lama untuk pertumbuhan dan perkembangan janin. Kematangan fungsi organ tergantung pada usia kehamilan walaupun berat lahirnya kecil.
2.3.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Terjadinya BBLR
Sulit untuk mengetahui secara pasti penyebab BBLR, namun ada beberapa faktor resiko yang erat hubungannya dengan kejadian BBLR. Menurut WHO 1998,
adapun faktor-faktor resiko tersebut adalah
1. Karakteristik Ibu
a. Umur saat melahirkan Umur ibu yang paling baik untuk melahirkan adalah berkisar antara 20-35
tahun, makin jauh umur ibu dan rentang waktu tersebut makin besar resiko bagi ibu maupun anaknya. Banyak penelitian yang menghubungkan antara umur ibu dengan
kejadian BBLR 12,69 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang berumur lebih dari 20 tahun JNPKKR, 2004. Menurut Kramer 1987 yang dikutip oleh institute of
medicine , secara umum ibu yang umurnya lebih muda akan mernpunyai bayi yang
lebih kecil dibandingkan dengan ibu yang lebih tua. Penelitian menunjukkan angka kematian dan kesakitan ibu akan tinggi bila melahirkan terlalu muda atau terlalu tua,
yaitu usia di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun. Menurut SKDI 1994, proporsi ibu hamil berusia kurang dan 20 tahun sebesar
25,4 dan usia lebih dan 35 tabun sebesar 19,5. Faktor usia pada wanita hamil di negara berkembang perlu diperhatikan, hal ini dikarenakan perkawinan pada
masyarakat di pedesaan sering terjadi pada usia muda, yaitu sekitar usia menarche. Di
Universitas Sumatera Utara
usia ini resiko untuk melahirkan BBLR sekitar 2 kali lipat dan yang hamil pada usia 2 tahun setelah menarche Sutjiningsih, 1995.
Pada umur ibu yang masih muda perkembangan organ-organ reproduksi dan fungsi fisiologisnya belum optimal serta belum tercapai emosi dan kejiwaan yang
cukup matang yang akhimya akan mempengaruhi janin yang dikandungnya. Di sisi lain pada umur yang tua akan banyak merugikan perkembangan janin selama periode
dalam kandungan, hal ini disebabkan oleh karena penurunan fungsi fisiologik dan reproduksinya Maulana, 2009.
b. Usia kehamilan saat melahirkan Makin rendah usia kehamilan maka semakin kecil bayi yang dilahirkan, dan
makin tinggi morbiditas dan mortalitasnya. Bayi yang dilahirkan prematur 37 minggu belum mempunyai alat-alat yang tumbuh lengkap seperti bayi matur 37
minggu, oleh sebab itu ia memiliki lebih banyak kesulitan untuk hidup diluar uterus ibunya. Makin pendek umur kehamilannya makin kurang sempurna alat-alat dalam
tubuhnya, yang mengakibatkan makin mudah terjadi komplikasi dan makin tinggi angka kematiannya. Dalam hal ini sebagian besar kematian neonatal terjadi pada
bayi-bayi prematur. c. Status bekerja
Ibu yang bekerja pada waktu bayi ada dalam kandungan tidak begitu memengaruhi keadaan bayi asalkan pada trimester pertama dan kedua saja. Bila ibu
bekerja pada trimester ketiga maka angka prematuritas akan naik. Istirahat pada trimester ketiga adalah sangat penting untuk ibu dan calon bayi Indiarti, 2009.
Universitas Sumatera Utara
d. Tingkat pendidikan Pendidikan ibu mencerminkan keadaan sosial ekonomi keluarga, variabel
tersebut secara tidak langsung mempengaruhi terjadinya BBLR. Dengan pendidikan, seseorang dapat menerima lebih banyak informasi dan memperluas cakrawala
berpikir sehingga mudah untuk mengembangkan diri, mengambil keputusan dan bertindak.
Secara konsisten penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki ibu mempunyai pengaruh kuat pada perilaku reproduksi, kelahiran, kematian
anak dan bayi, kesakitan, dan sikap serta kesadaran atas kesehatan keluarga. Latar belakang pendidikan itu mempengaruhi sikapnya dalam pemilihan pelayanan
kesehatan dan pola konsumsi makan yang berhubungan juga dengan peningkatan berat badan ibu semasa hamil yang pada saatnya akan mempengaruhi kejadian BBLR.
Ibu yang berpendidikan rendah sulit untuk menerima inovasi dan sebagian besar kurang mengetahui pentingnya perawatan pra kelahiran. Disamping itu juga
mempunyai keterbatasan mendapatkan pelayanan antenatal yang adekuat, keterbatasan mengkonsumsi makanan yang bergizi selama hamil. Kesemuanya ini
akan mengganggu kesehatan ibu dan janin, bahkan sering mengalami keguguran atau lahir mati Varney, 2003.
e. Tinggi badan sebelum hamil Tinggi badan selain ditentukan oleh faktor genetik juga ditentukan oleh status
gizi pada masa kanak-kanak, keadaan ini dapat diartikan bahwa gangguan gizi waktu anak-anak pengaruhnya sangat jauh sampai dengan masa reproduksi JNPKKR,
Universitas Sumatera Utara
2004. Pengukuran tinggi badan ibu hamil sedapat mungkin dilaksanakan pada awal kehamilan, untuk menghindari kesalahan akibat perubahan postur tubuh.
Perubahan postur tubuh dapat mengurangi ukuran tinggi badan sepanjang 1 cm institute of medicine, 1990. Ibu yang mempunyai tinggi badan kurang dan 144
cm akan melahirkan bayi yang lebih kecil dibandingkan ibu yang mempunyai tinggi badan normal. Penelitian Budiman di Garut 1996 menyebutkan bahwa ibu hamil
yang mempunyai TB 145 cm akan melahirkan bayi dengan BBLR 3,06 kali lebih besar dan pada ibu yang tinggi badannya lebih dan 145 cm.
f. Berat badan sebelum hamil Berat badan ibu merupakan parameter penting selama kunjungan ANC. BB
selama kehamilan adalah indikator untuk menentukan status gizi ibu. Bila berat badan ibu pada kunjungan pertama ANC kurang dan 47 kg maka kemungkinan melahirkan
bayi BBLR adalah 1,73 kali lebih besar bila dibandingkan dengan ibu yang berat badannya lebih atau sama dengan 47 kg Kestler, 1991.
Berat badan ibu sebelum hamil dan kenaikan berat badannya selama hamil temyata dapat berpengaruh terhadap kesehatan serta pertumbuhan janin dalam
kandungannya. Kesehatan dan pertumbuhan jamn sangat dipengaruhi oleh kesehatan ibunya., salah satu faktor penting untuk kesehatan ibu adalah pengaturan berat badan,
yang sebaiknya dilakukan sejak si ibu merencanakan kehamilan. Indeks massa tubuh yang normal untuk wanita yaitu antara 19-23. Bila berat badan ibu sebelum hamil
terlalu kurus atau terlalu gemuk, maka sebiknya diatur dulu agar berat badannya normal.
Universitas Sumatera Utara
g. Pertambahan berat badan Pertambahan BB kurang dan 210 gram per minggu akan memberikan resiko
melahirkan BBLR 1,85 kali lebih besar bila dibandingkan dengan ibu yang penambahan BB nya lebih atau sama dengan 210 gram per minggu Kestler, 1991,
jadi pertambahan BB 8-13 kg selama kehamilan dianggap normal, sehingga pada akhir kehamilan minimal BB ibu adalah 55 kg.
Berikut ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk pertambahan berat badan ibu selama kehamilan :
1 Bila berat badan ibu sebelum hamil adalah normal, maka kenaikan berat badan ibu sebaiknya antara 9-12 kg.
2 Bila berat badan sebelumnya adalah berlebih, maka kenaikan berat badannya cukup 6-9 kg saja.
3 Bila sebelum kehamilan berat badan ibu adalah kurang, maka kenaikan berat badannya sebaiknya 12-15 kg.
4 Jika ibu mengandung bayi kembar dua atau lebih, maka kebaikan berat badan selama kehamilan harus lebih banyak lagi, tergantung dan jumlah bayi yang
dikandung. h. LLA
Indikator untuk mengetahui status gizi ibu hamil adalah dengan menggunakan LLA. LLA adalah Lingkar Lengan Atas. LLA kurang dari 23,5 cm merupakan
indikator kuat untuk status gizi yang kurangburuk. Ibu berisiko melahirkan anak dengan Bayi Berat Lahir Rendah BBLR. Dengan demikian, bila hal ini ditemukan
Universitas Sumatera Utara
sejak awal kehamilan, petugas kesehatan dapat memotivasi ibu agar lebih mempertahankan kesehatannya Supariasa, 2001.
i. Riwayat Keguguran Riwayat abortus baik spontan maupun sengaja pada kehamilan sebelumnya
dapat meningkatkan resiko kelahiran prematur pada persalinan berikutnya. Tindakan kuretase dan dilatasi akan menyebabkan trauma path serviks yang merupakan faktor
predisposisi pada kelahiran berikutnya. Demikian juga ibu dengan riwayat melahirkan bayi lahir mati sebelumnya, memiliki resiko untuk melahirkan BBLR
pada persalinan berikutnya, sebagian yang lahir mati tersebut adalah bayi prematur dan IUGR dan kecenderungan tersebut berulang pada persalinan berikutnya.
j. Paritas Paritas adalah banyaknya ibu melahirkan anak selama masa reproduksi. Ibu
dengan jumlah kehamilan yang lebih dan tiga mengalami kesulitan untuk pertambahan BB yang diharapkan.
2. Karakteristik Bayi
Beberapa penelitian ditemukan bahwa jenis kelamin bayi berpengaruh terhadap kejadian BBLR. Proporsi kejadian BBLR bayi laki-laki adalah lebih sedikit
46,44 dibandingkan dengan bayi BBLR perempuan 53,56 dan resiko melahirkan bayi laki-laki dengan BBLR ialah 0,82 kali lebih kecil dibandingkan
dengan melahirkan bayi perempuan BBLR Rosemary, 1997. Bayi laki-laki saat lahir memiliki rata-rata berat lahir 150 gram lebih berat dan
pada bayi perempuan, perbedaan ini paling nyata pada umur kehamilan 28 minggu.
Universitas Sumatera Utara
Diduga hal ini akibat stimulasi hormone androgenic atau karena kromosom Y memuat materi genetik yang dapat meningkatkan pertumbuhan janin laki-laki.
2.4
Landasan Teori
Mulai dari pembuahan sampai saat bayi dilahirkan, ibu dan anak merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Kesehatan ibu sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan janin yang dikandungnya Kardjati, 1985. Menurut WHO 1998, faktor resiko yang berpengaruh terhadap kejadian
BBLR adalah: 1. Faktor biologis meliputi : umur ibu, paritas dan jarak kelahiran.
2. Status gizi ibu LLA, tinggi badan, berat badan sewaktu melahirkan dan penambahan berat badan.
3. Komplikasi kesehatan. 4. Komplikasi kebidanan preeklampsia.
5. Pemanfaatan pelayanan kesehatan tidak pernah memeriksakan kehamilan layanan antenatal dengan Standar 7T yaitu timbang berat badantinggi badan,
tekanan darah, pemberian imunisasi toxoid, tablet zat besi Fe, tinggi fundus uteri, test PMS, dan temu wicara.
Beberapa penelitian telah membuktikan secara statistik bahwa terdapat hubungan antara layanan antenatal dengan kejadian bayi berat lahir rendah BBLR.
Wibowo 2001 pada penelitiannya di Ciawi, Bogor mengemukakan bahwa bayi yang dilahirkan dari ibu yang melaksanakan pelayanan antenatal yang tidak adekuat
Universitas Sumatera Utara
mempunyai resiko 2 kali lebih besar dibandingkan dengan bayi dan ibu yang memanfaatkan layanan antenatal secara adekuat.
Pemanfaatan pelayanan antenatal dapat dibedakan menurut kuantitas dan kualitas layanan. Kuantitasnya sering kali dijabarkan dalam bentuk jumlah kunjungan
pemeriksaan kehamilan yang secara popular disebut frekuensi pelayanan antenatal. Kualitas pelayanan antenatal lebih sulit diukur. Sejauh ini belum ada tolak ukur baku
untuk mengukur kualitas pelayanan antenatal di Indonesia. Kestler 1991, di Amerika Serikat telah menyusun sebuah tabel indikator untuk pengukuran kualitas
pelayanan antenatal, yang disebut adekuasi pemanfaatan pelayanan antenatal, yaitu:
Tabel 2.2 Adekuasi Pemanfaatan Pelayanan Antenatal Sehubungan dengan Waktu dan Total Kunjungan
Adekuasi Pelayanan
Antenatal Trimester
Usia Kehamilan Minggu
Total Kunjungan Pelayanan
Antenatal Adekuat
Trimester I 1-3 bulan
≤13 minggu dan 14-17 minggu dan
18-21 minggu dan 22-25 minggu dan
26-29 minggu dan 30-31 minggu dan
32-33 minggu dan 34-35 minggu dan
36 minggu lebih
0 atau 1 2 atau lebih
3 atau lebih 4 atau lebih
5 atau lebih 6 atau lebih
7 atau lebih 8 atau lebih
9 atau lebih
Inadekuat Trimester II dan III
4-9 bulan 14-17 minggu dan
22-29 minggu dan 30-31 minggu dan
32-33 minggu dan 34 minggu lebih
0 atau 1 2 atau lebih
3 atau lebih 4 atau lebih
Sumber : Pedoman Pelayanan Antenatal di Tingkat Pelayanan Dasar Depkes R1 1998
Universitas Sumatera Utara
Pemanfaatan disebut adekuat bila ibu harnil pertama sekali memeriksakan kehamilannya pada trimester satu, usia kehamilan cukup bulan sama dengan atau di
atas 37 minggu dan total kunjungan pemanfaatan pelayanan antenatal 4 kali atau lebih. Pemanfaatan disebut tidak adekuat bila ibu hamil pertama sekali mulai
memeriksakan kehamilannya sesudah trimester satu, usia kehamilan cukup bulan sama dengan atau di atas 37 minggu dan total kunjungan pemanfaatan pelayanan
antenatal adalah kurang dari 4 kali Depkes RI, 2007. 2.5. Kerangka Konsep
Berpedoman pada landasan teori, maka disusun kerangka konsep sebagai berikut:
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Bayi Berat Lahir Rendah
1. Bayi berat lahir rendah 2. Bayi berat lahir amat rendah
3. Bayi berat lahir amat sangat
rendah Pemeriksaan Kehamilan :
- Berat badan - Tekanan darah
- Pemberian imunisasi
toxoid - Pemberian tablet zat
besi Fe - Tinggi fundus uteri
- Status Gizi LLA
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk survey dengan menggunakan survey eksplanatory explanatory research, yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan
antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa Singarimbun, 1996. Explanatory research
bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel pemeriksaan kehamilan dan status gizi ibu hamil terhadap luaran bayi berat badan lahir rendah
BBLR di klinik bersalin Kota Medan 2010.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di klinik bersalin di Kota Medan, dengan mengambil lokasi di Kecamatan Medan Barat, Kecamatan Medan Helvetia,
Kecamatan Medan Labuhan dan Kecamatan Medan Deli yang mana ke empat kecamatan tersebut merupakan kecamatan yang memiliki BBLR terbanyak dari 21
kecamatan yang ada di Kota Medan yaitu Kecamatan Medan Barat 54 orang 6,9 dari 783 bayi yang lahir, Kecamatan Medan Helvetia 76 orang 6,2 dari 1217 bayi
yang lahir, Kecamatan Medan Deli 55 orang 9,1 dari 604 bayi yang lahir dan Kecamatan Medan Labuhan 69 orang 6,7.
Universitas Sumatera Utara