Pengertian Umum Perjanjian Analisis Yuridis Tentang Force Majeure terhadap Wanprestasi Dalam Perjanjian pada Perusahaan Konstruksi pada PT Gapeksindo Hutama Kontrindo

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERSEROAN TERBATAS

A. Pengertian Umum Perjanjian

Istilah “Perjanjian” dalam “Hukum Perjanjian” merupakan kesepadanan dari istilah “Overeenkomst” dalam bahasa Belanda atau “Agreement” dalam bahasa Inggris. 9 Menurut Pasal 1313 KUH Perdata BW yang merupakan rumusan konvensional tentang perjanjian, perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Jika kita perhatikan dengan seksama, rumusan yang diberikan Pasal 1313 KUH Perdata BW tersebut ternyata menegaskan kembali bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya terhadap orang lain. Ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah suatu kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orang pihak kepada satu atau lebih orang pihak lainnya, yang berhak atas prestasi tersebut. Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi debitor dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut kreditor. Masing-masing pihak dapat terdiri dari satu orang atau lebih orang, bahkan dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri dari satu atau lebih badan hukum. 10 Dalam pengertian yang terdapat pada Pasal 1313 KUH Perdata ini, kita dapat merumuskan unsur-unsur dari suatu perjanjian yaitu: 1. Suatu perbuatan, dimana perbuatan yang dimaksud merupakan “prestasi” yang diatur dalam Pasal 1234 KUH Perdata BW yaitu memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu. Sehingga perjanjian merupakan suatu perbuatan untuk memberikan sesuatu atau berbuat sesuatu ataupun tidak berbuat sesuatu. 9 Munir Fuady, Op. Cit., hal 2 10 Kartini Muljadi Gunawan Widjaja,Perikatan yang Lahir Dari Perjanjian, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003, hal.92 Universitas Sumatera Utara 2. Satu orang atau lebih, dimana pengertian satu orang atau lebih ini merupakan subjek hukum. Secara singkat subjek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban yang menimbulkan wewenang hukum. Subjek hukum terdiri dari manusia dan badan hukum, dimana manusia yang dapat melakukan perjanjian adalah yang merupakan orang yang cakap hukum dalam artian diperbolehkan oleh undang-undang untuk melakukan tindakan hukum dan tidak dalam keadaan pengampuan sedangkan badan hukum merupakan subjek hukum yang bukan manusia yang mempunyai wewenang dan cakap bertindak dalam hukum melalui wakil-wakilnya atau pengurusnya. Badan hukum tidak disamakan dengan manusia karena badan hukum tidak dapat melakukan apa yang dilakukan manusia seperti mempunyai anak. Badan hukum dapat dibagi menjadi dua yaitu : a. Badan hukum Publik misalnya : negara, negara bagian dan kotapraja b. Badan hukum Privat misalnya : PT, koperasi, dan yayasan 3. Mengikatkan dirinya, yang dimaksud dengan mengikatkan diri adalah orang yang secara sadar dan tanpa ada paksaan ataupun tipu muslihat sepakat untuk melakukan perjanjian terhadap orang lain. Pengikatan diri inilah yang menimbulkan suatu hak dan kewajiban dalam suatu perjanjian tersebut. 4. Terhadap orang lain atau lebih, dalam melakukan suatu perjanjian haruslah mempunyai unsur para pihak. Maksudnya adalah perjanjian Universitas Sumatera Utara yang dilakukan tidak boleh terhadap dirinya sendiri melainkan ada pihak lain yang diajaknya untuk melakukan suatu perjanjian. Suatu perjanjian dianggap ada pada saat adanya kesepakatan kehendak. Mengenai kapan suatu kesepakatan kehendak terjadi sehingga saat itu pula perjanjian dianggap telah mulai berlaku, dalam ilmu hukum perjanjian dikenal beberapa teori, yaitu : 1. Teori penawaran dan penerimaan offer and acceptance theory Yang merupakan teori dasar dari adanya kesepakatan kehendak adalah teori “penawaran dan penerimaan” offer and acceptance. Yang dimaksudkan adalah bahwa pada prinsipnya suatu kesepakatan kehendak baru terjadi setelah adanya penawaran offer dari salah satu pihak dan diikuti dengan penerimaan tawaran acceptance oleh pihak lain dalam kontrak tersebut. Teori ini diakui secara umum di setiap sistem hukum, sungguhpun pengembangan dari teori ini banyak dilakukan di negara- negara yang menganut sistem hukum Commom Law. 2. Teori kehendak wils theorie Teori yang bersifat subjektif ini terbilang teori yang sangat tua. Teori kehendak tersebut berusaha untuk menjelaskan jika ada kontroversi antara apa yang dikehendaki dengan apa yang dinyatakan dalam kontrak, maka yang berlaku adalah apa yang dikehendaki, sementara apa yang dinyatakan tersebut dianggap tidak berlaku. 3. Teori pernyataan verklarings theorie Teori pernyataan ini bersifat objektif dan berdiri berseberangan dengan teori kehendak seperti yang baru saja dijelaskan. Menurut teori pernyataan ini, apabila ada kontroversi antara apa yang dikehendaki dengan apa yang dinyatakan, maka apa yang dinyatakan tersebutlah yang berlaku. Karena masyarakat menghendaki bahwa apa yang dinyatakan itu dapat dipegang. 4. Teori pengiriman verzendings theorie Menurut teori pengiriman ini, suatu kata sepakat terbentuk pada saat dikirimnya surat jawaban oleh pihak yang kepadanya telah ditawarkan suatu kontrak, karena sejak saat pengiriman tersebut, si pengirim telah kehilangan kekuasaan atas surat yang dikirimnya itu. 5. Teori kotak pos mailbox theory Universitas Sumatera Utara Menurut teori ini, suatu penerimaan tawaran dari suatu kontrak, sehingga kontrak dianggap mulai terjadi, adalah pada saat jawaban yang berisikan penerimaan tersebut dimasukkan dalam kotak pos mail box. Pemikiran di belakang teori ini adalah bahwa kontrak efektif setelah pihak yang ditawari kontrak tersebut sudah menerimanya dan sudah terlepas dari kekuasaannya, yakni ketika dia membalas surat penawaran dan memasukkannya ke dalam kotak surat. Bahwa kemudian apakah pihak lawannya terlambat menerima bahkan tidak menerima sama sekali surat jawaban tersebut menjadi tidak relevan. Karena itu, teori kotak pos ini mirip dengan teori pengiriman verzendings theorie seperti yang telah disebutkan di atas. 6. Teori pengetahuan vernemings theorie Yang dimaksud dengan “pengetahuan” dalam teori ini adalah pengetahuan dari pihak yang menawarkan. Jadi menurut teori ini, suatu kata sepakat dianggap telah terbentuk pada saat orang yang menawarkan tersebut mengetahui bahwa penawarannya itu telah disetujui oleh pihak lainnya. Jadi pengiriman jawaban saja oleh para pihak yang melakukan tawaran masih belum mengetahui diterimanya tawaran tesebut. 7. Teori penerimaan ontvangs theorie Menurut teori penerimaan ini, suatu kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat balasan dari tawaran tersebut telah diterima oleh pihak yang melakukan tawaran tersebut. Dengan demikian, teori ini sangat konservatif, karena sebelum diterimanya jawaban atas tawaran tesebut, kata sepakat dianggap belum terjadi, sehingga persyaratan untuk sahnya suatu kontrak belum terpenuhi. 8. Teori kepercayaan vetrouwens theorie Teori kepercayaan ini vetrouwens theorie ini mengajarkan bahwa suatu kata sepakat dianggap terjadi manakala ada pernyataan yang secara objektif dapat dipercaya. 9. Teori ucapan uitings theorie Menurut teori “ucapan” ini, bahwa suatu kesepakatan kehendak terjadi manakala pihak yang menerima penawaran telah menyiapkan surat jawaban yang menyatakan bahwa dia telah menerima tawaran tersebut. 10. Teori dugaan veronderstellings theorie Teori dugaan yang bersifat subjektif ini antara lain dianut oleh Pitlo. Menurut teori ini, saat tercapainya kata sepakat sehingga saat itu dianggap juga sebagai saat terjadinya suatu kontrak adalah pada saat pihak yang menerima tawaran telah mengirim surat jawaban dan dia Universitas Sumatera Utara secara patut dapat menduga bahwa pihak lainnya pihak yang menawarkan telah mengetahui isi surat itu. 11 Dari kesepuluh teori tersebut di atas, yang sesuai menurut penulis adalah teori penawaran dan penerimaan offer and acceptance theory. Hal ini dikarenakan makna kesepakatan yang “adil” dan “praktis” adalah pada saat seseorang menawarkan sesuatu kepada orang lain kemudian orang lain tersebut menerimanya. Kemudian juga teori kehendak inilah yang dengan jelas menunjukkan terjadinya suatu perjanjian yang memang melibatkan kedua belah pihak, artinya penerima tawaran secara langsung tahu bahwa ia diberi suatu tawaran dan pemberi tawaran secara langsung tahu bahwa penerima tawaran menerima tawarannya. Sedangkan beberapa teori tersebut di atas, ada yang menggunakan media-media tertentu untuk mengetahui bahwa penerima tawaran menerima tawaran sehingga mengakibatkan suatu ketidakpastian akan terjadinya suatu perjanjian karena media-media tersebut bisa saja musnah atau hilang atau tidak tersampaikan kepada siapa media tersebut ditujukan. Ada juga beberapa teori lain yang tersebut di atas menganut sifat yang subjektif sehingga juga sulit untuk menentukan lahirnya suatu perjanjian karena kesepakatan itu seketika terjadi hanya berdasarkan persepsi dari sebelah pihak saja. Dalam perjanjian,dikenal banyak asas yang menjadi landasan untuk membuat suatu perjanjian yang ideal. Beberapa asas yang penting untuk diterapkan dalam perjanjian yaitu : 11 Munir Fuady, Op.Cit, hal.45-49 Universitas Sumatera Utara 1. Asas Konsensual Asas konsensual sering diartikan bahwa dibutuhkan kesepakatan untuk lahirnya suatu perjanjian. Pengertian ini tidak tepat karena maksud asas konsensualisme ini adalah bahwa lahirnya perjanjian adalah pada saat terjadinya kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan antara para pihak, lahirlah kontrak, walaupun kontrak itu belum dilaksanakan pada saat itu. Hal ini berarti bahwa dengan tercapainya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa kontrak tersebut sudah obligatoir, yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi kontrak tersebut. 12 2. Asas Kebebasan Berkontrak Salah satu asas dalam hukum perjanjian adalah asas kebebasan berkontrak freedom of contract. Artinya para pihak bebas membuat kontrak dan mengatur isi kontrak itu sepanjang tidak bertentangan dengan kesusilaan dan undang-undang yang berlaku serta memenuhi syarat sebagai suatu kontrak. 3. Asas Pacta Sunt Servanda Setiap orang yang membuat perjanjian, dia terikat untuk memenuhi perjanjian tersebut karena perjanjian tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1338 KUH Perdata Ayat 1 yang menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 13 12 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011, hal.3. 13 Ibid., hal. 5 Universitas Sumatera Utara 4. Asas Itikad Baik Di Jerman, Mahkamah Agung mempertimbangkan bahwa apabila ditetapkan syarat-syarat umum mengenai perjanjian, kebebasan berkontrak dianggap ada sejauh kebebasan ini mengenai isi perjanjian menurut ukurannya sendiri, yaitu berdasarkan itikad baik dengan kewajiban untuk memperhatikan kepentingan-kepentingan pihak lawan dalam perjanjian pada awal penyusunan syarat-syarat perjanjian itu. Apabila satu pihak hanya mengajukan kepentingan-kepentingan sendiri,ia menyalahgunakan kebebasan dalam membuat perjanjian. Keputusan tersebut menunjukkan bahwa itikad baik menguasai para pihak pada periode pra perjanjian, yaitu dengan memerhatikan kepentingan-kepentingan yang wajar dari pihak lain. Walaupun itikad baik para pihak dalam perjanjian sangat ditekankan pada tahap pra perjanjian, secara umum itikad baik harus selalu ada pada setiap tahap perjanjian sehingga kepentingan pihak yang satu selalu dapat diperhatikan oleh pihak lainnya. 14 5. Asas Kepastian Hukum Dalam membuat suatu perjanjian yang dilakukan oleh seseorang tidak selamanya memiliki kekuatan hukum. Ada juga perjanjian yang tidak memiliki kekuatan hukum natuurlijke verbintenis dimana maksudnya adalah tidak memiliki akibat hukum rechtsgevolg yang mengikat. Misalnya perjanjian keagamaan, moral, sopan santun dan sebagainya. Kemudian juga ada perjanjian yang memiliki kekuatan hukum yang tidak sempurna dimana ketidaksempurnaan daya hukumnya terletak pada sanksi memaksanya, yaitu atas keengganan debitur memenuhi kewajiban prestasi, kreditur tidak diberi kemampuan oleh hukum untuk memaksakan pemenuhan prestasi. Contoh perjanjian yang memiliki kekuatan hukum tidak sempurna seperti terdapat dalam Pasal 1788 KUH Perdata mengenai hutang yang timbul dari hasil perjudian dan taruhan. Melihat karakter natuurlijke verbintenis ini, timbul suatu pendapat yang menganggap hakekatnya berada di luar perjanjian perdata yang lazim, sebab lazimnya suatu perjanjian perdata pada umumnya melekat di dalamnya “hak memaksa” yang diberikan kepada kreditur apabila debitur tidak memenuhi perjanjiaan yang dilakukannya. Dan yang terakhir adalah suatu perjanjian yang sebenarnya secara hukum perdata yaitu perjanjian yang sempurna daya kekuatan hukumnya volledige rechtswerking. Dalam perjanjian ini pemenuhan dapat dipaksakan kepada debitur jika dia ingkar secara sukarela melaksanakan kewajiban prestasi. Untuk itu kreditur diberi hak oleh hukum 14 Ibid., hal. 6-7 Universitas Sumatera Utara menjatuhkan sanksi melalui tuntutan eksekusi pelaksanaan dan eksekusi riel, ganti rugi schade vergoeding. 15 Asas-asas inilah yang menjadi landasan kuat untuk membuat suatu perjanjian yang sah dan sesuai dengan hukum perjanjian dimana asas ini akan selalu ada dan mungkin semakin berkembang demi menciptakan kepastian hukum. Memang masih banyak asas-asas lain dalam perjanjian seperti asas bersifat obligatoir, asas berlakunya suatu perjanjian dan lain sebagainya. Namun empat asas di ataslah yang akan dan harus tersirat dalam suatu perjanjian yang sah.

B. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian