Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Sejarah adalah mengulas tentang tiga hal penting yaitu pelaku, tematis, dan tempat. 1 Setiap manusia pasti mengalami pertumbuhan penduduk di dalam menjalani kehidupannya. Ketiga hal ini akan terlihat saling menjelaskan sehingga terbentuk sebuah peristiwa yang dinamakan dengan peristiwa sejarah. Mengenai pelaku akan diketahui siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut, sedangkan dari tematis akan menjelaskan peristiwa apa yang terjadi dan tempat, akan menjelaskan di mana peristiwa itu terjadi. Demikian juga tentang sejarah migrasi dimensi yang menjadi pokok permasalahan adalah tiga hal tersebut. Migrasi merupakan sebuah perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat lain.Dalam hal ini penduduk sebagai pelaku terhadap peristiwa migrasi adalah Batak Toba yang melakukan migrasi dengan berbagai faktor sosial dan kondisi lingkungan dari daerah asal dan juga daerah tempat migrasi. 2 1 Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terj. Nugroho Notosutanto, Jakarta: UI Press, 1985, hlm.27. 2 Budiarto Munir Rozi, Teori- teori Kependudukan, Jakarta: PT Bina Aksara, 1986, hlm. 45. Begitu juga dengan etnis Batak Toba mengalami pertambahan penduduk secara alamiah yang terjadi di daerah Tapanuli Tanoh Batak membawa masyarakat harus berpikir keras untuk memenuhi kebutuhan Universitas Sumatera Utara 2 hidupnya. Masyarakat harus berusaha mencari lahan baru di luar Tapanuli karena lahan pertanian yang semakin sempit dan juga semakin meningkatnya persaingan hidup di antara sesama masyarakat. Budaya Batak Toba yang identik dengan marga- marga atau kelompok etnis yang bermukim pada sebuah Huta kampung di daerah pedalaman. Perkembangan Huta kampung membuat suatu kampung penuh dengan penduduk dan juga keluarga- keluarga yang baru membentuk keluarga baru. Keluarga- keluarga baru ini ada yang tidak mempunyai lahan pertanian untuk diolah. Keluarga- keluarga baru ini membentuk keluarga sendiri dan memisahkan diri dari keluarganya atau dalam Batak Toba disebut Manjae. Mereka membentuk kampung baru serta membuka lahan- lahan pertanian yang baru yang sering disebut dengan Banjar atau Lumban. 3 3 Batara Sangti Simanjuntak, Sejarah Batak, Balige, Karl Sianipar Company, 1977, hlm. 200. Di Tapanuli masyarakat Batak Toba hidup dari sistem pertanian dimana Masyarakat Batak Toba memiliki keahlian dalam mengolah tanah dan juga dari segi fisik sangat kuat bekerja.Di daerah asalnya Tapanuli tanahnya tergolong tandus dan kurang menguntungkan ditanami tanaman pertanian. Hal ini mengakibatkan masyarakat selalu devisit dan kekurangan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.Cara yang dilakukan masyarakat untuk mengatasi lahan yang sempit di Tapanuli adalah dengan melakukan Migrasi. Universitas Sumatera Utara 3 Proses Migrasi yang dilakukan Batak Toba juga sebagai cara mewujudkan filosofi mereka yaitu 3H seperti Hagabeon, Hamoraon, dan Hasangapon. Filosofi ini adalah salah satu ciri yang sangat terlihat di dalam keseharian dan kehidupan etnis Batak Toba. 4 Untuk menempuh filosofi ini, beberapa tindakan di lakukan oleh Orang Batak yaitu Hasangapon di tempuh dengan melanjutkan sekolah atau Pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sehingga mereka nantinya dihargai dan dapat berkuasa dan juga Hagabeon di tempuh dengan mendambakan panjang umur dan mendapatkan keturunan dalam ikatan perkawinan khususnya anak laki- laki. orang Batak sangat mendambakan anak laki- laki. Hal ini dilatarbelakangi oleh sistem keturunan yang Patrinial, di mana anak laki- laki adalah sebagai penerus Marga. Yang ketiga adalah Hamoraon, bagian ini di tempuh dengan berusaha sekuat tenaga untuk mencari kekayaan dan kesejahteraan. Dalam bagian ini harta mempunyai peranan penting dalam kehidupan orang Batak, kesejahteraan hidup yang lebih baik sangat diimpikan oleh orang Batak Toba. Masing- masing orang Batak mengejar hal ini, sehingga tanpa disadari akan menimbulkan persaingan tidak sehat atau konflik- konflik di antara sesama keluarga maupun konflik dalam Hutakampung. Latarbelakang inilah yang merupakan faktor masyarakat Batak Toba bermigrasi. 5 4 Elvis. F. Purba., O. H. S., Purba, Migrasi Batak Toba: di Luar Tapanuli Utara Suatu Deskripsi , Medan, 1997, hlm. 1. 5 Wawancara, dengan Jahilim Simbolon, Pegagan Julu I, tanggal 20 April 2007. Universitas Sumatera Utara 4 Daerah Migran yang di tempuh oleh migran Batak Toba pada umumnya adalah daerah yang identik dengan budaya dalam kesehariannya. Seperti Migrasi yang di lakukan Batak Toba ke tanah Dairi tanah Pakpak pada tahun 1910-1980. Dairi sebagai tempat bermigrasi adalah alasan Administratif, di mana wilayah Dairi pada tahun 1950- 1958 bergabung dengan wilayah Tapanuli Utara. Sebagai alternatif lain tempat tujuan migrasi ke Dairi adalah karena unsur kemiripan budaya, sifat, dan juga keseharian orang Batak Toba yaitu sebagai masyarakat yang hidup tergantung dari sistem pertanian. Migrasi yang di lakukan Batak Toba tergolong sukses, hal ini dapat di lihat dari perubahan yang terjadi di daerah Sumbul Pegagan yang tergolong maju karena proses migrasi ke daerah ini. Sekitar tahun 1970-an pertanian di daerah Sumbul mencapai kemajuan yang sangat pesat, khususnya tanaman kopi yang hasilnya sangat berlimpah apabila di bandingkan dengan daerah sekitarnya. Hasil pertanian kopi tersebut adalah penanaman kopi Robusta yang melampaui eksport. Dalam hal ini Sumbul Pegagan menjadi daerah pertanian maju. 6 Kemajuan ini merupakan proses dari migrasi yang mengarahkan masyarakat menuju persaingan sehat yang saling meniru. Hal ini berawal dari besarnya komposisi suku dan juga keahlian dari masing- masing etnis. Proses migrasi yang terlihat sangat positif membuat suku asli atau menetap dalam hal ini Pakpak Dairi menerima proses tersebut.Keterbukaan masyarakat Pakpak Dairi 6 Wawancara, dengan Binsar Lingga, Pegagan Julu X, tanggal 21 April 2007. Universitas Sumatera Utara 5 khususnya Pakpak Pegagan adalah awal dari migrasi menuju sebuah kesuksesan. Masyarakat asli memberi peluang kepada kelompok migran Batak Toba untuk berusaha dan juga bekerja sama. Sebagai contoh adalah keterbukaan dalam memberikan tanah untuk dikelola. Kebebasan berusaha ini tidak mempunyai batas ataupun persyaratan yang membebani kelompok migran. Migrasi Batak Toba ke Sumbul Pegagan membawa perubahan yang besar terhadap daerah ini. Daerah Sumbul Pegagan yang latarbelakang etnisnya adalah Pakpak Dairi khususnya Pakpak Pegagan, Tapi kelompok dominan di daerah Sumbul bukan lagi etnis Pakpak tetapi etnis Batak Toba.Hal ini bukan lagi diakibatkan oleh proses migrasi, sebab pada periode 1990-an sudah jarang ditemukan. Banyaknya jumlah Penduduk diakibatkan oleh proses perkawinan antara sesama suku Batak Toba dan perkawinan silang yang terjadi antara masyarakat menetap Pakpak dengan kelompok suku lainnya yang ada di Sumbul Pegagan. Dalam bidang lainnya terdapat perubahan seperti komunikasi dalam percakapan sehari- hari. Bahasa Batak Toba lebih sering di pakai dalam percakapan sehari- hari di Sumbul Pegagan. 7 Dari proses migrasi menyebabkan sebuah perubahan yang sangat besar terjadi di daerah Sumbul Pegagan. Proses perubahan ini menjadi hal yang unik dan menarik untuk diteliti dari perspektif Ilmu Sejarah.Keunikan ini menjadi alasan penulis untuk memilih judul tulisan yaitu MIGRASI BATAK TOBA KE 7 Wawancara, dengan Jahilim Simbolon, Pegagan Julu I, tanggal 20 April 2007. Universitas Sumatera Utara 6 SUMBUL PEGAGAN, DAIRI 1971- 1990. Sebagai kajian penulis di mana peristiwa ini dekat dengan keseharian penulis dan masih memungkinkan untuk dikaji sebab pelaku, orang yang mengetahui, dan sumber- sumber masih ditemuka n. Untuk mempermudah pembahasan dan penulisan sejarah ini, penulis membatasi waktu antara tahun 1971- 1990 karena pada awal tahun 1971 perekonomian Sumbul Pegagan mulai mengalami peningkatan seiring dengan penanaman kopi Robusta.Hasil pertanian kopi dari daerah ini mulai diperhitungkan di pasaran sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat baik etnis menetap maupun etnis pendatang. Sedangkan tahun akhir batasan penulisan ini yaitu pada tahun 1990 di mana pada tahun ini perpindahan spontan ke daerah ini sudah tidak ditemuka n lagi, diharapkan dengan pembatasan waktu ini mempermudah penulis dalam pengkajiannya.

1.2. Rumusan Masalah