Sub Etnis Batak Toba Di PT. Perkebunan VII Desa Bah Jambi, Kabupaten Simalungun 1963– 1990

(1)

SUB ETNIS BATAK TOBA DI PT. PERKEBUNAN VII DESA BAH JAMBI, KABUPATEN SIMALUNGUN 1963– 1990

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

Hendra Sonang Pakpahan Nim: 060706030

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

SUB ETNIS BATAK TOBA DI PT. PERKEBUNAN VII DESA BAH JAMBI, KABUPATEN SIMALUNGUN 1963– 1990

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

Hendra Sonang Pakpahan 060706030

Pembimbing

Dra. Nurhabsyah, M.Si NIP 195912311985032005

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian

Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, Untuk melengkapi Salah satu syarat ujian sarjana Ilmu budaya

Dalam bidang Ilmu Sejarah

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Lembar Pengesahan Pembimbing Sripsi

SUBETNIS BATAK TOBA DI PT. PERKEBUNAN VII DESA BAH JAMBI, KABUPATEN SIMALUNGUN 1963– 1990

Yang diajukan oleh:

Nama: Hendra Sonang Pakpahan Nim: 060706030

Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh: Pembimbing

Dra. Nurhabsyah, M.Si Tanggal 19 Desember 2012 NIP 195912311985032005

Ketua Departemen Sejarah

Drs. Edi Sumarno, M.Hum Tanggal 19 Desember 2012 NIP 196409221989031001

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(4)

PENGESAHAN :

Diterima oleh :

Paniltia ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Sastra USU Medan

Pada :

Tanggal :

Hari :

FAKULTAS SASTRA USU Dekan

Drs. Syahron lubis, M.A Nip 195110131976031001

Panitia ujian

No. Nama Tanda Tangan

1. Drs. Edi Sumarno M.Hum (...) 2. Dra. Nurhabsyah M.Si (...) 3. Drs. Samsul Tarigan (...) 4. Drs. Sentosa Tarigan, MSP (...) 5. Dra. Junita Setiana Ginting M.Si (...)


(5)

Lembar Pengesahan Ketua Departemen

Disetujui Oleh

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan

2012

Departemen Sejarah Ketua Departemen

Drs. Edi Sumarno, M.Hum NIP 196409221989031001


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa Penulis Ucapkan.

Skripsi ini di buat untuk syarat kelulusan sarjana pada Program Studi Ilmu Sejarah di Universitas Sumatera Utara. Meski didasari hanya untuk memenuhi kewajiban tugas akhir seorang mahasiswa sejarah, namun perjalanan sejak skripsi ini muncul pertama kali sebagai ide sampai selesai ditulis merupakan proses yang sama pentingnya bagi penulis pada saat duduk di dalam ruangan kelas untuk mengikuti kuliah. Perjalanan ini yang telah memberikan pelajaran bahwa sesuatu itu menjadi lebih berharga dan berguna jika kita menganggap itu berarti.

Apa yang ditulis dalamskripsi ini tidaklah sepenuhnya baik karena tidak ada karya yang sempurna. Penulis sangat berterima kasih kepada pembimbing dan penguji skripsi ini. Juga kepada orang-orang yang telah meluangkan waktunya dalam membantu penulis mengumpulkan data dan memahami apa yangsebenarnya diditulis.

Semoga skripsi ini bermanfaat dan berguna bagi kita semua.

Medan, Desember 2012


(7)

UCAPAN TRIMAKASIH

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah menyertai dan senantiasa memberkati penulis dalam hidup ini, terutama pada saat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat, guna memperoleh sarjana pada jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini adalah “ SUB ETNIS BATAK TOBA DI PT. PERKEBUNAN VII DESA BAH JAMBI, KABUPATEN SIMALUNGUN 1963 – 1990”.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal ini karena keterbatasan pengetahuan penulis, kemampuan, pengalaman, maupun literatur yang dimiliki penulis. Meski menghadapi berbagai tantangan, berkat usaha yang gigih dari penulis, dan berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada:

1. Ayahanda R. Pakpahan dan Ibunda S.J Br. Siregar , yang senantiasa mengasihi saya sejak lahir hingga saat ini, dan memberi dukungan dan kasih sayang yang tidak ternilai harganya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

2. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara beserta staf dan pegawainya.

3. Bapak Drs. Edi Sumarno M. Hum selaku Ketua Departemen Sejarah FIB-USU dan Dra. Nurhabsyah M.Si selaku sekretaris Departemen Sejarah.


(8)

4. Ibu Dra. Nurhamidah, M.A selaku dosen Pembimbing Akademik saya,Terima kasih atas dukungan dan bimbingan yang bapak berikan selama ini, semoga Tuhan senantiasa menyertai bapak dan keluarga.

5. Ibu Dra. Nurhabsyah M.Si, selaku dosen pembimbing dalam penulisan ini yang telah memberikan inspirasi, semangat, dorongan, dan telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing penulis. Kebaikan Ibu senantiasa penulis ingat, semoga Tuhan memberikan berkatNya kepada Ibu sekeluarga.

6. Bapak dan Ibu dosen serta Staf Administrasi Departemen Sejarah (B˜Ampera) yang telah banyak membantu penulis mulai masa awal perkuliahan hingga dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Seluruh Staf pengajar Departemen Sejarah yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terimakasih atas ilmu yang telah engkau ajarkan kepada saya, sehingga saya bisa meraih gelar sarjana.

8. Seluruh Informan di Desa Bah Jambi, Pensiunan, Staf dan Karyawan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, Terimakasih atas waktu dan kesempatan untuk memberikan informasi kepada penulis sehingga tulisan ini terselesaikan.

9. Teman yang mendampingi saya dalam suka dan duka berbagi segala pengalaman baik dan buruk dalam perjalanan hidup sampai saat ini yang penuh tantangan tetapi tetap setia dan sabar menjalani dan menghadapinya “Kezia br. Hutapea”.

10.Kawan – kawan seperjuangan Pahlawan Revolusi “06 ( Wilson Barus, Yudha Wirabuana, Dodi Nainggolan, Chairul Efendi, Ahmad Rivai, Fernatin ), “Thank Friend’S” akhirya


(9)

kita Merdeka juga. Dan Juga Buat Teman Stambuk 2006 yang telah mendahului kami dalam perjuangan menimbah ilmu di Departemen Sejarah

11.Kawan – kawan Pejuang yang gak pernah letih untuk berada digarda depan,” Bang Brad, Bang Nando,Pak Jhon, Mas Ramlan (Kepala Toko), haradongan Sianturi, Shaka Blitong, Gabriel, Uye, Poly), Moga Muda dan Teman-teman semua yang ada di departemen Sejarah “ Bravo Sejarah “

Akhirnya untuk semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak seluruhnya disebutkan dalam penyusunan skripsi ini, saya mengucapkan banyak terima kasih. Semoga semua kebaikan yang penulis terima dibalas oleh Tuhan Yang Maha Esa. Amin.

Medan,

Penulis


(10)

ABSTRAK

Sub Etnis Batak Toba di Bah Jambi merupakan karyawan yang bermukim di wilayah PT. Perkebunan VII (Persero) di Kabupaten Simalungun. Keberadaan Sub Etnis Batak Toba di wilayah Etnis Simalungun akibat dari penempatan PT. Perkebunan VII (Persero) yang membuka pemukiman atau perumahan bagi karyawannya. Kedatangan Sub Etnis Batak Toba di PT. Perkebunan VII (Persero) Desa Bah Jambi, Kabupaten Simalungun sangatlah berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan Sub Etnis Batak Toba itu sendiri maupun etnis lainya yang berada di PT. Perkebunan VII (Persero) Desa Bah Jambi. Tujuan penulisan ini adalah adaah yang pertama untuk menjelaskan latar belakang Sub Etnis Batak Toba bekerja di PT. Perkebunan VII (Persero) Desa Bah Jambi, kedua mengetahui keberadaan Etnis Batak Toba di Desa Bah Jambi dan ketiga adalah untuk mengetahui dampak keberadaan Etnis Batak Toba di PT. Perkebunan VII (Persero) Desa Bah Jambi. Adapun Metode yang digunakan dalam penulisan ini menggunakan metode sejarah, yaitu Heuristik (pengumpulan data), Kritik sumber, Interpretasi (menyimppulkan kesaksian data yang dipercaya dari bahan yang telah ada),dan yang terakhir adalah Historiografi (penulisan). Keberadaan Sub Etnis Batak Toba di PT. Perkebunan VII (Persero) Desa Bah Jambi dari mulai kedatangannya mengalami tingkat pertumbuhan dari segi jumlah penduduk dan memiliki suatu kedudukan dalam kehidupan bermasyarakat. Perbauran yang terjadi sangat berpengaruh terhadap budaya Sub Etnis Batak Toba kareana budaya etnis yang ada di Desa Bah Jambi secara tidak langsung akan mempengaruh budaya Etnis Batak Toba. Interaksi Sub Etnis Batak Toba di PT. Perkebunan VII (Persero) Desa Bah Jambi dalam perkembanganya akan membawa pengaruh bagi etnis batak toba dan etnislainya. Dalam memperoleh informasi penulis melakukan studi kepustakaan dan juga wawancara dengan masyarakat di Desa Bah Jambi.


(11)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………....i

UCAPAN TERIMAKASIH……….……….ii

ABSTRAK………..v

DAFTAR ISI………...vi

DAFTAR TABEL………...ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………...…..1

1.2 Rumusan Masalah……….7

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian………...……..7

1.4 Tinjauan pustaka………...8

1.5 Metode Penelitian………11

BAB II GAMBARAN UMUM PENELITIAN 2.1 Letak Geografis……….……….……...14

2.2 Demografi Penduduk………...18

2.2.1 Jumlah Penduduk………...………...18

2.2.2 Kepercayaan………...20

2.2.3 Pendidikan……….21

2.3 Sejarah PT.Perkebunan VII (Persero) dan Sejarah Desa Bah Jambi..……….21

2.3.1 Sejarah PT. Perkebunan VII (Persero) Bah Jambi……….……...22

2.3.2 Sejarah Singkat Desa Bah Jambi………..25


(12)

BAB III KEBERADAAN SUB ETNIS BATAK TOBA DI PT. PERKEBUNAN VII (Persero) BAH JAMBI

3.1 Perkembangan Sub Etnis Batak Toba Di Desa Bah Jambi (1963-1990)…...31

3.2 Perbandingan Sub Etnis Batak Toba Dengan Etnis Lainya di PT. Perkebunan VII (Persero) Bah Jambi………34

3.2.1 Bidang Pendidikan………..………..34

3.2.2 Bidang Ekonomi………...36

3.2.3 Bidang Sosial………37

3.2.4 Bidang Budaya……….39

3.3 Nilai-Nilai Budaya Etnis Batak Toba ……….42

BAB IV DAMPAK KEBERADAAN SUB ETNIS BATAK TOBA BAGI ETNIS LAINNYA DI PT. PERKEBUNAN VII (PERSERO) DESA BAH JAMBI 4.1 Interaksi Sub Etnis Batak Toba Dengan Etnis Lainya Di Desa Bah Jambi (1963-1990)...50

4.2 Pergeseran Nilai Budaya Sub Etnis Batak Toba di Desa Bah Jambi (1963-1990)………53

4.2.1 Adat Istiadat………..55

4.2.2 Bahasa………...57

4.2.3 Marga………58

4.2.4 Tarombo ( Silsilah)………...59

4.3 Kedudukan Sub Etnis Batak Toba Dalam Bermasyarakat di Desa Bah Jambi…...60

4.3.1 Kedudukan Sub Etnis Batak Toba Dalam Membentuk Punguan di Bah Jambi………...60

4.3.2 Kedudukan dalam Pemerintahan Desa Bah Jambi………...62


(13)

4.3.4 Kedudukan Sub Etnis Batak Toba Setelah Pensiun………65

BAB V PENUTUP

5.1

Kesimpulan………...67 5.2

Saran………...69 DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR INFORMAN LAMPIRAN – LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

TABEL

TABEL 1. 1 Luas Wilayah Menurut Kelurahan Di Kecamatan Jawa Maraja

Bah Jambi……….14 TABEL 1. 2 Luas Wilayah Kelurahan dan Jenis Penggunaan Lahan Di Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi………...…………15

TABEL 1. 3 Jumlah penduduk Desa Bah Jambi berdasarkan Etnis tahun

1963 – 1990…...18 TABEL 1. 4 Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Agama di Kelurahan Bah Jambi Tahun 1990...19 TABEL 1. 5 Klasifikasi Penduduk Nagori/Kelurahan Bah Jambi Berdasarkan Tingkat Pendidikan dari Tahun 1963-1990………...20

TABEL 1. 6 Sub Etnis Batak Toba yang Melamar di Perkebunan PT. Perkebunan VII dan Tinggal di DesaBah Jambi………...28

TABEL 2. 1 Perkembangan Sub etnis Batak Toba di Desa Bah Jambi (1963 –


(15)

ABSTRAK

Sub Etnis Batak Toba di Bah Jambi merupakan karyawan yang bermukim di wilayah PT. Perkebunan VII (Persero) di Kabupaten Simalungun. Keberadaan Sub Etnis Batak Toba di wilayah Etnis Simalungun akibat dari penempatan PT. Perkebunan VII (Persero) yang membuka pemukiman atau perumahan bagi karyawannya. Kedatangan Sub Etnis Batak Toba di PT. Perkebunan VII (Persero) Desa Bah Jambi, Kabupaten Simalungun sangatlah berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan Sub Etnis Batak Toba itu sendiri maupun etnis lainya yang berada di PT. Perkebunan VII (Persero) Desa Bah Jambi. Tujuan penulisan ini adalah adaah yang pertama untuk menjelaskan latar belakang Sub Etnis Batak Toba bekerja di PT. Perkebunan VII (Persero) Desa Bah Jambi, kedua mengetahui keberadaan Etnis Batak Toba di Desa Bah Jambi dan ketiga adalah untuk mengetahui dampak keberadaan Etnis Batak Toba di PT. Perkebunan VII (Persero) Desa Bah Jambi. Adapun Metode yang digunakan dalam penulisan ini menggunakan metode sejarah, yaitu Heuristik (pengumpulan data), Kritik sumber, Interpretasi (menyimppulkan kesaksian data yang dipercaya dari bahan yang telah ada),dan yang terakhir adalah Historiografi (penulisan). Keberadaan Sub Etnis Batak Toba di PT. Perkebunan VII (Persero) Desa Bah Jambi dari mulai kedatangannya mengalami tingkat pertumbuhan dari segi jumlah penduduk dan memiliki suatu kedudukan dalam kehidupan bermasyarakat. Perbauran yang terjadi sangat berpengaruh terhadap budaya Sub Etnis Batak Toba kareana budaya etnis yang ada di Desa Bah Jambi secara tidak langsung akan mempengaruh budaya Etnis Batak Toba. Interaksi Sub Etnis Batak Toba di PT. Perkebunan VII (Persero) Desa Bah Jambi dalam perkembanganya akan membawa pengaruh bagi etnis batak toba dan etnislainya. Dalam memperoleh informasi penulis melakukan studi kepustakaan dan juga wawancara dengan masyarakat di Desa Bah Jambi.


(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Sub Etnis Batak Toba1

Sejak dinasionalisasikan PT. Perkebunan VII (Persero) dari perusahaan Belanda pada tanggal 14 Januari 1985

di Bah Jambi merupakan karyawan yang bermukim di wilayah PT. Perkebunan VII (Persero) Desa Bah Jambi di Kabupaten Simalungun. Keberadaan Sub Etnis Batak Toba di wilayah Etnis Simalungun akibat dari penempatan PT. Perkebunan yang membuka pemukiman atau perumahan bagi karyawannya.

2

1

Etnis Batak Toba Mendiami daerah Tepi Danau Toba, Pulau Samosir, Dataran Tinggi Toba, Daerah Asahan, Silindung, Daerah antara Barus dan Sibolga, Daerah Pengunungan Pahae dan Habinsaran. M. Junus Melalatoa, Ensiklopedi Suku Bangsa Di Indonesi, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan RI, 1995, hlm. 131

menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dengan menjadi Status BUMN, PT. Perkebuan VII Persero lebih leluasa untuk mengembangkan dan merekrut potensi Sumber Daya Manusia yang berasal dari dalam negeri untuk berkerja dalam perkebuan tersebut, hal ini membuat banyak atau beragamnya Etnis di PT. Perkebuan VII (Persero). Salah satu Sub Etnis yang bekerja dan menjadi karyawan di PT. Perkebuan VII (Persero) adalah Etnis Batak Toba. Hadirnya Etnik Batak Toba di daerah Simalungun ini karena faktor keterbukaan PT Perkebunan VII (Persero) dalam penerimaan karyawaan bukan karena bermigrasi secara langsung ke daerah Simalungun dan bertempat tinggal.

2

P.T. Perkebunan VII (Persero) adalah merupakan gabungan dari perusahaan-perusahaan perkebunan swasta asing yang dinasionalisasi dan dibentuk menjadi (1959 – 1967): PPN Sumut III, PPN Aneka Tanaman III, PPN Aneka Tanaman IV, PPN Karet, PPN Serat Sumut. Selayang Pandan PT. Perekbunan VII (Persero) 1985 – 1989, diterbitkan sebagai historis upaya manajemen dalam mengelola operasional PT. Perkebunan VII (Persero).


(17)

Sub Etnis Batak Toba yang pertama bermukim daerah Bah Jambi adalah K Pangaribuan yang berasal dari Desa Lagu Boti dekat Porsea Kabupaten Toba Samosir pada tahun 1963.3

Selain K. Pangaribuan yang menjadi karyawan di PT. Perkebunan VII (Persero), Sub Etnis Batak Toba yang datang menjadi karyawan yaitu Drs. Parto Pakpahan yang menduduki jabatan sebagai staf pada tahun 1968. Dengan adanya kedudukan dalam PT. Perkebunan VII (Persero) hal ini mempermudah untuk menarik saudaranya yang mempunyai pendidikan setara dengan SMU untuk bekerja di PT. Perkebunan VII (Persero). Salah satu keluarganya yang ditarik (direkrut secara nepotisme) dalam PT. Perkebunan VII (Persero) yaitu W. Nainggolan.

K. Pangaribuan menjadi karyawan PT. Perkebunan VII (Persero) sebagai supir setelah dibangunnya pabrik kelapa sawit di Bah Jambi pada tahun 1960 dan beroperasi tahun 1970.

4

Perkembangan populasi penduduk Sub Etnis Batak Toba di daerah Bah Jambi tahun 1970 sampai dengan 1990 yaitu berjumlah 200 KK (Kepala Keluarga).

5

Dalam perkembangan populasi penduduk di Desa Bah Jambi pemukiman terbagi dua kelompok yaitu yaitu 2 (dua) kelompok yaitu Sub Etnis Batak Toba, Simalungun dan Mandailing yang beragama Kristen dan Sub Etnis Jawa, Mandailing yang beragama Islam. Terbentuknuya kelompok ini bukan dari sistim pengelolaan PT. Pekebunan VII dalam mengelola perumahan karyawan, akan tetapi terjadi secara tidak langsung yaitu dimana pada awalnya Sub Etnis Batak dalam hidup bermasyarakat mencari satu etnis6

3

Wawancara dengan Saut pangaribuan anak dari K Pangaribuan yang bekerja sebagai karyawan di PT. Perkebunan VII di desa Bah Jambi Tgl 2 Maret 2012.

.

4

W. Nainggolan merupakan sanak saudara yang berasal dari keluarga istri Drs. Parto Pakpahan. Wawancara dengan W Nainggolan di Desa Bah Jambi Tgl. 25 April 2012.

5

Data Penduduk Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun tahun 1980.

6

Mencari satu etnis bukan berarti sukuisme yaitu tidak terbuka dan hidup dengan etnis yang lain akan tetapi hidup bergaul dengan etnis lainnya.


(18)

Mencari satu ras di daerah perantauan (di Desa Bah Jambi) Sub Etnis Batak Toba beradaptasi dengan kegiatan “martarombo” (menelusuri asal usul/persamaan marga). Kegiatan ini pada dasarnya merupakan kebiasaan bagi Sub Etnis Batak Toba yang merantau dan tindakan ini juga merupakan anjuran orang tua di Toba ketiga si anak merantau harus mencari “painundun” (orang tua angkat). Dalam adat Batak Toba adalah mencari kedudukan dalam bermasyarakat ataupun sebagai tempat berlindung sebelum dapat tempat tinggal yang permanen. Dalam pekerjaan Sub Etnis Batak Toba lebih cenderung nepotisme yaitu lebih mengutamakan rasnya bekerja di perusahaan hal ini dapat menggeser kedudukan dan peluang bagi etnis lain untuk mendapatkan pekerjaan di PT Perkebunan VII (Persero). Dengan prilaku seperti ini merupakan wujud dari filosfi budaya Batak Toba yang merantau akan mendapat perhatian dan tempat untuk mencari 4 (empat) H yaitu Hagabeon (Kejayaan), Hasangapon (Kehormatan), Hamoraon (Kekayaan), dan Hamuliaon (kemuliaan).

Dalam kedudukan bermasyarakat di Desa Bah Jambi Sub Etnis Batak Toba juga membawa budaya “martarombo” fungsinya adalah untuk mempererat hubungan satu etnis, sebagai akibatnya Sub Etnis Batak Toba hidup dalam satu kelompok dan mengenal satu sama lainnya.

Sub Etnis Batak Toba sebagai penduduk yang bermigrasi7

7 Alasan Etnik Batak Toba Bermigrasi karena faktor geografis, ekonomi dan budaya. O. H. S. Purba dan

Elvis F. Purba, Migrasi Batak Toba, Medan: Medan, 1988, hlm. 2.

ke daerah Simalungun harus membuka diri yaitu mengikuti pola budaya walaupun tidak secara keseluruhan dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat. Selain membuka diri mereka juga harus mengikut sertakan etnis lain dalam pelaksanaan adat istiadat supaya hubungan antar etnis dapat terintegrasi.


(19)

Kehadiran Sub Etnis Batak Toba di daerah Simalungun yaitu Desa Bah Jambi sebagai daerah percampuran budaya yang relatif berbeda dengan yang lainnya.Sub Etnis Batak Toba sebagai etnis pendatang membawa budaya sendiri dan menjalankan budayanya di daerah yang bukan daerah asal akan membawa perubahan bagi Sub Etnis Batak Toba. Perubahan yang terjadi terhadap budaya asal karena adaptasi dan interaksi dengan budaya lainnya sehingga budaya sendiri mengalami pergeseran.

Kebudayaan yang dibawa Sub Etnis Batak Toba akan dipraktekkan ataupun dilaksanakan di daerah perantauan yaitu Bah Jambi. Pelaksanaan budaya ini tidak seutuhnya dapat dilaksakan karena sudah bersinggungan dengan budaya Simalungun dan budaya etnis lainnya. Adapun budaya yang di bawa yang langsung dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari yaitu bahasa Batak Toba bercampur dengan bahasa etnis lainnya. Dari kasus ini dapat kita ketahui bahwa nilai budaya akan berkurang dari keasliannya, sehingga menyebabkan pada generasi penerusnya menjadi kurang mengetahui bahasanya sendiri.

Pergeseran budaya ini menjadi dampak negatif bagi Sub Etnis Batak Toba yang merupakan indentitasnya. Adapun dampak negatifnya adalah yaitu banyaknya budaya yang tertinggal akibat dari perbauran dua budaya atau lebih. Perbauran ini menyebapkan hilangnya identitas bagi anak perantau apalagi anak yang lahir di daerah perantauan. Salah satu contoh kasus akibat dari perbauran etnis adalah dimana bahasa daerah asal menjadi lupa ataupun si anak tidak tau atau malu untuk menunjuk pada teman sepergaulannya siapa dan apa budayanya. Hal ini penting peran orang tua untuk menunjukkan dan mengajari anak supaya mengerti dan menjaga budaya yang dilahirkan oleh nenek moyangnya yang merupakan kekayaan budaya Bangsa Indonesia yang mempunyai banyak etnis.


(20)

Dari kasus yang lain yang paling signifikan dapat dilihat yaitu tentang pelaksaan upacara adat yang banyak berubah akibat dari percampuran budaya, hal ini dapat mengurangi nilai budaya dari keasliannya. Upacara adat yang dimaksud yaitu pemakaian alat tradisional seperti gondang, alat ini sudah jarang dipakai dalam resepsi adat sehingga kaum muda tidak mengenal arti dari alat tradisi tersebut.

Selain dari adat istiadat, karyawan PT. Perkebunan VII (Persero) yang bermukim di Bah Jambi setelah pensiun akan pindah karena fasilitas yang berikan oleh PT Perkebunan VII (Persero) bukan hak milik sepenuhnya, terkecuali karyawan yang mendapat hak khusus yaitu marga Tobing, Pangaribuan, Harahap dan Etnis Jawa harus mendapat rumah satu. Dan ini berlanjut sampai pada garis keturunannya, perlakuan khusus ini merupakan pemberian pihak kolonial sebelum dinasionalisasikan pada tahun 1985.8

Dari fenomena ini penulis merasa tertarik untuk meneliti bagaimana keberadaan Sub Etnis Batak Toba terhadap etnislainnya dalam bermasyarakat dan di dunia pekerjaan dalam konsep wilayah PT. Perkebunan VII (Persero) di daerah Bah Jambi.

Pengambilan jarak tahun dalam penelitian dan penulisan yaitu dari tahun 1960 – 1990. Tahun 1960 Sub Etnis Batak Toba mulai masuk sebagai karyawan dan bermukim di Desa Bah Jambi sebelum di nasionalisasi menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tahun 1970 – 1990 berkembangnya Populasi Sub Etnis Batak Toba akibat dari keberhasilan sebagai faktor penarik datangnya Sub Etnis Batak Toba di PT. Perkebunan VII (Persero) Bah Jambi untuk dan pendidikan sebagai fasiltator dalam memperoleh pekerjaan atau masuk menjadi karyawan di perusahaan tersebut.

8


(21)

Dari tahun 1960 – 1990 populasi Sub Etnis Batak sudah berkembang dan membentuk kelompok dalam bermasyarakat sebagai wujud budaya. Oleh sebab itu untuk penelitian dan penulisan maka saya buat Judul yaitu: SUB ETNIS BATAK TOBA DI PT. PERKEBUNAN VII DESA BAH JAMBI, KABUPATEN SIMALUNGUN 1963– 1990.

1.2Rumusan Masalah

Berbicara tentang Sub Etnis Batak Toba Sangat luas, sehingga penulis perlu membuat batasan dan kerelevanan9

1. Sejak kapan Sub Etnis Batak Toba berkerja di PT Perkebunan VII (Persero) ?

sesuai dengan topik yang akan dibahas dalam penulisan skripsi. Penentuan rumusan masalah ini berfungsi agar tidak terjadi penyimpangan dalam penelitian dan penulisan. Adapaun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

2. Bagaimana keberadaan Sub Etnis Batak Toba di Desa Bah Jambi ?

3. Bagaimana dampak keberadaan Sub Etnis Batak Toba bagi etnis lain dilokasi PT. Perkebunan VII (Persero) Bah Jambi ?

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian

Segala sesuatu yang dilakukan manusia tentunya mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui Sub Etnis Batak Toba mulai bekerja di PT. Perkebunan VII (Persero) Bah Jambi.

9


(22)

2. Untuk mengetahui dan menjelaskan keberadaan Sub Etnis Batak Toba di Desa Bah Jambi.

3. Untuk mengetahui dampak keberadaan Sub Etnis Batak Toba bagi etnis lain di lokasi PT.Perkebunan VII (Persero) Bah Jambi.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Penelitian diharapkan dapat bermanfaat untuk memperluas cakrawala ilmu pengetahuan bagi mahasiswa secara umum dan ilmu sejarah secarah khususnya tentang keberadaan Sub Etnis Batak Toba di daerah perantaun khususnya di PT. Perkebunan VII (Persero) Desa Bah Jambi.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah tentang persebaran penduduk terutama persebaran Sub Etnis Batak Toba di wilayah indonesia.

3. Menambah literatur keperpustakaan yang dapat di manfaatkan bagi peningkatan ilmu pendidikan, khususnya ilmu sejarah dalam penelitian sejarah.

1.4Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka dimaksudkan untuk mendapatkan buku-buku ataupun dokumen dan sebagainya yang paling relevan dengan objek penelitian sebagai sumber informasi ataupun sebagai acuan dan perbandingan dalam permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini.

Adapun buku yang dijadikan sebagai acuan tentang penelitian dan penulisan tetang sub etnis batak toba di daerah perantuan khusunya daerah Simalungun yaitu Desa Bah Jambi adalah:


(23)

Buku pertama: Usman Pelly dalam bukunya yang berjudul Urbanisasi dan Adaptasi Peran Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing, menjelaskan bahwa perantau memakai asosiasi-asosiasi mereka sebagai adaptif dan sebagai wahana untuk mengekspresikan identitas etnik mereka. Strategi identifikasi di dalam asosiasi – asosiasi; pembagian etnik diperkuat untuk memperoleh keberartian sosial, ekonomi dan politis yang lebih besar. Asosiasi tersebut berkembang dengan suasana lingkungan dan dapat dimanipulasi untuk mengekspresikan kepentingan-kepentingan masing – masing kelompok perantau,10

Yang ke dua karya tulis Nazief Chatif yang berjudul Para Pendatang di Sumatera Timur, menjelaskan bahwa pada umumnya pendatang pindah dari daerah asalnya kebanyakan bermotifkan ekonomi. Alasan dari para pendatang ini beraneka ragam yang di antaranya, mencari pekerjaan, tertarik dengan kehidupan di daerah lain, bosan tinggal di desa dan lain sebagainya. Migrasi Etnis Batak Toba dilatar belakangi oleh konsep harajaon, yaitu mereka bermigrasi untuk membangun kerajaan di daerah perantauan sebagai perluasan/ekspansi wilayah teritorial.11

Buku yang ke tiga adalah O. H. S. Purba, Elvis F. Purba dalam bukunya sendiri untuk mencari lapangan kerja baru karena faktor keterbatasan lahan produktif di wilayah Toba dan sekaligus karena kesuburan alam wilayah Simalungun terutama untuk bercocok tanam. Sedangkan yang tidak berpendidikan, terutama kaum tani , sejak permulaan abad ke-XX pindah secara berkelompok ke daerah potensial yang jarang penduduknya. Mereka membuka hutan dan mengolah rawa-rawa menjadi areal pertanian dan persawahan. Bersamaan dengan itu kaum terdidik mendapat pekerjaan di instansi pemerintahan kolonial, perkebunan, pertambangan,

10

Usman Pelly, Urbanisasi dan Adaptasi Peran Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing, cetakan I, Jakarta: Pustaka LP5ES Indonesia, 1994. hlm.19.

11

Nazieb Chatieb, Para Pendatang di Kota-Kota Sumatera Timur, Medan: Universitas Sumatera Utara, 1995, hlm.5.


(24)

rumah sakit, bank, sekolah dll di luar Tapanuli Utara yang dengan itu mereka mendapat gaji dan pangkat yang sekaligus juga meraih status yang lebih tinggi.12

Buku yang ke empat adalah Suwardi Lubis yang berjudul Komunikasi Antar Budaya (Studi Kasus Etnik Batak Toba dan Etnik Cina), dari pemaparan buku ini dapat dilihat tentang pola perilaku komunikasi komunitas Batak Toba dan Suku Cina. Komunikasi antara budaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota budaya dan penerima pesannya adalah suatu budaya lainnya. Dalam keadaan demikian, akan segera dihadapkan kepada masalah – masalah yang ada dalam situasi tempat suatu pesan disandi dalam suatu budaya dan harus disandi balik dalam budaya lain.

13

Buku yang ke lima adalah PT. Perkebunan VII (Persero) yang berjudul Selayang pandang 1985 – 1989. Dari buku dapat digunankan yaitu tentang sejarah PT. Perkebunan VII (Persero) yang merupakan gabungan dari perkebunan Belanda pada masa Kolonial yang dinasionalisasikan.

1.5Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan, kemudian penelitian untuk menyimpulkan, mengorganisasikan dan menafsirkan apa saja yang dapat dimanfaatkan dalam khasanah ilmu pengetahuan manusia.

12

O. H. S. Purba, Elvis F. Purba, Op.Cit., hlm.2.

13

Suwardi Lubis Komunikasi Antar Budaya (Studi Kasus Etnik Batak Toba dan Etnik Cina), USU PRESS:Medan, 1999, hlm.14-15.


(25)

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah Metode Sejarah Kritis, yaitu proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman peristiwa dan peninggalan masa lalu. Metode ini merupakan cara pemecahan masalah dengan menggunakan data atau peninggalan-peninggalan masa lalu untuk memahami peristiwa yang terjadi, dan untuk merekonstruksi peristiwa masa lampau secara imajinatif.14

Adapun tahapan-tahapan metode sejarah kritis adalah sebagai berikut:

a. Heuristik

Proses pengumpulan data dan menemukan sumber berupa dokumen-dokumen, baik tertulis maupun lisan dari peristiwa masa lampau sebagai sumber sejarah. Adapun sumber sejarah tertulis yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa arsip, buku, dan majalah. Selain pengumpulan sumber tertulis, juga dilakukan pengumpulan sumber lisan. Metode ini dilakukan melalui wawancara terhadap sejumlah saksi/pelaku sejarah di wilayah penelitian meliputi tokoh-tokoh masyarakat, beberapa pejabat instansi terkait, dan beberapa perangkat desa. Pada pencarian sumber lisan ini terdapat berberapa kendala di lapangan, misalnya saat membuat janji wawancara dengan pelaku atau saksi sejarah yang sering tertunda karena bermacam alasan, namun dengan ketekunan dan kesabaran masalah tersebut dapat terselesaikan. Metode sejarah lisan juga berguna untuk mengungkapkan keterangan-keterangan penting terkait permasalahan yang tidak ditemukan dalam sumber tertulis.

b. Kritik Sumber

Sumber untuk penulisan sejarah ilmiah bukan sembarang, tetapi sumber-sumber itu terlebih dahulu harus dinilai melalui kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern

14


(26)

menilai, apakah sumber itu benar-benar sumber yang diperlukan, apakah sumber itu asli, turunan, atau palsu. Kritik ekstern ini menilai keakuratan sumber. Kritik intern menilai kredibilitas data dalam sumber. Tujuan utama kritik sumber adalah untuk menyeleksi data, sehingga diperoleh fakta.

c. Interpretasi

Tahapan untuk menafsirkan fakta serta membandingkannya untuk selanjutnya menceritakannya kembali. Setelah sumber diseleksi selanjutnya dilakukan tahapan sintesa untuk mengurutkan dan merangkaikan fakta-fakta yang diperoleh serta mencari hubungan sebab-akibat.

d. Historiografi atau Penulisan Sejarah

Tahapan terakhir atau penulisan terakhir sejarah adalah proses mensintesakan fakta atau proses menceritakan rangkaian fakta dalam suatu bentuk tulisan yang bersifat historis kritis analitis dan bersifat ilmiah berdasarkan fakta yang diperoleh. Dengan demikian kehidupan tentang Sub Etnis Batak Toba dapat terungkap secara kronologis.


(27)

Tabel 1.4

Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Agama di Nagori/Kelurahan Bah Jambi Tahun 1990

No Agama Jumlah Persentase

1 Islam 4.617 74.75

2 Protestan 1.390 22.50

3 Katolik 170 2.75

4 Hindu - -

5 Budha - -

6 Lainnya - -

Jumlah 6.177 100

Sumber: BPS Simalungun Tahun 1990

Mayoritas penduduk di Desa Bah Jambi menganut agama Islam dengan jumlah 4.617 orang. Didesa Bah Jambi terdapat 2 mesjid dan 6 Musholla sebagai tempat peribadatan warga masyarakat yang beragama Islam. Sedangkan untuk yang beragama Protestan dianut oleh 1.390 orang dan Katolik 170 orang, terdapat 2 fasilitas gereja di Bah Jambi.

2.2.3 Pendidikan

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting yaitu dalam pengembangan diri. Pendidikan di Desa Bah Jambi mulai berkembang ketika sudah berdirinya gedung sekolah sebagai fasilitas untuk sebagai tempat untuk menimbah ilmu. Fasilitas pendidikan yang ada di Desa Bah Jambi adalah sebagai berikut:

1. SD/Madrasah : 8 buah dengan status negeri 2. SLTP : 3 buah dengan status Swasta

3. SLTA : 1 buah dengan status swasta

Sekolah Dasar (SD) merupakan milik pemerintah, dan SLTP dan SLTA adalah milik PT. Perkebunan VII (Persero)


(28)

Dengan adanya wadah pendidikan ini maka masyarakat semakin mudah untuk mendapatkan hak pendidikan formal. Perkembangan penduduk yang mendapatkan pendidikan di Desa Bah Jambi dapat dilihat pada tabel 1.5

Tabel 1.5

Klasifikasi Penduduk Nagori/Kelurahan Bah Jambi Berdasarkan Tingkat Pendidikan dari Tahun 1963-1990

no Tahun Tidak

Sekolah

Tidak Tamat SD

SD SMP SMA

D I-II

D III-IV

S1 Jlh

1 1963 – 1968 255 234 420 234 - - - - 1143

2 1968 – 1973 345 829 566 752 42 - - - 2534

3 1973 – 1978 397 986 1154 853 230 - 3 10 3620

4 1978 – 1983 378 912 1443 1081 970 11 21 18 4800

5 1983 – 1988 214 759 1542 1526 1642 15 19 21 5738

6 1988 – 1993 198 575 1896 1720 1787 23 28 32 5963

Sumber data BPS Simalungun dari dalam angka tahun 1963-1990

Dari tabel diatas kita dapat melihat beragamnya tingkat pendidikan yang ada pada mayarakat di Desa Bah Jambi. Akan tetapi kita dapat melihat distribusi jenjang pendidikan dari yang terendah sampai yang tertinggi terdapat pada masyarakat Bah jambi. Dengan komposisi seperti ditunjukkan pada tabel diatas bahwa pada masyarakat Bah Jambi kebanyakan memiliki tingkat pendidikan menengah pertama (SMP). Pendidikan semakin meningkat terjadi pada tahun 1983-1990, meningkatnya pendidikan ini karena kepedulian masyarakat Desa Bah Jambi terhadap tantangan perkembangan zaman dan kebutuhan dalam mendapatkan pekerjaan.


(29)

2.3. Sejarah PT.Perkebunan VII (Persero) dan Sejarah Desa Bah Jambi 2.3.1 Sejarah PT. Perkebunan VII (Persero) Bah Jambi

Kebun Bah Jambi adalah salah satu unit usaha dari PT. Perkebunan VII (Persero) berada di Kabupaten Simalungun Sumatera Utara dan berkantor pusat di Jl. Letjend Suprapto Medan. Bergerak di bidang usaha perkebunan dan pengolahan kelapa sawit yang menghasilkan minyak (CPO) dan inti (PK).

Pada mulanya Kebun Bah Jambi adalah milik swasta asing NV, HVA (Handle Veronigging of Amsterdam) dari Negeri Belanda tahun 1920, komoditinya budidaya Sisal (Agave Sisalana)20 yang tujuannya adalah untuk menghasilkan tali. Tahun 1950-1955 perusahaan NV, HVA dirubah mejadi perusahaan perkebunan kelapa sawit dan berdiri sebuah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang dibangun oleh Keler dan Van De Vort21

Pada tanggal 2 Mei1959 berdasarkan PP No. 19 dalam lembaran Negara No. 31 Tahun 1959 dengan peralihan stastus perusahaan yaitu dari NV. H. V. A. berbubah menjadi PPN Unit Sumatera II yang terbagi atas beberapa kebun yaitu Kebun Laras, Bandar Betsy, Pagar Jawa, Bah Jambi, Marjandi, Sidamanik, Balimbingan, Bangun, Gunung Lama, Dolok Sinumbah, Tonduhan.

.

22

Pada tahun 1963 berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 27 Lembaran Negara No. 4 tahun 1963 tertanggal 22 Mei 1963 terjadi lagi perubahandari PPN Sumut III menjadi PPN

20

Budidaya sisal merupakan Serat alam dari tanaman sudah lama dimanfaatkan dalam berbagai aspek kehidupan misalnya untuk tekstil, tali temali, sikat, tambalan, tenun, atap, kertas, kerajinan (keranjang/tas, tikar, keset, dan barang kerajinan lainnya). Jumaeri dkk, , Pengetahuan Barang Tekstil, Institut Teknologi Tekstil, Bandung. 1979. Hal. 27

21

Wawancara dengan Dahlian Pasaribu di Desa Bah Jambi tanggal 21 Oktober 2012

22


(30)

ANTAN III. Adapun kebun yang tergabungdalam PPN ANTAN III pada saat itu adalah kebun Dolok Sinembah, Tonduhan, Bah Jambi, Laras, Dolok Ilir dan Pagar Jawa.23

Tahun 1968 sebagai mana Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 1968 dalam regruiping perkebunan dari PPN Aneka Tanaman III, IV, PPN Karet VI dan PPN serat Sumatera Utara menjadi Perusahaan Negara Perkebunan VII (PN Perkebunan VII).

Setelah berjalan sekitar 5 tahun pada tanggal 13 April 1968 berubah lagi menjadi PN Perkebunan VII, dengan PP No. 14 Lembaran Negara No. 23 tahun1968. Kebun- kebun yang tergabung didalam adalah Kebun Bah Jambi, Marihat, Dolok Ilir, Laras, Dolok Sinembah, Tonduhan, Gunung Bayu, Bukit Lama, Pasir Mandoge, Sei Kopas, Sei Dekan. Dalam rangka untuk lebih meningkatkan efisiensi dan efektivitas badan-badan usaha milik Negara dilingkungan Departemen Peleburan Perusahaan (PERSERA), PNP VII yang semula berstastus perusahaan negara dialihkan menjadi perusahaan terbatas perkebunan (PTP VII), sesuai dengan Pasal 2 ayat 3 UU No. 9 tahun 1969. Pada tahun 1972 dilakukan penggabungan 10 kebun yang dimilki oleh PTP VII menjadi 5 kebun yaitu Bah Jambi, Dolok Hilir, Dolok Sinembah, Gunung Bayu dan Mayang.

Pada tanggal 14 Januari 1985 PN Perkebunan berubah menjadi PT. Perkebunan VII (Persero) dengan PP No. 16 melalui akta notaries. Status tersebut disahkan oleh menteri kehakiman dengan SK No. 12412-HT-01 pada tanggal 14 Juli 1985 dan didaftarkan pada Panitera Pengadilan Negeri Simalungun dengan No. 121/No.7/1985/PN-SIM tanggal 30 Juli 1985. serta dicantumkan dengan tambahan berita Negara RI No. 100 tanggal 13 Desember 1985. Kebun-kebun yang tergabung adalah kebun Bah Jambi, Bukit Lima, PMT Dolok Ilir,

23


(31)

Dolok Sinumbah,Gunung Emas, PIR Ngubang, PKS Gunung Meliau, Dinas alat-alat berat, proyek kerjasama NES VII Luwu d/p PNP XXVIII Ujung Pandang dan Sulawesi Selatan.

2.3.2 Sejarah Singkat Desa Bah Jambi

Desa Bah Jambi Terbentuk pada tahun 195124

Adapun etnis yang berdiam atau bertempat tinggal di Desa Bah Jambi adalah:

yang masuk kewilayah kecamatan Tanah Jawa tahun 1951 – 1989, dan pindah ke wilayah Kecamatan Hutabayu Raja tahun 1989 – 1997 Kabupaten Simalungun. Masyarakat Desa Bah dihuni oleh mayoritas etnis pendatang, hal ini disebabkan wilayah Desa Bah Jambi merupakan daerah PT. Perkebunan VII (Persero). Desa Bah Jambi Merupakan tempat pemukiman karyawan PT. Perkebunan VII (Persero) atau perumahan yang diberikan oleh perusahaan sebagai fasilitas karyawan.

1. Sub Etnis Jawa yang berasal dari Pulau Jawa, dimana pada masa penjajahan Belanda banyak bermigrasi untuk dijadikan buruh kebun

2. Sub Etnis Mandailing berasal dari Tapanuli Selatan, dan Sibolga yang menjadi karyawan PT. Perkebunan VII (Persero)

3. Sub Etnis Batak Toba berasal dari Pulau Samosir, Balige, Tarutung, dan Humbang Hasundutan.

4. Sub Etnis Simalungun merupakan penduduk asli Desa Bah Jambi

Etnis Simalungun bermukim di Desa Bah Jambi pada awalnya tidak ada, karena Etnis Simalungun tidak ada yang mau bekerja sebagai karyawan di PT. Perkebunan VII (Persero) pada masa kekuasaan Belanda.

Kepala desa yang memerintah di Desa Bah Jambi dari tahun 1951 – 1990 adalah:

24


(32)

1. Muin (1951 – 1959) 2. W Saragih (1959 – 1989) 3. Azis Siregar (1989 – 2004)

Pemilihan kepala desa pada periode tahun 1951 – 1959 yaitu Muin dipilih oleh PT. Perkebunan VII (Persero). Pada saat Muin menjabat kepala desa, juga mempunyai jabatan di PT. Perkebuan VII (Persero) yaitu Mandor. Setelah periode W. Saragi (1959 – 1989), kepala desa sudah dipilih oleh masyarakat secara langsung.

2.4 Latar Belakang Sub Etnis Batak Toba ke Bah Jambi

Tujuan salah satu daerah perantauan adalah Desa Bah Jambi yang merupakan wilayah perkebunan PT. Perkebunan VII (Persero) yang terletak pada daerah Kabupaten Simalungun. Orang Batak Toba yang pertama menjadi karyawan PT. Perkebunan VII (Persero) Bah Jambi adalah K. Pangaribuan pada tahun 1963 sebagai supir setelah dibangunnya pabrik kelapa sawit di Bah Jambi pada tahun 1960.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang untuk mengambil keputusan melakukan migrasi yaitu :

a) Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal. b) Faktor-faktor yang terdapat dari daerah tujuan. c) Faktor-faktor rintangan.

d) Faktor pribadi.25

25


(33)

Sub Etnis Batak Toba Bermigrasi dari segi faktor dari daerah asal yang membuat Sub Etnis Batak Toba untuk bermigrasi adalah:

1. Sub Etnis Batak Toba yang masuk di wilayah PT. Perkebunan VII (Persero) Bah Jambi di Kabupaten Simalungun dilatarbelakangi oleh filosofi orang Batak Toba yaitu:

a. Hagabeon (Kejayaan) b. Hasangapon (Kehormatan) c. Hamoraon (Kekayaan) d. Hamuliaon (Kemuliaan

Dengan filosofi tersebut orang Batak Toba mencoba untuk keluar daerah untuk mencapai 4 (empat) H tersebut.

2. Faktor geografis yang melatarbelakangi untuk mencoba mencari kehidupan yang lebih baik di daerah tujuan. Kondisi geografis di daerah Tanah Batak Toba adalah termasuk tanah tandus termasuk wilayah Samosir sehingga tidak memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan. Pada musim paceklik dan gagal panen akibat dari tanah yang tidak subur serta lahan yang akan digarap untuk kehidupan tidak terpenuhi lagi mengakibatkan suku batak toba mencari daerah perantauan untuk mencari kehidupan yang lain.

3. SubEtnis Batak Toba bermigrasi dari dataran tinggi toba akibat dari pertumbuhan penduduknya yang tinggi akan tetapi tidak di imbangi dengan pertambahan ketersedian sumber daya alam. Sehingga Etnis Batak Toba yang masuk di wilayah PT. Perkebunan VII (Persero) Bah Jambi di Kabupaten Simalungun bermigrasi akibat dari kondisi di dataran tinggi toba tidak dapat lagi mencukupi untuk proses kelangsungan hidup masyarakat yang mendiami daerah dataran tinggi toba tempat daerah asal.


(34)

Dari faktor yang terdapat dari dari daerah tujuan adalah tersedianya lapangan kerja yang dibutuhkan untuk mencapai empat (4) H sebagai filosofi Etnis Batak Toba.

Dari faktor pribadi merupakan adanya keinginan untuk mencari pekerjaan di daerah yang akan dituju. Keinginan pribadi untuk merantau merupakan adannya informasi dari pihak saudara ataupun dari keluarga sekampung yang telah merantau terlebih dahulu ke daerah desa Bah Jambi. Informasi yang diperoleh menjadi sumber ketertarikan untuk mencoba hal yang baru untuk memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu contoh informasi lapangan pekerjaan yang diperoleh oleh R. Pakpahan yang telah bekerja dari mulai tahun 1978 dari keluarga yang merupakan dari orang tua yang abang adik.

Faktor yang lain adalah perkembangan pendidikan, perkembangan pendidikan yang melatarbelakangi untuk memudahkan dalam memperoleh pekerjaan sebagai persyaratan untuk melamar. Hal ini dilakukan oleh sebagaian Etnis Batak Toba mendapatkan pekerjaan di PT. Perkebunan VII (Persero), orang – orang yang melamar. Sub Etnis Batak Toba yang melamar dapat dilihat dari tabel berikut.

Tabel 1.6

Sub Etnis Batak Toba yang Melamar di Perkebunan PT. Perkebunan VII dan Tinggal di Desa Bah Jambi

No Nama Tahun

Melamar

Pendidikan Trakhir saat Melamar


(35)

2 Dawasi Siregar 1975 SMA

3 Parto Pakpahan 1968 Sarjana Muda

4 Amir Marpaung 1967 SMA

5 Argelaus Goeltom 1975 SMA

6 Dahlian Pasaribu 1972 SMA

7 Poltak Hutahean 1963 SR (Sekolah Rakyat)

8 Krisman Panggabean 1982 SMA

9 Ir. A. Situmorang 1967 Sarjana Muda

10 Ir. H.H.L Tobing 1976 Sarjana

11 Drs. S. M. Simanjuntak 1978 Sarjana

12 Ir. P. O. Siahaan 1975 Sarjana

13 Ir. I. M. Siregar 1978 Sarjana

14 Drs. R. Y. Hutabarat 1972 Sarjana

15 Drs A. B. Siregar 1976 Sarjana

16 Drs. B Simorangkir 1979 Sarjana Muda

17 Drs. M Siregar 1974 Sarjana Muda

18 Drs. M. Siringoringo 1977 Sarjana

19 Drs. J Hutagalung 1978 Sarjana Muda

20 Drs. W. A Siregar 1973 Sarjana Muda

Sumber: Data Arsip Sentral PT. Perkebunan VII (Persero)

Dari tabel 1.6 Etnis Batak Toba sudah mempunyai pendidikan yang tinggi untuk masuk menjadi karyawan di PT. Perkebunan VII (Persero). Dari jenjang pendidikan yang diperoleh


(36)

mempermudah untuk mendapatkan jabatan di perusahaan tersebut. Pendidikan dilanjutkan oleh karyawan dengan tujuan untuk mendapatkan karir dalam perusahaan.

Masuknya Sub Etnis Batak Toba Bekerja di Perkebunan, menurut pernyataan Dahlian Pasaribu rata – rata melamar walaupun ada keluarga yang mencoba untuk memasukkan bekerja di PT. Perkebunan VII (Persero). Akan tetapi administrasi harus dilengkapi untuk menjadi pertimbangan pihak PT. Perkebuanan (Persero).26

Pada tahun 1966 Sub Etnis Batak Toba yang masuk menjadi karyawan PT. Perkebunan VII (Persero) banyak diterima karena berdasarkan kecakapan (bisa baca tulis), akan tetapi mereka juga membuat format lamaran sesuai prosedur yang diberikan oleh PT. Perkebunan VII (Persero). Dari format lamaran yang sangat penting diberikan kepada PT. Perkebunan VII (Persero) adalah surat peryataan dari kepala desa (Penguhulu). Surat pernyataan yang intinya adalah tidak terkait dengan PKI27 (Partai Komunis Indonesia) sebagai partai terlarang di Indonesia.

26

Wawancara dengan Dahlian Pasaribu Di Desa Bah Jambi tgl 25 Oktober 2012

27

PKI indonesia dilarang karena melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan RI, sehingga Pemerintah pada masa orde baru yaitu kepemimpinan Soeharto melarang setiap anggota dan terkait dengan PKI dilarang menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil). PT. Perkebuanan VII (Pesero) merupakan salah satu dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang turut mengikuti syarat yang dianjurkan oleh pemerintah; wawancara dengan Saut Pangaribuan di Desa Bah Jambi tgl 28 Oktober 2012.


(37)

BAB III

KEBERADAAN SUB ETNIS BATAK TOBA DI PT PERKEBUNAN VII (PERSERO) DI DESA BAH JAMBI

Sub Etnis Batak Toba yang datang ke daerah PT. Perkebunan VII (Persero) Desa Bah Jambi pada tahun 1963 – 1990 dengan tujuan mendapatkan pekerjaan yang lebih layak dan akan bertambah selama kurun waktu 23 tahun. Pertambahan penduduk dengan tujuan melamar pekerjaan yang dituju adalah di PT. Perkebunan VII (Persero), perusahaan ini menjadi transformator antara etnis yang masuk menjadi karyawan. Sebagai fasilitas yang diberikan oleh PT. Perkebunan adalah perumahan, peribadatan, sarana olah raga dan pusat perbelanjaan, di fasilitas yang diberikan oleh perusahaan Sub Etnis Batak Toba akan melakukan interaksi ini dengan penduduk yang dijumpai ataupun etnis lainnya akan melakukan interaksi.

3.1PERKEMBANGAN SUB ETNIS BATAK TOBA DI DESA BAH JAMBI (1963-- 1990)

Perkembangan Sub Etnis Batak Toba di Desa Bah Jambi dari tahun 1963 – 1990 merupakan kebutuhan akan karyawan oleh PT. PerkebunanVII (Persero) untuk dijadikan sebagai tenaga kerja. Karyawan yang dibutuhkan oleh PT. Perkebunan VII (Persero) Bah Jambi banyak diminati oleh etnis Batak Toba melalui rekruitmen dengan cara melamar28

28

Wawancara dengan Dahlian Pasaribu di Desa Bah Jambi tgl 28 Oktober 2012

. Sub Etnis Batak Toba yang direkruitmen atau melamar pekerjaan menjadi karyawan mendapatkan fasilitas seperti tempat tinggal (Perumahan) yang dibangun oleh pihak PT. PerkebunanVII (Persero) di Desa Bah Jambi.


(38)

Perkembangan Sub Etnis Batak Toba Di Desa Bah Jambi ini akibat dari informasi yang didapatkan dari saudara yang telah terlebih dahulu bermigrasi dan bekerja di PT. PerkebunanVII (Persero) di Desa Bah Jambi. Hal ini merupakan dari adanya pola budaya Sub Etnis Batak Toba yang menyatakan bahwa adong do hita dang tumagon tu halakan dan manogu nahundul (lebih baik kepada satu etnis dari pada etnis lain dan menarik saudara yang lemah)29. Pernyataan ini berkembang sejak adanya pendidikan yang dibawakan oleh Zendeling Jerman ke Tanah Batak Toba Tahun 1863 dan menjadi membudaya ditengah Entis Batak Toba yang dibawah kedaerah perantauan. Budaya ini menyebabkan pertumbuhan Etnis Batak Toba di PT. Perkebunan VII (Persero) dan bertempat tinggal di Desa Bah Jambi. Perkembangan Sub Etnis Batak Toba Di Desa Bah Jambi dari tahun 1963-1990 dapat dilihat pada table 2.1 dibawah ini.

Table 2.1

Perkembangan Sub Etnis Batak Toba di Desa Bah Jambi (1963 – 1990)

NO TAHUN JUMLAH

1 1963 – 1968

156 2 1968 – 1973

213 3 1973 – 1978

467

4 1978 – 1983 534

29


(39)

5 1983 – 1988

626 6 1988 – 1993

823 Jumlah

2.819

Sumber :Data Karyawan PT. Perkebunan VII (Persero)

Berdasarkan tabel diatas perkembangan Sub Etnis Batak Toba di Desa Bah Jambi yang sangat pesat adalah tahun 1973 – 1978 dengan jumlah 467 dan tahun 1988 – 199330 dengan jumlah 823. Pesat perkembangan Sub Etnis Batak Toba karena faktor dari daerah tujuan itu sendiri, dimana tersedianya lapangan kerja di PT. Perkebunan VII (Persero). Perkembangan ini juga terjadi adanya daya tarik dari PT. Perkebunan VII (Persero) yaitu dalam pemberian hak bagi karyawanya seperti pemberian perumahan untuk ditempati selama menjadi karyawan, gaji, tunjangan kesehatan, tunjangan karir, tunjangan hari tua, dan fasilitas lainnya. Dengan fasilitas yang diberikan merupakan bentuk kenyaman karyawan yang ddiberikan terhadap karyawan.

3.2PERBANDINGAN ANTARA SUB ETNIS BATAK TOBA DENGAN ETNIS LAINYA DI PT. PERKEBUNAN VII (Persero) BAH JAMBI

Antusiasme Sub Etnis Batak Toba merantau untuk mencari 4 (empat) H yaitu Hasangapon (Kehormatan), Hamuliaon (Kemulian), Hamoraon (Kekayaan), Hagabeon (Kemakmuran) dimana salah satu tujuan daerah perantauan adalah Desa Bah Jambi yang

30


(40)

merupakan wilayah PT. Perkebunan VII (Persero) dijadikan sebagai daerah administratif kecamatan Huta Bayuraja Kabupaten Simalungun. Dalam pencapaian 4 (Empat) H, Sub Etnis Batak Toba harus melakukan reaksi yaitu meningkatkan pendidikan, ekonomi, kedudukan sosial, dan memakai budaya sebagai identitasnya dalam bermasyarakat.

3.2.1 BIDANG PENDIDIKAN

Dalam Sub Etnis Batak Toba, pendidikan adalah hal yang sangat utama dalam meningkat mutu sumber daya manusia (SDM). Sub Etnis Batak Toba lebih mengutamakan untuk memperoleh hak pendidikan yang lebih tinggi karena pendidikan adalah sebagai bekal untuk dalam meningkatkan wawasan untuk masa depan. Merantaunya Sub Etnis Batak Toba ke daerah Bah Jambi menjadi karyawan PT. Perkebunan VII (Persero) Desa Bah Jambi dengan modal dasar mengerti baca tulis. Sub Etnis Batak Toba yang mengerti membaca dan menulis karena pada awal sebelum merantau ke daerah Bah Jambi tahun 1963 – 1990, mereka sudah mendapatkan pendidikan. Pendidikan yang didapat pendidikan formal dan non formal. Pendidikan formal yang diperoleh merupakan dari pendidikan yang didirikan oleh zendeling Jerman, Belanda, dan pendidikan sesudah Indonesia merdeka pada tahun 1945, dan pendidikan non formal yaitu pendidikan yang diperoleh yang diajarkan oleh seorang guru dan pelajarannya juga ditentukan oleh seorang guru itu juga pelajaran. Pelajaran yang terpenting adalah membaca, menulis, mengarang, bernyanyi tanpa not, dan berupama (berpantun)31

Pendidikan ini sebagai dasar pertimbangan diterimanya Sub Etnis Batak Toba melamar pekerjaan sebagai Karyawan di PT. Perkebunan VII (Persero) Bah Jambi. Dalam Pendidikan

.

31


(41)

yang didapatkan disesuaikan dengan posisi yang diembankan oleh PT. Perkebunan VII (Persero). Pendidikan inilah sebagai modal Sub Etnis Batak Toba untuk memperoleh pekerjaan dan kedudukan dalam perkebunan, dimana Sub Etnis Batak Toba yang telah mengecap pendidikan dan mampu membaca dan menulis diberi jabatan yang ditawarkan mulai dari mandor dan staff dikantor PT. Perkebunan VII (Persero) Bah Jambi.

Perbandingan pendidikan sub Etnis Batak Toba dengan etnis lainya sangatlah berbeda. Salah satu contohnya adalah Etnis Jawa yang pada masa kolonial Belanda, mereka di imigrasikan dari Pulau Jawa. Etnis Jawa yang bermigrasi ini banyak tidak mengetahui tentang membaca dan menulis, sehingga diposisikan sebagai karyawan potong buah atau pemanen tandah buah segar. Adapun Etnis Jawa yang mendapatkan posisi pada tahun 1963 posisi di bengkel mesin pabrik kelapa sawit (PKS) yaitu Tukijo.32

Setelah Sub Etnis Batak Toba tinggal di Desa Bah Jambi dan berkeluarga, pendidikan diutamakan terhadap keturunannya / anaknya. Karena dalam prinsip Sub Etnis Batak Toba menyatakan: Anakhon I do Hamoraon di Au (anakku adalah harta yang paling berharga bagiku) sehingga anaknya didukung oleh orang tua untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi.

Akan tetapi Tukijo tidak mengerti membaca dan menulis tetapi mengerti tentang mesin sehingga ditempatkan di bagian mesin pabrik kelapa sawit sebagai mandor.

Pendidikan bagi Sub Etnis Batak Toba untuk mencapai Hasangapon (kehormatan). Dalam budaya Sub Etnis Batak Toba semakin tinggi pendidikannya ataupun semakin tinggi pendidikan anaknya maka secara tidak langsung orang tua dan anak yang berpendidikan tinggi akan merasa terhormat dan patut dijadikan sebagai teladan.

32


(42)

3.2.2 BIDANG EKONOMI

Dalam ekonomi pada Sub Etnis Batak Toba adalah untuk mencapai Hamoraon (kekayaan). Dalam pencapaian hamoraon Sub Etnis Batak Toba berani untuk keluar dari daerah asal untuk meningkat taraf hidup, hal ini adalah satu sebab untuk merantau. Tujuan merantau untuk mencapai hamoraon menjadi suatu pedoman dalam ketidak kepuasan ketika sudah memperoleh keberhasilan dalam mencapai yang lebih dari yang di inginkan.

Konsep hamoraon yang di bawah dari daerah asal menjadi motif perbedaan antara suku di daerah perantauan. Sub Etnis Batak Toba di daerah Bah Jambi yang merupakan perantau memegang konsep yang terbenam dalam watak mereka tersebut. Sehingga pada masa kolonial Belanda Sub Etnis Batak Toba tidak mau menjadi buruh kebun selain mempunyai posisi dalam hal jabatan untuk memperoleh penghasilan yang lebih banyak.

Hal ini juga sama terhadap Etnis Mandailing dan Etnis Simalungun pada dasarnya tidak mau bekerja menjadi buruh kebun pada masa kolonial Belanda. Akan tetapi antusias Sub Etnis Batak Toba dengan Etnis Mandailing dan Simalungun berbeda karena adanya konsep hamoraon yang menjadi tradisi dalam untuk alasan bermigrasi.

Perbedaan Sub Etnis Batak Toba dan Jawa di Sumatera Utara khususnya di daerah PT. Perkebunan VII (Persero) Desa Bah Jambi, karena Etnis Jawa masuk ataupun bermigrasi bukan untuk merantau. Melainkan karena adanya unsur paksaan akibat dari liciknya kolonial Belanda untuk merekrut menjadi buruh kebun.


(43)

3.2.3 BIDANG SOSIAL

Perbandingan dalam bidang sosial yang dimaksud dalam penulisan ini adalah cara Sub Etnis Batak Toba dalam bermasyarakat di daerah perantauan khususnya di Desa Bah Jambi. Cara sub Etnis Batak Toba dalam bermasyarakat ketika mereka tiba daerah Bah Jambi, mereka akan mencari teman ataupun yang menjadi keluarga di daerah perantauan. Cara besosialisasi yang dipakai sesuai dengan tradisi falsafah dalam perumpamaan dalam bahasa Batak Toba yang berbunyi: Jonok dongan partubu jonokan do dongan parhundul. merupakan suatu filosofi agar senantiasa menjaga hubungan baik dengan tetangga, karena merekalah teman terdekat.

Dalam falsafah tersebut mencari teman bukan hanya mencari teman satu etnis, akan tetapi mencari teman dekat walaupun berbeda etnis untuk dijadikan menjadi keluarga sebagaimana hubungan keluarga sendiri.

Tahun 1963 – 1976 Sub Etnis Batak Toba dengan Etnis Mandailing, Jawa, dan Simalungun hidup berdampingan dan berbaur tanpa adanya hubungan interaksi yang putus. Tahun 1976 terjadi pengelompokan dalam satu desa karena Sub Etnis Batak Toba yang suka memelihara anjing dan beternak babi sebagai mata pencaharian tambahan yang mengganggu bagi etnis lainnya. Oleh sebab itu Etnis lainnya melarang agar tidak memelihara binatang tersebut, akan tetapi Sub Etnis Batak Toba menolak larangan sehingga etnis lainnya memilih untuk pindah tanpa adanya konflik.33

33

Adanya larangan oleh Etnis Jawa, Mandailing, dan Simalungun terhadap pemeliharaan anjing dan babi karena adanya larangan agama islam. Wawancara dengan Dahlia Pasaribu tgl 24 Oktober 2012

Perpindahaan terjadi tidak secara langsung terjadi, akan tetapi bertahap tanpa adanya aturan atau himbauan dari PT. Perkebunan VII (Persero) Bah Jambi, dimana perpindahanya terjadi atas dasar keinginan karyawan itu sendiri.


(44)

Terjadinya pengelompokan ini ketika jumlah Sub Etnis Batak Toba sudah bertambah banyak. Dalam perkembangan jumlah Etnis Batak Toba dari tahun 1963 – 1990 cara bersosialisasi dalam fasafah yaitu Jonok dongan partubu jonokan do dongan parhundul akan bergeser mecari teman menjadi keluarga dalam satu suku dan satu marga dengan tujuan memperoleh hubungan persaudaraan sehingga marga yang diperoleh secara turun temurun menjadi identitasnya dalam perantauan34

Marga sebagai identitas menjadi faktor awal perkenalan, dalam perkenalan dengan orang yang dijumpai akan menyebut marganya. Dengan cara ini orang secara langsung akan mengenal bahwa dia adalah Sub Etnis Batak Toba. Ketika jumpa sesame Sub Etnis Batak Toba, mereka cenderung martarombo (mencari asal usul). Dengan kebiasaan memperkenalkan diri dengan mengikutkan menyebut marga akan membuka komunikasi sesama Etnis Batak Toba dan merangkul satu dalam satu keluarga.

.

Bersosialisasi yang dibawakan Sub Etnis Batak khusus Batak Toba berbeda dengan sosialisasi yang dibawah oleh Etnis Jawa. Etnis Jawa dalam bersosialisasi dengan cara pendekatan agama, satu suku tanpa adanya marga untuk mempererat hubungan persaudaraan seperti Sub Etnis Batak Toba yang mempunya marga sebagai identitasnya dalam perantauan.

3.2.4 BIDANG BUDAYA

34

Bungaran Antonius Simanjuntak, Struktur sosial dan sistem politik Batak Toba hingga 1945: suatu pendekatan sejarah, antropologi budaya dan politik. 2006. Hal 91


(45)

Budaya yang dimiliki oleh setiap suku pasti berbeda. Perbedaan budaya yang dimiliki oleh setiap etnis merupakan kearifan lokal (lokal genius)35

Sub Etnis Batak Toba, Simalungun, dan Mandailing tergolong dalam satu Etnis yaitu Batak. Pengabungan satu etnis ini didasari oleh adanya persamaan yaitu marga dan kemiripan tulisan akasara. Akan tetapi dari daerah masing – masing etnis berbeda tradisi, hal merupakan pengaruh letak geografis yang melingkupi wilayah sebagai pemukiman dan menjadi daerah asal. Pada Sub Etnis Jawa budaya yang dibawa ke Desa Bah Jambi sangat jelas berbeda, budaya yang dipakai pada acara adat istiadat sesuai dengan budaya yang diwariskan oleh nenek moyangnya. Adapun tradisi yang berbeda dalam ketiga etnis ini adalah

yang diciptakan oleh nenek moyang suku masing – masing. Budaya ini diwariskan secara turun temurun dengan cara lisan. Perbedaan ini dapat kita lihat dari segi bahasa.

1. Bahasa

Etnis yang ada di PT. Perkebunan VII (Persero) Desa Bah Jambi mempunyai bahasa daerah yang berbeda sesuai dengan budaya yang diwarisi dari nenek moyangnya. Sub Etnis Batak Toba, Mandailing, dan Simalungun pada awalnya merupakan satu etnis (satu rumpun) yang berasal dari daerah Sianjur Mula – mula36

35 Local genius ini merupakan istilah yang mula pertama dikenalkan oleh Quaritch Wales. Para antropolog membahas secara panjang lebar pengertian local genius ini. Antara lain Haryati Soebadio mengatakan bahwa local genius adalah juga cultural identity, identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiriAyatrohedi. Kepribadian budaya bangsa (local genius). Pustaka jaya. 1986. Hal 18-19

. Dengan perkembangan jumlah penduduk maka terjadi migrasi yaitu daerah Tapanuli Selatan dan Simalungun. Daerah pemukiman yang dituju

36

Sianjur Mula – mula merupakan tempat asal / pusat buday (central cultural) yang berada di Kabupaten Samosir yang lebih tepat di daerah kaki Gunung Pusuk Buhit.


(46)

oleh imigran Batak berbatasan dengan wilayah etnis lain yaitu daerah pesisir, dan simalungun berbatasan dengan Tanah Melayu dan Tanah Karo.

Dari letak geografis, pemukiman yang dihuni oleh Etnis Batak sangat mempengaruhi budaya yang dibawahnya, akibatnya adalah terjadinya pergeseran budaya dari daerah asal dan percampuran budaya Etnis Batak dengan etnis lainnya. Pergeseran ini dapat kita lihat dari segi bahasa, dimana bahasa yang pada awalnya sama dengan bahasa didaerah Tanah Batak akan tetapi terjadi pergeseran sehingga menimbulkan perbedaan yaitu intonasi, dialek, dan sebagian bahasa daerah sudah bercampur dengan bahasa yang dekat dengan wilayah yang didiami.

Pada Etnis Jawa, bahasa daerah cukup jelas berbeda dengan Etnis Batak hal ini karena perbedaan ras. Etnis Jawa berasal dari Pulau Jawa yang bermigrasi pada masa kolonial Belanda untuk dijadika pekerja kebun.

2. Alat Musik Tradisional

Alat musik tradisional pada Sub Etnis Batak Toba, Mandailing, Dan Simalungun mempunyai perbedaan walapun bahan pembuatan sama. Contohnya adalah gendang, pada Etnis Batak Toba gendang dinamai dengan gondang yang terdiri dari tujuh, pada Etnis Mandailing gendang disebut gondang sembilan yang terdiri dari sembilan buah gendang, dan pada Etnis Simalungun gendang disebut Gonrang Sidua-dua, merupakan gendang yang badannya terbuat dari kayu ampirawas dan kulitnya dari kulit kancil atau kulit kambing. Gonrang Sidua-dua terdiri dari dua gendang. Gonrang sipitu-pitu/Gonrang bolon, merupakan gendang yang badannya terbuat dari kayu dan kulitnya terbuat dari kulit lembu, kambing, dan kulit kancil. Pada bagian atas terdapat kulit dan pada bagian bawah ditutupi kayu. Gendangnya terdiri dari tujuh buah gendang .


(47)

3. Tarian

Bentuk tarian pada Sub Etnis Batak Toba, Simalungun, dan Mandailing sangat berbeda. Perbedaan tarian pada ketiga etnis ini disesuaikan dengan alunan musik yang mengiringi pada acara tarian dilakukan.

4. Bentuk prosesi dalam upacara adat istiadat contoh perkawinan dan acara kematian.

Berbaurnya ketiga etnis ini di daerah Bah Jambi, menjadi salah satu wadah untuk menciptakan kerukunan dalam bernegara. Selain menciptakan kerukunan juga saling mengenal budaya yang dibawah dari daerah masing – masing.

Etnis Jawa yang ada di Desa Bah Jambi yang budayanya sangatlah berbeda. Dimana Etnis Jawa tidak ada Marga, sehingga generasi berikutnya dalam mencari silsilah keluarga sangatlah sulit.

3.3NILAI - NILAI BUDAYA SUB ETNIS BATAK TOBA.

Nilai-nilai budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi. Nilai-nilai budaya akan tampak pada simbol-simbol, slogan, moto, visi misi, atau sesuatu yang nampak sebagai acuan pokok moto suatu lingkungan atau organisasi.

Ada tiga hal yang terkait dengan nilai-nilai budaya ini yaitu :


(48)

2. Sikap, tindak laku, gerak gerik yang muncul akibat slogan, moto tersebut

3. Kepercayaan yang tertanam (believe system) yang mengakar dan menjadi kerangka acuan dalam bertindak dan berperilaku (tidak terlihat).

Nilai – nilai budaya Batak Toba yang diwariskan secara lisan antara lain:

1. Tulisan (Aksara) Batak

Tulisan (Aksara Batak) merupakan karya cipta nenek moyang Sub Etnis Batak Toba. Tulisan ini banyak ditemukan di batu (sarcofagus), hiasan rumah bolon (rumah batak), dan buku laklak (buku yang dituliskan dikulit kayu dan bambu) yang banyak berisi tentang mantra – mantra.

2. Bahasa Batak Toba

Bahasa Batak merupakan alat komunikasi yang digunakan dalam percakapan maupun acara adat istiadat.

3. Bangunan rumah

Ruma/Jabu (rumah) pada suku Batak Toba berbeda-beda nama dan penyebutannya. Rumah juga dibedakan berdasarkan :

1. Berdasarkan Bentuknya. Ruma dapat di bagi menjadi 3 bagian, yaitu : a. Ruma Gorga (Jabu Batara Guru).

b. Ruma Tanpa Gorga (Jabu Batara Siang).

c. Ruma Berukuran Kecil dan sederhana (Sibaba Ni Amporik/masyarakat tidak mampu). 2. Berdasarkan Besar/kecilnya.

a. Ruma Besar (Ruma Bolon).


(49)

c. Ruma Adat (Jabu Sibaganding Tua, Jabu Batara Guru, Jabu Sari Munggu : Ruma Gorga yang penuh ukiran dan makna).

3. Ruma yang tidak sesuai dengan adat dan norma a. Jabu Ereng : Rumah tak berukiran.

b. Jabu Bontean : dindingnya dari tepas. c. Ruma Sekeluarga (“Ruma Parsantiang”). 4. Ulos

Ulos selalu dikaitkan dengan angka, warna, struktur sosial, religius yakni tiga, lima, hitam dan putih, atas tengah dan bawah dan segi tiga, garis tiga, manunggal dan lain sebagainya. Setiap ulos mempunyai pola dasar tertentu dan berdasarkan itulah namanya disebutkan, sesuai rencana pemula dari yang mengerjakan. Ulos dipergunakan pada waktu upacara, kepercayaan dan adat istiadat serta belakangan ini bernilai ekonomis (sebagai mata pencaharian).

Ulos adalah kain tenun khas Batak berbentuk selendang. Benda sakral ini merupakan simbol restu, kasih sayang dan persatuan, sesuai dengan pepatah Batak yang berbunyi: “Ijuk pangihot ni hodong, Ulos pangihot ni holong”, yang artinya kira-kira “Jika ijuk adalah pengikat pelepah pada batangnya, maka ulos adalah pengikat kasih sayang antara sesama.” Ulos mempunyai banyak jenis sesuai dengan fungsi dan maknanya.

Ulos Antak-Antak. ulos ini dipakai sebagai selendang orang tua untuk melayat orang yang meninggal, selain itu ulos tersebut juga dipakai sebagai kain yang di lilit pada waktu acara manortor (menari). Ulos Bintang Maratur, ulos ini merupakan Ulos yang paling banyak kegunaannya di dalam acara-acara adat Batak Toba yakni: Diberikan kepada anak yang memasuki rumah baru. Ulos ini diberikan kepada anak yang memiliki rumah baru karena memiliki rumah baru (milik Sendiri) adalah merupakan suatu kebanggaan terbesar bagi


(50)

masyarakat Batak Toba. Keberhasilan membangun atau memiliki rumah baru di anggap sebagai salah satu bentuk keberhasilan atau prestasi tersendiri yang tak ternilai harganya. Tingginya penghargaan kepada orang yang telah berhasil membangun dan memiliki rumah baru adalah karena keberhasilan tersebut di anggap merupakan suatu berkat dari Tuhan yang maha Esa yang di sertai dengan adanya usaha dan kerja keras yang bersangkutan di dalam menjalani kehidupan. Keberhasilan membangun atau memiliki rumah baru adalah merupakan situasi yang sangat menggembirakan, oleh karena itu ulos ini akan diberikan kepada orang yang sedang berada dalam suasana bergembira. Ulos Ragi Hotang, Ulos ini di berikan kepada sepasang pengantin yang sedang melaksanakan pesta adat yang di sebut dengan nama Ulos Hela. Pemberian ulos Hela memiliki makna bahwa orang tua pengantin perempuan telah menyetujui putrinya di persunting atau di peristri oleh laki-laki yang telah di sebut sebagai “Hela” (menantu). Pemberian ulos ini selalu di sertai dengan memberikan mandar Hela (Sarung Menantu) yang menunjukkan bahwa laki-laki tersebut tidak boleh lagi berperilaku layaknya seorang laki-laki lajang tetapi harus berperilaku sebagai orang tua. Dan sarung tersebut di pakai dan di bawa untuk kegiatan-kegiatan adat.

Dari berbagai ragam dan jenis ulos sebagai hasil karya Batak Toba telah dirumuskan berbagai makna dan fungsi yang telah dibudayakan untuk dipahami dan dipedomani sebagai sebuah sarana untuk mempererat kekerabatan dalam tatanan masyarakat sosial yang beradab dan bermartabat. Dari jenis dan fungsinya, ulos telah menjadi sebuah alat untuk pengenalan jati diri orang batak sesuai tatanan sosial budaya dan adatnya. Fungsi serta kedudukan orang Batak akan dikenal dan diketahui dari ulos yang diberikan, diterima, dan disandangnya (dipakai).


(51)

Musik tradisional Batak boleh dikatakan kaya dalam bunyi-bunyian, di samping gong (ogung) trum (taganing dan gordang) dan klarinet (serunai), juga dikenal garantung (sejenis taganing dari kayu), hasapi (kecapi), sordam (sejenis seruling tapi diembus dari ujung), sulim (seruling), tuila (dari bambu kecil pendek dan diembus pada bagian tengah).

6. Tor-tor batak

Tor-tor (Seni tari) adalah ekspresi gerakan yang estetis dan artistik akan menjelma dalam yang teratur, sesuai dengan isi irama yang menggerakan. Gerakan teratur ini dapat dilakukan oleh perorangan, berpasangan ataupun berkelompok. Tarian perorangan misalnya yang berhubungan dengan ritus. Tarian seperti ini antara lain : tarian tunggal panaluan, dimana sang dukun menari, berdoa dan sambil memegang tongkat sihir tersebut. Tarian bersama dalam upacara-upacara adat menurut tradisinya merupakan tarian dari masing-masing unsur Dalihan Natolu pelaku gerakan tortor ini. Karena ketiga unsur ini secara fungsional dalam masyarakat bersama-sama mendukung upacaranya. Biasaya bentuk tarian ketiga unsur Dalihan Na Tolu ini, adanya pemimpin tortor yang mengatur gerakan yang sesuai dan selaras dengan pola gerakan etika di dalam tortor..Di dalam pola gerakan tortor Batak Toba ada sebuah gerakan berputar yang berlawanan dengan jarum jam, hal ini dilakukan apabila orang-orang manortor (menari) menarikan tortor Gondang Mangaliat di dalam upacara adat.

7. Marga

Marga adalah satu kesatuan kekeluargaan dasar dalam organisasi sosial Batak yang diwariskan secara turun temurun dari satu nenek moyang laki – laki yang diketahui semua


(52)

anggota. Keanggotaan dalam suatu marga ditentukan secara patrilineal, diturunkan dari garis laki – laki dari ayah kepada anak – anak kedua jenis kelamin (putra - putri)37

8. Dalihan Na Tolu.

Dalihan Natolu menjadi kerangka yang meliputi hubungan-hubungan kerabat hubunga ditentukan dengan adanya tiga kedudukan fungsional sebagai suatu konstruksi dari tiga hal yang menjadi dasar pelaksanaan budaya Batak Toba yaitu:38

Somba Marhula:ada yang menafsirkan pemahaman ini menjadi “menyembah hula-hula, namun ini tidak tepat. Memang benar kata Somba, yang tekananya pada som berarti menyembah, akan tetapi kata Somba di sini tekananya ba yang adalah kata sifat dan berarti hormat. Sehingga Somba marhula-hula berarti hormat kepada Hula-hula. Hula-hula adalah

kelom

istri opung, dan beberapa kelompok marga istri saudara dan seterusnya dari kelompok dongan tubu. Hula-hula ditengarai sebagai sumber berkat. Hula-hula sebagai sumber hagabeon/keturunan. Keturunan diperoleh dari seorang istri yang berasal dari hula-hula. Tanpa hula-hula tidak ada istri, tanpa istri tidak ada keturunan.

Elek Marboru/lemah lembut tehadap bor disertai maksud tersembunyi dan pamrih. Boru adalah anak perempuan kita, atau kelom

37

Vergowen. Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba. Jakarta. Pustaka Azet. 1993. Hal 18 – 22

38


(53)

terhadap boru perlu, karena dulu borulah yang dapat diharapkan membantu mengerjakan sawah di tanpa boru, mengadakan pesta suatu hal yang tidak mungkin dilakukan.

Manat mardongan tubu/sabutuha, suatu sikap berhati-hati terhadap sesama marga untuk mencegah salah paham dalam pelaksanaan acara orang tua-tua “hau na jonok do na boi marsiogoson” yang berarti kayu yang dekatlah yang dapat bergesekan. Ini menggambarkan bahwa begitu dekat dan seringnya hubungan terjadi, hingga dimungkinkan terjadi konflik, konflik kepentingan, kedudukan dll. Inti ajaran Dalihan Natolu adalah kaidah moral berisi ajaran saling menghormati (masipasangapon) dengan dukungan kaidah moral: saling menghargai dan menolong. Dalihan Natolu menjadi media yang memuat azas hukum yang objektif.


(54)

BAB IV

DAMPAK KEBERADAAN SUB ETNIS BATAK TOBA BAGI ETNIS LAINNYA DI PT PERKEBUNAN VII (PERSERO) DESA BAH JAMBI

4.1INTERAKSI SUB ETNIS BATAK TOBA DENGAN ETNIS LAINNYA DI DESA BAH JAMBI (1963 – 1990)

Interaksi dalam masyarakat yang majemuk dalam satu kelompok adalah adanya hubungan komunikasi timbal balik yang saling keterbukaan, empati, perasaan positif, dukungan dan keseimbangan. Hubungan komunikasi ini menjadi efektif apabila:39

1. Menghormati hak anggota budaya lain sebagai manusia.

2. Menghormati budaya lain sebagaimana apa adanya dan bukan sebagaimana yang dikehendaki.

3. Menghormati hak anggota budaya yang lain untuk bertindak berbeda dari cara bertindak. 4. Komunikator lintas budaya yang kompeten harus belajar menyenangi hidup bersama

orang lain.

Komunikasi yang efektif yang terjalin pada penduduk desa Bah Jambi dengan masyarakat majemuk dengan saling menghormati dan menghargai budaya etnis yang satu dengan dengan etnis yang lain.

Pada umumnya orang yang tinggal di desa saling mengenal satu sama lain, dan sebagian di antara mereka saling mengenal dengan anggota masyarakat dari dusun lain. Pengenalan itu

39

Suwardi lubis, komunikasi antar budaya studi kasus etnik batak toba dan etnik cina. USU PRESS. 1999. Hal 45


(55)

tidak hanya sebatas nama dan alamat rumah, melainkan jauh lebih dalam sampai pada watak dan sifat pribadi seseorang. Hal ini, karena di samping di antara mereka masih banyak keluarga dekat, memang orang-orang di desa ini masih memiliki tradisi yang kuat untuk mengenali orang lain secara lebih mendalam. Jadi, kebiasaan saling menyapa dan sering bercerita antara satu sama lain membuat pengenalan mereka tidak sebatas aspek formalnya saja.

Interaksi antara Sub Etnis Batak Toba di desa Bah Jambi dari tahun 1963 – 1978 terjalin hubungan baik. Hal ini terjadi karena adanya sifat keterbukan dan saling membutuhkan dalam bermasyarakat dalam mewujutkan harmonisasi lingkungan.

Pranata-pranata tradisional yang ada di desa dipandang cukup penting dalam proses interaksi antara satu sama lain. Selain rumah-rumah dan perkumpulan keagamaan yang di dalamnya terjadi interaksi terbatas antara anggota satu agama, tempat-tempat berkumpul dan bertemu lainnya, seperti kedai kopi, kedai sampah, pasar tradisional, lapangan olah-raga, halaman atau teras rumah penduduk, dan sebagainya, dinilai cukup fungsional dalam menjalin hubungan antar etnis di sana. Ibu-ibu dari bermacam etnis (Jawa, Simalungun, Mandailing atau Batak Toba) sering bertemu dan mengobrol panjang lebar ketika berbelanja di kedai sampah atau bertandang ke rumah tetangga. Para laki-laki remaja dan dewasa juga tampak terlibat dalam kegiatan interaksi di lapangan olah-raga dan kedai kopi. Demikian juga anak-anak dari berbagai etnis, mereka berintekrasi hampir sepanjang waktu ketika belajar di sekolah atau bermain di area perkampungan. Tak terkecuali, pada waktu-waktu khusus, seperti dalam acara pesta perkawinan dan melayat orang meninggal, masyarakat dari beragam etnis juga dapat bertemu dan saling bercerita antara satu sama lain.

Selain di Desa ataupun tempat tinggal tempat interaksi Sub Etnis Batak Toba dengan etnis lainnya yang ada di Desa Bah Jambi adalah tempat kerja yang merupakan wadah pertama


(56)

untuk menghubungkan dan mempertemukan dalam satu tempat tinggal di Desa Bah Jambi Mulai tahun 1963 – 1978. Interaksi yang terjadi merupakan untuk menjalin hubungan agar terhindar dari konflik akibat dari perbedaan etnis.

Tahun 1978 terjadi perpecahan terhadap kerukunan Desa Bah Jambi. Perpecahan ini terjadi karena:40

a. Sub Etnis Batak Toba memelihara binatang peliharaan yaitu babi dan anjing yang dianggap haram oleh etnis lain yang di Desa Bah Jambi.

b. Adanya pengaruh konflik dari Desa Dolok Sinumba41

Pada konflik etnis yang pindah yaitu Etnis Jawa yaitu sebelum tahun 1978 Semua Etnis hidup berdampingan di Dusun Sirap, akan tetapi terjadi konflik karena faktor tersebut menjadi pecah. Etnis Jawa pindah ke Dusun Malasyia, Panggung, dan Blendet. Di Dusun Sirap yang mayoritas adalah Etnis Batak Toba dan Jawa mayoritas Di Dusun Malasyia dan Panggung.

yaitu antara Etnis Batak Toba dan Etnis Jawa. Pengaruh masuk ke Desa Bah Jambi karena Sub Etnis Batak Toba dan Etnis Jawa yang ada di Desa Dolok Sinumba mempunyai hubungan saudara, sehingga saling menghasut dan saling mendukung keluarga sendiri yang mengalami konflik di Desa Dolok Sinumba sehingga terjadi perpecahan di Desa Bah Jambi.

Konflik yang terjadi di Desa Bah Jambi tidak menimbulkan korban dan konflik itu terjadi hanya dalam bentuk konflik batin yaitu tanpa menanamkan dendam terhadap sesama etnis. Akibat dari konflik tahun 1978 menyebaban perpecahan dalam kerukunan yang dijalin

40

Wawancara Jamludin Nasution di Desa Bah Jambi Tgl 2 November 2012.

41

Desa Sinumbah secara adminintrasi pemerintah RI masuk dalam wilayah Kecamatan Jawa Maraja dan Desa ini Juga merupakan wilayah perkebunan VII (Persero). Konflik di Desa Dolok Sinumba antara Etnis Batak Toba dan Jawa tidak diketahui oleh informan.


(57)

sebelum konflik menjadi putus hubungan interaksi antar individu maupun kelompok dalam bermasyarkat di Desa Bah Jambi.

4.2PERGESERAN NILAI BUDAYA SUB ETNIS BATAK TOBA DI DESA BAH JAMBI (1963 – 1990).

Nilai budaya adalah konsepsi-konsepsi tentang nilai yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar anggota masyarakat, dan berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi sikap mental, cara berfikir, dan tingkah laku mereka. Sistem nilai budaya adalah hasil pengalaman hidup yang berlangsung dalam kurun waktu yang lama, sehingga menjadi kebiasaan yang berpola. Sistem nilai budaya yang berpola merupakan gambaran sikap dan tingkah laku anggota masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk sikap dan perbuatan dalam hidup bermasyarakat.

Ada beberapa alasan mengapa terjadi pergeseran dan perubahan tentang system nilai budaya menurut Munandar Sulaiman, antara lain;42

a. Jarak komunikasi antar etnis b. Pelaksanaan pembangunan

c. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Apabila terjadi perubahan pada system nilai budaya maka akan terjadi juga perubahan sikap mental, pola pikir, dan pola tingkah laku anggota masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan. Aspek kehidupan manusia dapat dibedakan menjadi dua yaitu manusiawi dan tidak manusiawi. Aspek kehidupan manusiawi diungkapkan sesuai dengan system nilai budaya sebagai pandangan hidup, melalui sikap saling menyayangi, melindungi, menghargai, dan

42


(58)

lainnya yang dirasakan sebagai keindahan hidup. Sebaiknya aspek kehidupan tidak manusiawi diungkapkan melalui sikap dan perbuatan yang merugikan, menggelisahkan, dan menjadikan manusia menderita.

Pergeseran nilai budaya pada Sub Etnis Batak Toba secara umumnya akibat dari dua hal yaitu:

a) Masuknya bangsa eropa ke Tanah Batak Toba dengan membawa agama Kristen yang dimulai pada tahun 1863.

b) Pengaruh perkembangan zaman, dimana budaya eropa lebih mendominasi dan mempengaruhi struktur kehidupan yaitu dari alat musik, pakaian, nyayian daerah. Pergeseran terjadi sangat cepat akibat dari perkembangan media massa sebagai transformator lebih mendominasi budaya bangsa Eropa dan juga akibat dari generasi penerus Sub Etnis Batak Toba mulai bosan terhadap hal yang tradisional.

Di Desa Bah Jambi pergeseran budaya Sub Etnis Batak Toba semakin jelas, hal ini akibat dari pendidikan formal dan non formal tidak peduli terhadap budaya daerah. Generasi penerus yang seharusnya mewarisi budaya sebagai identitas dan memperkenalkan budayanya terhadap etnis lainnya sebagai warga Negara Indonesia yang banyak suku.

4.2.1. Ada Istiadat

Pergeseran budaya Sub Etnis Batak Toba dapat dilihat dari pada acara adat istiadat seperti acara kematian dan acara perkawinan. Pergeseran pada acara kematian dan acara perkawinan budaya Sub Etnis Batak Toba tidak memakai alat musik tradisional yaitu gondang atau uning – uningan. Pergeseran ini terjadi akibat ketidak pedulian Sub Etnis Batak Toba yang


(59)

telah bermukim di Desa Bah Jambi tidak mengerti dan tidak ada kemauan untuk mengetahui dan mempelajari cara memainkan alat musik gondang, sehingga alat musik yang dipakai pada saat acara perkawinan dan kematian adalah alat musik modern.

Dalam pemakaian alat musik modern ini akan mempengaruhi yaitu

a. Semakin ditinggalkannya alat musik tradisional karena generasi penerus tidak mengetahui dan juga merasa sudah bosan akan alat musik tradisional yang di ciptakan oleh nenek moyangnya

b. Pada tarian tor – tor, pergeseran yang terjadi dimana nilai filosofi yang dikandung dan yang akan disampaikan oleh tarian kepada orang, yang seharusnya diiringi oleh gondang ataupun uning – uningan menjadi akan kabur ataupun tidak jelas.

Pergeseran ini terjadi karena pengaruh perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi). Dengan pengaruh perkembangan IPTEK budaya luar lebih mudah diterima oleh masyarakat Etnis Batak Toba sehingga budaya daerah tidak berkembang dan tidak terjaga kemurniannya.

Pergeseran musik tradisional ini juga terjadi akibat dari perkembangan zaman yaitu peralihan dari musik tradisional yang kurang menarik dan membosankan sehingga memakai alat musik modern. Dalam acara adat istiadat dalam pemakaian tarian tor-tor juga dilakukan hanya simbolis tanpa mengetahui filosofi yang terkandung dalam gerakan tarian tor tor tersebut. Salah satu contohnya adalah penyambutan Hula – Hula43

43

Hula – hula adalah saudara laki – laki perempuan

, dalam penyambutan hula – hula ketika memasuki acara adat istiadat dalam bentuk tarian tor tor adalah tangan harus sejajar dengan dada dan kepala menunduk hal ini dalam filosofinya hula – hula masuk memberi pasu – pasu (berkah).


(60)

Selain perkembangan zaman, pergeseran kemurnian bahasa pada Etnis Batak Toba akibat dari budaya yang berbeda oleh etnis yang ada di Desa Bah Jambi. Perbedaan etnis dan budaya menyebabkan perbauran dan percampuran antara Etnis Batak dan Etnis lainnya. Pergeseran dapat dijumpai pada upacara adat istiadat seperti kematian dan perkawinan juga terjadi di Desa Bah Jambi terhadap Sub Etnis Batak Toba. Pergeseran ini terjadi karena adanya percampuran budaya etnis yang ada di daerah Desa Bah Jambi. Dalam acara adat tidak jarang dijumpai masuk budaya tarian dan nyanyian seperti Etnis Simalungun. Percampuran budaya ini dapat mengurangi keutuhan dan nilai filosofis yang dikandung dalam adat Batak Toba.

4.2.2. Bahasa

Bahasa merupakan alat yang memiliki konsep komunikasi untuk melakukan kontak dengan cara menyampaikan pesan kepada sipenerima pesan. Dengan adanya bahasa dapat lebih mempermudah untuk menyampaikan pesan kepada si penerima. Bahasa ini akan berkembang dan menjadi hasil budaya yang diwarisi secara lisan oleh generasi penerus etnis tersebut.

Dalam perkembangan zaman pemakaian Bahasa Batak Toba semakin bergeser dan bercampur. Pergeseran ini sudah terjadi pada awalanya di daerah Batak Toba (Samosir, Balige, Tapanuli Utara, dan Humbang Hasundutan) yang disebabkan oleh :

a. Masuknya budaya Barat pada masa kolonial Belanda

b. Pengaruh Kristenisasi yang dibawah oleh zendiling Jerman yaitu Dr. I. L Nomensen tahun 1861


(61)

Di Desa Bah Jambi Bahasa Batak Toba semakin bergeser dari daerahnya sendiri, terjadinya pergeseran ini adalah

a. Perbauran budaya sub etnis yaitu Simalungun, Jawa, Batak Toba, dan Mandailing di Desa Bah Jambi.

b. Peran orang tua pada Sub Etnis Batak Toba kurang dominan untuk memperkenalkan dan mengajarkan tentang budaya etnis kepada generasi berikutnya

c. Fasilitas pendidikan kurang memperhatikan budaya di daerah Bah Jambi.

Dalam perkembangan zaman pemakaian Bahasa Batak Toba semakin bergeser hal ini dipengaruhi oleh pendidikan, media masa dan pemrbauaran dengan etnis lain. Perbauran etnis yang terjadi di Desa Bah Jambi karena sebagai wadah karyawan PT. Perkebunan VII (persero). Dalam komunikasi bercampur antar etnis bahasa yang di pakai bukan bahasa daerah masing – masing yang menyebabkan kekurang pahaman dalam lingkup bermasyarakat.

Bahasa yang digunakan oleh Etnis Batak Toba di Desa Bah Jambi adalah bahasa nasional yaitu Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu. Akibat cenderungnya pemakaian bahasa nasional maka Etnis Batak Toba tidak memperhatikan bahasa daerahnya sehingga generasi yang berhak mewarisinya tidak mengetahui dan tidak mengerti tentang bahasa daerah.

4.2.3. Marga

Marga pada Etnis Batak Toba adalah sangat penting karena marga merupakan sebagai identitas untuk berhubungan sesama satu Etnis dan menjadi salah satu perbedaan dengan etnis yang ada di Indonesia ini. Marga ini diperoleh dari ayah yang di turunkan secara turun temurun


(1)

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : W. Nainggolan

Umur : 58 Tahun

Pekerjaan : Pensiunan Karyawan

Alamat : Jln. Mawar Perumnas Batu 6.

2. Nama : Dawasi Siregar

Umur : 67 Tahun

Pekerjaan : Pensiunan Karyawan Alamat : Desa Bah Joga

3. Nama : C. Daulay

Umur : 61 Tahun

Pekerjaan : Pensiunan Karyawan Alamat : Desa Bukit Bayu

4. Nama : Amir Marpaung

Umur : 67 Tahun

Pekerjaan : Pensiunan Karyawan Alamat : Pematang Siantar

5. Nama : Saud Pangaribuan

Umur : 67 Tahun


(2)

6. Nama : Y br. Lumban Tobing

Umur : 52 Tahun

Pekerjaan : Wiraswasta Alamat : Dusun Sejahtera

7. Nama : R. Pakpahan

Umur : 50 Tahun

Pekerjaan : Karyawan Alamat : Dusun Blendet

8. Nama : Dahlian Passaribu

Umur : 61 Tahun

Pekerjaan : Pensiunan Karyawan

Alamat : Desa Bah Joga

9. Nama : S. Lumban Tobing

Umur : 71 Tahun

Pekerjaan : Pensiunan Karyawan

Alamat :

10.Nama : Wartumi

Umur : 50 Tahun

Pekerjaan : Guru SD ( Pegawai Negeri Sipil)


(3)

11.Nama : Jamaludin Nasution

Umur : 68 Tahun

Pekerjaan : Pensiunan Karyawan Alamat : Jln. Asahan Km. 12,5

12.Nama : M. Rumapea

Umur :72 Tahun

Pekerjaan : Pensiunan Karyawan


(4)

Daftar Pertanyaan

1. Kenapa datang ke Desa Bah Jambi ?

2. Masuk bekerja di PT. Perkebunan VII (Persero) Bah Jambi melamar atau ditawarkan pihak perusahaan ?

3. Informasi penerimaan ataupun ditawarkan di dapatkan dari mana ? 4. Tahun berapa PT. Perkebunan VII (persero) Bah Jambi mulai dibuka ? 5. Apa saja sarana dan prasarana yang diberikan pihak perkebunan ? 6. Kapan dibangun perumahan di Desa Bah Jambi ?

7. Bagaimana masalah konflik pihak karyawan dan perkebunan tentang masalah rumah yang masi di tempati karyawan sebagian pihak sampai pensiun ?

8. Bagaimana masalah kedudukan Sub Etnis Batak Toba dengan etnis lainnya ?

9. Baimana la kehidupan dan cara berkomunikasi Sub Etnis Batak Toba dengan sesame etnis dan etnis lainnya?

10.Bagaimana keberadaan masyarakat Sub Etnis Batak toba di PT. Perkebunan VII (Persero) Desa Bah Jambi ?


(5)

LAMPIRAN

Gambar I. Balai Karyawan PT. Perkebunan VII (Persero) Bah jambi. Balai ini dipergunakan Etnis Batak Toba dalam melakukan suatu acara dan perkumpulan. Bentuk bangunan dari tahun 1970 belum mengalami perubahan , hanya saja pada bagian belakang telah diberi ruang tambahan.

Gambar II. Wisma Pesifera adalah tempat mengadakan acara-acara untuk seluruh kegiatan yang berhubungan dengan Kehidupan karyawan. Etnis Batak Toba yang menjadi karyawan dan ingin


(6)

Gambar III. Pabrik Kelapa Sawit PT. Perkebunan VII (Persero) Bah Jambi, lokasi Etnis Batak Toba Desa Bah Jambi bekerja dan menjadi Karyawan.

Gambar IV. SMP Yayasan PT. Perkebunan VII (Pesero) yang merupakan sarana di bidang pendidikan untuk seluruh warga Desa Bah Jambi.