagai berikut:

1. Perusahaan diharapkan terus melakukan pengurangan pemborosan yang ada di proses produksi, sehingga mampu menjadi perusahaan yang lean.


(6)

commit to user

VI-2

2. Penelitian selanjutnya disarankan untuk memperhatikan ukuran lot pada proses produksi dining chair.