kejadian ini dan membatalkan niatnya untuk meminta denda kepada pihak PT Gapeksindo.
Dalam hal ini, seharusnya pihak PT Gapeksindo melaporkannya terlebih dahulu pada saat baru terjadi Force Majeure itu sehingga pihak PT Mega Power
Mandiri tidak sempat mengklaim terjadi wanprestasi. Hal baik bahwa pihak PT Mega Power Mandiri memakluminya dan tidak memaksa pihak PT Gapeksindo
mengganti kerugian atas keterlambatan penyerahan hasil pekerjaan. Di dalam perjanjian juga sudah tertera dengan jelas apa yang harus dilakukan apabila terjadi
hal yang tidak terduga pada saat mengerjakan proyek jembatan tersebut, mulai dari pelaporan, memberikan bukti fisik sampai membuat laporan berita acara.
Kalau seandainya pihak PT Mega Power tidak mau menerima alasan yang diberikan oleh pihak PT Gapeksindo maka pihak PT Gapeksindo terpaksa harus
memberikan ganti kerugian atas keterlambatan penyerahan hasil pekerjaan pembangunan jembatan tersebut.
C. Pihak yang Menanggung Kerugian Apabila Terjadi Force Majeure dalam
Pelaksanaan Perjanjian Konstruksi
Sebenarnya banyak pihak yang terlibat dalam suatu pelaksanaan kontrak konstruksi, sungguhpun biasanya yang menjadi para pihak utama yakni pihak
yang menandatangani kontrak konstruksi adalah pihak pemberi kerja, yang sering disebut dengan istilah bouwheer, aanbesteder, owner, employer, client, promoter,
buyer, principal, pemimpin proyek, dan lain-lain, dan pihak pemborong, yang
Universitas Sumatera Utara
sering juga disebut dengan istilah annamar, kontraktor, rekanan, developer, dan lain-lain.
Selain dari pihak utama tersebut, maka dalam suatu kontrak konstruksi sering terlibat juga pihak-pihak lainnya, yang biasanya tidak menandatangani kontrak
konstruksi dengan pihak bouwheer. Sebagiannya merupakan pihak yang tergolong profesional. Diantara pihak lain selain pihak utama tersebut adalah sebagai
berikut. 1.
Himpunan Profesi 2.
Penasihat Khusus specialist 3.
Penasihat Ahli Profesional advisor 4.
Ahli Pemakai User 5.
Konsultan Utama 6.
Ahli Interior dan Lands 7.
Ahli Sipil dan Sturktur 8.
Ahli Geoteknik 9.
ArsitekPerencana 10.
Ahli Mekanik 11.
Value Engineer 12.
Quantity Surveyor 13.
Proof-Engineer 14.
Insurance Company 15.
KontraktorSupplier 16.
Ahli Manajemen Konstruksi 17.
Lembaga Quality Control 18.
Ahli Hukum 19.
Building Control Officer 20.
Health Officer 21.
Drainage Inspector 22.
Heating and Ventilation Engineer 23.
Telecommunication Engineer 24.
Technical Service Drainage 25.
Fire Officer 26.
Electrical Engineer 27.
Structural Engineer 28.
Building Surveyor 29.
Building Inspector 30.
PengawasDireksi
Universitas Sumatera Utara
31. Clerk
60
Mengenai keterlibatan tugas, wewenang dan tanggung jawab dari beberapa diantara para pihak yang terlibat pada saat dilaksanakan pembangunan suatu
proyek adalah seperti tersebut dibawah ini :
61
1. Keterlibatan pihak bouwheer
Pada prinsipnya, pihak bouwheer sangat konsern dengan tiga faktor berikut ini :
a. Performance yang baik, dalam arti kualitas, fungsi, dan
durabilitas b.
Ketetapan waktu sesuai dengan yang diperjanjikan dalam kontrak
c. Biaya seperti yang diestimasikan dalam budget estimate dan
dalam kontrak Maka dari itu, diantara yang menjadi wewenang dan tugas dari pihak
bouwheer adalah sebagai berikut : a.
Penunjukan arsitek b.
Wewenang dalam hubungan asuransi c.
Kewajiban untuk memberikan lokasi kepada kontraktor d.
Kewenangan dalam hubugan ganti rugi jika ada noncompletion e.
Kewenangan menetapkan pekerjaan kepada kontraktor
60
Munir Fuady, Op.Cit., hal.15-16
61
Ibid., hal.19
Universitas Sumatera Utara
f. Kewajiban dalam hubungan dengan persertifikatan
g. Prosedur dalam hubungan dengan arbitrase
2. Keterlibatan pihak arsitek
Pihak arsitek juga memegang peranan yang penting dalam suatu pembangunan proyek. Bahkan secara tradisional, pihak arsitek
merupakan pemimpin dari design team. Pekerjaan pihak arsitek dalam suatu konstruksi antara lain pengaturan tentang space dalam bangunan,
bentuk, tipe konstruksi dan material yang digunakan, pengawasan yang menyangkut dengan dampak lingkungan, dan pertimbangan-
pertimbangan keindahan gedung, biasanya dilakukan dalam suatu konsep total life cycle-design. Kadangkala dalam suatu kontrak konstruksi
dipakai juga istilah “supervising officer” untuk istilah arsitek ini. Jadi arsitek di sini mempunyai peran juga terhadap pengawasan pengerjaan
bangunan yang dilakukan oleh buruh. Keterlibatan pihak arsitek dapat dipilah-pilah ke dalam tugasnya pada masa pra kontrak dan pasca
kontrak. Dalam masa pra kontrak, tugas dari arsitek biasanya berkisar pada masalah penyediaan design, yang terdiri dari :
a. Architectural design
b. Constructional design
c. Administration of the scheme
62
62
Ibid., hal.20
Universitas Sumatera Utara
Sementara tugas pihak arsitek pasca penandatanganan kontrak pada prinsipnya berkenan dengan supervisi dan administrasi. Untuk itu,
termasuk tugasnya dalam hal pemberian instruksi pensertifikatan dan lain-lain. Untuk jelasnya, berikut ini beberapa dari keterlibatan arsitek
yang lazim dipraktikkan : a.
Pemberian instruksi, yang umumnya terdiri dari : 1
Dikrepansi dan divergensi antara dokumen-dokumen 2
Justifikasi terhadap instruksi-instruksi 3
Penulisan instruksi 4
Konfirmasi terhadap instruksi verbal 5
Divergensi antara peraturan perundangan-undangan dengan dokumen
6 Membuka pekerjaan untuk diinspeksi
7 Pemindahan material atau barang-barang dari lokasi
proyek yang tidak sesuai kontrak 8
Pengusiran setiap orang yang tidak bekerja dari tempat kerja
9 Pemberian instruksi kepada person-charge
10 Persyaratan variasi
11 Ekspenditur terhadap biaya-biaya utama dan biaya provisi
12 Pekerjaan kontraktor yang defektif
13 Penundaan pekerjaan
14 Pelaksanaan “protective work” setelah berakhirnya
“hostalities.” 15
Kerusakan karena perang 16
Antiquities 17
Subkontraktor yang telah dinomasi 18
Supplier yang telah diunjuk
63
b. Pemberian sertifikasi, yang umumnya terdiri dari :
1 Penyelesain praktis terhadap pekerjaan
2 Penyelesain terhadap perbaikan kerusakan-kerusakan
3 Estimasi mengenai kira-kira total nilai dari kepemilikan
parsial 4
Penyelesaian terhadap perbaikan kerusakan-kerusakan setelah kepemilikan parsial
63
Ibid., hal.20-21
Universitas Sumatera Utara
5 Kegagalan menyelesaikan pekerjaan menjelang tanggal
penyelesaian 6
Determinasi 7
Sertifikat sementara 8
Sertifikat final
64
c. Hal lain-lain, yang terdiri dari :
1 Provisi dan dokumen, schedules dan drawings
2 Penetapan level dan pelaksanaan pekerjaan
3 Akses terhadap lokasi proyek dan workshop
4 Pembatasan terhadap assignment dan subletting
5 Pemberian perpanjangan waktu
6 Pembayaran kembali kerugian dan biaya kepada
kontraktor 7
Arbitrase
65
3. Keterlibatan pihak Quantity Surveyor
Quantity Surveyor merupakan salah satu cabang dalam profesi surveyor. Cabang lainnya adalah “land surveyor”, “building surveyor”, “general
practice surveyor”, dan lain-lain. Dewasa ini telah terjadi pergesaran tentang fungsi dari Quantity Surveyor dari semula semata-semata yang
berhubungan dengan pengukuran, menjadi pihak yang berhubungan dengan fungsi akuntansi, bahkan sekarang dia juga menjadi pihak yang
terlibat dalam segala hal yang berkenaan dengan finance dan costing. Maka dalam hubungan dengan suatu konstruksi, fungsi seorang surveyor
menjadi sebagai berikut : a.
Sebagai “cost Advisor” yaitu berusaha untuk melakukan forecasting dan evaluasi suatu design
b. Menyediakan dokumentasi tender yang akan digunakan oleh
kontraktor
64
Ibid.
65
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
c. Selama masa konstruksi, memberikan report tentang “interm
payment”, “financial progessor” dan menyiapkan ekspenditur final untuk proyek tersebut.
66
Lebih rinci, maka yang menjadi tugas-tugas dari seorang Quantity Surveyor adalah sebagai berikut :
a. Dalam masa pra kontrak, yaitu :
1 Advis mengenai biaya pendahuluan yaitu memberikan
saran dan masukan mengenai biaya yang harus dikeluarkan terlebih dahulu oleh pihak bouwheer
2 Cost planning yaitu memberikan perkiraan biaya yang
akan ditanggung selama masa pengerjaan proyek konstruksi berjalan
3 Bills of quantities dan dokumentasi tender yaitu
memberikan jumlah dari biaya yang akan dihabiskan untuk suatu proyek konstruksi dan mendokumentasikan
hal-hal yang menyangkut pelaksanaan secara tertulis dalam satu dokumen.
4 Specification writing jika bills tidak diisyaratkan yaitu
memberikan suatu tulisan dari spesifikasi biaya yang akan dihabiskan dalam pelaksanaan proyek tersebut.
5 Evaluasi tender yaitu memberikan suatu kesimpulan
berupa kekurangan yang dikerjakan oleh kontraktor
67
b. Masa pasca kontrak, yaitu:
66
Ibid., hal.22
67
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
1 Melakukan evaluasi dalam rangka pembuatan interim
certificates 2
Final account 3
Remeasurement terhadap seluruh atau sebagian dari pekerjaan
4 Measuring and valuing variations
5 Daywork accounts
6 Penyesuaian dengan primem cost sums
7 Increased cost assessment
8 Evaluasi mengenai contractual claims
9 Analisis biaya.
68
4. Keterlibatan pihak main contractor
Pihak main contractor merupakan pihak yang terlibat langsung dengan pihak bouwheer dalam pembangunan suatu proyek, karena pihak main
kontraktorlah yang menandatangani kontrak konstruksi yang bersangkutan. Pihak main contractor juga mempunyai tanggung jawab
hukum yang luas, tidak hanya pada masa konstruksi, bahkan setelah konstruksi. Menurut sistem KUH Perdata kita, pihak kontraktor dalam
hal-hal tertentu, bahkan bertanggung jawab sampai dengan 10 tahun. Hal yang sama juga umumnya berlaku di Negara-negara lain dengan jangka
waktu yang berbeda-beda, umumnya dari 6 sampai dengan 12 tahun. Di antara keterlibatan, tugas dan tanggung jawab main contractor secara
hukum dalam suatu kontrak konstruksi adalah sebagai berikut : a.
Yang berkenan dengan kualitas 1
Kesesuaian dengan instruksi yang diberikan oleh arsitek 2
Tugas-tugas yang berkenaan dengan “setting-out.” 3
Tanggung jawab atas kesalahan dari “workmanship”
68
Ibid., hal.23
Universitas Sumatera Utara
4 Keajaiban untuk tetap membiarkan di lokasi terhadap
setisap pihak yang terlibat 5
Persyaratan untuk memberikan akses bagi arsitek ke lokasi proyek dan workshop
6 Pembatasan tentang assignment dan subletting
7 Hak untuk menolak penunjukan sub kontraktor
8 Kewajiban terhadap kontraktor yang ditunjuk langsung
oleh pihak bouwheer b.
Yang berkenaan dengan waktu, yaitu: 1
Prosedur untuk kepimilikan parsial 2
Keharusan untuk melaksanakan kontrak tepat waktu 3
Pihak arsitek Kewajiban untuk menginformasikan setiap keterlambatan kepada arsitek
4 Hak-hak dalam hal terjadinya determinasi atas kontrak
c. Yang berhubungan dengan biaya
1 Kewajiban untuk mempertanyakan setiap “loss” atau
“expenses” 2
Tanggung jawab terhadap pembayaran kepada subkontraktor
3 Prosedur dalam hal pensertifikatan dan pembayaran
4 Hal lain-lain
5 Tanggung jawab terhadap kerugian atas orang dan harta
benda
Universitas Sumatera Utara
6 Kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan
asuransi
69
5. Keterlibatan pihak subkontraktor
Pihak subkontraktor pada umumnya ditunjuk oleh pihak main contractor sendiri. Tetapi dapat juga subkontraktor ditunjuk langsung oleh pihak
bouwheer, dalam hal ini sebaliknya disebutkan dalam condition of contract. Selain itu dapat juga mengangkat subkontraktor untuk
mengerjakan tugas-tugas tertentu. Subkontraktor ini seperti sebutannya, memiliki tugas sama seperti kontraktor namun cakupannya lebih kecil. Hal
ini dilakukan karena tidak semua pekerjaan dapat dilakukan oleh pihak kontraktor misalnya tidak memiliki alat yang lengkap, kekurangan tenaga
manusia juga keterbatasan dana apalagi jika proyek yang besar, maka diperlukanl subkontraktor.
70
6. Keterlibatan pihak supplier
Pihak supplier merupakan yang menyediakan bahan-bahan bangunan yang dipesan oleh pihak kontraktor. Bahan-bahan bangunan yang disediakan
oleh pihak supplier berupa : a.
Materials, yakni yang merupakan raw materials yang digunakan untuk membuat suatu bangunan, seperti semen, batu
bata, batu kali, dan lain-lain.
69
Ibid., hal.24
70
Ibid., hal.25
Universitas Sumatera Utara
b. Components, yakni ini merupakan item yang diperlukan untuk
pembuatan suatu bangunan dalam bentuk peralatan. Misalnya satu set pintu, satu set jendela dan lain sebagainya
c. Goods, termasuk dalam kategori ini adalah item yang
mempunyai sifat standard dan dapat dibeli langsung dari katalog, misalnya peralatan listrik, peralatan sanitari, dan lain-
lain.
71
Berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak maka para pihak yang membuat suatu perjanjian berhak menentukan sendiri isi dari suatu perjanjian asalkan tidak
bertentangan dengan ketertiban umum, keasusilaan dan undang-undang. Hal ini juga tentunya berlaku bagi suatu perjanjian pekerjaan konstruksi atau dalam KUH
Perdata disebut dengan perjanjian untuk melakukan pekerjaan. Segala sesuatu dalam perjanjian pekerjaan konstruksi ini akan diatur dan dirancang sendiri oleh
para pihaknya masing-masing. Dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi sudah
menentukan standar apa yg harus dimiliki dalan suatu perjanjian perkerjaan konstruksi yang harus tercantum dalam pasal-pasal perjanjian tersebut. Salah satu
ketentuan ataupun isi pasal yang harus ada dalam suatu perjanjian pekerjaan konstruksi adalah mengenai Force Majeure. Apabila dalam pengerjaan suatu
pembangunan kontruksi dalam masa pengerjaannya terjadi suatu keadaan memaksa seperti bencana alam yang mengakibatkan suatu bangunan yang sedang
dibangun tersebut mengalami kerusakan ataupun musnah maka harus ditentukan
71
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
pihak mana yang harus bertanggung jawab atas kejadian tersebut. Pihak yang secara langsung terlibat dalam perjanjian pekerjaan konstruksi ini adalah pihak
pemberi pekerjaan bouwheer dan pihak kontraktor contractor maka apabila terjadi sesuatu kendala dalam pengerjaan proyek, salah satu dari kedua pihak
inilah yang akan bertanggung jawab. Apabila suatu kejadian terjadi dan mengakibatkan suatu pekerjaan konstruksi terhambat penyelesaiannya atau
bahkan terhenti namun diakibatkan oleh Force Majeure maka kedua belah pihak akan bernegosiasi untuk mencari jalan keluar yang adil. Hal ini karwena untuk
pihak-pihak yang lain hanyalah pihak tambahan dimana terkadang pihak tersebut masih dibawah naungan dari pihak kontraktor atau pihak pengguna jasa. Namun
pada kasus PT Gapeksindo Hutama Kontrindo ini, pihak kontraktor bertanggung jawab sendiri atas kejadian Force Majeure yang menimpa pembangunan
Jembatan Parlilitan tersebut karena kerugian yang ditimbulkan oleh Force Majeure tidaklah begitu besar, mereka dapat memperbaikinya dengan sendiri.
Namun menurut penulis, pemikiran ini adalah salah karena hal itu memang sudah menjadi tanggung jawab PT Gapeksindo karena bahan material berasal dari PT
Gapeksindo juga sehingga tanggung jawab secara utuh menjadi milik PT Gapeksindo seperti yang sudah diatur dalam KUH Perdata mengenai perjanjian
melakukan pekerjaan.
D. Bentuk Pertanggungjawaban atas Terjadinya Force Majeure dalam