Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Produksi dan Harga Buah dan Sayuran di Kabupaten Karo

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2015. “Gunung Sinabung”.

http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung-Sinabung (Diakses : 15 November 2015, 21.00 WIB).

Badan Pusat Statistik. Kabupaten Karo Dalam Angka 2009. Sumatera Utara 2009.

_________________. Kabupaten Karo Dalam Angka 2010. Sumatera Utara 2010.

_________________. Kabupaten Karo Dalam Angka 2011. Sumatera Utara 2011.

_________________. Kabupaten Karo Dalam Angka 2012. Sumatera Utara 2012.

_________________. Kabupaten Karo Dalam Angka 2013. Sumatera Utara 2013.

Badan Pusat Statistik. Sumatera Utara Dalam Angka 2010. Sumatera Utara 2010.

_________________. Sumatera Utara Dalam Angka 2011. Sumatera Utara 2011.

_________________. Sumatera Utara Dalam Angka 2012. Sumatera Utara 2012.

_________________. Sumatera Utara Dalam Angka 2013. Sumatera Utara 2013.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2014. Rekomendasi Kebijakan Mitigasi

Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Sektor Pertanian. BPTP. Sumatera Utara.

Barus, Asil, dan Syukri. 2008. Agroekoteknologi Tanaman Buah-Buahan. USU

Press. Medan.

Daniel, M. 2002. Metode Penelitian Sosial Ekonomi. PT Bumi Aksara. Jakarta

Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo. 2005. Statistik Pertanian 2005.

Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo. 2010. Statistik Pertanian 2010.

Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo. 2014. Statistik Pertanian 2014.

Hutabarat, Rina C. 2014. Dampak Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo

terhadap Fluktuasi Harga Sayur Mayur. Jurnal Saintech Vol. 06 No. 04.

Hutasoit, Putri Septianika. Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Jumlah

Sayur Mayur yang Ditawarkan (Kentang, Bunga Kol, Sawi) di Desa Jeraya, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo. 2015. Skripsi. Medan. Universitas Sumatera Utara.


(2)

56

KBBI Online. Pengertian Dampak. (Diakses : 17 November 2015, 21.00 WIB).

Martini, T., Setyono, B., Sudarmaji. 2011. Dampak Erupsi Gunung Sinabung

Terhadap Usahatani Bunga Krisan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Yogyakarta

Pindyck, R dan Daniel. 2003. Mikro Ekonomi. PT. Indeks. Jakarta.

Purba, A. 2013. Langkah-Langkah Strategis Komisi Penanggulangan Bencana

GBKP Dalam Merespon Bencana Letusan Gunung Sinabung Tahun 2013. www.gbkp.or.id/index.php/component/content/article/88-gbkp/berita/398- langkah-langkah-strategis-komisi-penanggulangan-bencana-gbkp-dalam-merespons-bencana-gunung-sinabung-tahun-2013

(Diakses : 17 November 2015, 22.00 WIB).

______. 2004. Bertanam Mangga. Penebar Swadaya. Jakarta.

Reksoprayitno, Soediyono. 2000. Pengantar Ekonomi Mikro. Edisi Milenium.

Yogyakarta. BPFE.

Retnaningsih, Hartini. 2013. Letusan Gunung Sinabung dan Penanganan

Bencana di Indonesia. Jurnal. Volume: V. No.18. Hal: 11.

Samuelson, Paul A. William D. Nordhauss. 2002. Makro Ekonomi. Erlangga. Jakarta.

Saragih, Julprida. 2015. Analisis Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap

Pendapatan Petani Kubis Di Kecamatan Simpang Empat. Skripsi. Medan. Universitas Sumatera Utara.

Sidabutar, Andi Kesuma. 2015. Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap

Usahatani Kentang (Kasus: Desa Kuta Rakyat, Kecamatan Naman Teran, Kabupaten Karo). Skripsi. Medan. Universitas Sumatera Utara

Sinaga, I. L. J. Beatrix. 2015. Dampak Ketebalan Abu Vulkanik Erupsi Gunung

Sinabung Terhadap Sifat Biologi Tanah di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo. Jurnal Online Agroekoteknologi. Vol. 3, No.3 : 1163.

Sugiarto, dkk. 2000. Ekonomi Mikro Suatu Pendekatan Praktis. Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta.

Sukirno, Sakono. 2009. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. Edisi Ketiga. Jakarta.

PT Raja Grafindo Persada.

Setyaningrum, Hesti Dwi dan Cahyo Saparinto. 2014. Panen Sayur secara Rutin

di Lahan Sempit. Jakarta. Penebar Swadaya.


(3)

Tindaon, F. 2013. Letusan Gunung Sinabung Tingkatkan Kesuburan Tanah. Makalah. Hal: 2.

Walpole, E. Ronald. 1997. Pengantar Statistik Edisi Ketiga. PT. Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta.


(4)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Metode penentuan daerah penelitian ditentukan secara purposive, yaitu di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Pemilihan daerah tersebut dikarenakan daerah ini merupakan salah satu daerah yang terkena dampak erupsi Gunung Sinabung. Daerah ini mudah dijangkau oleh peneliti sehingga mempermudah penelitian.

3.2. Metode Pengambilan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah berupa data sekunder. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi yang terkait dengan penelitian ini. Data sekunder merupakan data yang telah tersedia dalam berbagai bentuk. Biasanya sumber data ini lebih banyak sebagai data statistik atau data yang sudah diolah sedemikian rupa sehingga siap digunakan. Data dalam bentuk statistik biasanya tersedia pada kantor-kantor pemerintahan, biro jasa data, perusahaan swasta, atau badan lainnya yang berhubungan dengan penggunaan data (Daniel, 2002).

Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series 10 tahun, mulai dari tahun 2005-2014, yang diperoleh dari Dinas Pertanian Sumatera Utara, Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo, Badan Pusat Statistik (BPS) dan sumber-sumber lain seperti jurnal dan hasil penelitian.


(5)

3.3. Metode Analisis Data

Metode analisis penelitian ini adalah menggunakan analisis uji-t berpasangan (paired sample t test) . Uji-t berpasangan yaitu salah satu metode pengujian hipotesis di mana data yang digunakan tidak bebas (berpasangan). Ciri-ciri yang sering ditemui pada kasus yang berpasangan adalah satu individu (objek penelitian) dikenai dua perlakuan yang berbeda. Walaupun menggunakan individu yang sama, peneliti tetap memperoleh dua macam data sampel, yaitu data dari perlakuan pertama dan data dari perlakuan kedua. Uji ini akan digunakan untuk membuktikan semua hipotesa. Analisis uji ini menggunakan program SPSS (Statisitical Product and Service and Solution).

Untuk melihat perbedaan produksi dan harga komoditi buah dan sayuran sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo dapat menggunakan uji statistik t-hitung berpasangan dengan formulasinya sebagai berikut:

t hitung = �−�0

��/√�� ; db = n – 1

Di mana:

d = rata-rata harga buah, harga sayuran, produksi buah dan produksi sayuran

sesudah erupsi Gunung Sinabung

do = rata-rata harga buah, harga sayuran, produksi buah dan produksi sayuran sebelum erupsi Gunung Sinabung

Sd = standar deviasi

n = jumlah observasi (pada penelitian ini nilai n = 10)


(6)

24

Kriteria pengambilan keputusan:

1. Menggunakan perbandingan antara t-hitung dengan t-tabel

Jika −������≤ �ℎ����� ≤ ������ ; tolak �1 : terima �0

Jika −������≤−�ℎ����� atau �ℎ�����≥ ������ ; tolak �0 : terima �1

2. Menggunakan nilai signifikan

Jika nilai signifikan > 0,05 ; maka �0 diterima, �1 ditolak Jika nilai signifikan < 0,05 ; maka �0 ditolak, �1 diterima

Hipotesis yang diajukan adalah:

�0 : Tidak terdapat perbedaan yang nyata harga buah, harga sayuran,

produksi buah, dan produksi sayuran di Kabupaten Karo sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung.

�1 : Terdapat perbedaan yang nyata harga buah, harga sayuran, produksi

buah, dan produksi sayuran di Kabupaten Karo sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung.

3.4. Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menjelaskan dan menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut.

3.4.1. Definisi

1. Dampak adalah pengaruh atau efek tidak langsung dari erupsi Gunung

Sinabung / bencana alam yang dapat menimbulkan akibat positif dan negatif

2. Erupsi adalah pelepasan material bumi seperti magma, gas, abu, dan sumber


(7)

3. Produksi buah Kabupaten Karo adalah hasil panen buah di Kabupaten Karo selama 1 periode tanam (kg/ha/musim/tanam).

4. Produksi sayuran Kabupaten Karo adalah hasil panen sayuran di Kabupaten

Karo selama 1 periode tanam (kg/ha/musim/tanam).

5. Harga buah adalah harga buah yang berada di Kabupaten Karo.

6. Harga sayuran adalah harga sayur yang berada di Kabupaten Karo.

3.4.2. Batasan Operasisonal

1. Daerah penelitian di Kabupaten Karo

2. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa harga dan produksi buah

dan sayuran tahun 2005 – 2014


(8)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

VARIABEL YANG DITELITI

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian 4.1.1. Letak dan Geografis

Kabupaten Karo terletak pada jajaran Bukit Barisan dan sebagian besar wilayahnya merupakan dataran tinggi. Secara geografis letak Kabupaten Karo berada di antara 2°50’ - 3°19’ Lintang Utara dan 97°55’ - 98°38’ Bujur Timur.

Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.127,25 km2 (2,97% dari luas Provinsi

Sumatera Utara) dengan batas wilayah sebagai berikut:

- Sebelah Utara : Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang

- Sebelah Selatan : Kabupaten Dairi dan Kabupaten Samosir

- Sebelah Timur : Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun

- Sebelah Barat : Provinsi Nanggro Aceh Darusalam

Kabupaten Karo terletak pada ketinggian 280 – 1.420 meter di atas permukaan laut. Kabupaten Karo secara administratif terbagi dalam 17 kecamatan yang meliputi 259 desa, 10 kelurahan, dan 689 dusun.

4.1.2. Iklim

Kabupaten Karo beriklim tropis dan mempunyai dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan pertama biasanya terjadi pada bulan Agustus sampai dengan Januari dan musim hujan kedua terjadi pada bulan Maret sampai dengan Mei, sedangkan musim kemarau biasanya pada bulan Februari, Juni, dan Juli.


(9)

Suhu udara di Kabupaten Karo berkisar antara 15,6°C sampai dengan 23,0°C dengan kelembapan udara rata-rata setinggi 89,12%.

4.1.3. Keadaan Penduduk

Menurut hasil sensus tahun 2010 penduduk Kabupaten Karo berjumlah 350.960 jiwa. Menurut proyeksi penduduk pada pertengahan tahun 2014, penduduk di

Kabupaten Karo berjumlah 382.622 jiwa yang mendiami 2.127,25 km2 .

Kepadatan penduduk diperkirakan sebesar 180 jiwa/km2. Laju pertumbuhan

penduduk di Kabupaten Karo tahun 2010 – 2014 adalah sebesar 2,18% per tahun.

Tahun 2014 di Kabupaten Karo penduduk laki-laki lebih sedikit dari perempuan. Laki-laki berjumlah 189.815 jiwa dan perempuan berjumlah 192.807 jiwa. Sex rasionya sebesar 98,45 persen yang artinya dari 100 penduduk perempuan terdapat 98,45 penduduk laki-laki (Tabel 4.1).

Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Per Kecamatan dan Sex Ratio di Kabupaten

Karo Tahun 2014

No. Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah Sex Ratio

1. Mardingding 9.279 9.322 18.601 99,54

2. Laubaleng 9.588 9.803 19.391 97,81

3. Tigabinanga 10.608 10.721 21.329 98,95

4. Juhar 6.908 6.969 13.877 99,12

5. Munte 10.344 10.328 20.672 100,15

6. Kutabuluh 5.497 5.627 11.124 97,69

7. Payung 5.732 5.869 11.601 97,66

8. Tiganderket 6.704 7.053 13.757 95,05

9. Simpang Empat 9.994 10.015 20.009 99,79

10. Naman Teran 7.098 6.853 13.951 103,58

11. Merdeka 7.596 7.562 15.158 100,45

12. Kabanjahe 34.627 36.263 70.890 95,49

13. Berastagi 23.909 24.141 48.050 99,04

14. Tigapanah 16.065 16.435 32.500 97,75

15. Dolat Rayat 4.472 4.575 9.047 97,75


(10)

28

Dengan melihat jumlah penduduk yang berusia di bawah 15 tahun dan 65 tahun ke atas maka diperoleh rasio ketergantungan sebesar 58,78 yang berarti setiap seratus orang usia produktif menanggung 59 orang dari usia di bawah 15 tahun dan 65 tahun ke atas. Beban tanggungan anak bagi usia produktif sebesar 51 dan beban tanggungan lanjut usia bagi penduduk usia produktif sebesar 8.

4.2. Deskripsi Variabel yang Diteliti

Pada bagian ini akan membahas perkembangan produksi dan harga buah dan sayuran di Kabupaten Karo. Perkembangan yang diamati dalam jangka waktu sepuluh tahun, mulai tahun 2005 sampai dengan tahun 2014.

4.2.1. Perkembangan Harga dan Produksi Jeruk

Harga dan produksi tanaman jeruk di Kabupaten Karo selama kurun waktu 2005 sampai 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut:

Tabel 4.2. Perkembangan Harga dan Produksi Jeruk Tahun 2005 -2014 di Kabupaten Karo

Tahun Harga (Rp) Produksi (Ton)

2005 2.411 542.237

2006 2.584 588.706

2007 2.435 1.018.276

2008 2.735 408.913

2009 3.314 413.959

2010 3.406 1.437.782

2011 5.543 502.493

2012 5.712 250.127

2013 7.593 193.526

2014 8.238 281.087

Total 43.971 5.637.106

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2005-2014

Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa harga rata-rata jeruk tertinggi di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2014 sebesar Rp 8.238,-/kg dan


(11)

harga rata-rata jeruk manis terendah terjadi pada tahun 2005 sebesar Rp 2.411,-/kg. Total harga rata-rata jeruk di Kabupaten Karo pada tahun

2005-2014 adalah sebesar Rp 43.971,-/kg. Sedangkan produksi jeruk tertinggi di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2010 sebesar 1.437.782 ton dan produksi jeruk terendah terjadi pada tahun 2013, yaitu sebesar 193.526 ton. Total produksi jeruk di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 adalah sebesar 5.637.106ton.

4.2.2. Perkembangan Harga dan Produksi Markisah

Harga dan produksi tanaman markisah di Kabupaten Karo selama kurun waktu 2005 sampai 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut:

Tabel 4.3. Perkembangan Harga dan Produksi Markisah Tahun 2005 -2014 di Kabupaten Karo

Tahun Harga (Rp) Produksi (Ton)

2005 1.684 5.934

2006 2.657 8.596

2007 3.072 6.879

2008 1.830 7.938

2009 3.058 3.580

2010 6.009 2.581

2011 2.304 4.650

2012 3.890 1.160

2013 7.813 4.014

2014 6.241 2.694

Total 38.558 48.026

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2005-2014

Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa harga rata-rata markisah tertinggi di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2013 sebesar Rp 7.813,-/kg dan harga rata-rata markisah terendah terjadi pada tahun 2005


(12)

30

tahun 2005-2014 adalah sebesar Rp 38.558,-/kg. Sedangkan produksi markisah tertinggi di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2006 sebesar 8.596 ton dan produksi markisah terendah terjadi pada tahun 2012, yaitu sebesar 1.160 ton. Total produksi markisah di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 adalah sebesar 48.026 ton.

4.2.3. Perkembangan Harga dan Produksi Kubis

Harga dan produksi tanaman kubis di Kabupaten Karo selama kurun waktu 2005 sampai 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut:

Tabel 4.4. Perkembangan Harga dan Produksi Kubis Tahun 2005-2014 di Kabupaten Karo

Tahun Harga (Rp) Produksi (Ton)

2005 883 123.638

2006 743 82.865

2007 766 110.335

2008 939 117.843

2009 862 95.383

2010 1.054 133.946

2011 1.193 69.364

2012 986 80.187

2013 1.183 75.712

2014 1.703 64.305

Total 10312 953.578

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2005-2014

Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa harga rata-rata kubis tertinggi di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2014 sebesar Rp 1.703,-/kg dan harga rata-rata kubis terendah terjadi pada tahun 2006 sebesar Rp 743,-/kg. Total

harga rata-rata kubis di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 adalah sebesar Rp 10.312,-/kg. Sedangkan produksi kubis tertinggi di Kabupaten Karo pada


(13)

terendah terjadi pada tahun 2014, yaitu sebesar 64.305 ton. Total produksi kubis di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 adalah sebesar 953.578 ton.

4.2.4. Perkembangan Harga dan Produksi Kentang

Harga dan produksi tanaman kentang di Kabupaten Karo selama kurun waktu 2005 sampai 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut:

Tabel 4.5. Perkembangan Harga dan Produksi Kentang Tahun 2005-2014 di Kabupaten Karo

Tahun Harga (Rp) Produksi (Ton)

2005 2.252 55.445

2006 2.144 42.201

2007 2.490 34.126

2008 3.327 34.255

2009 4.243 38.819

2010 3.291 53.988

2011 4.630 45.170

2012 3.117 53.958

2013 5.565 40.420

2014 6.092 32.455

Total 37.151 430.837

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2005-2014

Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa harga rata-rata kentang tertinggi di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2014 sebesar Rp 6.092,-/kg dan harga rata-rata kentang terendah terjadi pada tahun 2006 sebesar Rp 2.144,-/kg. Total harga rata-rata kentang di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 adalah sebesar Rp 37.151,-/kg. Sedangkan produksi kentang tertinggi di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2005 sebesar 55.445 ton dan produksi kentang terendah terjadi pada tahun 2007, yaitu sebesar 34.126 ton. Total produksi kentang di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 adalah sebesar


(14)

32

4.2.5. Perkembangan Harga dan Produksi Tomat

Harga dan produksi tanaman tomat di Kabupaten Karo selama kurun waktu 2005 sampai 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut:

Tabel 4.6. Perkembangan Harga dan Produksi Tomat Tahun 2005-2014 di Kabupaten Karo

Tahun Harga (Rp) Produksi (Ton)

2005 2.830 55.864

2006 2.296 64.035

2007 3.069 36.342

2008 3.213 32.326

2009 3.319 46.452

2010 3.356 41.814

2011 3.697 28.393

2012 3.365 70.768

2013 4.145 74.578

2014 5.050 41.533

Total 34.340 492.105

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2005-2014

Dari Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa harga rata-rata tomat tertinggi di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2014 sebesar Rp 5.050,-/kg dan harga rata-rata tomat terendah terjadi pada tahun 2006 sebesar Rp 2.296,-/kg. Total harga rata-rata tomat di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 adalah sebesar Rp 34.340,-/kg. Sedangkan produksi tomat tertinggi di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2013 sebesar 74.578 ton dan produksi tomat terendah terjadi pada tahun 2011, yaitu sebesar 28.393 ton. Total produksi tomat di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 adalah sebesar 492.105 ton.


(15)

4.2.6. Perkembangan Harga dan Produksi Wortel

Harga dan produksi tanaman wortel di Kabupaten Karo selama kurun waktu 2005 sampai 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut:

Tabel 4.7. Perkembangan Harga dan Produksi Wortel Tahun 2005-2014 di Kabupaten Karo

Tahun Harga (Rp) Produksi (Ton)

2005 1.308 65.174

2006 1.358 36.141

2007 1.075 33.294

2008 1.770 33.613

2009 2.337 24.684

2010 1.843 47.330

2011 2.260 22.253

2012 2.348 24.906

2013 2.289 30.693

2014 3.579 36.257

Total 20.167 354.345

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2005-2014

Dari Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa harga rata-rata wortel tertinggi di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2014 sebesar Rp 3.579,-/kg dan harga rata-rata wortel terendah terjadi pada tahun 2007 sebesar Rp 1.075,-/kg. Total harga rata-rata wortel di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 adalah sebesar Rp 20.167,-/kg. Sedangkan produksi wortel tertinggi di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2005 sebesar 65.174 ton dan produksi wortel terendah terjadi pada tahun 2011, yaitu sebesar 22.253 ton. Total produksi wortel di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 adalah sebesar 354.345 ton.


(16)

34

4.2.7. Perkembangan Harga dan Produksi Buncis

Harga dan produksi tanaman buncis di Kabupaten Karo selama kurun waktu 2005 sampai 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut:

Tabel 4.8. Perkembangan Harga dan Produksi Buncis Tahun 2005-2014 di Kabupaten Karo

Tahun Harga (Rp) Produksi (Ton)

2005 1.876 26.671

2006 1.798 19.251

2007 1.924 23.918

2008 2.314 26.815

2009 2.433 26.981

2010 2.657 33.873

2011 3.113 14.597

2012 2.770 25.642

2013 3.576 23.481

2014 4.929 11.881

Total 27.390 233.110

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2005-2014

Dari Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa harga rata-rata buncis tertinggi di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2014 sebesar Rp 4.929,-/kg dan harga rata-rata buncis terendah terjadi pada tahun 2006 sebesar Rp 1.798,-/kg. Total harga rata-rata buncis di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 adalah sebesar Rp 27.390,-/kg. Sedangkan produksi buncis tertinggi di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2009 sebesar 26.981 ton dan produksi buncis terendah terjadi pada tahun 2014, yaitu sebesar 11.881 ton. Total produksi buncis di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 adalah sebesar 233.110 ton.


(17)

4.2.8. Perkembangan Harga dan Produksi Petsai

Harga dan produksi tanaman petsai di Kabupaten Karo selama kurun waktu 2005 sampai 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.9 berikut:

Tabel 4.9. Perkembangan Harga dan Produksi Petsai Tahun 2005-2014 di Kabupaten Karo

Tahun Harga (Rp) Produksi (Ton)

2005 787 53.959

2006 618 41.467

2007 636 47.640

2008 920 54.969

2009 1.098 62.839

2010 974 65.695

2011 1.217 30.082

2012 1.138 32.834

2013 1.586 34.587

2014 1.678 23.680

Total 10.652 447.752

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2005-2014

Dari Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa harga rata-rata petsai tertinggi di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2014 sebesar Rp 1.678,-/kg dan harga rata-rata petsai terendah terjadi pada tahun 2006 sebesar Rp 618,-/kg. Total harga rata-rata petsai di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 adalah sebesar Rp 10.652,-/kg. Sedangkan produksi petsai tertinggi di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2010 sebesar 65.695 ton dan produksi petsai terendah terjadi pada tahun 2014, yaitu sebesar 23.680 ton. Total produksi petsai di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 adalah sebesar 447.752 ton.


(18)

36

4.2.9. Perkembangan Harga dan Produksi Labu Siam

Harga dan produksi tanaman labu siam di Kabupaten Karo selama kurun waktu 2005 sampai 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.10 berikut:

Tabel 4.10. Perkembangan Harga dan Produksi Labu Siam Tahun 2005-2014 di Kabupaten Karo

Tahun Harga (Rp) Produksi (Ton)

2005 147 170

2006 112 0

2007 137 2.208

2008 151 2.298

2009 161 1.494

2010 166 2.128

2011 197 1.062

2012 225 4.083

2013 201 5.774

2014 267 7.478

Total 1.764 26.695

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2005-2014

Dari Tabel 4.10 dapat dilihat bahwa harga rata-rata labu siam tertinggi di

Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2014 sebesar Rp 267,-/kg dan harga rata-rata labu siam terendah terjadi pada tahun 2006

sebesar Rp 112,-/kg. Total harga rata-rata labu siam di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 adalah sebesar Rp 1.764,-/kg. Sedangkan produksi labu siam tertinggi di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2014 sebesar 7.478 ton dan produksi labu siam terendah terjadi pada tahun 2006, yaitu sebesar 0 ton. Total produksi labu siam di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 adalah sebesar 26.695 ton.


(19)

4.2.10. Perkembangan Harga dan Produksi Kol Bunga

Harga dan produksi tanaman kol bunga di Kabupaten Karo selama kurun waktu 2005 sampai 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.10 berikut:

Tabel 4.11. Perkembangan Harga dan Produksi Kol Bunga Tahun 2005-2014 di Kabupaten Karo

Tahun Harga (Rp) Produksi (Ton)

2005 1.807 45.388

2006 1.779 36.842

2007 1.998 21.252

2008 2.596 28.047

2009 2.271 19.156

2010 2.377 22.062

2011 2.639 19.105

2012 2.684 20.112

2013 3.456 25.546

2014 3.889 26.085

Total 25.496 263.595

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2005-2014

Dari Tabel 4.11 dapat dilihat bahwa harga rata-rata kol bunga tertinggi di

Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2014 sebesar Rp 3.889,-/kg dan harga rata-rata kol bunga terendah terjadi pada tahun 2006

sebesar Rp 1.779,-/kg. Total harga rata-rata kol bunga di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 adalah sebesar Rp 25.496,-/kg. Sedangkan produksi kol bunga tertinggi di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2005 sebesar 45.388 ton dan produksi kol bunga terendah terjadi pada tahun 2011, yaitu sebesar 19.105 ton. Total produksi kol bunga di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 adalah sebesar 263.595 ton.


(20)

38

4.2.11. Perkembangan Harga dan Produksi Bawang Daun

Harga dan produksi tanaman bawang daundi Kabupaten Karo selama kurun waktu 2005 sampai 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.11 berikut:

Tabel 4.12. Perkembangan Harga dan Produksi Bawang Daun Tahun 2005-2014 di Kabupaten Karo

Tahun Harga (Rp) Produksi (Ton)

2005 5.598 21.258

2006 4.271 20.450

2007 5.020 11.339

2008 5.049 15.439

2009 4.610 16.205

2010 5.112 14.815

2011 5.952 5.402

2012 5.610 5.822

2013 5.955 7.197

2014 6.945 5.977

Total 54.122 123.904

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2005-2014

Dari Tabel 4.12 dapat dilihat bahwa harga rata-rata bawang daun tertinggi di

Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2014 sebesar Rp 6.945,-/kg dan harga rata-rata bawang daun terendah terjadi pada tahun 2006

sebesar Rp 4.271,-/kg. Total harga rata-rata bawang daun di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 adalah sebesar Rp 54.122,-/kg. Sedangkan produksi bawang daun tertinggi di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2005 sebesar 21.258 ton dan produksi bawang daun terendah terjadi pada tahun 2010, yaitu sebesar 5.402 ton. Total produksi bawang daun di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 adalah sebesar 123.904 ton.


(21)

4.2.12. Perkembangan Harga dan Produksi Cabe Merah

Harga dan produksi tanaman cabe merah di Kabupaten Karo selama kurun waktu 2005 sampai 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.12 berikut:

Tabel 4.13. Perkembangan Harga dan Produksi Cabe Merah Tahun 2005 -2014 di Kabupaten Karo

Tahun Harga (Rp) Produksi (Ton)

2005 13.181 31.386

2006 9.324 27.677

2007 11.400 36.800

2008 16.597 37.672

2009 13.929 39.504

2010 17.290 41.349

2011 17.548 40.610

2012 15.470 50.734

2013 24.812 44.111

2014 22.918 36.635

Total 162.469 386.478

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2005-2014

Dari Tabel 4.13 dapat dilihat bahwa harga rata-rata cabe merah tertinggi di

Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2013 sebesar Rp 24.812,-/kg dan harga rata-rata cabe merah terendah terjadi pada tahun 2006

sebesar Rp 9.324,-/kg. Total harga rata-rata cabe merah di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 adalah sebesar Rp 162.469,-/kg. Sedangkan produksi cabe merah tertinggi di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2013 sebesar 44.111 ton dan produksi cabe merah terendah terjadi pada tahun 2006, yaitu sebesar 27.677 ton. Total produksi cabe merah di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 adalah sebesar 386.478 ton.


(22)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan bagaimana dampak erupsi Gunung Sinabung terhadap produksi dan harga buah dan sayuran di Kabupaten Karo. Komoditi buah dalam penelitian ini adalah jeruk dan markisah, sedangkan komoditi sayuran dalam penelitian ini adalah kubis, kentang, tomat, wortel, buncis, petsai/sawi, labu siam, kol bunga, bawang daun, dan cabe merah.

Untuk mengetahui dampak erupsi Gunung Sinabung terhadap produksi buah dan sayuran di Kabupaten Karo , maka dapat dilihat dari data produksi sebelum erupsi (tahun 2005-2009) dan data produksi sesudah erupsi (tahun 2010-2014). Demikian juga untuk mengetahui dampak erupsi Gunung Sinabung terhadap harga buah dan sayuran di Kabupaten Karo , maka dapat dilihat dari data harga sebelum erupsi (tahun 2005-2009) dan data harga sesudah erupsi (tahun 2010-2014).


(23)

5.1. Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Produksi Buah dan Sayuran di Kabupaten Karo

Tabel 5.1. Luas Panen dan Produksi Buah dan Sayuran di Kabupaten Karo Sebelum (Tahun 2005-2009) dan Sesudah (Tahun 2009-2014) Erupsi Gunung Sinabung

Sebelum Erupsi Sesudah Erupsi

No Komoditi Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Total Rata-Rata Total Rata-Rata Total Rata-Rata Total Rata-Rata 1 Jeruk 51.039 10.208 2.972.091 594.418 337.741 67.548 2.665.015 533.003 2 Markisah 3.331 666 32.927 6.585 3.258 652 15.099 3.020 3 Kubis 15.794 3.159 530.064 106.013 15.399 3.080 423.514 84.703 4 Kentang 12.928 2.586 204.846 40.969 13.652 2.730 225.991 45.198 5 Tomat 9.143 1.829 235.019 47.004 9.244 1.849 257.087 51.417 6 Wortel 7.196 1.439 192.906 38.581 7.240 1.448 161.439 32.288 7 Buncis 10.502 2.100 123.636 24.727 8.669 1.734 109.472 21.894 8 Petsai/Sawi 11.209 2.242 260.874 52.175 12.021 2.404 186.878 37.376 9 Labu Siam 183 37 6.170 1.234 466 93 20.526 4.105 10 Kol bunga 7.258 1.452 150.685 30.137 7.496 1.499 112.910 22.582 11 Bawang Daun 6.726 1.345 84.691 16.938 3.336 667 39.213 7.843 12 Cabe merah 19.683 3.937 173.039 34.608 27.065 5.413 210.437 42.087 Sumber: Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo (Lampiran 1 dan 2

diolah)

Pada Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa adanya peningkatan produksi pada komoditas kentang, tomat, labu siam, dan cabe merah sesudah erupsi dibandingkan dengan produksi sebelum erupsi. Kenaikan produksi pada keempat komoditas tersebut disebabkan karena adanya peningkatan luas panen sesudah erupsi dibandingkan sebelum erupsi.

Total produksi kentang sesudah erupsi mengalami peningkatan sebesar 21.145 ton atau meningkat sebesar 10,32% dari sebelum erupsi. Hal tersebut disebabkan karena adanya peningkatan total luas panen sesudah erupsi sebesar 724 ha atau meningkat sebesar 5,6% dari total luas panen sebelum erupsi.


(24)

42

Produksi tomat sesudah erupsi mengalami peningkatan sebesar 22.068 ton atau meningkat sebesar 9,39% dibandingkan dengan produksi tomat sebelum erupsi. Peningkatan produksi tomat disebabkan karena adanya peningkatan luas panen sebesar 101 ha atau meningkat sebesar 1,10% dibandingkan dengan total luas panen tomat sebelum erupsi.

Produksi labu siam sesudah erupsi mengalami peningkatan sebesar 14.356 ton atau meningkat sebesar 232,7% dibandingkan produksi sebelum erupsi. Hal tersebut disebabkan adanya peningkatan luas panen labu siam sesudah erupsi sebesar 283 ha atau meningkat sebesar 154,6% dari luas panen sebelum erupsi.

Produksi cabe merah sesudah erupsi mengalami peningkatan sebesar 37.298 ton atau meningkat sebesar 21,61% dari produksi sebelum erupsi. Adanya peningkatan produksi disebabkan karena adanya peningkatan luas panen cabe merah sesudah erupsi sebesar 7.382 ha atau meningkat sebesar 37,5% dari sebelum erupsi.

Pada Tabel 5.1 juga dapat dilihat bahwa kebanyakan buah dan sayuran di Kabupaten Karo mengalami penurunan produksi sesudah erupsi Gunung Sinabung. Dari dua belas komoditas pada Tabel 5.1, terdapat delapan komoditas yang produksinya sesudah erupsi mengalami penurunan dibandingkan produksi sebelum erupsi. Kedelapan komoditas tersebut adalah komoditas jeruk, markisah, kubis, wortel, buncis, petsai/sawi, kol bunga, dan bawang daun.

Produksi jeruk mengalami penurunan sebesar 10,33% setelah terjadinya erupsi Gunung Sinabung, yaitu dari 2.972.091 ton menjadi 2.665.015 ton. Luas panen jeruk meningkat sebesar 286.702,21 ha atau meningkat sebesar 561,73% , di mana


(25)

total luas panen jeruk sebelum erupsi sebesar 51.039,12 ha dan sesudah erupsi total luas panen menjadi 337.741,33 ha.

Produksi markisah sebelum erupsi adalah sebesar 32.927 ton dan sesudah erupsi adalah sebesar 15.099 ton. Produksi markisah sesudah erupsi mengalami penurunan sebesar 17.828 ton atau turun sebesar 54,14% dibandingkan dengan produksi markisah sebelum erupsi. Luas panen markisah mengalami penurunan sebesar 72 ha atau menurun sebesar 2,17% dari sebelum erupsi, di mana sebelum erupsi luas panen markisah sebesar 3.331 ha dan sesudah erupsi menjadi 3.258 ha.

Produksi kubis sesudah erupsi mengalami penurunan sebesar 106.550 ton atau turun sebesar 20% dibandingkan sebelum erupsi, di mana produksi kubis sebelum erupsi adalah sebesar 530.064 to, dan sesudah erupsi menjadi 423.514 ton. Luas panen kubis sesudah erupsi juga mengalami penurunan. Penurunannya sebesar 395 ha atau turun sebesar 5,6% dari sebelum erupsi, di mana luas panen kubis sebelum erupsi adalah sebesar 15.794 ha dan sesudah erupsi menjadi 15.399 ha.

Produksi wortel sesudah erupsi mengalami penurunan sebesar 31.467 ton atau turun sebesar 16,31% dari sebelum erupsi, di mana produksi wortel sebelum erupsi adalah sebesar 192.906 ton dan sesudah erupsi menjadi 162.439 ton. Sedangkan, luas panen wortel sesudah erupsi mengalami peningkatan sebesar 44 ha atau naik sebesar 0,61% dari sebelum erupsi, di mana luas panen wortel sebelum erupsi adalah sebesar 7.196 ha dan sesudah erupsi menjadi 7.241 ha.

Produksi buncis sebelum erupsi adalah sebesar 123.636 ton dan sesudah erupsi menjadi 109.472 ton. Produksi buncis sesudah erupsi mengalami penurunan


(26)

44

buncis sesudah erupsi juga mengalami penurunan, di mana luas panen buncis sebelum erupsi adalah sebesar 10.502 ha dan sesudah erupsi menjadi 8.669 ha. Penurunan luas panen buncis sesudah erupsi adalah sebesar 18.333 ha atau turun sebesar 17,45% dari sebelum erupsi.

Produksi petsai/sawi sesudah erupsi mengalami penurunan sebesar 73.996 ton atau turun sebesar 28,36%, di mana produksi petsai/sawi sebelum erupsi adalah sebesar 260.874 ton dan sesudah erupsi menjadi 186.878 ton. Sedangkan, luas panen petsai/sawi sesudah erupsi mengalami peningkatan sebesar 812 ha atau naik sebesar 7,24% dari luas panen sebelum erupsi.

Produksi kol bunga sesudah erupsi mengalami penurunan sebesar 37.775 ton atau turun sebesar 25,1% dari sebelum erupsi, di mana produksi kol bunga sebelum erupsi adalah sebesar 150.685 ton dan sesudah erupsi menjadi 112.910 ton. Sedangkan, luas panen kol bunga sesudah erupsi mengalami peningkatan sebesar 238 ha atau naik sebesar 3,28% dari sebelum erupsi, di mana luas panen kol

bunga sebelum erupsi adalah sebesar 7.258 ha dan sesudah erupsi menjadi 7.496 ha.

Produksi bawang daun sesudah erupsi mengalami penurunan sebesar 45.478 ton atau turun sebesar 53,7% dari sebelum erupsi, di mana produksi bawang daun sebelum erupsi adalah sebesar 84.691 ton dan sesudah erupsi menjadi 39.213 ton. Luas panen bawang daun sesudah erupsi juga mengalami penurunan. Penurunannya sebesar 3.390 ha atau turun sebesar 50,4% dari sebelum erupsi, di mana luas panen bawang daun sebelum erupsi adalah sebesar 6.726 ha dan sesudah erupsi menjadi 3.336 ha.


(27)

Penurunan produksi pada komoditas buah dan sayur tersebut disebabkan karena banyaknya lahan yang tertutupi debu vulkanik yang berdampak pada penurunan luas panen. Selain karena luas panen yang berkurang, penurunan produksi pada tanaman buah dan sayuran juga disebabkan karena adanya kerusakan pada tanaman. Tanaman yang tertutupi abu vulkanik mengakibatkan tanaman buah dan sayuran susah untuk berkembang sehingga produksinya mengecil dan bahkan ada yang gagal panen.

Untuk menguji apakah terdapat perbedaan yang nyata antara produksi buah dan sayuran sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo,

dilakukan uji beda rata-rata berpasangan (Paired Sample T-Test). Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.2. Hasil Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Produksi Buah Sebelum dan Sesudah Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo

No. Komoditas Sig Keterangan

1. Jeruk 0,83 H0 diterima

2. Markisah 0,01 H1 diterima


(28)

46

Tabel 5.3. Hasil Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Produksi Sayuran Sebelum dan Sesudah Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo

No. Komoditas Sig Keterangan

1. Kubis 0,08 H0 diterima

2. Kentang 0,394 H0 diterima

3. Tomat 0,78 H0 diterima

4. Wortel 0,287 H0 diterima

5. Buncis 0,488 H0 diterima

6. Petsai/Sawi 0,145 H0 diterima

7. Labu Siam 0,03 H1 diterima

8. Kol bunga 0,249 H0 diterima

9. Bawang Daun 0,006 H1 diterima

10. Cabe merah 0,981 H0 diterima

Sumber: Lampiran 8,10,12,14,16,18,20,22,24, dan 26

Pada Tabel 5.2 dan Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari dua belas komoditas buah dan sayuran yang diteliti, sebanyak sembilan komoditas yang produksinya diperoleh nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 ( > 0,05). Sembilan komoditas tersebut adalah jeruk, kubis, kentang, tomat, wortel, buncis, petsai/sawi, kol bunga, dan cabe merah. Sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara produksi jeruk, kubis, kentang, tomat, wortel, buncis, petsai/sawi, kol bunga, dan cabe merah sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo. Hal tersebut disebabkan karena dari tujuh belas kecamatan yang ada di Kabupaten Karo, hanya enam kecamatan yang terkena dampak erupsi Gunung Sinabung. Keenam kecamatan tersebut adalah Kecamatan Namanteran, Kecamatan Simpang Empat, Kecamatan Merdeka, Kecamatan Dolat Rayat, Kecamatan Barusjahe, dan Kecamatan Berastagi.


(29)

Menurut Rauf dalam Sinaga (2015), kandungan abu vulkanik hasil erupsi Gunung Sinabung tergolong masam yakni kisaran pH 4,30-4,98. PH tanah mempengaruhi aktivitas mikroorganisme di dalam tanah. Sinaga (2015) menarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara pH tanah dan respirasi mikroorganisme pada tanah yang tidak terkena dan terkena abu, di mana semakin tebal abu yang menutupi permukaan tanah menyebabkan semakin menurunnya nilai pH dan respirasi di dalam tanah.

Adanya perbedaan yang nyata antara produksi markisah sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung disebabkan karena salah satu dari dua sentra produksi markisah di Kabupaten Karo terkena dampak erupsi Gunung Sinabung, yaitu Kecamatan Barusjahe, di mana sentra produksi markisah adalah Kecamatan Tigapanah dan Barusjahe. Di sisi lain, adanya perbedaan yang nyata tersebut juga disebabkan karena syarat tumbuh tanaman markisah adalah pH tanah normal (6,5 - 7,5), sedangkan erupsi Gunung Sinabung menyebabkan pH tanah menjadi asam sehingga produksi markisah mengalami penurunan

Pada komoditas bawang daun, sentra produksi terdapat di Kecamatan Simpang Empat, Berastagi, dan Tigapanah. Salah dua dari tiga sentra produksi tersebut terkena dampak erupsi Gunung Sinabung, yaitu Kecamatan Simpang Empat dan Berastagi. Syarat tumbuh komoditas bawang daun adalah pH tanah normal (6,5 - 7,5). Kedua hal tersebut menyebabkan adanya perbedaan yang nyata antara produksi bawang daun sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung, di mana produksinya mengalami penurunan.


(30)

48

Pada komoditas labu siam, sentra produksi terdapat di Kecamatan Berastagi dan Tiga Binanga. Salah satu dari sentra produksi tersebut mengalami dampak erupsi Gunung Sinabung, yaitu Kecamatan Tiga Binanga. Syarat tumbuh pada komoditas labu siam salah satunya adalah pH tanah masam (5 – 6,5). Hal tersebut menyebabkan adanya peningkatan produksi seara drastis (232,7%) pada labu siam sesudah erupsi Gunung Sinabung, sehingga dapat disimpulkan adanya perbedaan yang nyata sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo.

5.2. Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Harga Buah dan Sayuran di Kabupaten Karo

Tabel 5.4. Produksi dan Harga Buah dan Sayuran di Kabupaten Karo Sebelum (Tahun 2005-2009) dan Sesudah (Tahun 2009-2014) Erupsi Gunung Sinabung

Sebelum Erupsi Sesudah Erupsi

No Komoditi Produksi (Ton) Harga (Rp) Produksi (Ton) Harga (Rp) Total Rata-Rata Total Rata-Rata Total Rata-Rata Total Rata-Rata 1 Jeruk 2.972.091 594.418 13.479 2.696 2.665.015 533.003 30.492 6.098 2 Markisah 32.927 6.585 12.301 2.460 15.099 3.020 26.257 5.251 3 Kubis 530.064 106.013 4.193 839 423.514 84.703 6.119 1.224 4 Kentang 204.846 40.969 14.456 2.891 225.991 45.198 22.695 4.539 5 Tomat 235.019 47.004 14.727 2.945 257.087 51.417 19.613 3.923 6 Wortel 192.906 38.581 7.848 1.570 161.439 32.288 12.319 2.464 7 Buncis 123.636 24.727 10.345 2.069 109.472 21.894 17.045 3.409 8 Petsai/Sawi 260.874 52.175 4.059 812 186.878 37.376 6.593 1.319 9 Labu Siam 6.170 1.234 708 142 20.526 4.105 1.056 211 10 Kol bunga 150.685 30.137 10.451 2.090 112.910 22.582 15.045 3.009 11 Bawang Daun 84.691 16.938 24.548 4.910 39.213 7.843 29.574 5.915 12 Cabe merah 173.039 34.608 64.431 12.886 210.437 42.087 98.038 19.608 Sumber: Sumber: Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo (Lampiran 2

dan 3 diolah)

Dari Tabel 5.4 dapat dilihat adanya perubahan harga buah dan sayuran sebelum erupsi dan sesudah erupsi. Rataan harga jeruk di Kabupaten Karo sebelum erupsi Gunung Sinabung yaitu sebesar Rp 2.691,- /kg dan sesudah erupsi Gunung


(31)

Sinabung yaitu sebesar Rp 6.098,- /kg. Sesudah erupsi harga jeruk meningkat sebesar 126,21%.

Rataan harga markisah sebelum erupsi Gunung Sinabung adalah Rp 2.460,-/kg dan rataan harga markisah sesudah erupsi adalah Rp 5.251,-/kg. Harga markisah sesudah erupsi Gunung Sinabung mengalami peningkatan sebesar 113,45% dibandingkan dengan harga markisah sebelum erupsi.

Rataan harga kubis sebelum erupsi Gunung Sinabung adalah Rp 839,-/kg dan rataan harga kubis sesudah erupsi adalah Rp 1.224,-/kg. Harga kubis sesudah erupsi Gunung Sinabung mengalami peningkatan sebesar 45,93% dibandingkan dengan harga kubis sebelum erupsi.

Rataan harga kentang sebelum erupsi Gunung Sinabung adalah Rp 2.891,-/kg dan rataan harga kentang sesudah erupsi adalah Rp 4.539,-/kg. Harga kentang sesudah erupsi Gunung Sinabung mengalami peningkatan sebesar 57% dibandingkan dengan harga kentang sebelum erupsi.

Rataan harga tomat sebelum erupsi Gunung Sinabung adalah Rp 2.945,-/kg dan rataan harga tomat sesudah erupsi adalah Rp 3.923,-/kg. Harga tomat sesudah erupsi Gunung Sinabung mengalami peningkatan sebesar 33,17% dibandingkan dengan harga tomat sebelum erupsi.

Rataan harga wortel sebelum erupsi Gunung Sinabung adalah Rp 1.570,-/kg dan rataan harga wortel sesudah erupsi adalah Rp 2.464,-/kg. Harga wortel sesudah erupsi Gunung Sinabung mengalami peningkatan sebesar 56,97% dibandingkan


(32)

50

Rataan harga buncis sebelum erupsi Gunung Sinabung adalah Rp 2.069,-/kg dan rataan harga buncis sesudah erupsi adalah Rp 3.409,-/kg. Harga buncis sesudah erupsi Gunung Sinabung mengalami peningkatan sebesar 64,77% dibandingkan dengan harga buncis sebelum erupsi.

Rataan harga petsai sebelum erupsi Gunung Sinabung adalah Rp 812,-/kg dan rataan harga petsai sesudah erupsi adalah Rp 1.319,-/kg. Harga petsai sesudah erupsi Gunung Sinabung mengalami peningkatan sebesar 62,43% dibandingkan dengan harga petsai sebelum erupsi.

Rataan harga labu siam sebelum erupsi Gunung Sinabung adalah Rp 142,-/kg dan rataan harga labu siam sesudah erupsi adalah Rp 211,-/kg. Harga labu siam sesudah erupsi Gunung Sinabung mengalami peningkatan sebesar 49,15% dibandingkan dengan harga labu siam sebelum erupsi.

Rataan harga kol bunga sebelum erupsi Gunung Sinabung adalah Rp 2.090,-/kg dan rataan harga kol bunga sesudah erupsi adalah Rp 3.009,-/kg. Harga kol bunga sesudah erupsi Gunung Sinabung mengalami peningkatan sebesar 43,96% dibandingkan dengan harga kol bunga sebelum erupsi.

Rataan harga bawang daun sebelum erupsi Gunung Sinabung adalah Rp4.910,-/kg dan rataan harga bawang daun sesudah erupsi adalah Rp 5.915,-/kg. Harga bawang daun sesudah erupsi Gunung Sinabung mengalami peningkatan sebesar 20,47% dibandingkan dengan harga bawang daun sebelum erupsi.

Rataan harga cabe merah sebelum erupsi Gunung Sinabung adalah Rp 12.886,-/kg dan rataan harga cabe merah sesudah erupsi adalah Rp 19.608,-/kg. Harga cabe


(33)

merah sesudah erupsi Gunung Sinabung mengalami peningkatan sebesar 52,16% dibandingkan dengan harga cabe merah sebelum erupsi.

Dari uraian tersebut dapat dilihat bahwa sesudah erupsi Gunung Sinabung seluruh komoditas buah dan sayuran mengalami kenaikan harga. Kenaikan harga disebabkan karena kurangnya pasokan buah dan sayuran dari sentra produksi di Kabupaten Karo.

Untuk menguji apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara harga buah dan sayuran sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo,

dilakukan uji beda rata-rata berpasangan (Paired Sample T-Test). Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.5. Hasil Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Harga Buah Sebelum dan Sesudah Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo

No. Komoditas Sig Keterangan

1. Jeruk 0,009 H1 diterima

2. Markisah 0,072 H0 diterima

Sumber: Lampiran 5 dan 7

Tabel 5.6. Hasil Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Harga Sayuran Sebelum dan Sesudah Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo

No. Komoditas Sig Keterangan

1. Kubis 0,036 H1 diterima

2. Kentang 0,01 H1 diterima

3. Tomat 0,021 H1 diterima

4. Wortel 0,005 H1 diterima

5. Buncis 0,012 H1 diterima

6. Petsai/Sawi 0,004 H1 diterima

7. Labu Siam 0,011 H1 diterima

8. Kol bunga 0,007 H1 diterima


(34)

52

Pada Tabel 5.5 dan Tabel 5.6 dapat dilihat bahwa dari dua belas komoditas yang diteliti, sebanyak dua komoditas yang harganya diperoleh nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05 ( < 0,05). Kedua komoditas tersebut adalah markisah dan bawang daun. Maka dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara harga markisah dan bawang daun sebelum erupsi dan sesudah erupsi Gunung Sinabung.

Pada Tabel 5.5 dan Tabel 5.6 juga dapat dilihat bahwa nilai signifikansi pada harga komoditas jeruk, kubis, kentang, tomat, wortel, buncis, petsai/sawi, labu siam, kol bunga, dan cabe merah adalah lebih kecil dari 0,05 (< 0,05), sehingga H1 diterima, H0 ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara harga jeruk, kubis, kentang, tomat, wortel, buncis, petsai/sawi, labu siam, kol bunga, cabe merah sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo.

Kerusakan tanaman sayur-mayur akibat abu vulkanik dan awan panas juga meliputi wilayah-wilayah di luar zona merah. Banyak petani gagal panen atau memaksa panen lebih awal akibat kerusakan batang atau rusak akibat mati karena pucuk layu. Produksi yang terganggu ditambah pemanenan yang juga terganggu tentu saja membuat pasokan di pasar menjadi berkurang (Hutasoit, 2015).

Keterbatasan pasokan buah dan sayuran di sentra produksi Kabupaten Karo menyebabkan adanya kenaikan harga pada buah dan sayuran di daerah tersebut. Menurut Hutabarat (2014), berbagai faktor penyebab keterbatasan komoditas pertanian antara lain: musim kemarau, serangan hama, dan bencana alam yang tidak terduga. Faktor bencana alam sangat besar pengaruhnya dalam menciptakan


(35)

fluktuasi harga pada daerah yang mengalami bencana, seperti erupsi gunung Sinabung.


(36)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Terdapat perbedaan yang nyata antara produksi markisah, produksi labu siam, produksi bawang daun sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara produksi jeruk, produksi kubis, produksi kentang, produksi tomat, produksi wortel, produksi buncis, produksi petsai, produksi kol bunga, dan produksi cabe merah sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung.

2. Terdapat perbedaan yang nyata antara harga jeruk, harga kubis, harga kentang,

harga tomat, harga wortel, harga buncis, harga petsai, harga labu siam, harga kol bunga, harga cabe merah sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung. . Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara harga markisah dan harga bawang daun sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung.

6.2 Saran

1. Kepada pemerintah diharapkan membuat suatu upaya antisipasi menurunnya produksi buah dan sayuran di Kabupaten Karo dan juga membuat program yang dapat meningkatkan nilai jual buah dan sayuran di Kabupaten Karo.

2. Kepada peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian lanjutan mengenai dampak erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo dengan komoditas yang berbeda, seperti tanaman pangan (komoditas padi, jagung, dan kedelai).


(37)

2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengertian Dampak

Pengertian dampak adalah pengaruh atau efek tidak langsung dari erupsi Gunung Sinabung atau dari bencana lain. Pengaruh atau efek adalah suatu keadaan di mana ada hubungan timbal balik atau hubungan sebab akibat antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang dipengaruhi (KBBI Online, 2015).

Dampak lain dari erupsi Merapi adalah masalah sosial ekonomi masyarakat tani. Di samping kehilangan sanak saudara, harta benda, mereka juga kehilangan mata pencarian dari usahataninya (Martini, dkk., 2011).

2.1.2. Erupsi Gunung Sinabung dan Dampaknya

Gunung Sinabung merupakan salah satu gunung di Dataran Tinggi Karo, Kabupaten Karo,Sumatera Utara, Indonesia. Koordinat puncak Gunung Sinabung adalah 3º10’12”LU dan 98º23’31”BT dengan puncak tertinggi gunung ini adalah 2.460 meter dpl yang mencapai puncak tertinggi di Sumatera Utara. Gunung ini belum pernah meletus sejak tahun 1600, tetapi mendadak aktif kembali dengan meletus pada tahun 2010.

Peristiwa letusan pertama sejak 27 Agustus 2010, gunung ini mengeluarkan asap dan abu vulkanis. Pada tanggal 29 Agustus 2010 sekitar pukul 00.15 WIB Gunung Sinabung mengeluarkan lava. Status gunung ini dinaikkan menjadi “awas”. 28.000 warga disekitarnya dari 29 desa dievakuasi dan ditampung di tempat yang


(38)

9

menuju timur laut. Sebagian Kota Medan juga terselimuti abu dari Gunung Sinabung (Purba, 2013).

Gunung Sinabung yang meletus pada tahun 2010 dan terus berlanjut hingga tahun 2013 berdampak terhadap kehidupan manusia. Dampaknya bergantung terhadap besarnya kekuatan letusan gunung api tersebut namun secara umum dampak yang mungkin terjadi terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan kesehatan masyarakat khususnya sekitar lokasi gunung berapi tersebut. Letusan gunung juga menyebabkan perubahan kegiatan ekonomi daerah tersebut, harga-harga sayuran dan produksi pertanian, sedangkan masyarakat di sekitar gunung sendiri tidak memperoleh pendapatan selama kondisi bencana (Tindaon, 2013).

Abu vulkanik selain menutupi jalanan, rumah-rumah penduduk juga menutupi tanaman. Debu vulkanik berdampak pada 6 (enam) kecamatan di sekitar gunung Sinabung yaitu Kecamatan Namanteran, Kecamatan Simpang Empat, Kecamatan Merdeka, Kecamatan Dolat Rayat, Kecamatan Barusjahe, dan Kecamatan Berastagi. Letusan terkini terjadi pada tanggal 15 Oktober 2013 dan dilaporkan juga mengeluarkan lava (BPTP, 2013).

Berdasarkan perhitungan Dinas Pertanian dan Perkebunan Karo, kerugian di

sektor pertanian dan perkebunan sejak Gunung Sinabung erupsi hingga 6 Januari 2014 diperkirakan Rp 712,2 milyar, di mana 10.406 hektar lahan

pertanian dan perkebunan puso. Luas lahan pertanian dan perkebunan ini meliputi tanaman pangan (1.837 ha), hortikultura (5.716 ha), tanaman buah (1.630 ha), biofarmaka (1,7 ha), dan perkebunan (2.856 ha). Dampak ini terdapat di 4 kecamatan, yaitu Namanteran, Simpang Empat, Payung, dan Tiganderket.


(39)

Kerugian dan kerusakan dampak erupsi Sinabung nanti akan dihitung secara menyeluruh, di sektor perumahan dan permukiman, infrastruktur, ekonomi produktif, sosial budaya dan lintas sektor (BPTP, 2014).

2.1.3. Buah-Buahan

Menurut Zulkarnain (2009), secara botani, buah dapat didefinisikan sebagai ovari matang dari suatu bunga dengan segala isinya serta bagian-bagian yang terkait erat dari buga tersebut. Oleh karena itu, buah terdiri atas bagian-bagian terkait seperti dinding ovari atau pericarp (yang berdiferensiasi menjadi eksocarp, endocarp, dan mesocarp), biji, jaringan plasenta, partisi, reseptakel, dan sumbu tangkai bunga.

Berdasarkan jumlah penyusunnya, buah dapat diklasifikasikan atas beberapa kelompok, yaitu:

a. Buah sederhana, yaitu buah yang berkembang dari satu ovari. Buah sederhana

dikelompokkan lagi menjadi:

1. Buah sederhana berdaging (pericarpnya berdaging). Tipe buah demikian

dapat dikelompokkan lagi menjadi:

a. Tipe berry, misalnya buah tomat dan anggur (Vitis vinifera)

b. Tipe drupe, misalnya buah zaitun, peach, cherry (Prunus, sp.), dan

plum.

c. Tipe pome, misalnya buah apel (Malus domestica)

d. Tipe hesperidium, misalnya buah jeruk (Citrus sp.)

e. Tipe pepo, misalnya buah tanaman yang tergolong ke dalam famili


(40)

11

2. Buah sederhana tidak berdaging (pericarpnya kering), yang dapat

digolongkan menjadi:

a. Golongan dehiscent (membuka dan menyebarkan biji pada saat

matang), yang dapat dikelompokkan lagi menjadi:

1) Tipe legume (polong), misalnya buah kaang-kacangan

2) Tipe follicle, misalnya buah peony dan Hakea

3) Tipe capsule, misalnya buah Eucalyptus sp

4) Tipe silique, misalnya buah mustard (Brassica nigra)

b. Golongan indischent (tidak membuka dan tidak menyebarkan biji

pada saat matang), yang dapat dikelompokkan lagi menjadi:

1) Tipe achene, misalnya buah bunga matahari (Helianthus annuus)

2) Tipe caryopsis (biji-bijian), misalnya buah jagung

3) Tipe nut, misalnya buah hazel nut

4) Tipe samara, misalnya buah maple.

b. Buah agregat, yaitu buah yang berasal dari beberapa ovari pada bunga yang

sama, baik ovari tersebut bergerombol maupun menyebar pada satu eseptakel, yang kemudian menyatu menjadi satu buah. Contoh buah tipe ini misalnya

pada tanaman stroberi (Fragaria vesca).

c. Buah majemuk, yaitu buah yang berasal dari beberapa ovari dari beberapa

bunga, lalu menyatu menjadi satu massa. Contoh buah ini misalnya pada


(41)

Berdasarkan asal tanaman buah-buahan, maka tanaman dapat dikelompokkan menjadi dua sumber yaitu:

a. Tanaman buah sub-tropik.

Tanaman buah sub-tropik umumnya berasal dari daerah antara 230-400 Lintang. Contoh: buah kesemak dan pear.

b. Tanaman buah tropik

Tanaman buah tropik berasal dari daerah khatulistiwa sampai 230 Lintang. Contoh: buah rambutan, durian, manggis, duku, dan sebagainya.

Tanaman buah sub-tropik umumnya masih dapat dikembangkan di daerah tropik,

seperti daerah pegunungan( ≥ 1000 meter di atas permukaan laut), sedangkan

tanaman buah tropik lebih sulit dikembangkan di daerah sub-tropik (Barus, 2008).

2.1.4. Sayuran

Menurut Tim Penulis PS (2008), terdapat berbagai jenis sayuran, yaitu:

a. Berdasarkan tempat tumbuh

Berdasarkan tempat tumbuhnya, sayuran dikelompokkan menjadi: 1. Sayuran dataran rendah

Sayuran dataran rendah dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah. Contoh: bawang merah, jagung, dan timun.

2. Sayuran dataran tinggi

Sayuran dataran tinggi hanya dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada daerah dataran tinggi. Contoh: bit, bawang daun, bawang putih, kapri, kentang, kubis, lobak, petsai, seledri, dan wortel.


(42)

13

3. Sayuran dataran rendah dan dataran tinggi

Sayuran jenis ini merupakan sayuran yang dapat beradaptasi dan berproduksi pada dataran rendah maupun dataran tinggi tanpa terdapat perbedaan ketika ditanam di dataran rendah dan tinggi. Contoh: bayam, cabai, kangkung, sawi, selada, terong, dan tomat.

b. Berdasarkan kebiasaan tumbuh

Berdasarkan kebiasaan tumbuh, sayuran dapat dibedakan menjadi: 1. Sayuran semusim

Sayuran semusim adalah sayuran yang melengkapi siklus hidupnya dalam satu musim dan diperbanyak dengan biji.

Contoh: bayam, bit, bawang daun, bawang merah, bawang putih, cabai, jagung, kangkung darat, kapri, kentang, kubis, lobak, petsai, rebung bambu, sawi, selada, seledri, terong, tomat, dan wortel.

2. Sayuran tahunan

Sayuran tahunan adalah sayuran yang pertumbuhan dan produktivitasnya tidak terbatas. Contoh: kangkung air, keluwih, melinjo, dan petai.

c. Berdasarkan bentuk yang dikonsumsi

Berdasarkan bentuk yang dikonsumsi, sayuran dibedakan menjadi: 1. Sayuran daun

Sayuran daun umumnya tidak dapat bertahan lama dan mudah busuk. Contoh: bayam, bawang daun, kangkung, kubis, petsai, sawi, selada, dan seledri.


(43)

2. Sayuran buah

Daya tahan sayuran buah tergantung dari tebl tipisnya kulit, misalnya tomat mempunyai daya tahan yang lebih rendah dibandingkan dengan terong kapri. Contoh sayuran buah adalah cabai, jagung, kapri, terong, dan tomat. 3. Sayuran umbi

Sayuran umbi mempunyai daya tahan yang tinggi, misalnya kentang dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama sehingga petani bisa menunggu harga yang baik untuk pemasarannya. Contoh sayuran umbi adalah bit, bawang merah, bawang putih, kentang, dan lobak.

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Teori Produksi

Teori produksi yang sederhana menggambarkan tentang hubungan antara tingkat

produksi sesuatu barang dengan jumlah input produksi yang digunakan untuk

menghasilkan berbagai tingkat produksi barang tersebut. Fungsi produksi menunjukkan sifat hubungan antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang dihasilkan. Dalam analisis tersebut dimisalkan bahwa faktor-faktor produksi lainnya adalah tetap jumlahnya, yaitu modal dan tanah jumlahnya dianggap tidak mengalami perubahan. Juga teknologi tidak mengalami perubahan. Satu-satunya faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya adalah tenaga kerja (Sukirno, 2009).

Menurut Joesron dan Suhartati (2003) produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan pengertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasikan berbagai input atau masukan untuk menghasilkan output.


(44)

15

atau grafik merupakan fungsi produksi. Jadi, fungsi produksi adalah suatu persamaan yang menunjukkan jumlah maksimum output yang dihasilkan dengan kombinasi input tertentu.

Fungsi produksi adalah kaitan antara jumlah output maksimum yang bisa dilakukan masing-masing dari tiap-tiap perangkat input (faktor produksi). Masing-masing faktor mempunyai fungsi yang berbeda-beda dan saling terkait satu sama lain. Kalau salah satu faktor tidak tersedia maka proses produksi tidak akan berjalan, terutama tiga faktor yaitu tanah, modal, dan tenaga kerja. Tentu saja proses produksi atau usahatani tidak berjalan jika tidak ada tenaga kerja. Begitu juga dengan faktor lainnya seperti modal (Samuelson, 2002).

2.2.2. Teori Harga

Teori harga pasar merupakan teori ekonomi yang menerangkan perilaku harga pasar barang-barang atau jasa-jasa individual. Isi teori harga pasar intinya ialah harga suatu barang atau jasa yang pasarnya kompetitif tinggi rendahnya ditentukan oleh permintaan pasar dan penawaran pasar (Reksoprayitno, 2000).

Harga pasar suatu komoditi dan jumlah yang diperjualbelikan ditentukan oleh permintaan dan penawaran dari komoditi tersebut. Dengan harga pasar dimaksudkan harga yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Analisis permintaan dan penawaran digunakan untuk menggambarkan mekanisme pasar. Tanpa campur tangan pemerintah, permintaan dan penawaran dengan sendirinya akan mencapai keseimbangan harga dan jumlah komoditi yang diperjualbelikan (Sugiarto, 2000).


(45)

Kurva penawaran menunjukkan jumlah barang yang bersedia dijual oleh para produsen pada harga yang akan diterimanya di pasar, sambil mempertahankan agar setiap faktor yang mempengaruhi jumlah penawaran tetap. Sedangkan, kurva permintaan menyatakan berapa banyak konsumen bersedia membeli karena harga per unit berubah (Pyndick, 2003).

Pada awalnya harga suatu barang berada di atas tingkat keseimbangan pasar (P1). Maka produsen akan berusaha memproduksi barang dan menjual lebih dari yang bersedia dibeli konsumen. Akibatnya terjadi surplus penawaran yang melebihi jumlah permintaan. Untuk menjual kelebihan penawaran tersebut maka produsen akan mulai menurunkan harga. Akhirnya harga turun, jumlah permintaan akan naik dan jumlah penawaran akan turun sampai harga ekuilibrium (Po) tercapai.

Sebaliknya, jika harga mula-mula berada di bawah tingkat keseimbangan pasar (P2), yaitu jumlah permintaan melebihi jumlah penawaran. Di mana konsumen tidak mampu membeli barang pada tingkat harga ini. Hal ini mengakibatkan tekanan ke atas terhadap harga karena konsumen akan bersaing satu sama lain untuk mendapatkan penawaran yang ada, dan produsen merespon dengan menaikkan harga dan menambah jumlah barang, yang akhirnya harga akan mencapai titik Po.


(46)

17

Harga

S �1---

�0---

�2---

D Qs

Gambar 2.1. Penentuan Harga oleh Permintaan dan Penawaran

2.3. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Andi Kusuma Sidabutar, dengan judul “Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Usahatani Kentang”. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman Teran, Kabupaten Karo. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dengan data time series dan metode uji beda rata-rata. Metode analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas kentang sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung pada tahun 2013. Metode uji rata-rata digunakan untuk melihat perbandingan produksi, produktivitas, biaya, harga, penerimaan dan pendapatan dalam usahatani kentang sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung pada tahun 2013. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan luas panen, produksi, serta produktivitas kentang sesudah terjadi erupsi Gunung Sinabung. Erupsi Gunung Sinabung memiliki perbedaan yang nyata dan dampak yang signifikan yaitu terjadi penurunan terhadap produksi, biaya, harga, penerimaan


(47)

dan pendapatan usahatani kentang. Hal tersebut dipengaruhi perubahan yang menurun terhadap luas lahan dan luas tanam akibat erupsi yang mengeluarkan banyak abu vulkanik. Sedangkan untuk produktivitas usahatani kentang tidak ada perbedaan nyata sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung. Hal ini disebabkan bahwa setelah erupsi tahun 2013 petani di Desa Kuta Rayat saat itu masih menusahakan tanaman kentang walaupun dalam keadaan belum aman dari erupsi dengan alasan bahwa usahatani kentang merupakan salah satu usaha yang dapat dikerjakan petani untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Julprida Saragih yang berjudul “Analisis Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Pendapatan Petani Kubis Kecamatan Simpang Empat”. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Gajah, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo. Metode analisis data yang digunakan adalah Uji Two Sample Kolmogrov - Smirnov Z untuk mengetahui perbedaan produktivitas dan pendapatan petani kubis di daerah yang terkena dan yang tidak terkena dampak erupsi Gunung Sinabung. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara produktivitas kubis di daerah yang terkena dengan daerah yang tidak terkena erupsi Gunung Sinabung di daerah penelitian. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai signifikansinya sebesar

0,164 lebih besar dari ∝ (0,05), sehingga Ho diterima dan H1 ditolak. Selain itu,

hasil penelitian juga menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapatan petani kubis di daerah yang terkena dengan daerah yang tidak terkena erupsi Gunung Sinabung di daerah penelitian. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai


(48)

19

Hutasoit (2015), dengan judul skripsi Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Penawaran Sayur Mayur (Kasus: Kentang, Bunga Kol, Sawi di Desa Jeraya, Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo). Metode analisis data yang digunakan adalah metode komparatif dan uji t berpasangan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan nyata produktivitas petani sayur mayur (kentang, brokoli, dan sawi) sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung, terdapat perbedaan nyata jumlah yang ditawarkan petani sayur mayur (kentang, brokoli, dan sawi) sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung, terdapat perbedaan nyata pendapatan petani sayur mayur (kentang, brokoli, dan sawi) sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung.

2.4. Kerangka Pemikiran

Gunung Sinabung merupakan salah satu gunung berapi aktif di Kabupaten Karo. Keberadaan Gunung Sinabung di Kabupaten Karo mempengaruhi keadaan pertanian di daerah tersebut.

Sejak tanggal 27 September 2010, Gunung Sinabung mengeluarkan asap dan abu vulkanik. Pada tanggal 3 September 2010 gunung ini meletus dan menyemburkan debu vulkanik. Dan pada bulan September 2013, Gunung Sinabung kembali meletus. Letusan ini melepaskan awan panas dan debu vulkanik. Letusan Gunung Sinabung berpengaruh nyata terhadap produksi buah dan sayuran di Kabupaten Karo. Debu vulkanik yang dihasilkan gunung tersebut merusak tanaman pertanian di Kabupaten Karo. Namun, debu vulkanik tersebut juga akan menyuburkan tanah pertanian setelah proses yang lama.


(49)

Asap dan debu vulkanik tersebut mempengaruhi kualitas buah dan sayuran. Kualitas buah dan sayuran akan mempengaruhi harga jual buah dan sayuran di daerah tersebut. Untuk melihat dampak erupsi Gunung Sinabung terhadap produksi dan harga buah dan sayuran di Kabupaten Karo dilakukan dengan membandingkan produksi dan harga buah dan sayuran di Kabupaten Karo sebelum dan sesudah terjadinya erupsi Gunung Sinabung.

Secara sistematis skema kerangka pemikiran digambarkan sebagai berikut:

perbedaan perbedaan Sebelum

(2005-2009)

Harga Buah dan Sayuran

Produksi Buah dan Sayuran

Sesudah (2010-2014)

Harga Buah dan Sayuran

Produksi Buah dan Sayuran Erupsi Gunung Sinabung

Gambar 2.2. Skema Kerangka Pemikiran Keterangan:


(50)

21

2.5. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan yang nyata produksi buah dan sayuran di lokasi penelitian sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung.

2. Terdapat perbedaan yang nyata harga buah dan sayuran di lokasi penelitian sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung.


(51)

1.1. Latar Belakang Masalah

Sayuran merupakan salah satu komoditas unggulan karena memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Selain memiliki masa panen yang cukup pendek, permintaan pasarnya pun cukup tinggi karena merupakan kebutuhan dapur sehari-hari (Setyaningrum dan Cahyo, 2014).

Sayuran dan buahan merupakan salah dua makanan yang dibutuhkan manusia, sayuran dan buahan sangat dianjurkan untuk dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan kalori manusia perhari. Kebutuhan kalori perhari dapat kita lihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1.1. Rata-Rata Konsumsi Kalori (Kkal) per Kapita Sehari di

Sumatera Utara Jenis Sayuran Tahun 2010-2014

Daerah 2010 2011 2012 2013 2014

Perkotaan 38,25 33,09 32,98 33,28 35,56

Perdesaan 43,73 41,57 41,11 39,55 40,1

Perkotaan + Perdesaan 41,2 37,4 37,12 36,47 37,87

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara Tahun 2010-2014

Tabel 1.2. Rata-Rata Konsumsi Kalori (Kkal) per Kapita Sehari di

Sumatera Utara Jenis Buah-Buahan Tahun 2010-2014

Daerah 2010 2011 2012 2013 2014

Perkotaan 45,44 38,34 35,65 40,33 37,67

Perdesaan 44,34 47,51 42,44 37,76 38,86

Perkotaan + Perdesaan 44,85 43 39 39,02 38,27


(52)

2

Dari Tabel 1.1 dan Tabel 1.2 di atas dapat dilihat bahwa konsumsi sayuran dan buahan masyarakat Sumatera Utara sebanyak 41,20 Kkal dan 44,85 Kkal pada tahun 2010. Pada tahun 2014 konsumsi sayuran dan buahan masyarakat Sumatera Utara mengalami penurunan dari tahun 2010 sebanyak 3,33 Kkal dan 6,58 Kkal. Hal tersebut menunjukkan adanya penurunan produksi sayuran dan buahan di Sumatera Utara sehingga konsumsinya mengalami penurunan.

Sayuran dan buahan mempunyai sifat mudah rusak. Sifat ini menyebabkan munculnya ketergantungan yang tinggi antara konsumen dan pasar, juga antara pasar dan konsumen. Selain itu, terdapat sifat-sifat lain yang perlu diketahui pengusaha yaitu:

a. Bersifat musiman

Sayur-sayuran dan buah-buahn dibedakan menjadi tanaman semusim dan tahunan.

b. Mempunyai resiko tinggi

Produk sayuran bersifat mudah busuk, sehingga umur tampilannya pendek. Seiring dengan berlalunya waktu, harganya pun semakin turun hingga akhirnya tidak bernilai sama sekali.

c. Perputaran modalnya cepat

Walaupun berisiko tinggi, perputaran modal usaha sayuran dan buahan cukup cepat. Hal ini berkaitan dengan umur tanaman untuk produksi yang singkat dan adanya permintaan pasar yang tidak pernah bernehti karena setiap hari orang membutuhkan sayuran dan buahan


(53)

Gunung Sinabung merupakan salah satu gunung di Dataran Tinggi Karo, Kabupaten Karo,Sumatera Utara, Indonesia. Koordinat puncak Gunung Sinabung adalah 3º10’12”LU dan 98º23’31”BT dengan puncak tertinggi gunung ini adalah 2.460 meter dpl yang mencapai puncak tertinggi di Sumatera Utara. Gunung ini belum pernah meletus sejak tahun 1600, tetapi mendadak aktif kembali dengan meletus pada tahun 2010 (Anonimous, 2015).

Salah satu komoditi pertanian yang subur di Kabupaten Karo adalah komoditi hortikultura, baik hortikultura semusim maupun tahunan yang cakupannya cukup luas yaitu meliputi tanaman sayuran, buah-buahan, tanaman hias, obat-obatan. Komoditi tersebut banyak diusahakan oleh rumah tangga pertanian di Kabupaten Karo yang hasilnya selain untuk memenuhi kebutuhan lokal, beberapa hasil komoditi dari daerah ini juga dijual ke daerah lain, bahkan ada yang diekspor ke luar negeri (BPS Kabupaten Karo, 2013).

Sub sektor hortikultura Kabupaten Karo yang diusahakan oleh masyarakat Karo berupa tanaman sayuran dan buah-buahan yang meliputi tomat, kol, kentang, petsai, cabe, buncis, wortel, bawang daun, arcis, jeruk, markisah, alpokat, dan pisang. Perkembangan produksi hortikultura dari tahun ke tahun cenderung berfluktuasi karena minat masyarakat menanam tanaman ini tergantung permintaan pasar dan harga jual petani yang juga tidak pernah stabil.

Sentra produksi berbagai jenis tanaman sayuran, buah-buahan, dan bunga di Kabupaten Karo saat ini kondisinya sangat memprihatinkan. Sayuran seperti kol, kentang, tomat, wortel, bunga kol, selada, terong belanda, dan daun prei banyak


(54)

4

buah-buahan yang banyak diusahakan petani, seperti jeruk, markisa, nanas, dan pepaya, serta kopi (BPS Karo, 2014)

Kabupaten Karo merupakan sentra produksi komoditi jeruk. Varietas jeruk yang ditanam Kabupaten Karo sekarang ini adalah washingtom, sunkist, padang, siam madu, dan sebagainya. Pada tahun 2013, luas panen tanaman jeruk di Kabupaten Karo turun mencapai 6.710 ha dengan produksi 193.526 ton dan produktivitasnya 288,414 Kw/ha (BPS Karo, 2014). Adapun luas tanaman dan produksi buah-buahan di Kabupaten Karo pada tahun 2013 disampaikan pada tabel di bawah ini:

Tabel 1.3. Perkembangan Produksi Buah-Buahan (Ton) Menurut

Jenisnya Tahun 2009-2013 di Kabupaten Karo

No. Jenis Buah 2009 2010 2011 2012 2013

1. Alpokat 2.444 2.800 1.090 1338 1.374

2. Jeruk 413.959 1.437.782 502.494 250127 193.526

3. Mangga 2.368 3.239 1.193 667 716

4. Sawo 495 1.001 644 310 460

5. Durian 11.057 1.376 66 1.353 1.630

6. Jambu air 133 42 39 8 1

7. Pepaya 139 81 40 32 42

8. Pisang 2.796 2.714 6.916 4.592 6.049

9. Nenas 164 64 189 45 131

10. Marquisa 3.580 2.581 4.650 1.160 4.014

11. Rambutan 367 154 40 45 201

Jumlah/Total 437.502 1.451.834 517.361 259.677 208.144

Sumber : Badan Pusat Statistik Karo, 2014

Berdasarkan data pada Tabel 1.3 dapat dilihat bahwa setiap buah-buahan di Kabupaten Karo mengalami fluktuasi produksi dari tahun 2009-2013. Namun, secara keseluruhan buah-buahan di Kabupaten Karo mengalami penaikan produksi dari tahun 2009-2010 dan mengalami penurunan produksi dari tahun 2011-2013. Pada tahun 2010 buah-buahan di Kabupaten Karo mengalami


(55)

peningkatan produksi sebesar 101,43%. Pada tahun 2011-2013 buah-buahan di Kabupaten Karo mengalami penurunan produksi berturut-turut sebesar 64,36%, 49,81%, dan 19,83%.

Tabel 1.4. Perkembangan Produksi Sayur-Sayuran (Ton) Menurut

Jenisnya Tahun 2009-2013 di Kabupaten Karo

No Jenis Tanaman 2009 2010 2011 2012 2013

1. Bawang merah 469 809 953 1.026 868

2. Bawang putih 25 36 50 54 36

3. Bawang daun 16.205 12.435 5.402 5.822 7.197

4. Kentang 38.819 53.988 45.170 53.958 40.420

5. Kol/Kubis 95.383 84.189 69.364 80.187 75.712

6. Petsai/Sawi 57.259 65.694 30.082 32.834 34.587

7. Wortel 24.684 38.955 22.253 24.906 30.693

8. Cabe 37.276 37.571 40.610 50.743 44.111

9. Tomat 45.464 40.711 28.393 70.768 74.578

10. Buncis 26.981 31.765 14.597 25.642 23.481

11. Lobak 8.218 9.701 5.039 4.046 1.955

12. Labu siam 1.494 2.028 1.062 4.083 5.774

Jumlah/Total 352277 377882 262975 354069 339412

Sumber : Badan Pusat Statistik Karo, 2014

Berdasarkan data pada Tabel 1.4 dapat dilihat bahwa produksi setiap sayuran di Kabupaten Karo mengalami fluktuasi produksi dari tahun 2010 – 2013. Secara garis besar sayuran di Kabupaten Karo juga mengalami fluktuasi produksi dari tahun 2009-2013. Pada tahun 2010 sayuran di Kabupaten Karo mengalami peningkatan produksi sebesar 7,26%. Pada tahun 2011 sayuran di Kabupaten Karo mengalami penurunan produksi sebesar 30,4%. Pada tahun 2012 sayuran di Kabupaten Karo mengalami peningkatan produksi sebesar 34,63%. Pada tahun 2013 sayuran di Kabupaten Karo mengalami penurunan produksi sebesar 4,13%.


(56)

6

letusan. Hal ini kemudian berdampak pada kelangkaan bahan makanan. Pasokan sayur dan buah menurun hingga 40 persen karena banyak petani tak berani memanen, karena takut bahaya letusan. Terjadi kenaikan harga yang signifikan, misalnya sawi yang biasanya seharga Rp 17.000,-/kg naik menjadi Rp 20.000,-/kg (Retnaningsih, 2013).

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana dampak erupsi Gunung Sinabung terhadap produksi buah dan

sayuran di Kabupaten Karo?

2. Bagaimana dampak erupsi Gunung Sinabung terhadap harga buah dan

sayuran di Kabupaten Karo?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dampak erupsi Gunung Sinabung terhadap produksi buah

dan sayuran di Kabupaten Karo.

2. Untuk mengetahui dampak erupsi Gunung Sinabung terhadap harga buah dan


(57)

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan instansi-instansi terkait dalam

melaksanakan penelitian yang berkelanjutan.

2. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan

dalam melaksanakan penelitian, khususnya penelitian mengenai dampak erupsi Gunung Sinabung.

3. Sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi di Fakultas Pertanian,


(58)

ABSTRAK

BELLA PEBRIYANI PANJAITAN (120304038) dengan judul skripsi “Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Produksi dan Harga Buah dan Sayuran di Kabupaten Karo”. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Ir. Sinar Indera Kusuma, M.Si sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak erupsi Gunung Sinabung terhadap produksi dan harga buah dan sayuran di Kabupaten Karo dengan menganalisis data sebelum erupsi Gunung Sinabung (2005-2009) dan sesudah erupsi Gunung Sinabung (2010-2014) dianalisis dengan menggunakan uji t berpasangan dengan tingkat kepercayaan 95%.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak erupsi Gunung Sinabung terhadap luas panen, produktivitas, produksi, kuantitas dan kualitas ekspor kubis dan kentang.

Metode analisis data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah uji

beda rata-rata berpasangan/ pairing t-test dengan tingkat kepercayaan 95% dan

metode deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Terdapat perbedaan yang nyata antara produksi markisah, produksi labu siam, produksi bawang daun sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara produksi jeruk, produksi kubis, produksi kentang, produksi tomat, produksi wortel, produksi buncis, produksi petsai, produksi kol bunga, dan produksi cabe merah sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung. (2) Terdapat perbedaan yang nyata antara harga jeruk, harga kubis, harga kentang, harga tomat, harga wortel, harga buncis, harga petsai, harga labu siam, harga kol bunga, harga cabe merah sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara harga markisah dan harga bawang daun sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung.


(59)

DI KABUPATEN KARO

SKRIPSI

BELLA PEBRIYANI PANJAITAN 120304038

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(60)

DAMPAK ERUPSI GUNUNG SINABUNG TERHADAP

PRODUKSI DAN HARGA BUAH DAN SAYURAN

DI KABUPATEN KARO

SKRIPSI

Diajukan Kepada

Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat

Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian

BELLA PEBRIYANI PANJAITAN 120304038

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(61)

(62)

(1)

vi

4.2.5. Perkembangan Harga dan Produksi Tomat ... 32

4.2.6. Perkembangan Harga dan Produksi Wortel ... 33

4.2.7. Perkembangan Harga dan Produksi Buncis ... 34

4.2.8. Perkembangan Harga dan Produksi Petsai ... 35

4.2.9. Perkembangan Harga dan Produksi Labu Siam ... 36

4.2.10. Perkembangan Harga dan Produksi Kol Bunga ... 37

4.2.11. Perkembangan Harga dan Produksi Bawang Daun .... 38

4.2.12. Perkembangan Harga dan Produksi Cabe Merah ... 39

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Produksi Buah dan Sayuran di Kabupaten Karo ... 41

5.2. Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Harga Buah dan Sayuran di Kabupaten Karo ... 48

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 53

6.2.Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(2)

vii

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Hal

1.1 Rata-Rata Konsumsi Kalori (Kkal) per Kapita Sehari di 1 Sumatera Utara Jenis Sayuran Tahun 2010-2014

1.2 Rata-Rata Konsumsi Kalori (Kkal) per Kapita Sehari di 1 Sumatera Utara Jenis Buah-Buahan Tahun 2010-2014

1.3 Perkembangan Produksi Buah-Buahan (Ton) Menurut Jenisnya 4 Tahun 2009-2013 di Kabupaten Karo

1.4 Perkembangan Produksi Sayur-Sayuran (Ton) Menurut Jenisnya 5 Tahun 2009-2013 di Kabupaten Karo

4.1 Jumlah Penduduk Per Kecamatan dan Sex Ratio di 27 Kabupaten Karo Tahun 2014

4.2 Perkembangan Harga dan Produksi Jeruk Tahun 2005-2014 28 di Kabupaten Karo

4.3 Perkembangan Harga dan Produksi Markisah Tahun 2005-2014 29 di Kabupaten Karo

4.4 Perkembangan Harga dan Produksi Kubis Tahun 2005-2014 30 di Kabupaten Karo

4.5 Perkembangan Harga dan Produksi Kentang Tahun 2005-2014 31 di Kabupaten Karo

4.6 Perkembangan Harga dan Produksi Tomat Tahun 2005-2014 32 di Kabupaten Karo

4.7 Perkembangan Harga dan Produksi Worterl Tahun 2005-2014 33 di Kabupaten Karo

4.8 Perkembangan Harga dan Produksi Buncis Tahun 2005-2014 34 di Kabupaten Karo

4.9 Perkembangan Harga dan Produksi Petsai Tahun 2005-2014 35 di Kabupaten Karo

4.10 Perkembangan Harga dan Produksi Labu Siam Tahun 2005-2014 36 di Kabupaten Karo


(3)

viii

4.11 Perkembangan Harga dan Produksi Kol Bunga Tahun 2005-2014 37 di Kabupaten Karo

4.12 Perkembangan Harga dan Produksi Bawang Daun Tahun 2005-2014 38 di Kabupaten Karo

4.13 Perkembangan Harga dan Produksi Cabe Merah Tahun 2005-2014 39 di Kabupaten Karo

5.1 Luas Panen dan Produksi Buah dan Sayuran di Kabupaten Karo 41 Sebelum (Tahun 2005-2009) dan Sesudah (Tahun 2006-2014) Erupsi Gunung Sinabung

5.2 Hasil Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Produksi Buah Sebelum dan 45 Sesudah Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo

5.3 Hasil Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Produksi Sayuran Sebelum 46 dan Sesudah Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo

5.4 Produksi dan Harga Buah dan Sayuran di Kabupaten Karo 48 Sebelum (Tahun 2005-2009) dan Sesudah (Tahun 2006-2014) Erupsi Gunung Sinabung

5.5 Hasil Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Harga Buah Sebelum dan 51 Sesudah Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo

5.6 Hasil Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Harga Sayuran Sebelum 51 dan Sesudah Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo


(4)

ix

DAFTARGAMBAR

No. Gambar Judul Hal

2.1 Penentuan Harga oleh Permintaan dan Penawaran 17


(5)

x

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul

1 Data Luas Panen (Ha) Komoditi Buah dan Sayuran di Kabupaten Karo Tahun 2005-2014

2 Data Produksi (Ton) Komoditi Buah dan Sayuran di Kabupaten Karo Tahun 2005-2014

3 Data Harga (Rp/Kg) Komoditi Buah dan Sayuran di Kabupaten Karo Tahun 2005-2014

4 Data Produktivitas (Ton/Ha) Komoditi Buah dan Sayuran di Kabupaten Karo Tahun 2005-2014

5 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Produksi Jeruk Sebelum dan Sesudah Erupsi di Kabupaten Karo 6 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Harga Jeruk Sebelum dan Sesudah Erupsi di Kabupaten Karo 7 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Produksi

Markisah Sebelum dan Sesudah Erupsi di Kabupaten Karo 8 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Harga

Markisah Sebelum dan Sesudah Erupsi di Kabupaten Karo 9 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Produksi

Kubis Sebelum dan Sesudah Erupsi di Kabupaten Karo 10 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Harga

Kubis Sebelum dan Sesudah Erupsi di Kabupaten Karo 11 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Produksi

Kentang Sebelum dan Sesudah Erupsi di Kabupaten Karo 12 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Harga

Kentang Sebelum dan Sesudah Erupsi di Kabupaten Karo 13 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Produksi

Tomat Sebelum dan Sesudah Erupsi di Kabupaten Karo 14 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Harga

Tomat Sebelum dan Sesudah Erupsi di Kabupaten Karo 15 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Produksi

Wortel Sebelum dan Sesudah Erupsi di Kabupaten Karo 16 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Harga

Wortel Sebelum dan Sesudah Erupsi di Kabupaten Karo 17 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Produksi

Buncis Sebelum dan Sesudah Erupsi di Kabupaten Karo 18 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Harga

Buncis Sebelum dan Sesudah Erupsi di Kabupaten Karo 18 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Produksi


(6)

xi

20 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Harga Petsai Sebelum dan Sesudah Erupsi di Kabupaten Karo 21 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Produksi

Labu Siam Sebelum dan Sesudah Erupsi di Kabupaten Karo 22 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Harga

Labu Siam Sebelum dan Sesudah Erupsi di Kabupaten Karo 23 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Produksi

Kol Bunga Sebelum dan Sesudah Erupsi di Kabupaten Karo 24 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Harga

Kol Bunga Sebelum dan Sesudah Erupsi di Kabupaten Karo 25 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Produksi

Bawang Daun Sebelum dan Sesudah Erupsi di Kabupaten Karo

26 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Harga Bawang Daun Sebelum dan Sesudah Erupsi di Kabupaten Karo

27 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Produksi Cabe Merah Sebelum dan Sesudah Erupsi di Kabupaten Karo 28 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Harga