Hubungan Ketahanan Pangan Tingkat Keluarga dengan Anemia, Kurang Energi Kronis (KEK), dan Preeklamsia pada Ibu Hamil di Kecamatan Binjai Selatan Tahun 2014

(1)

(

(

(

Nama$ $

$

$

:$T.$Rifky$M.$Al$Fuady$

Tempat$/$Tanggal$Lahir$

:$Medan,$1$Agustus$1994$

Agama$$

$

$

:$Islam$

Alamat$

$

$

:$Jl.$Jend.$Ahmad$Yani$No.$23$Binjai$

$

Riwayat$Pendidikan$

1998$–$1999$ $

$

:$TK$Ahmad$Yani$Binjai$

1999$–$2005$ $

$

:$SD$Ahmad$Yani$Binjai$

2005$–$2008$ $

$

:$SMP$Negeri$1$Binjai$

2008$–$2011$ $

$

:$SMA$Negeri$1$Binjai$

2011$–$Sekarang$

:$Fakultas$Kedokteran$Universitas$Sumatera$

Utara$

$

Riwayat$Organisasi$

$


(2)

LEMBAR PENJELASAN

Saya T. Rifky M. Al Fuady, saat ini saya sedang menjalani program

Pendidikan Kedokteran Umum di Fakultas Kedokteran Umum. Saat ini, saya

melakukan penelitian berjudul “Hubungan Ketahanan Pangan Tingkat Keluarga

dengan Status Gizi dan Kesehatan Ibu Hamil di Kecamatan Binjai Selatan Tahun

2014.” Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan program pendidikan kedokteran dan mendapat gelar sarjana

kedokteran.

Pada penelitian ini, saya akan memberikan pertanyaan berupa kuesioner

ketahanan pangan dan pola makan ibu hamil. Saya juga akan melakukan

pemeriksaan status gizi ibu yaitu : menimbang berat badan ibu, mengukur lingkar

lengan atas, tekanan darah, proteinuria, dan kadar hemoglobin ibu.

Partisipasi ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela tanpa paksaan apapun.

Hasil jawaban dan pemeriksaan tidak akan disalahgunakan untuk kepentingan lain

dan akan tetap saya rahasiakan. Jika selama penelitian terdapat hal – hal yang

kurang jelas, maka ibu dapat menghubungi saya, T. Rifky M. Al Fuady

(081265711817)

Demikian surat persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan

penuh tanggung jawab tanpa paksaan dari pihak manapun

Medan, ……… 2014

Hormat Saya


(3)

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

(

Informed Consent

)

Setelah membaca dan mendapat penjelasan serta memahami sepenuhnya tentang

penelitian

Hubungan Tingkat Sosioekonomi dengan Pola Konsumsi Sayur dan Buah pada

Staf Akademik dan Non-akademik di FK USU Tahun 2014

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ...

Umur : ...

Alamat : ...

Menyatakan bersedia dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan untuk

berpartisipasi dalam penelitian ini, pernyataan persetujuan ini saya buat dengan

penuh kesadaran dan tanpa paksaan

Medan, ……… 2014

Yang membuat pernyataan


(4)

I. Karakteristik Responden

Kode

Nama Responden

: ...

Usia

: ...

Pendidikan

: 1. SD

2. SMP

3. SMA

4. D3

5. S1 / S2

Pekerjaan

: 1. Ibu rumah tangga

2. Pedagang

3. Pegawai Negeri Sipil/ PNS

4. dan lain-lain :...

Umur Kehamilan :……… minggu

Kehamilan ke- :………

Pendapatan per bulan : Rp………...

Pengeluaran per bulan : Rp………...

II. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Lab

Ket

Hemoglobin :………gr%

Tekanan Darah :……….. mmHg

Proteinuria : (Positif / Negatif)


(5)

Lampiran 4

III. Kuesioner Ketahanan Pangan

KODE

1.

Apakah dalam 12 bulan terakhir ini ibu pernah merasa khawatir,

pangan untuk keluarga akan habis sementara ibu tidak punya

uang untuk membelinya?

a.

Sering

b.

Kadang-kadang

c.

Tidak pernah

d.

Tidak tahu

2.

Apakah dalam 12 bulan terakhir ini di keluarga ibu pernah terjadi

bahwa pangan yang dibeli telah habis dan ibu tidak punya uang untuk

membelinya?

a.

Sering

b.

Kadang-kadang

c.

Tidak pernah

d.

d Tidak tahu

3.

Apakah dalam 12 bulan terakhir ini keluarga ibu pernah

tidak mampu makan yang seimbang

a. Sering

b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah

d. Tidak tahu

4.

Apakah dalam 12 bulan terakhir ini keluarga ibu pernah hanya mampu

menyediakan anggaran untuk makan anak karena ibu kehabisan uang

untuk membeli makanan

a.

Sering

b.

Kadang-kadang

c.

Tidak pernah

d.

Tidak tahu

5.

Apakah dalam 12 bulan terakhir ini keluarga ibu pernah tidak bisa

memberi makanan yang seimbang bagi anak ibu karena ibu tidak dapat

menyediakannya ?

a.

Sering

b.

Kadang-kadang

c.

Tidak pernah

d.

Tidak tahu.


(6)

6.

Apakah dalam 12 bulan terakhir ini anak ibu pernah kurang makan

dikarenakan tidak mampu memberikan makanan yang cukup?

a. Sering

b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah

d. Tidak tahu

7.

Dalam 12 bulan terakhir ini, dimulai dari bulan ini kebelakang,

apakah ada anggota keluarga ini yang pernah dikurangi pangannya

dikarenakan ketiadaan uang?

a. Iya

b. Tidak. Langsung ke pertanyaan no. 9

c. Tidak tahu. Langsung ke pertanyaan no.9

8.

(Jika jawaban di atas, iya) Berapa kali hal seperti ini terjadi?

a.

Hampir setiap bulan

b.

Beberapa bulan tetapi tidak setiap bulan

c.

Hanya satu atau dua bulan

d.

Tidak tahu

9.

Dalam 12 bulan terakhir ini, apakah ibu pernah makannya sedikit

karena ibu merasa harus begitu disebabkan tidak punya cukup

uang untuk membeli pangan?

a.

Iya

b.

Tidak

c.

Tidak tahu

10.

Dalam 12 bulan terakhir ini, apakah ibu pernah merasa lapar

tetapi tidak bisa makan dikarenakan anda ibu tidak punya uang

untuk membeli pangan yang cukup?

a.

iya

b.

Tidak

c.

Tidak tahu

11.

Dalam 12 bulan terakhir ini, apakah ibu mengalami penurunan

berat badan dikarenakan tidak cukup biaya untuk pangan

a.

Iya

b.

Tidak.

c.

Tidak tahu.

12.

Dalam 12 bulan terakhir ini, apakah pernah, ibu atau anggota

keluarga lainnya tidak makan dalam sehari dikarenakan

ketiadaan uang untuk memperoleh pangan?


(7)

b.

Tidak, langsung ke no. 14

c.

Tidak tahu, langsung ke no. 14

13.

(jika pertanyaan diatas iya) Berapa kali hal seperti ini terjadi ?

a. Hampir setiap bulan

b. Beberapa bulan tetapi tidak setiap bulan

c. Hanya satu atau dua bulan

d. Tidak tahu

14.

Dalam 12 bulan terakhir ini, dimulai bulan ini ke belakang,

apakah ibu ada mengurangi jumlah jajan anak dikarenakan

tidak punya cukup uang untuk pangan ?

a.

Iya.

b.

Tidak.

c.

Tidak tahu

15. Dalam 12 bulan terakhir ini, apakah ada anak ibu

yang pernah tidak rutin makannya karena tidak punya cukup

uang untuk pangan?

a. Iya

b. Tidak, langsung ke no. 17

c. Tidak tahu, langsung ke no. 17

16. (Jika pertanyaan diatas iya) Berapa sering hal itu terjadi

a. Hampir setiap bulan

b. Beberapa bulan tetapi tidak setiap bulan

c. Hanya satu atau dua bulan

d. Tidak tahu

17. Dalam 12 bulan terakhir ini, pernahkan anak ibu menderita kelaparan

tetapi anda tidak mampu membeli pangan lagi?

a. Iya

b. Tidak

c. Tidak tahu

18. Dalam 12 bulan terakhir ini, pernahkah anak anda tidak makan

selama sehari dikarenakan ketidakcukupan uang untuk membeli

makanan?

a. Iya

b. Tidak

c. Tidak tahu


(8)

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, U., 2011.

Hubungan Status Gravida dan Hipertensi dalam Kehamilan di

RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2011. Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara. Medan.

Almatsier, S., 2001 Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Anggreni, E., 2008. Kepatuhan Ibu Hamil dalam Mengkonsumsi Tablet Zat Besi

Terhadap Tingkat Kejadian Anemia di Puskesmas Pekan Heran Kabupaten

Indragiri Hulu Tahun 2008. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara. Medan.

Arisman. 2010. Gizi dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi Edisi 2.

Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, (2010), Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas 2010), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Beaton, G.H.,2000. Iron requirements in pregnancy: Do We Need Rethink Your

Target. Am. J. Clin. Nutrients.

Chairiah. 2013.

Pengaruh Pola Makan dan Status Gizi terhadap Kejadian

Hipertensi pada Ibu Hamil di RSU Tanjung Pura Kabupaten Langkat.

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan.

Chairunita., Hardiansyah., dan Dwiriani, C.M., 2006. Model Penduga Berat Lahir

Berdasarkan Pengukuran Lingkar Pinggang Ibu Hamil. Tersedia dalam:

Jurnal Gizi dan Pangan.

Cunningham F.G., Gant, N.F., Leveno K.J., Gilstrap L.C., Wenstrom K.D., 2010

Obstetri Williams Edisi 21, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Depkes RI, 2006. Profil Kesehatan Indonesia 2006. Penerbit Departemen

Kesehatan Indonesia. Jakarta.

Depkes

RI,

2007.

Keputusan

Menteri

Kesehatan

RI

Nomor

852/MENKES/SK/IX/2008 Tentang Strategi Nasional Sanitasi Total

Berbasis Masyarakat. Departemen Kesehatan Indonesia. Jakarta.

Depkes RI, 2009. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 899/Menkes/Sk/X/2009

Spesifikasi Teknis Makanan Tambahan Anak Balita 2-5 Tahun, Anak Usia

Sekolah Dasar dan Ibu Hamil. Jakarta.

Depkes RI, 2012. Profil Kesehatan Indonesia 2012: Angka Kematian Ibu.

Departemen Kesehatan Indonesia. Jakarta.


(9)

Dyah, N.S. dkk,. 2012. Determinan Anemia Gizi Ibu Hamil di Kota Semarang.

Universitas Diponogoro. Semarang

Handayani, I. 2012. Gambaran Pola Makan Suku Melayu Dan Suku Jawa Di Desa

Selemak Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012.

Fakultas Kesehatan Masyarakat Unversitas Sumatera Utara. Medan.

Hanifah, L., 2009. Hubungan Antara Status Gizi Ibu Hamil Dengan Berat Badan

Bayi Lahir Rendah (Studi Kasus di RB Pokasi ). Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Huliana. 2001. Panduan Menjalani Kehamilan Sehat. Dalam”Gizi Dalam

Kesehatan Reproduksi”. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Isbister, J.P., Pittiglio, D.H., 1999. Hematologi klinik: Pendekatan

Ber-orientasi-Masalah. Hipokrates. Jakarta.

Khasanah, N., 2003. Hubungan Status Protein, Besi, Seng, Vitamin A, Folat, dan

anthropometri Ibu Hamil Trimester II dengan Bayi Berat Lahir Rendah.

Magister Ilmu biomedik Universitas Diponogoro. Semarang.

Khumaidi, 1994. Gizi Masyarakat. Penerbit PT BPK Gunung Mulia. Jakarta.

Letsky, E.A., 2000. Broek N.R.V.D., Etiology of anemia in pregnancy in south

Malawi. Am. J. Clin. Nutrients.

Meilani, Niken, et al., 2010.

Pelayanan Keluarga Berencana (dilengkapi dengan

penuntun belajar), cetakan I. Fitramaya. Yogyakarta.

Murray, R.K., Granner D.K., Mayes P.A., Rodwell V.W., 2003. Biokimia Harper

edisi 25. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.

Mustofa, 2012. Analisis Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin dan Modal

Sosial di Provinsi DIY. Fakultas Geografi UNY. Yogyakarta.

Novitri, 2005. Ketahanan Pangan Keluarga Miskin di Kelurahan Belawan Bahari

Kecamatan Medan Belawan Tahun 2005. Fakultas Ilmu Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan.

Noviza, D., 2006. Hubungan Status Gizi Ibu Hamil dengan Kejadian BBLR di

RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2006. Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara. Medan.

Prasetyono. 2009. Mengenal Menu Sehat Ibu Hamil. DIVA Press. Jogjakarta.

Prawirohardjo S., 2006. Ilmu Kebidanan. PT Bina Pustaka Sarwono


(10)

Rahayu, Dewi. 2007. Analisis Program Pemberdayaan Masyarakat PT Riau

Andalan Pulp And Paper Dalam Kaitannya dengan Upaya Peningkatan

Ketahanan Pangan Rumahtangga. Tesis pada Sekolah Pasca Sarjana, Institut

Pertanian Bogor. (Tidak diterbitkan). Bogor

Rahfiludin, M.Z., 2002. Pengaruh Suplementasi Besi dan Seng Melalui Makanan

Jajanan Terhadap Perubahan Status Tembaga pada Anak Sekolah Dasar

yang Pendek. Magister Ilmu Biomedik Universitas Diponogoro. Semarang.

Republik Indonesia., 1996. Undang – Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan.

Sekretariat Negara. Jakarta.

Riskesdas,. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Jakarta

Rozikhan., 2007. Faktor faktor Risiko Terjadinya Preeklamsia Berat di Rumah

Sakit Dr. H. Soewondoe Kendal. Magister epidemiologi Universitas

Diponogoro. Semarang

Silitonga, H.N., 2012. Hubungan Antara Ukuran Lingkar Lengan Atas Ibu Hamil

Dengan Berat Badan Bayi Lahir Di Medan. Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara. Medan

Simanjuntak, S,. 2004. Hubungan Faktor Risiko dengan Kejadian Anemia

Sebagai Alternatif Penanggulangan AnemiaIbu Hamil di Kota Sibolga

Tahun 2004. Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara, Medan

Simarmata, M., 2008. Hubungan

Pola Konsumsi, Ketahanan Pangan,

Pengetahuan Gizi, dan Status Kesehatan Terhadap Kejadian KEK di

Kabupaten Simalungun Tahun 2008. Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara, Medan

Simatupang, R.J., 2011.

Gambaran Pengetahuan Siswa/Siswi Kelas XI IPA di

SMA Santo Thomas 2 Medan tentang Vitamin C. Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara. Medan

Sinurat, T.S., 2009. Hubungan Anemia Defisiensi besi dengan usia kehamilan

trimester I, II, dan III pada ibu hamil di RSUP H. Adam Malik Medan

Tahun 2008 – 2009. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara. Medan.

Soekirman, 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat,

Ditjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.


(11)

Suhardjo, 1996. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bumi Aksara. Jakarta.

Sulistyoningsih, H. 2010. Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Graha Ilmu.

Jakarta.

Tobing, F.L.,2009. Gambaran Ketahanan Pangan Keluarga dan Status Gizi Ibu

dan Anak Balita di Daerah Rawan Pangan Kecamatan Tanjung Beringin

Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2009.

Fakultas Ilmu Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan.

Walsh, L. V., 2007. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. EGC. Jakarta.

Wynn-M, 2000. New Nutrient Intake Recommendation Are Needed For

Childbearing.


(12)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

3.2. Definisi Operasional.

Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Skala Ukur Ketahanan

pangan

Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi ketersediaan pangan yang cukup bagi setiap orang pada setiap saat dan setiap individu yang mempunyai akses untuk memperoleh-nya baik secara fisik maupun ekonomi (Soetrisno (1996) dalam penelitian Mustofa, 2012)

Kuesioner Angket -Tahan pangan (≤ 5 dari 18 pertanyaan dijawab dengan: sering/kadang-kadang, ya dan hampir setiap bulan/ beberapa bulan tetapi tidak setiap bulan) -Rawan pangan (≥ 6 dari 18 pertanyaan dijawab dengan: sering/kadang-kadang, ya Ordinal

Ketahanan pangan

tingkat keluarga

Karakteristik

sosiodemografi ibu

hamil

1. Anemia

2. Kurang energi

konis

3. Preeklamsia


(13)

3.3. Hipotesis.

1.

Ada hubungan antara ketahanan pangan dengan status gizi ibu hamil.

2.

Ada hubungan antara ketahanan pangan dengan kesehatan ibu hamil.

3.

Ada hubungan antara ketahanan pangan dengan pola makan ibu hamil.

4.

Ada hubungan antara pola makan dengan status gizi.

dan hampir setiap bulan/ beberapa bulan tetapi tidak setiap bulan) LILA LILA merupakan

suau cara mengetahui risiko KEK pada ibu hamil serta untuk menghindari risiko ibu melahirkan dengan BBLR (Meilani et al,2009)

Pita ukur LILA

Pemeriksaan fisik

antropometri

Normal ≥ 23.5 cm

Kurang < 23.5 cm

Ordinal

Preeklamsia Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan dan merupakan sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organyang berakibat terjadinya vasospasme

pembuluh darah dan aktivasi endotel (Prawirohardjo,2006) Sphygmo-meter dan tes dip stick proteinuria Pemeriksaan fisik - Preeklamsia 1. Tekanan sistolik/ diastolik ≥ 140/90 mmHg 2. Proteinuria >300 mg/24 jam atau ≥ 1+ test dipstick 3. Edema, edema lokal tidak kecuali lengan dan muka, edema generalisata Tidak preeklamsia Ordinal

Anemia Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya kadar hemoglobin dalam darah perifer . (James,1999) Hemoglobi nometer Pemeriksaan lab -Anemia < 11 gr% -Tidak anemia > 11 gr%


(14)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik menggunakan desain

penelitian

cross sectional dan mengunakan data primer, untuk mempelajari

hubungan antara ketahanan pangan tingkat keluarga dengan status gizi dan

kesehatan ibu hamil.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Puskesmas Rambung yang mewakili

Kecamatan Binjai Selatan. Karena berdasarkan data yang diperoleh peneliti,

kecamatan tersebut merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk kurang

mampu terbanyak.

4.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2014 - September 2014.

4.3 Populasi dan sampel

4.3.1. Populasi

Populasi target adalah ibu hamil trimester pertama, kedua, dan ketiga.

Populasi terjangkau adalah ibu hamil trimester pertama, kedua, dan ketiga yang

datang ke puskesmas Kecamatan Binjai Selatan selama bulan Juni 2014 -

September 2014.

4.3.2. Sampel

Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi.

4.4. Besar Sampel


(15)

4.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

4.5.1 Kriteria Inklusi

1.

Ibu hamil dengan primigravida maupun multigravida.

4.5.2 Kriteria Eksklusi

1.

Ibu hamil yang tidak bersedia.

2.

Trimester pertama untuk pemeriksaan preeklamsia.

4.6. Persetujuan / Informed Consent

Semua responden penelitian diminta persetujuan setelah diberikan

penjelasan terlebih dahulu.

4.7. Cara Kerja

1.

Semua responden yang datang dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

dimasukkan kedalam penelitian (total sampling).

2.

Responden penelitian diberikan penjelasan dan

informed consent yang

menyatakan setuju mengikuti penelitian.

3.

Responden dilakukan anamnesa awal yang merupakan karakteristik dari

subyek penelitian (nama, alamat, umur, pendidikan, pekerjaan, usia

kehamilan, paritas, dan pengeluaran).

4.

Responden menjawab kuesioner ketahanan pangan.

5.

Rsponden penelitian dilakukan pemeriksaan LILA, preeklamsia, dan

anemia.

6.

Mencatat dan membuat kesimpulan dari hasil pemeriksaan.

4.8. Metode Pengambilan Data

4.8.1. Data Primer

Data ketahanan pangan ibu hamil diperoleh peneliti dari kuesioner

ketahanan pangan yang diisi langsung oleh ibu hamil. Data lingkar lengan atas

diperoleh dengan menggunakan pita ukur LILA. Data preeklamsia diambil dari

pengukuran tekanan darah (tensimeter merk Riester : maximum error tolerance ±

3 mmHg), proteinuria (dipstick test merk Dirui), dan pemeriksaan edema ibu


(16)

hamil. Data anemia ibu hamil diperoleh dari pengukuran hemoglobin

(hemoglobinometer merk benecheck : sensitivitas 95%).

4.8.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data jumlah ibu hamil per bulan di kota Binjai yang

diambil dari Dinas Kesehatan Kota Binjai.

4.9 Metode Analisis Data

Pengolahan data yang terkumpul dilakukan dengan menggunakan

perangkat lunak SPSS. Uji Statistik yang digunakan adalah uji chi square untuk

melihat hubungan antar variabel dengan kemaknaan (α < 0.05).


(17)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Lokasi Penelitian

Kota Binjai adalah salah satu kota di Propinsi Sumatera Utara. Kota Binjai

berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Langkat,

serta berada pada Jalur Trasportasi Utama yang menghubungkan Propinsi

Sumatera Utara dengan Propinsi Nangroe Aceh Darurralam (NAD). Secara

geografis Kota Binjai terletak pada posisi 3° 31' 31" - 3° 40' 2" LU dan 98° 27' 3"

- 98° 32' 32" BT dan terletak ± 28 M di atas permukaan laut. Kota Binjai yang

memiliki luas 9.023,62 Ha (± 90,23 Km2) terdiri dari 5 (lima) Kecamatan dan 37

(tiga puluh tujuh) Kelurahan serta mempunyai penduduk sebanyak 252.652 jiwa

yang terdiri dari berbagai Etnis anatara lain Melayu,Batak Toba, Batak

Mandailing, Batak Karo, Batal Simalungun , Jawa, Banten, Minang, Aceh, China

dan India dengan pemeluk agama mayoritas Islam.

Kecamatan Binjai Selatan memiliki luas wilayah 2.995.50 Ha dengan

jumlah penduduk pada tahun 2009 46.135 orang terdiri dari Laki - laki 23.142

orang dan Wanita 22.993 orang. Kecamatan Binjai Selatan memiliki 8 kelurahan,

yaitu Kelurahan Rambung Dalam, Kelurahan, Tanah Merah, Kelurahan Rambung

Timur, Kelurahan Tanah Seribu, Kelurahan Bhakti Karya, Kelurahan Binjai

Estate, Kelurahan Pujidadi, Kelurahan Rambung Barat.Tingkat pendidikan

terbanyak adalah SD (9.196 orang), SMA (6.759 orang), dan SMP (4.980 orang).

Pekerjaan terbanyak adalah petani (1.863 orang), pedagang (1.670 orang), dan

pekerja bangunan (908 orang). Kecamatan Binjai Selatan memiliki 2 puskesmas

utama yaitu puskesmas rambung dan Puskesmas Binjai Estate.


(18)

5.2 Karakteristik Sosiodemografi Responden Penelitian

Tabel 5.1 Karakteristik Sosiodemografi, usia kehamilan, dan paritas responden

penelitian (n=56).

Karakteristik

n

%

Usia

20 tahun

20 – 30 Tahun

31 – 40 tahun

2

32

22

3.6

57.1

39.3

Pendidikan

SD

SMP

SMA

D3

S1/S2

2

6

38

6

4

3.6

10.7

67.9

10.7

7.1

Pekerjaan

Ibu Rumah Tangga

Pedagang

Pegawai Negeri Sipil

Dan lain-lain

50

3

3

0

89.2

5.4

5.4

0

Usia Kehamilan

20 minggu

21 – 30 minggu

31- 40 minggu

13

30

13

23.2

53.6

23.2

Paritas

Primigravida

Multigravida

13

43

23.2

76.8

Pengeluaran

≤ Rp. 1.000.000

> Rp. 1.000.000

46

10

82.1

17.9

Tabel 5.1 menunjukkan karakteristik sosiodemografi responden penelitian.

Penelitian karakteristik sosiodemografi responden mencakup usia, pendidikan,

pekerjaan, usia kehamilan, paritas, dan pengeluaran. Usia terbanyak responden

adalah 20 – 30 tahun (57.1%). Pendidikan terakhir responden terbanyak adalah

SMA (67.9%) dengan pekerjaan ibu rumah tangga (89.2%). Usia kehamilan

responden terbanyak adalah 21-30 minggu (53.6%) dengan multigravida (76.8%).

Pengeluaran responden terbanyak adalah

Rp. 1.000.000 (82.1%).


(19)

5.3 Distribusi Jawaban Kuesioner Ketahanan Pangan

Tabel 5.2 Distribusi jawaban kuesioner ketahanan pangan

Pertanyaan n %

1. Apakah dalam 12 bulan terakhir ini ibu pernah merasa khawatir, pagan untuk keluarga akan habis sementara ibu tidak punya uang untuk membelinya? • Ya • Tidak 14 32 25 75 2. Apakah dalam 12 bulan terakhir ini di keluarga ibu pernah terjadi bahwa

pangan yang dibeli telah habis dan ibu tidak punya uang untuk membelinya? • Ya • Tidak 4 52 7.2 92.8 3. Apakah dalam 12 bulan terakhir ini keluarga ibu pernah tidak mampu

makan yang seimbang

• Ya • Tidak 12 44 22.2 77.8 4. Apakah dalam 12 bulan terakhir ini keluarga ibu pernah hanya mampu

menyediakan anggaran untuk makan anak karena ibu kehabisan uang membeli makanan • Ya • Tidak 2 54 3,6 96.4 5. Apakah dalam 12 bulan terakhir ini keluarga ibu pernah tidak bisa

memberi makanan yang seimbang bagi anak ibu karena ibu tidak dapat menyediakannya ? • Ya • Tidak 15 41 26.8 73.2 6. Apakah dalam 12 bulan terakhir ini anak ibu pernah kurang makan

dikarenakan tidak mampu memberikan makanan yang cukup?

• Ya

• Tidak 6

51

10.7 89.3 7. Dalam 12 bulan terakhir ini, dimulai dari bulan ini kebelakang, apakah

ada anggota keluarga ini yang pernah dikurangi pangannya karena ketiadaan uang? • Ya • Tidak 24 32 42.8 57.2 8. Berapa kali hal seperti ini terjadi?

• Ya • Tidak 8 48 14.2 85.8

9. Dalam 12 bulan terakhir ini, apakah ibu pernah makannya sedikit karena ibu merasa harus begitu disebabkan tidak punya cukup uang


(20)

untuk membeli pangan?

• Ya

• Tidak

10. Dalam 12 bulan terakhir ini, apakah ibu perna merasa lapar tapi tidak bisa makan dikarenakan anda ibu tidak punya uang untuk membeli pangan yang cukup?

• Ya • Tidak 7 49 3 53 12.5 87.5 5.3 94.7 11. Dalam 12 bulan terakhir ini, apakah ibu mengalami penurunan berat

badan dikarenakan tidak cukup biaya untuk pangan ?

• Ya

• Tidak 55 1 98.3 1.7

12. Dalam 12 bulan terakhir ini, pernahkah ibu atau anggota keluarga lainnya tidak makan dalam sehari dikarenakan keadaan uang untuk memperoleh pangan?

• Ya

• Tidak 56 0 100 0

13. Berapa kali hal seperti ini terjadi ?

• Ya

• Tidak 0

56

0 100 14. Dalam 12 bulan terakhir ini, dimulai bulan ini ke belakang, apakah ibu

ada mengurangi jumlah jajan anak dikarenakan tidak punya cukup uang untuk pangan ?

• Ya

• Tidak 19 37 33.9 66.1

15. Dalam 12 bulan terakhir ini, apakah ada anak ibu yang pernah tidak rutin makannya karena tidak punya cukup uang untuk pangan?

• Ya

• Tidak 48 8 14.3 85.7

16. Berapa sering hal itu terjadi

• Hampir setiap bulan, Beberapa bulan tetapi tidak setiap bulan

• Hanya satu atau dua bulan, Tidak tahu

5 51

8.9 91.1 17. Dalam 12 bulan terakhir ini, pernahkan anak ibu menderita kelaparan

tapi anda tidak mampu membeli pangan lagi?

• Ya • Tidak 0 56 0 100 18. Dalam 12 bulan terakhir ini, pernahkah anak anda tidak makan selama

sehari dikarenakan ketidakcukupan uang untuk membeli makanan?

• Ya • Tidak 0 56 0 100 (Ya = sering/kadang-kadang, ya dan hampir setiap bulan/ beberapa bulan tetapi tidak setiap bulan).


(21)

Tabel 5.2 menunjukkan distribusi ketahanan pangan responden. Dari 18

pertanyaan kuesioner ketahanan pangan. Dalam distribusi jawaban ketahanan

pangan 42.8% responden menunjukkan kekurangan dalam akses pangan, dalam

hal ini berupa kekurangan ekonomi (nomor 7). Selain itu juga kerawanan pangan

berdampak pada keluarga, dalam hal ini berupa anak-anak (nomor 5 dan 14)

5.4 Gambaran Tingkat Ketahanan Pangan

Tabel 5.3 Tingkat Ketahanan Pangan

Ketahanan Pangan

n

%

Tahan Pangan

39

69.6

Rawan pangan

17

30.4

Total

56

100

Tabel 5.3 menunjukkan tingkat ketahanan pangan responden. Dari 56

responden penelitian didapati 39 responden (69.6%) tahan pangan dan 17

responden (30.4%) rawan pangan. Tingkat ketahanan pangan responden

ditentukan dari jawaban kuesioner ketahanan pangan. Tahan pangan jika dari 18

pertanyaan

5 pertanyaan responden menjawab dengan: sering/kadang-kadang,

ya dan hampir setiap bulan/ beberapa bulan tetapi tidak setiap bulan. Rawan

pangan jika

6 dari 18 pertanyaan dijawab dengan: sering/kadang-kadang, ya

dan hampir setiap bulan/ beberapa bulan tetapi tidak setiap bulan.


(22)

Tabel 5.4 Distribusi silang ketahanan pangan dengan sosiodemografi, usia

kehamilan dan paritas respondenpenelitian

Karakteristik

Tahan Pangan

(n=39)

Rawan Pangan

(n=17)

Total

(n=56)

Usia

< 20 thn

20 – 30 thn

31 – 40 thn

1 (2.6)

24 (61.5)

14 (35.9)

1 (5.8)

8 (47.1)

8 (47.1)

2 (3.6)

32 (57.1)

22 (39.3)

Pendidikan

SD

1 (2.5)

1 (5.8)

2 (3.6)

SMP

3 (7.7)

3 (17.7)

6 (10.7)

SMA

25 (64.1)

13 (67.9)

38 (67.9)

D3

6 (15.3)

0 (0)

6 (10.7)

S1

4 (10.3)

0 (0)

4 (7.1)

Pekerjaan

Ibu rumah tangga

33 (84.6)

17 (100)

50 (89.2)

Pedagang

3 (7.7)

0 (0)

3 (5.4)

Pegawai Negeri Sipil

3 (7.7)

0 (0)

3 (5.4)

Usia Kehamilan

<20 minggu

21-30 minggu

31-40 minggu

11 (28.2)

19 (48.7)

9 (23.1)

2 (11.8)

11 (64.7)

4 (23.5)

13 (23.2)

30 (53.6)

13 (23.2)

Paritas

Primigravida

Multigravida

12 (30.7)

27 (69.3)

1 (5.8)

16 (94.2)

13 (23.2)

43 (76.8)

Pengeluaran

< 1.000.000

> 1.000.000

32 (82.1)

7 (17.9)

14 (82.3)

3 (17.7)

46 (82.1)

10 (17.9)

Tabel 5.4 menunjukkan distribusi silang sosiodemografi dengan tingkat

ketahanan pangan responden penelitian. Usia ibu terbanyak pada kedua kelompok

tahan pangan adalah 20 - 30 tahun (61.5%) sedangkan pada kelompok rawan

pangan usia ibu terbanyak adalah 20-30 tahun dan 31-40 tahun (47.1%).

Pendidikan ibu terbanyak adalah SMA (64.1% dan 67.9%) dengan pekerjaan ibu

rumah tangga (84.6% dan 100%). Usia kehamilan ibu terbanyak adalah 21-30

minggu (48.7% dan 64.7%). Paritas ibu terbanyak pada kedua kelompok adalah

multigravida (69.3% dan 94.2%). Pada kedua kelompok yang tahan dan rawan

pangan pengeluaran terbanyak adalah < Rp. 1.000.000 (82.1% dan 82.3%).


(23)

5.5 Prevalensi Anemia, KEK, dan Preeklamsia

Tabel 5.4 Prevalensi Anemia responden penelitian

Anemia

n

%

Anemia

18

32.1

Tidak anemia

38

67.9

Total

56

100

Tabel 5.4 menunjukkan prevalensi anemia pada responden penelitian,

Terdapat 18 responden mengalami anemia dan 38 responden tidak mengalami

anemia. Responden dikatakan anemia jika kadar haemoglobin <11 gr%.dan tidak

anemia jikka kadar haemaglobin > 11gr%

Tabel 5.5 Prevalensi KEK responden penelitian.

KEK

n

%

KEK

13

23.2

Tidak KEK

43

76.8

Total

56

100

Tabel 5.6 menunjukkan prevalensi kejadian kurang energi kronis (KEK)

responden. Penilaian kurang energi kronis responden berdasarkan pengukuran

lingkar lengan atas responden. Didapati 13 responden memiliki ukuran LILA

<23.5 cm (KEK) dan 43 responden memiliki ukuran LILA ≥ 23.5 cm

Tabel 5.6 Prevalensi preeklamsia responden penelitian

Preeklamsia

n

%

preeklampsia

7

12.5

Tidak preeklamsia

48

87.5


(24)

Tabel 5.6 menunjukkan prevalensi kejadian preeklamsia. Dari 56

responden, 7 responden ditemukan mengalami preeklamsia dan 48 responden

lainnya normal.

5.6 Distribusi silang sosiodemografi dengan anemia, KEK, dan preeklamsia.

Tabel 5.7 Distribusi silang usia dengan anemia, KEK, dan preeklamsia

Usia

Anemia

(n = 18)

KEK

(n = 13)

Preeklamsia

( n = 7)

< 20 tahun

0

0

0

21 – 30 tahun

11 (61.1)

9 (69.2)

3 (42.9)

> 30 tahun

7 (38.9)

4 (30.2)

4 (57.1)

Tabel 5.7 menunjukkan distribusi silang antara usia dengan anemia, KEK,

dan preeklamsia. Pada kelompok anemia dan KEK didapati usia terbanyak

responden adalah 21-30 tahun (61.1% dan 69.2%). Sedangkan pada kelompok

preeklamsia usia terbanyak adalah > 30 tahun (57.1%).

Tabel 5.8 Distribusi silang usia kehamilan dengan anemia, KEK, dan preeklamsia.

Usia Kehamilan

Anemia

KEK

Preeklamsia

(n = 18)

(n = 13)

(n = 7)

< 20 minggu

11 (61.1)

5 (38.5)

0

21 – 30 minggu

4 (22.2)

8 (61.5)

2 (28.5)

> 30 minggu

3 (16.7)

0 (0)

5 (71.5)

Tabel. 5.8 menunjukkan distribusi silang antara usia kehamilan dengan

anemia, KEK, dan preeklamsia. Pada kelompok anemia usia kehamilan terbanyak

adalah < 20 minggu (61.1%). Pada kelompok KEK usia kehamilan terbanyak

adalah 21 – 30 minggu (61.5%). Pada kelompok preeklamsia usia kehamilan

terbanyak adalah > 30 minggu (71.5%)


(25)

Tabel 5.9 Distribusi silang paritas dengan anemia, KEK, dan Preeklamsia

Variabel

Anemia

KEK

Preeklamsia

( n = 18)

( n = 13)

( n = 7)

Paritas

Primigravida

5 (27.7)

4 (30.8)

7 (100)

Multigravida

13 (72.3)

9 (69.2)

0 (0)

Tabel 5.9 menunjukkan distribusi silang paritas dengan anemia, KEK, dan

preeklamsia responden penelitian. Pada kelompok anemia dan KEK paritas

terbanyak adalah multigravida (72.3% dan 69.2%). Sedangkan pada kelompok

preeklamsia paritas terbanyak adalah primigravida (100%).

Table 6.2 Distribusi silang antara paritas dengan responden yang tidak anemia,

tidak KEK, dan tidak preeklamsia.

5.7 Hasil Penelitian

Tabel 6.0 Hubungan ketahanan pangan dengan kadar haemoglobin

Kadar Haemoglobin

p

Normal

Anemia

n

%

n

%

Ketahanan pangan

Tahan pangan

31

79.5

8

20.5

0.005

Rawan pangan

7

41.2

10

58.8

Total

38

67.9

18

32.1

Uji Chi-Square

Hubungan antara ketahanan pangan dengan kadar haemoglobin ibu dapat

dilihat pada tabel 4.2. Analisa data dilakukan dengan uji chi-square dengan CI

(Confidence Interval) 95% dan didapatkan hasil Pvalue / nilai signifikansi adalah

dibawah 0.005 (P<0.05). Selain itu, nilai chi square hitung adalah 7.967.

Sedangkan nilai chi square tabel untuk derajat kebebasan 1 (tabel2x2) adalah

3.84. Ini berarti bahwa nilai

chi square hitung lebih besar disbanding nilai

chi

square tabel. Hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak, yang berarti ada hubungan

antara ketahanan pangan dengan kadar haemoglobin.


(26)

Tabel 6.1. Hubungan ketahanan pangan dengan LILA

LILA

p

Normal

KEK

n

%

n

%

Ketahanan pangan

Tahan pangan

35

89.7

4

10.3

0.001

Rawan pangan

8

47.1

9

52.9

Total

43

76.8

13

23.2

Uji Fisher

Hubungan antara ketahanan pangan dengan lingkar lengan atas ibu hamil

dapat dilihat pada tabel 4.3. . Analisa data dilakukan dengan uji Fisher Exact test

dengan CI (Confidence Interval) 95% dan didapatkan hasil

P value / nilai

signifikansi adalah 0.001 (P < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak,

yang berarti ada hubungan antara ketahanan pangan dengan lingkar lengan atas

(LILA)

Tabel 6.2 Hubungan ketahanan pangan dengan preeklamsi

Preeklamsi

p

Normal

Preeklamsi

n

%

n

%

Ketahanan pangan

Tahan pangan

38

97.4

1

2.6

0.002

Rawan pangan

11

64.7

6

35.3

Total

49

87.5

7

12.5

Uji fisher

Hubungan antara ketahanan pangan dengan preeklamsi ibu hamil dapat

dilihat pada tabel 4.4. Analisa data yang dilakukan dengan fisher exact test dengan

CI (Confidence Interval) 95 % dan didapatkan hasil P value/ nilai signifikansi

adalah dibawah 0.05 (P<0.002). Hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak, yang

berarti ada hubungan antara ketahanan pangan dengan preeklamsi ibu.


(27)

5.8 Pembahasan

5.8.1 Ketahanan Pangan

Pada studi kami didapatkan usia responden terbanyak adalah 20 – 30

tahun, dengan pendidikan SMA, pekerjaan ibu rumah tangga, dan usia kehamilan

21 – 30 minggu. Karakteristik responden penelitian ini mirip dengan studi yang

dilakukan Marice Simarmata di Kabupaten Simalungun tahun 2008. Mereka

menilai pola konsumsi, ketahanan pangan, pengetahuan gizi, dan status kesehatan

terhadap kejadian KEK. Namun studi yang dilakukan Marice Simarmata

merupakan

case control study dengan menentukan sekelompok kasus dan

sekelompok kontrol lalu membandingkan frekuensi paparan, sedangkan studi

kami menggunakan cross sectional.

Perbandingan responden rawan pangan dengan tahan pangan terhadap

prevalensi sosiodemografi terbanyak tidak memiliki perbedaan. Tetapi jika dilihat

satu per satu pada kelompok rawan pangan tingkat pendidikannya tidak ada yang

melebihi SMA sedangkan kelompok tahan pangan terdapat tingkat pendidikan

yang lebih tinggi yaitu D3 dan S1. Hal ini menunjukkan bahwa dengan relatifnya

tingkat pendidikan yang rendah, merupakan faktor risiko terjadinya kerawanan

pangan. Hal ini sesuai dengan studi Tobing (2009). Dalam penelitian mereka

terdapat 75 responden yang mengalami rawan pangan. Semakin tinggi tingkat

kerawanan pangan semakin rendah pula tingkat pendidikan responden, didapati

rawan pangan tingkat ringan pendidikan terakhir responden adalah SMP (52.5%),

rawan pangan tingkat sedang dengan pendidikan terakhir SD (76.7%), dan rawan

pangan tingkat berat dengan pendidikan terakhir adalah SD (100%). Dalam studi

mereka juga didapatkan jumlah keluarga 5 - 7 orang merupakan faktor risiko

terjadinya kerawanan pangan.

Ketersediaan pangan di tingkat masyarakat tidak menjamin ketersediaan

pangan di tingkat keluarga. Masih ada sejumlah faktor yang mempengaruhinya.

Pertama, daya beli keluarga yang ditentukan oleh tingkat pendapatan, pengeluaran

dan harga pangan. Setelah krisis ekonomi melanda Indonesia, harga-harga bahan

pangan meningkat. Semakin langkanya lapangan kerja dan banyaknya pemutusan


(28)

hubungan kerja mengakibatkan daya beli keluarga makin melemah.

Ketidaktahuan tentang gizi akibat pendidikan dan akses informasi, kebanyakan

terjadi pada responden yang primigravida. Kurangnya pengalaman, pengetahuan,

dan kesadaran tentang adaptasi fisiologis kehamilan memiliki kecendrungan

mengalami kerawanan pangan keluarga. Kondisi ketahanan pangan keluarga

dipengaruhi tidak hanya oleh ketersediaan pangan dan kemampuan daya beli

tetapi juga oleh beberapa hal yang berkaitan dengan pengetahuan dan aspek

sosio-budaya

Pada studi kami pada 56 orang ibu hamil, terdapat 17 orang ibu hamil

yang mengalami rawan pangan dan 39 orang ibu hamil tahan pangan. Gambaran

rawan pangan keluarga tersebut mencerminkan ketidakmampuan keluarga untuk

memenuhi kebutuhan pangan baik jumlah maupun mutu gizinya bagi seluruh

anggota keluarga. Pada studi ini akses pangan yang berupa ekonomi dan

ketersediaan pangan merupakan faktor utama terhadap kejadian rawan pangan.

Sesuai dengan studi Rahayu (2007) akses pangan terkait dengan akses ekonomi

untuk memperoleh pangan. Akses pangan terjamin apabila rumahtangga dan

individu di dalamnya memiliki sumberdaya yang cukup untuk mendapatkan

pangan yang tepat untuk konsumsi yang bergizi dan akses pangan ini tergantung

pada pendapatan dan pengeluaran rumahtangga, distribusi pendapatan didalam

rumahtangga dan harga pangan. Hal ini berarti akses keluarga terhadap pangan

tidak memadai dan ketersediaan pangan keluarga tidak cukup sehingga

pemanfaatan pangan tidak tercapai.

5.8.2 Hubungan Ketahanan Pangan dengan Anemia

Berdasarkan studi kami menurut prevalensi sosiodemografi responden usia

responden terbanyak yang mengalami anemia adalah 21-30 tahun (61.1%) dengan

usia kehamilan

20 minggu (61.1%). Usia 21-30 tahun merupakan usia yang

produktif. Paritas terbanyak pada responden adalah multigravida (72.3%).


(29)

Menurut studi Dyah (2012) tidak terdapat hubungan antara umur, usia kehamilan,

dan paritas terhadap kejadian anemia pada ibu hamil. Penelitian mereka melihat

hubungan kelompok anemia dengan kelompok yang normal terhadap faktor

determinan anemia pada ibu hamil di Kota Semarang. Didapati 82.6% usia

responden adalah 20-35 tahun dan mengalami anemia. Dengan menggunakan uji

chi square, untuk umur responden didapati nilai signifikansinya p=0,624.

Didapati juga 42.1% responden yang anemia merupakan trimester kedua.

Terdapat 38.6% responden adalah multigravida. Hasil uji chi square menunjukkan

status anemia tidak tergantung pada usia kehamilan, diperoleh nilai p=0,179.

Untuk paritas analisis dengan

chi square menunjukkan paritas tidak memberikan

perbedaan yang signifikan pada status anemia ibu hamil, dengan nilai p=0,667.

Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap kejadian anemia adalah zat

besi. Konsumsi tablet besi merupakan salah satu suplemen yang wajib dikonsumsi

ibu hamil. Hal ini menunjukkan bahwa asupan gizi terutama tablet besi

merupakan kewajiban bagi setiap ibu hamil tanpa melihat karakteristik

sosiodemografi responden.

Studi kami menunjukkan ada hubungan antara ketahanan pangan tingkat

keluarga dengan anemia ibu hamil (p=0.005).

Krisis ekonomi menyebabkan

lemahnyaketahanan pangan di rumah tangga terutama pada pendapatan yang

rendah. Dampak krisis ekonomi memperburuk ketahanan pangan tingkat rumah

tangga dengan berkurangnya konsumsi sumber pangan. Secara teoritis

melemahnya ketahanan pangan akan mengakibatkan menurunnya konsumsi zat

gizi baik makro dan mikro. Banyak zat – zat gizi makro dan mikro yang

mempengaruhi kadar haemoglobin seseorang seperti, zat besi, protein (asam

amino glisin), vitamin B6, asam folat, vitamin B12, vitamin C, tannin, fitat,

oksalat, dan kalsium (granner dkk, 1996). Dengan tingkat ketahanan pangan yang

rendah sulit untuk memenuhi zat gizi tersebut. Oleh sebab itu masalah – masalah

kesehatan mudah terjadi seperti anemia. Konsumsi pangan yang kurang selalu

akan berdampak pada status gizi seseorang. Pada kelompok rawan pangan status

gizi merupakan salah satu faktor yang terpengaruh. Sesuai dengan penelitian


(30)

Simanjuntak (2004) terdapat hubungan antara status gizi dengan anemia. Pada

penelitian mereka didapati ibu hamil yang status gizinya kurang kemungkinan

besar 2.47 kali menderita anemiadibandingkan ibu hamil yang tidak anemia

dengan nilai signifikansi p=0.008.

Kepatuhan mengkonsumsi tablet besi merupakan salah satu faktor

penyebab anemia. Sesuai dengan studi Simanjuntak (2004) dijumpai 66.3 %

responden tidak patuh mengkonsumsi tablet Fe (dibawah 45 tablet) dan

mengalami anemia. Dengan uji

chi square

didapati nilai signifikansi p=0.001 yang

artinya tingkat kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe ada hubungan secara bermakna

dengan kejadian anemia dan ibu hamil yang tidak patuh mengkonsumsi tablet Fe

kemungkinan besar mengalami anemia 8.19 kali dibandingkan ibu hamil yang

tidak menderita anemia (95 % CI OR 4.263-15.734)

5.8.3. Hubungan Ketahanan Pangan dengan KEK

Berdasarkan studi kami, menurut sosiodemografi responden, usia

terbanyak yang mengalami KEK adalah 21-30 tahun (69.2%) dengan usia

kehamilan 21-30 minggu (61.5%) dan multigravida (69.2%). Menurut studi

Simarmata (2008), penelitian mereka membandingkan 2 kelompok yaitu

kelompok kasus dan kontrol. Tidak ada perbedaan karakteristik antara 2

kelompok. Didapati pada kedua kelompok masing - masing 64.3% dengan usia 20

– 30 tahun. Usia kehamilan responden terbanyak adalah >28 minggu dengan

55.7% pada kelompok kasus dan 65.7% pada kelompok kontrol. Paritas

responden terbanyak adalah multigravida dengan 53.6% pada kelompok kasus dan

54.3% pada kelompok kontrol. Selama kehamilan terjadi perubahan kebutuhan

fisiologis, penambahan jumlah energi protein dan zat gizi sangat diperlukan untuk

pertumbuhan dan perkembangan janin, pertambahan besarnya organ kandungan,

perubahan komposisi , dan metabolisme tubuh ibu. Dari hasil penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa responden memiliki tingkat pendidikan yang tinggi belum

tentu mempunyai pengetahuan tinggi juga tentang pengertian, tanda, gejala,

penyebab, akibat, pencegahan, dan cara mengatasi kekurangan energi kronis

(KEK) pada ibu hamil. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bukan hanya


(31)

responden yang mempunyai penghasilan rendah saja yang menderita kekurangan

energi kronis, tetapi juga banyak responden yang mempunyai status ekonomi

tinggi juga dapat menderita kekurangan energi kronis (KEK).

Studi kami menunjukkan terdapat hubungan antara ketahanan pangan

tingkat keluarga dengan kejadian kurang energi kronis (p=0.001). Hal ini sesuai

dengan penelitian Simamarta (2008), didapati 84 responden rawan pangan dan 56

responden tahan pangan. Dari 84 responden rawan pangan terdapat 62 responden

mengalami KEK (73.8%), dari 56 responden tahan pangan terdapat 8 responden

yang mengalami KEK (14.3%) dengan p = 0.000 yang berarti ada hubungan yang

sangat erat antara ketersediaan pangan dengan kejadian KEK. Pada kelompok

rawan pangan yang mengalami KEK aksesibilitas, ketersediaan, keamanan, dan

kesinambungan pangan tidak terpenuhi. Sulit memenuhi kecukupan pangan

keluarga dengan gizi yang sehat.Sesuai dengan pernyataan Depkes yaitu, ada tiga

faktor yang saling berinteraksi memengaruhi besarnya masalah gizi dan kesehatan

masyarakat: ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga, pola asuhan gizi

keluarga dan akses terhadap layanan kesehatan berkualitas. Hal ini merupakan

salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kurang energy kronis pada

responden.

Penyebab lain sesuai dengan data dari Badan Bimas Ketahanan Pangan

(BBKP) yang menunjukkan bahwa ketersediaan energi dan protein di Indonesia

telah melampaui stándar kecukupan, namun konsumsinya masih di bawah standar.

Pada kelompok pangan konsumsi yang baik masih sulit tercapai. Pola konsumsi

yang kurang sangat berpengaruh terhadap gizi seseorang. Pada dasarnya pola

konsumsi pangan merupakan hasil budaya masyarakat yang dipengaruhi oleh

faktor lingkungan dan faktor manusia seperti kebiasaan makan, pengetahuan gizi.

Kebiasaan makan keluarga sangat penting diperhatikan karena sikap terhadap

makanan tertentu menunjukkan hubungan antara makanan dan kesehatan

(Waspadji, 2003). Sesuai dengan pernyataan Riskesdas (2013), faktor yang

mempengaruhi memburuknya keadaan gizi, yaitu pelayanan kesehatan yang tidak

memadai, penyakit infeksi, pola konsumsi makanan yang kurang yang pada


(32)

akhirnya berdampak pada kematian. Dampak kekurangan gizi akan meningkatkan

prevalensi terjadinya kurang energi kronis. Kurang energi kronis sangat berisiko

untuk terjadinya berat bayi lahir rendah. Secara tidak langsung hal ini juga

menunjukkan hubungan ketahanan pangan keluarga dengan kurang energi kronis,

dalam hal ini berdampak pada ibu dan bayi yang dikandungnya.

5.8.4. Hubungan Ketahanan Pangan dengan Preeklamsi

Berdasarkan studi kami, sosiodemografi respondenusia terbanyak

responden adalah >30 tahun (57.1%) dengan usia kehamilan > 30 minggu (71.5%)

dan paritas terbanyak adalah primigravida (100%). Sesuai dengan penelitian

Rozikhan (2007) yang dilakukan di Rumah Sakit DR. H. Soewondo Kendal

tentang faktor-faktor risiko terjadinya preeklamsia. Hasil penelitian diperoleh

bahwa dari48 responden yang mengalami hamil pertama mengalami preeklamsia

sebesar 31 (31.0%). sedangkan yang tidak mengalami preeklampsia hanya 17

(17,0%). Sedangkan pada responden dengan paritas lebih dari satu ,banyak yang

tidak mengalami preeklampsia yaitu 83 (83,0%) sedangkan yang mengalami

preeklampsia sebanyak 69 (69,0%) Ini menunjukkan bahwa seorang ibu yang

mengalami hamil pertama mempunyai kecenderungan untuk mengalami

preeklampsia. Hasil uji chi squarediperoleh bahwa ada hubungan yang signifikan

antara paritas dengan terjadinya preeklampsia berat (p=0,031). Dari nilai OR nya

dapat disimpulkan bahwa ibu primigravida mempunyai risiko terjadi

preeklampsia 2,2 kali dibandingkan dengan seorang ibu multigravida. Pada

primigravida atau ibu yang pertama kali hamil sering mengalami stress dalam

menghadapi persalinan. Stress emosi yang terjadi pada primigravida

menyebabkan peningkatan pelepasan

corticotropic-releasing hormone (CRH)

oleh hipothalamus, yang kemudian menyebabkan peningkatan kotisol. Efek

kortisol adalah mempersiapkan tubuh untuk berespons terhadap semua stressor

dengan meningkatkan respons simpatis, termasuk respons yang ditujukan untuk

meningkatkan curah jantung dan mempertahankan tekanan darah

Penelitian kami menunjukkan ada hubungan antara ketahanan pangan

keluarga dengan kejadian preeklamsia (p=0.002). Terdapat 7 responden yang


(33)

mengalami preeklamsi 6 responden dari kelompok rawan pangan dan 1 orang

kelompok tahan pangan. Terjadinya preeklamsia sesuai dengan salah satu teori

penyebab preeklamsia yaitu teori defisiensi gizi. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam

kehamilan. Penelitian pertama kali dilakukan di Inggris tentang pengaruh diet

pada preeklamsia. Salah satu defisiensi gizi yang paling sering menyebabkan

preeklamsia adalah vitamin D. vitamin D memiliki peran penting dalam

metabolisme tulang melalui regulasi kalsium dan fosfat. Selain meningkatkan

risiko preeklamsia menurut WHO defisiensi vitamin D juga dapat menyebabkan

kelahiran prematur dan diabetes mellitus pada kehamilan. Sebenarnya hal ini

dapat dicegah dengan mengkonsumsi bahan makanan yang kaya akan vitamin D

seperti minyak ikan, telur, dan makanan fortifikasi.

Terdapat 3 faktor yang berhubungan secara signifikan pada kejadian

preeklamsia yaitu, riwayat preeklampsia, variabel paritas dan variabel keturunan.

Dari tiga variabel tersebut setelah dilakukan uji interaksi diperoleh tidak terdapat

interaksi antara ketiga variabel terhadap kejadian preeklampsia, artinya

bahwavariabel riwayat preeklampsia, paritas dan keturunan mempunyai peran

sendiri- sendiri dengan terjadinya preeclampsia.Maksudnya adalah faktor intrinsik

seseorang merupakan faktor yang dapat menyebabkan kejadian preeklamsia.


(34)

#

#

6.1#Kesimpulan#

1.

Usia# responden# terbanyak# adalah# 20# –# 30# tahun# (55.4%),# pendidikan#

responden# terbanyak# adalah# SMA# (67.8%)# dan# pekerjaan# ibu# rumah#

tangga# (88.3%)# dengan# usia# kehamilan# 21I30# minggu# (42.8%).# Paritas#

terbanyak#responden#adalah#multigravida#(76.8%)#dengan#pengeluaran#≤#

Rp#1.000.000#

2.

Pada# penelitian# ini# terdapat# 56# responden.# Dari# 56# responden# 17#

responden#(30.4%)#mengalami#rawan#pangan#dan#38#responden#(68.6%)#

tahan#pangan##

3.

Ada# hubungan# antara# ketahanan# pangan# keluarga# dengan# anemia# ibu#

hamil# di# kecamatan# Binjai# Selatan# (p=0.005).# Jumlah# responden# yang#

menderita#anemia#adalah#18#orang#(32.1%)#

4.

Ada#hubungan#antara#ketahanan#pangan#keluarga#dengan#lingkar#lengan#

atas# ibu# hamil# di# kecamatan# Binjai# Selatan# (p=0.001).# jumlah# responden#

yang#mengalami#kurang#energi#kronis#adalah#13#orang#(23.2%)#

5.

Ada#hubungan#antara#ketahanan#pangan#keluarga#denga#preeklamsia#ibu#

hamil# di# kecamatan# Binjai# Selatan# (p=0.002).# Jumlah# responden# yang#

mengalami#preeklamsia#adalah#7#orang#(12.5%).#

#

6.2#Saran#

1.

Perlunya# peninggkatan# ketahanan# pangan# untuk# mengurangi# kejadian#

anemia,# KEK,# dan# preeklamsia# pada# ibu# hamil# di# Kecamatan# Binjai#

Selatan.#

2.

Dinas# Kesehatan# Kota# Binjai# melakukan# penyuluhan# kembali# terhadap#

ibu#hamil#dan#membantu#menanggulangi#masalah#kesehatan#ibu#hamil#

3.

Sebagai# rekomendasi,# sebaiknya# peneliti# selanjutnya# meneliti# tentang#

faktor# –# faktor# lain# yang# berpengaruh# terhadap# ketahanan# pangan# dan#

masalah#–#masalah#kesehatan#ibu#hamil#lainnya.#


(35)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ketahanan Pangan Keluarga

2.1.1. Defenisi

Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi ketersediaan pangan yang

cukup bagi setiap orang pada setiap saat dan setiap individu yang mempunyai

akses untuk memperolehnya baik secara fisik maupun ekonomi (Soetrisno, 1996)

dalam penelitian Mustofa, 2012). Dalam Undang - Undang Republik Indonesia

Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan dinyatakan bahwa ketahanan pangan adalah

kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya

pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutu, aman, merata, dan terjangkau.

Ketahanan pangan keluarga adalah kemampuan keluarga untuk mencukupi

pangan anggotanya dari waktu ke waktu agar dapat hidup sehat dan mampu

melakukan aktivitas sehari-hari (Tobing, 2009).

Ketahanan pangan dapat lebih dipahami dalam empat aspek yaitu

terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, kondisi yang

aman, kondisi yang merata, dan terjangkau. Ketersediaan yang cukup termasuk

jumlah dan beragamnya pangan yang dikonsumsi. Fungsinya untuk memenuhi zat

gizi yang diperlukan tubuh yang tidak dapat diperoleh dari satu jenis makanan

saja. Kondisi pangan yang aman diartikan sebagai pangan yang bebas dari

cemaran yang dapat mempengaruhi kesehatan. Kondisi pangan yang merata

diartikan pangan yang harus tersedia setiap saat dan merata pada lokasi – lokasi

yang membutuhkan. Pangan yang terjangkau diartikan sebagai pangan yang

mudah didapatkan dan terjangkau harganya (Thaha, 2002 dalam penelitian Novitri

2005).

2.1.2. Konsep Ketahanan Pangan Keluarga

Berdasarkan definisi ketahanan pangan dari Undang - Undang Republik

Indonesia No. 7 tahun 1996. Ada 4 faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan


(36)

yaitu: kecukupan ketersediaan pangan, stabilitas ketersediaan pangan,

aksesibilitas terhadap pangan serta kualitas/keamanan pangan. Fokus ketahanan

pangan tidak hanya pada penyediaan pangan tingkat wilayah tetapi juga

penyediaan dan konsumsi pangan tingkat daerah dan rumah tangga bahkan

individu dalam memenuhi kebutuhan gizinya.

Ketahanan pangan pada dasarnya bicara soal ketersediaan pangan (food

availability),

stabilitas harga (food

price stability),

keterjangkauan pangan/akses

terhadap pangan (food accessibility). Ketersediaan pangan yang cukup berarti rata

- rata jumlah dan mutu gizi pangan yang tersedia di masyarakat dan di pasar

mencukupi kebutuhan untuk konsumsi semua keluarga. Menjamin stabilitas harga

pangan berarti menjaga agar tingkat konsumsi pangan rata-rata keluarga tidak

menurun di bawah kebutuhan gizi yang dianjurkan akibat musim kering yang

panjang, bencana alam lainnya, krisis ekonomi dan politik. Sedangkan

keterjangkauan/akses pangan, yaitu menjamin agar tidak ada penduduk yang lapar

karena tidak mempunyai sarana untuk memproduksi atau tidak mampu membeli

pangan yang dibutuhkan (Soekirman, 2000).

Konsep ketahanan pangan

Gambar 2.1 Konsep Ketahanan Pangan

Ketahanan!Pangan!

Ketersediaan!Pangan!

Pemanfaatan!

Pangan!

Akses!Pangan!

Sumber!Daya!!

Produksi!

Konsumsi!

Status!Gizi!

dan!

Kesehatan!

Stabilitas!


(37)

2.1.3. Indikasi Rawan Pangan

Secara teoritis, dikenal dua bentuk ketidaktahanan pangan (food

insecurity) tingkat rumah tangga yaitu pertama, ketidaktahanan pangan kronis

yaitu terjadi dan berlangsung secara terus menerus yang biasa disebabkan oleh

rendahnya daya beli dan rendahnya kualitas sumberdaya dan sering terjadi di

daerah terisolir dan gersang. Ketidaktahanan pangan jenis kedua, ketidaktahanan

pangan akut (transitori) terjadi secara mendadak yang disebabkan oleh antara lain:

bencana alam, kegagalan produksi dan kenaikan harga yang mengakibatkan

masyarakat tidak mempunyai kemampuan untuk menjangkau pangan yang

memadai (Atmojo, 1995 dalam penelitian Mustofa, 2012).

2.2. Kehamilan

Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari

spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Kehamilan

terbagi dalam tiga trimester, trimester kesatu berlangsung dalam 12 minggu,

trimester kedua 15 minggu (minggu ke-13 hingga ke-27), dan trimester ketiga 13

minggu (minggu ke-28 hingga ke-40). Kehamilan melibatkan berbagai perubahan

fisiologis antara lain perubahan fisik, perubahan sistem pencernaan, sistem

respirasi, sistem traktus urinarius, sirkulasi darah serta perubahan fisiologis.

Kehamilan pada umumnya berkembang dengan normal, namun kadang tidak

sesuai dengan yang diharapkan, sulit diprediksi apakah ibu hamil akan bermasalah

selama kehamilan ataupun baik-baik saja. Berdasarkan jumlahnya kehamilan

dapat dibagi menjadi 2 yaitu, primigravida atau kehamilan pertama dan

multigravida kehamilan lebih dari sekali (Prawirohardjo, 2006).

2.3. Status Gizi Ibu Hamil

Kecukupan konsumsi zat gizi atau yang dikenal dengan istilah

Recommended Dietary Alowances (RDA), adalah jumlah zat gizi yang dianggap

cukup yang harus dikonsumsi seseorang setiap hari agar tubuhnya sehat. Jumlah

yang dianjurkan ini tidak berarti rata-rata. Kekurangan gizi terjadi apabila setiap

hari makanan yang di konsumsi lebih rendah dibandingkan dengan RDA dalam


(38)

jangka waktu yang relatif lama. Para ahli gizi menggunakan RDA sebagai

referensi, atau standar konsumsi zat gizi. Dari standar ini makanan yang

dikonsumsi setiap hari diterjemahkan kedalam menu seimbang, sesuai dengan

kebudayaan masyarakat setempat. Kecukupan konsumsi setiap hari di sesuaikan

dengan jenis kelamin, umur dan keadaan tertentu, misalnya ibu hamil dan

menyusui (Arisman, 2010).

Perubahan fisiologis terjadi selama kehamilan, salah satunya peningkatan

metabolisme, karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat.

Peningkatan energi dan zat gizi tersebut diperlukan untuk pertumbuhan dan

perkembangan janin, pertambahan besarnya organ kandungan, perubahan

komposisi dan metabolisme tubuh ibu. Sehingga kekurangan zat gizi tertentu yang

diperlukan saat hamil dapat menyebabkan janin tumbuh tidak sempurna

(Cunningham, 2010). Begitu juga dengan berat badan ibu hamil. Berat badan

sebelum hamil dan perubahan berat badan selama kehamilan merupakan

parameter yang penting untuk memprediksi BBLR. Wanita dengan berat badan

rendah sebelum hamil atau kenaikan berat badanselama hamil cenderung

melahirkan bayi BBLR. Untuk ibu yang kurus total kenaikan berat badan sebesar

12.5 – 18 Kg, untuk ibu yang memiliki berat badan ideal total kenaikan berat

badannya sebesar 10 – 12 Kg, untuk ibu yang gemuk cukup sebesar < 10 Kg

(Noviza, 2006).

Status gizi ibu sebelum dan selama hamil dapat mempengaruhi

pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Bila status gizi ibu normal pada masa

sebelum dan selama hamil kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang sehat,

cukup bulan dengan berat badan nomal. Dengan kata lain kualitas bayi yang

dilahirkan sangat tergantung pada keadaan gizi ibu sebelum dan selama hamil

(Hanifah, 2009). Seorang ibu hamil akan melahirkan bayi yang sehat bila tingkat

kesehatan dan status gizinya berada dalam kondisi yang baik. Namun sampai saat

ini masih banyak ibu hamil yang mengalami masalah gizi, khususnya gizi kurang

seperti Kurang Energi Kronis (KEK) (Depkes RI, 2006).


(39)

2.3.1. Kebutuhan Gizi Ibu Hamil

Kebutuhan gizi pada ibu hamil berbeda dengan kebutuhan wanita tidak

hamil . kebutuhan zat gizi tersebut adalah :

A.

Energi

Kebutuhan tambahan energi yang dibutuhkan selama kehamilan adalah

sebesar 300 kkal per hari (Arisman, 2010). Namun kebutuhan energi ini tidak

sama setiap periode kehamilan. Kebutuhan energi pada trimester pertama

pertambahannya sedikit sekali (minimal) yaitu 150 kkal sehari. Seiring dengan

tumbuhnya janin, kebutuhan energi meningkat secara signifikan, terutama

sepanjang trimester kedua dan ketiga yaitu 350 kkal per hari. Kebutuhan energi

ini berdasarkan pada penambahan berat badan yang diharapkan yaitu 12.5 kg

selama kehamilan (Prasetyono, 2009).

B.

Protein

Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar

dari tubuh sesudah air. Protein merupakan rantai-rantai panjang asam amino yang

terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Setiap jenis asam amino memiliki

fungsi yang berbeda. Awal trimester pertama asam amino esensial berperan dalam

pembentukan plasenta dan pembentukan jaringan pada janin (Wynn-M, 2000).

Fungsi utama protein dalam kehamilan adalah membangun serta memelihara

sel-sel dan jaringan tubuh seperti: otot, uterus, payudara, plasenta, dan pertumbuhan

janin. Absorbsi asam amino terjadi di usus halus kemudian masuk ke sirkulasi

melalui vena porta untuk dibawa ke hati. Di hati protein digunakan sebagian,

sebagiannya lagi ke sel-sel jaringan (Murray, 2003). Kebutuhan protein ibu hamil

lebih besar dari wanita dewasa yang tidak hamil yaitu ditambah 10 gram/hari.

Menurut AKG sebesar 60 gr/hari. Sumber protein dapat diperoleh dari protein

hewani dan nabati. Sumber protein hewani antara lain : ikan, udang, kerang,

kepiting, daging, ayam, hati, telur, susu dan keju. Sumber protein nabati antara

lain : kacang-kacangan (kacang merah, kacang tanah, kacang hijau dan kacang

kedelai), tahu, tempe. Sumber protein yang paling lengkap adalah susu, telur dan


(40)

keju. Selama Kehamilan ibu hamil sebaiknya ibu hamil lebih banyak

mengkonsumsi sumber protein hewani dibandingkan dengan sumber protein

nabati (Noviza, 2006).

C.

Lemak

Lemak digunakan tubuh terutama untuk membentuk energi dan juga

membangun sel-sel baru serta perkembangan sistem saraf janin. Ibu hamil

dianjurkan makan makanan yang mengandung lemak tidak lebih dari 25 % dari

seluruh kalori yang dikonsumsi sehari. Lemak biasa didapat dari asam lemak

jenuh yang umumnya berasal dari hewani dan asam lemak tak jenuh umumnya

bersumber dari nabati. Lemak dihubungkan dengan kecerdasan adalah asam

lemak esensial (lemak tak jenuh) diantaranya asam linoleat dan DHA

(Docosahexanoic Acid) yang dikenal dengan omega-3. Omega-3 amat dibutuhkan

karena 50 % dari asam lemak yang terdapat dalam jaringan otak adalah DHA.

D.

Vitamin

Vitamin diperlukan tubuh mempertahankan kesehatan. Selama hamil,

vitamin penting untuk perkembangan janin termasuk kekebalan tubuh

danproduksi darah merah serta sistem sarafnya. Berbagai jenis vitamin yang

diperlukan oleh ibu hamil sebagai berikut :

1.

Vitamin A

Vitamin A adalah suatu kristal alkohol berwarna kuning dan larut dalam

lemak. Dalam makanan biasanya terdapat dalam bentuk ester retinil, yaitu terikat

pada rantai asam lemak panjang (Almatsier, 2001). Didalam usu halus, ester

retinil dihidrolisis oleh enzim esterase pankreas menjadi retinol yang lebih efisien

diabsorbsi. Retinol didalam usus halus bereaksi dengan asam lemak dan

membentuk ester dengan bantuan cairan empedu dan diangkut oleh kilomikron

melalui sitem limfe kedalam aliran darah menuju ke hati. Hati adalah oragan

utama dalam menyimpan vitamin A. Vitamin A juga dibutuhkan dalam sintesis

glikoprotein, yang mendorong pertumbuhan dan diferensiasi sel, pembentukan

tunas gigi dan pertumbuhan tulang. Sedangkan sumber makanan untuk vitamin A

meliputi sayuran berdaun hijau, buah-buahan berwarna kuning pekat, hati sapi,


(41)

susu, margarin, dan mentega (Walsh, 2007). Kebutuhan normal vitamin A ibu

hamil adalah sebanyak 800 - 2100 IU (Internasional Unit) per hari. Selama

kehamilan hanya dibutuhkan 9% dari total vitamin A untuk pertumbuhan fetus.

Sampai dengan trimester ketiga dibutuhkan vitamin A 200 mg/hari (Hanifah,

2009). Defisiensi vitamin A pada masa kehamilan akan meningkatkan prevalensi

prematuritas, retardasi janin, dan berisiko melahirkan bayi dengan berat badan

lahir rendah (BBLR).

2.

Vitamin B

Vitamin B1

(Tiamin),

vitamin B2

(Riboflavin),

dan vitamin B3

(Niasin)

diperlukan untuk metabolisme energi. Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk

masing-masing vitamin tersebut adalah sebesar 1,4 mg/hari, 1,4 mg/hari, dan 1,8

mg/hari. Sumber-sumber makanan yang banyak mengandung

tiamin dan

niasin

adalah daging sapi, dan hati sedangkan

riboflavin

banyak ditemukan pada

gandum, sereal, susu, telur, dan keju (Prasetyono, 2009).

Vitamin B6

(Piridoksin)

adalah ko-enzim yang dibutuhkan untuk

metabolisme asam amino dan glikogen. Asupan janin yang cepat terhadap vitamin

B6 dan meningkatnya asupan protein dalam kehamilan mengharuskan

peningkatan asupan vitamin B6 dalam kehamilan. Sedangkan sumber makanan

yang banyak mengandung vitamin B6 adalah daging sapi, daging unggas, telur,

jeroan, tepung beras, dan sereal (Walsh, 2007). Kebutuhan zat gizi akan vitamin

B6 adalah sebesar 2,5 mg per hari (Prasetyono, 2009).

Vitamin B12

(Kobalamin)

diperlukan untuk pembelahan sel, sintesis

protein, pemeliharaan sel-sel saraf serta produksi sel darah merah dan darah putih.

Vitamin B12 terutama ditemukan dalam protein hewani (daging, ikan, susu) dan

rumput laut. Kebutuhan vitamin B12 pada masa kehamilan adalah sebesar 2,6

µg/hari (Prasetyono, 2009).

3.

Vitamin C

Vitamin C berfungsi sebagai antioksidan dan penting dalam metabolisme

tirosin, folat, histamin, dan beberapa obat- obatan. Selain itu, vitamin C


(42)

dibutuhkan untuk fungsi leukosit, respon imun, penyembuhan luka, dan reaksi

alergi (Simatupang, 2011). Jumlah vitamin C menurun dalam kehamilan,

kemungkinan hal tersebut disebabkan oleh peningkatan volume darah dan

aktivitas hormon.

The National Research Council

memperkirakan bahwa

penambahan 10 mg/hari vitamin C diperlukan dalam kehamilan untuk memenuhi

kebutuhan sistem janin dan ibu. Sedangkan menurut DEPKES RI (2009)

menganjurkan kebutuhan gizi ibu hamil pada vitamin C adalah sebesar 70 mg per

hari. Sumber-sumber makanan yang banyak mengandung vitamin C adalah jeruk,

strawberi, melon, brokoli, tomat, kentang, dan sayuran hijau mentah (Walsh,

2007).

4.

Vitamin D.

Vitamin D diperlukan untuk absorbsi kalsium dan fosfor dari saluran

pencernaan dan mineralisasi pada tulang serta gigi ibu dan janinnya. Hampir

semua vitamin D disintesis dalam kulit seiring terpaparnya kulit dengan sinar

ultraviolet dari matahari. Kekurangan vitamin D selama hamil berkaitan dengan

gangguan metabolisme kalsium pada ibu dan janin, yaitu berupa hipokalsemia

bayi baru lahir, hipoplasia enamel gigi bayi, dan osteomalasia pada ibu. Untuk

menghindari hal-hal tersebut pada wanita hamil diberikan 10 µg (400 IU) per hari

selama kehamilan serta mengkonsumsi susu yang diperkaya dengan vitamin D

(Arisman, 2010).

5.

Vitamin E.

Vitamin E merupakan antioksidan yang penting bagi manusia. Vitamin E

dibutuhkan untuk memelihara integritas dinding sel dan memelihara sel darah

merah. Sumber makanan yang banyak mengandung vitamin E adalah margarin,

biji gandum, tepung beras, dan kacang-kacangan (Walsh, 2007). Sedangkan AKG

untuk ibu hamil adalah sebesar 14 IU per hari (Prasetyono, 2009).

6.

Vitamin K.

Vitamin K dibutuhkan dalam faktor-faktor pembekuan dan sintesis protein

di dalam tulang dan ginjal. Sumber-sumber makanan yang banyak mengandung


(43)

vitamin K adalah sayuran berdaun hijau, susu, daging, dan kuning telur. Tidak ada

rekomendasi spesifik untuk kehamilan akan kebutuhan vitamn K, namun dari

AKG dapat diketahui kebutuhan vitamin K pada wanita dewasa yaitu sebesar 65

µg/hari (Prasetyono, 2009).

E. Besi.

Besi sangat penting untuk pembentukan hemoglobin, yang berfungsi

sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan. Ketersediaan besi dalam

makanan dipengaruhi oleh banyaknya besi heme dan besi nonheme. Zat besi

diabsorbsi pada bagian atas usus halus,duodenum,dan bagian atas jejenum

(Sinurat, 2009). Besi heme diserap dalam sel mukosa sebagai kompleks porphyrin

yang utuh yang absorbsinya lebih cepat dibandingkan dengan besi non heme.

Sedangkan besi non heme harus berupa larutan bila akan diabsorbsi oleh

duodenum dan jejenum atas (Anggreni, 2008). Anemia pada ibu hamil di negara

berkembang kebanyakan disebabkan defisiensi besi (Letsky, 2000).

Kebutuhan total besi selama kehamilan mempunyai distribusi tidak

merata. Pada trimester pertama turun karena tidak terjadi haid. Pada trimester

kedua terjadi peningkatan kebutuhan besi karena volume darah ibu hamil

meningkat sampai 45%. Pada trimester ketiga kebutuhan besi mencapai

puncaknya karena digunakan untuk pertumbuhan dan peningkatan berat janin

(Beaton, 2000). Setiap hari ibu hamil membutuhkan lebih dari 40mg dan

maksimum 50mg. Sumber makanan yang mengandung zat besi diantaranya roti,

sereal, kacang polong, sayuran, dan buah-buahan (Walsh, 2007).

F. Yodium

Kekurangan yodium selama hamil mengakibatkan janin menderita

hipotiroidisme yang selanjutnya berkembang menjadi kretinisme. Anjuran dari

DEPKES RI (2009) untuk asupan yodium per hari pada wanita hamil dan

menyusui adalah sebesar 175 µg dalam bentuk garam beryodium dan minyak

beryodium (Prasetyono, 2009).


(44)

G. Kalsium

Kalsium penting untuk kebutuhan kalsium ibu yang meningkat dan

pembentukkan tulang rangka janin dan gigi. Asupan yang dianjurkan kira-kira

1200 mg/hari bagi wanita hamil yang berusia 25 tahun dan cukup 800 mg untuk

mereka yang berusia lebih muda. Sumber utama kalsium adalah

skimmed

milk,

yoghurt, keju, udang, sarden, dan sayuran warna hijau tua (Arisman, 2010).

H. Seng (Zn)

Kekurangan seng dapat menyebabkan gangguan penyembuhan luka,

anemia ringan, kelambatan maturasi seksual, hilangnya nafsu makan, menurunnya

imunitas, pembesaran limpa dan hati, gangguan hormonal,serta keterlambatan

perkembangan otak (WHO 1996 dalam penelitian Khasanah, 2003). Hubungan

antara status seng (Zn) dengan keluaran ibu hamil masi belum dapat dijelaskan.

Seng diabsorbsi di usus. Absorbsi seng diatur oleh metalotionin yang disintesis

didalam dinding usus. Cadangan seng tidak digunakan dan akan dibuang oleh

sistem ekskresi (Rahfiludin, 2002). Selama awal kehamilan dibutuhkan 0.2-0.3

mg/hari serta untuk tahap berikutnya 0.6-0.75 mg/hari. Defisiensi seng pada ibu

hamil sering dikaitkan dengan cacat bawaan, abortus, retardasi pertumbuhan

intrauterin, prematuritas, dan preeklamsia. Selain itu defisiensi seng dapat

mempengaruhi sistem kekebalan seperti gangguan perkembangan dan penuruan

sel T, pelepasan hormon timus. Sumber seng pada makanan banyak terdapat pada

daging, makanan laut, kacang, hati, susu sereal, kuning telur, kerang, dan

biji-bijian.

I.

Asam Folat

Asam folat merupakan satu-satunya vitamin yang kebutuhannya selama

hamil bertambah dua kali lipat. Sekitar 24 - 60 % wanita, baik di negara sedang

berkembang maupun yang telah maju, mengalami kekurangan asam folat karena

asam folat yang berasal dari makanan sehari - hari tidak mencukupi. Kekurangan

asam folat yang parah akan mengakibatkan anemia megaloblastik atau

megalositik karena asam folat berperan dalam metabolisme energi, pematangan

sel darah merah, sintesis DNA, pertumbuhan sel dan pembentukan heme.


(1)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Persetujuan ... i

Kata Pengantar ... ii

Abstrak ... iv

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vii

Daftar Gambar ... viii

Daftar Singkatan dan Simbol ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Ketahanan Pangan Keluarga ... 6

2.1.1 Defenisi ... 6

2.2.2 Konsep Ketahanan Pangan Keluarga ... 6

2.3.3 Indikasi Rawan Pangan ... 8

2.2. Kehamilan ... 8

2.3. Status Gizi Ibu Hamil ... 8

2.3.1. Kebutuhan Gizi Ibu Hamil ... 10

2.3.2. Faktor yang Mempengaruhi Gizi Ibu Hamil ... 16

2.3.3. Gizi Kurang pada Ibu Hamil ... 17

2.3.4. LILA (Lingkar Lengan Atas) ... 17

2.4. Pola Makan ... 18

2.4.1. Pola Makan Ibu Hamil ... 19

2.5. Kesehatan Ibu Hamil ... 20

2.5.1. Hipertensi dalam Kehamilan ... 20

2.5.1.1. Klasifikasi Hipertensi pada Kehamilan ... 21

2.5.1.2. Diagnosa Hipertensi pada Kehamilan ... 22

2.5.2. Anemia pada Kehamilan ... 22

2.5.2.1. Klasifikasi Anemia ... 23

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL ... 25

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 25


(2)

! vi!

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 27

4.1. Rancangan Penelitian ... 27

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

4.2.1 Lokasi Penelitian ... 27

4.2.2 Waktu Penelitian ... 27

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 27

4.3.1 Populasi ... 27

4.3.2 Sampel ... 27

4.4. Besar Sampel ... 27

4.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 28

4.5.1 Kriteria Inklusi ... 28

4.5.2 Kriteria Eksklusi ... 28

4.6. Persetujuan / Informed Consent ... 28

4.7. Cara Kerja ... 28

4.8. Metode Pengambilan Data ... 28

4.8.1 Data Primer ... 28

4.8.2 Data Sekunder ... 29

4.9. Metode Analisis Data ... 29

BAB 5 Hasil dan Pembahasan ... 31

5.1. Karakteristik Lokasi Penelitian ... 31

5.2. Karakteristik Sosiodemografi Responden Penelitian ... 32

5.3. Distribusi Jawaban Kuesioner Ketahanan Pangan ... 33

5.4. Gambaran Tingkat Ketahanan Pangan ... 35

5.5 Prevalensi Anemia, Kurang Energi Kronis (KEK), dan Preeklamsia ... 37

5.6. Distribusi Silang Sosiodemografi Anemia, Kurang Energi Kronis (KEK), dan Preeklamsia ... 38

5.7. Pembahasan 5.7.1 Ketahanan Pangan ... 41

5.7.2 Hubungan Ketahanan Pangan dengan Anemia ... 41

5.7.3 Hubungan Ketahanan Pangan dengan KEK ... 43

5.7.4 Hubungan Ketahanan Pangan dengan Preeklamsia . 44

BAB 6 Kesimpulan dan Saran ... 48

6.1 Kesimpulan ... 48

6.2 Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49


(3)

LAMPIRAN

1. Lembar Penjelasan.

2. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP).

3. Kuesioner Karakteristik Responden dan Hasil Pemeriksaan 4. Kuesioner Ketahanan Pangan.

5. Surat Izin Survei Fakultas Kedokteran USU 6. Surat Izin Survei Dinas Kesehatan Kota Binjai 7. Logbook Penelitian


(4)

! viii!

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah pada Dewasa Tabel 2.2 Nilai Batas Normal Anemia

Tabel 3.1 Defenisi Operasional

Tabel 5.1 Karakteristik Sosio Demografi, Usia Kehamilan, Paritas Responden

Tabel 5.2 Distribusi Jawaban Kuesioner Ketahanan Pangan Tabel 5.3 Tingkat Ketahanan Pangan

Tabel 5.4 Distribusi Silang Ketahanan Pangan dengan Sosiodemografi, usia kehamilan, dan Paritas Responden Penelitian

Tabel 5.5 Prevalensi Anemia, KEK, dan Preeklamsia Tabel 5.6 Prevalensi KEK Responden Penelitian

Tabel 5.7 Prevalensi Preeklamsia Responden Penelitian

Tabel 5.8 Distribusi Silang Usia dengan Anemia, KEK, dan Preeklamsia Tabel 5.9 Distribusi Silang Usia Kehamilaan dengan Anemia, KEK, dan

Preeklamsia

Tabel 6.0 Distribusi Silang Paritas dengan Anemia, KEK, dan Preeklamsia Tabel 6.1 Hubungan Ketahanan Pangan dengan Anemia

Tabel 6.2 Hubungan Ketahanan Pangan dengan KEK

Tabel 6.3 Hubungan Ketahanan Pangan dengan Preeklamsia


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Konsep Ketahanan Pangan

Gambar 2.2 Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

Gambar 2.3 Algoritma untuk Membedakan Hipertensi dalam Kehamilan Gambar 3.3 Kerangka Konsep


(6)

! x!

DAFTAR SINGKATAN DAN SIMBOL

AKB Angka Kematian Bayi AKI Angka Kematian Ibu AKG Angka Kecukupan Gizi BBLR Berat Bayi Lahir Rendah DHA Docosahexanoic Acid DNA Deoxyribonucleat Acid

FAO Food and Agriculture Organization

ICN International Congres Nutrition

IU International Unit

KEK Kurang Energi Kronis LILA Lingkar Lengan Atas MPS Making Pregnancy Safer MDG’s Millenium Development Goal’s

NHBEP National High Blood Pressure Education Program NTD Neural Tube Defect’s

RDA Recommended Dietary Allowance RNA Ribonucleat Acid

SDM Sumber Daya Manusia

SKRT Survey Kesehatan Rumah Tangga WHO World Health Organization WUS Wanita Usia Subur

α Kesalahan Tipe 1


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN PARITAS DENGAN KEJADIAN RISIKO KURANG ENERGI KRONIS (KEK) PADA IBU HAMIL DI DESA SUKOWONO KECAMATAN SUKOWONO KABUPATEN JEMBER

1 16 138

Hubungan Antara Pola Konsumsi, Penyakit Infeksi Dan Pantang Makanan Terhadap Risiko Kurang Energi Kronis (Kek) Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011

2 14 169

Hubungan Ketahanan Pangan Tingkat Keluarga dengan Anemia, Kurang Energi Kronis (KEK), dan Preeklamsia pada Ibu Hamil di Kecamatan Binjai Selatan Tahun 2014

0 0 10

Hubungan Ketahanan Pangan Tingkat Keluarga dengan Anemia, Kurang Energi Kronis (KEK), dan Preeklamsia pada Ibu Hamil di Kecamatan Binjai Selatan Tahun 2014

0 1 1

Hubungan Ketahanan Pangan Tingkat Keluarga dengan Anemia, Kurang Energi Kronis (KEK), dan Preeklamsia pada Ibu Hamil di Kecamatan Binjai Selatan Tahun 2014

0 0 5

Hubungan Ketahanan Pangan Tingkat Keluarga dengan Anemia, Kurang Energi Kronis (KEK), dan Preeklamsia pada Ibu Hamil di Kecamatan Binjai Selatan Tahun 2014

0 1 19

Hubungan Ketahanan Pangan Tingkat Keluarga dengan Anemia, Kurang Energi Kronis (KEK), dan Preeklamsia pada Ibu Hamil di Kecamatan Binjai Selatan Tahun 2014

2 4 4

Hubungan Ketahanan Pangan Tingkat Keluarga dengan Anemia, Kurang Energi Kronis (KEK), dan Preeklamsia pada Ibu Hamil di Kecamatan Binjai Selatan Tahun 2014

2 2 7

RISIKO KURANG ENERGI KRONIS (KEK) PADA IBU HAMIL DI INDONESIA Sandjaja

0 3 11

Hubungan Kejadian Kurang Energi Kronis (KEK) Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Trimester I di Puskesmas Mantrijeron Tahun 2011 - Repository Poltekkesjogja

0 1 9