Kesalehan Sosial LANDASAN TEORI

marah, atau berbohong menjadikan orang-orang yang berpuasa lebih menghargai orang lain. Sama halnya dengan ibadah-ibadah di atas, tarekat yang merupakan jalan alternatif bagi sebagian orang untuk beribadah dengan khas masing-masing yang tentunya lebih dominan berbentuk dzikir dalam rangka taqarrub kepada Allah SWT juga mempunyai implikasi sosial. Ada dua hal yang perlu dilihat dalam mencari hubungan antara tarekat dengan Kesalehan Sosial. Pertama, tarekat yang dipandang dari segi ritualnya. Kedua, tarekat dipandang sebagai tasawuf yang melembaga atau tarekat dipandang dari segi organisasi. Pandangan pertama mengenai tarekat yang dipandang dari segi ritualnya dalam hal ini berbentuk dzikir mempunyai gambaran jelas yang telah digariskan Al-Quran.

B. Kesalehan Sosial

1. Pengertian Kesalehan Sosial dan Peningkatan Kesalehan Sosial Istilah “Kesalehan Sosial” berasal dari dua kata yaitu “kesalehan” dan “sosial”. Sebelum mendapatkan awalan dan akhiran, kata “kesalehan” berasal dari kata dasar “saleh” atau “shaleh”. Kata “shaleh” berasal dari bahasa Arab yaitu “shaluha” yang apabila diartikan merupakan kebalikan dari kata “fasad”. 34 Apabila “fasad” dapat dikatakan sebagai “membuat kerusakan”, maka “sholuha” dapat diartikan sebagai “membuat kebaikan”. 34 Ma’luf, Munjid, h.432 Setelah ditambah dengan awalan “ke” dan akhiran “an”, kata “shaleh” berubah menjadi “kesalehan” yang diartikan sebagai kesungguhan hati dalam hal menunaikan agama atau dapat diartikan juga kebaikan hidup. 35 Louis Ma’luf dalam kamus Munjid mengatakan bahwa setidaknya terdapat beberapa kemungkinan kondisi yang dapat menggunakan kata “shaleh” ditinjau dari segi bahasa, yaitu : a Telah baik keadaan b Aktifitas yang menjadikan baik majas c Membiasakan kebaikan jika dihubungkan dengan perbuatan d Berbuat baik kepada objek e Kondisi yang menjadikan baik f Mendamaikan islah. 36 Adapun kata “sosial” berasal dari kata Latin “socius” yang berarti kawan atau teman. S osial dapat diartikan sebagai bentuk perkawanan atau pertemanan yang berada dalam skala besar yaitu masyarakat. Berarti sosial adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat atau kemasyarakatan. 37 Yang lebih penting adalah bahwa kata sosial mengandung pemahaman adanya sifat berjiwa pertemanan, terbuka untuk orang lain dan tidak bersifat individual atau egoistik atau tertutup terhadap orang lain . 35 Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka, 1993, h. 856 36 Ma’luf, Munjid, h. 432 37 Poerwadarminta, Kamus Umum, h. 961 Istilah “sosial” besar kaitannya dengan ilmu sosial yang dikenal dengan sosiologi. Teori Sosiologi yang digunakan dalam skripsi ini adalah Teori Solidaritas Sosial yang dipaparkan oleh Durkheim dimana kegiatan- kegiatan yang dilakukan TQN di Ciomas secara langsung mengikat mereka dalam sebuah persaudaraan sufi yang dengan pertimbangan ekonomi berhasil memunculkan kesadaran kolektif Collective Conscience dalam perwujudan kegiatan-kegiatan perbaikan ekonomi bagi kalangan TQN. Kesadaran kolektif itulah yang kemudian menjadikan para ikhwan TQN membuat seperangkat kegiatan yang diatur oleh hokum- hukum yang bersifat represif dan menekan potensi individu. Ciri-ciri kegiatan seperti itu adalah cirri khas dari solidaritas mekanik. Teori lain yang digunakan adalah teori tindakan social Weber dimana dengan solidaritas mekanik yang tadi terbentuk oleh kesadaran kolektif ikhwan mengharuskan mereka untuk melakukan tindakan nyata dengan membuat beberapa unit usaha secara musyawarah untuk mencapai suatu keputusan bersama. Tindakan social jenis ini menurut Weber tergolong dalam Tindakan Sosial tipe Rasionalitas Instrumental Zweckrationalität karena rasionalitas dalam penentuan jenis usaha, alat yang digunakan, tujuan yang ingin dicapai, hambatan-hambatan yang mungkin ada benar-benar dikedepankan sebagai penentuan untuk mencapai consensus. Setelah digabungkan menjadi istilah Kesalehan Sosial, kata kesalehan dan sosial memiliki arti yang lebih luas. Beberapa ahli telah mencoba mendefinisikan arti dari Kesalehan Sosial ini antara lain : a. Mustafa Bisri “Kesalehan Sosial” adalah perilaku orang-orang yang sangat peduli dengan nilai-nilai Islami, yang bersifat sosial. Suka memikirkan dan santun kepada orang lain, suka menolong, dan seterusnya; meskipun orang-orang ini tidak setekun kelompok kesalehan ritual dalam melakukan ibadat seperti sembayang dan sebagainya itu. Lebih mementingkan hablun minan naas.” 38 b. Abdurrahman Wahid Gus Dur “Kesalehan Sosial adalah suatu bentuk kesalehan yang tak cuma ditandai oleh rukuk dan sujud, melainkan juga oleh cucuran keringat dalam praksis hidup keseharian kita. “ 39 c. Prof. Dr. HM. Djawad Dahlan “Kesalehan Sosial adalah mutu atau kualitas kebaikan individu yang berpangkal pada berbagai istilah, seperti manusia kaffah, khalifah fil- ardli, muttaqin, shalihin, mu’minin, syakirin, dan muflihin.” 40 d. Prof. Dr. H. Dadang Kahmad, MS. “Kesalehan Sosial adalah aktualisasi atau perwujudan iman dalam praksis kehidupan sosial.” 41 e. Dr. KH Miftah Faridl 38 Mustafa Bisri, “Menimbang Arti Kesalehan Sosial,” artikel diakses tanggal 28 Februari 2007 dari http:www.kesalehansosial.blogspot.com 39 Muhammad Sobary, “Kesalehan Sosial, Kesalehan Ritual,” artikel diakses tanggal 28 Februari 2001 dari http:www.kesalehansosial.blogspot.com 40 Djawad Dahlan, dkk., Kumpulan Makalah Nilai dan Aplikasi Kesalehan Sosial dalam Kehidupan Bermasyarakat T.tp: Pemerintah Provinsi Jawa Barat, 2005, h. 2 41 ibid “Kesalehan Sosial adalah perwujudan sifat masyarakat bertaqwa yang merupakan kesatuan utuh dari pengetahuan, sikap, serta nilai- nilai yang mempengaruhi cara berpikir dan bertindak.” 42 Keberadaan Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah diharapkan menjadikan Kesalehan Sosial mengalami “peningkatan”. Kata “peningkatan” berasal dari kata dasar “tingkat” dan mendapatkan awalan “pe” dan akhiran “an”. Kata “peningkatan” dapat diartikan dalam beberapa kondisi yaitu : a Menginjak, menaiki atau memanjat b Naik dalam berbagai hal seperti meninggi, membumbung, dan menaik c Beralih kepada peristiwa atau masa d Menjadi bertambah banyak. 43 Peningkatan Kesalehan Sosial adalah penambahan kualitas maupun kuantitas kesalehan seseorang secara sosial melalui interaksi terencana maupun insidental yang akan menimbulkan dampak sosial bagi subjek pelaksana kegiatan Kesalehan Sosial maupun objek kegiatan Kesalehan Sosial. Kesalehan Sosial mendapatkan tempat yang sangat diperhitungkan dalam aktifitas umat Islam, khususnya di Jawa Barat. Dalam berbagai kesempatan, Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan hampir tidak pernah terlewatkan untuk menyampaikan pentingnya menumbuhkan sikap Kesalehan Sosial yang merupakan salah satu esensi atas makna visi pembangunan Jawa Barat yaitu, Jawa Barat dengan iman dan taqwa 42 ibid 43 Poerwadarminta, Kamus Umum, h. 1077-1078 sebagai provinsi termaju di Indonesia dan mitra terdepan ibu kota negara tahun 2010 . “Konsep-konsep ‘Kesalehan Sosial’ Jawa Barat diharapkan tidak hanya berhenti pada tataran konsep dan tuntutan konstitusional seperti yang termaktub dalam Perda No. 12002 tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah Propeda mengenai visi Jawa Barat,” 44 tapi langsung disosialisasikan dan implementasikan dalam kerja nyata. Hal itulah yang kemudian mendorong Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat melakukan banyak seminar dan lokakarya yang melibatkan ormas-ormas Islam Jawa Barat sebagai ujung tombak realisasi konsep Kesalehan Sosial, salah satunya yang diikuti oleh penulis berupa “Sosialisasi dan Implementasi Kesalehan Sosial di Jawa Barat Tahun 2005” yang dilaksanakan di Cianjur. Salah satu bentuk perwujudan konsep ini adalah dengan membuat akselerasi 5 lima agenda utama Jawa Barat yaitu : a Peningkatan kualitas dan produktifitas Sumber Daya Manusia Jawa Barat b Pengembangan struktur perekonomian daerah yang tangguh c Pemantapan kinerja pemerintah daerah d Peningkatan implementasi pembangunan berkelanjutan 44 Nu’man Abdul Hakim, “Menggali Visi Kesalehan Sosial Gubernur Jabar,” artikel diakses tanggal 28 Februari 2007 dari http:www.pikiran-rakyat.com e Peningkatan kualitas kehidupan sosial yang berdasar agama dan budaya daerah. 45 Program Kesalehan Sosial Jawa Barat dapat dilihat dari akselerasi agenda utama yang kelima. 2. Wilayah Kesalehan Sosial Kata kesalehan setelah digabung dengan sosial tentunya mempunyai wilayah yang sangat luas karena semua aspek yang berkembang dalam masyarakat dapat menjadi bagian dari masalah sosial. Namun secara garis besar wilayah Kesalehan Sosial sejalan dengan perbaikan islah yang diupayakan melalui Al-Quran. Menurut Prof. Dr. Muhammad Abdul Azhim, seorang ahli ilmu Al-Quran dan Sunnah, upaya islah yang dilakukan Al-Quran yang sejalan dengan wilayah Kesalahen Sosial dapat dinilai dari beberapa segi antara lain : a. Kesalehan Sosial dalam Pemantapan Akidah islahul ‘aqoid 46 Al-Quran seringkali menyandingkan kata iman dan amal shaleh dalam satu kalimat. Hal itu menunjukkan betapa kedua hal tersebut baik Kesalehan Ritual ritual piety dan Kesalehan Sosial social piety menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Berbicara mengenai Kesalehan Ritual dalam hal ini “iman” harus berimplikasi amal shaleh. Begitu juga sebaliknya, untuk mengaplikasikan Kesalehan Sosial dalam hal ini “amal shaleh” harus dilandasi oleh 45 Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Sosialisasi Implementasi Kesalehan Sosial di Jawa Barat , T.tp: T.pn., 2005 46 Dahlan, dkk., Kumpulan Makalah, h. 2 akidah yang kokoh sehingga perjalanan dunia akhirat menjadi seimbang dan responsible. b. Kesalehan Sosial dalam Pemantapan Ibadah islahul ‘ibadah 47 Banyak barometer yang dapat digunakan dalam Islam. Salah satunya adalah kesalehan seseorang atau kelompok dapat dilihat dari shalatnya. Apabila shalatnya berhasil memenuhi patokan-patokan yang telah ditetapkan seperti pengaturan shaff, pemilihan imam, maupun aplikasi ritual shalatnya, maka dapat dipastikan orang atau kelompok tersebut merupakan orang atau kelompok yang juga shaleh secara sosial. Sebaliknya jika orang atau kelompok tersebut mengalami hambatan dalam kehidupan sosial, bisa jadi salah satu penyebabnya adalah terdapatnya kesalahan dalam shalatnya. Untuk itulah Kesalehan Sosial erat kaitannya dengan pemantapan ibadah. Semakin intensif ibadah seseorang seharusnya dia semakin shaleh secara sosial. c. Kesalehan Sosial dalam Pemantapan Akhlak islahul akhlak 48 Barometer lain yang dapat digunakan dalam Islam adalah “apabila hari ini lebih baik dari kemarin, maka kita tergolong orang yang beruntung. Apabila hari ini sama dengan hari kemarin maka kita tergolong orang yang rugi. Dan apabila hari ini lebih buruk dari hari kemarin maka kita tergolong orang yang mal’un atau dilaknat oleh Allah SWT ”. 47 ibid 48 ibid Umat Islam secara individu mempunyai potensi untuk melakukan perbaikan dan peningkatan ibadah yang dilakukan setiap harinya. Ibadah itu tidak hanya yang mahdhah, tetapi juga yang ghair mahdhah seperti perbaikan akhlak sebagai misi awal diturunkannya Rasulullah Muhammad SAW. Potensi Kesalehan Sosial tentunya berbanding lurus dengan pemantapan akhlak karena secara sosial, keinginan untuk menjadikan hari ini lebih baik dari hari kemarin menjadikan optimalisasi pemantapan akhlak menjadi lebih besar. d. Kesalehan Sosial dalam Kehidupan Bermasyarakat islahul ijtima’ 49 Al-Quran memberikan banyak seruan untuk kita melakukan Kesalehan Sosial dalam berkehidupan di masyarakat. Berlomba-lomba dalam kebaikan fastabaqulkhairaat, tolong menolong dalam kebaikan dan takwa ta’awun ‘ala al-Birri wa at-taqwa, silaturahmi, egality , dan berbagai norma sosial adalah contoh betapa pentingnya kehidupan bermasyarakat sebagai modal untuk melakukan Kesalehan Sosial yang dapat menguntungkan semua pihak dalam masyarakat tersebut. e. Kesalehan Sosial dalam Pemantapan Politik islahus siyasah 50 Wilayah politik tidak dikesampingkan sebagai bagian penting dalam penerapan Kesalehan Sosial. Konsep musyawarah, demokrasi, hak asasi manusia, dan keadilan menjadi kampanye penting bagi 49 ibid 50 ibid penerapan kehidupan politik yang shaleh. Intervensi Kesalehan Sosial dalam daerah politik membuktikan bahwa politik tidak selamanya buruk, tapi dapat ditata sesuai koridor yang telah digambarkan melalui dalil-dalil Al-Quran maupun Sunnah. f. Kesalehan Sosial dalam Kehidupan Ekonomi islahul mal 51 Islam mengakui adanya hak individu setiap orang dalam mengelola harta. Namun proses mendapatkan dan menggunakan harta perlu mempertimbangkan Kesalehan Sosial dimana dalam harta kita ada hak orang lain yang harus dikeluarkan, baik berupa pengeluaran wajib seperti zakat maupun yang tidak wajib seperti infak, shadaqah, dan wakaf. Selain itu Kesalehan Sosial juga ditopang dengan menghindari hal-hal tercela seperti riba, korupsi, kolusi, khianat, dzalim, atau tindakan penipuan sebagai motif meraih keuntungan dalam ekonomi. g. Kesalehan Sosial dalam Kedudukan Wanita islahun nisa 52 Wanita ditempatkan dalam posisi yang terhormat dalam Islam. Al-Quran juga tidak lupa memberikan konsep mengenai kesetaraan gender, maupun perlindungan hak, martabat, dan kehormatan wanita. h. Kesalehan Sosial dalam Perdamaian Dunia islahul jaryi 53 51 ibid 52 ibid Kesalehan Sosial sebagai bagian dari perdamaian dunia dapat dilakukan dengan cara mencintai tanah air, merawat alam semesta, tidak melakukan eksploitasi sumber daya alam dan menghargai perjanjian yang telah dibuat dalam hubungan dengan Negara lain. 3. Indikator-indikator Kesalehan Sosial Setelah melihat wilayah Kesalehan Sosial yang dipaparkan oleh Prof. Dr. Muhammad Azhim di atas, dapat diambil benang merah untuk menentukan indikator Kesalehan Sosial. Indikator-indikator ini adalah implementasi kedelapan upaya islah di atas. Secara umum indikator Kesalehan Sosial tercantum dalam Tafsir Ruhul Bayan karya Ismail al- Buruswi yang minimal berupa : a. Tidak menyekutukan Allah b. Bekerja tanpa pamrih c. Bersih dari sikap riya, ujub dan ingin dipuji d. Mengikuti jejak langkah dan sunnah Rasulullah SAW e. Mengajak yang ma’ruf dan mencegah perbuatan munkar f. Hatinya terbuka untuk menerima kebenaran, lidahnya terjaga, punya perangai baik g. Memberi manfaat kepada sesama manusia h. Mementingkan kepentingan orang lain i. Terbinanya ukhuwah Islamiyah 53 ibid j. Terwujudnya kesetiakawanan sosial berupa kasih sayang, ingin menolong dan memberi. 54 4. Potensi dan Masalah Kesalehan Sosial sebagai implementasi dari Kesalehan Ritual tentunya tidak dapat begitu saja dilakukan dengan tanpa adanya masalah. Namun masalah-masalah yang dihadapi berbanding terbalik dengan potensi-potensi yang ada yang memungkinkan intensitas Kesalehan Sosial semakin terasa. Berikut ini adalah potensi dan masalah yang dihadapi umat Islam dalam mengoptimalkan aplikasi Kesalehan Sosial. a. Potensi 1 Indonesia adalah Negara dengan penduduk yang beragama Islam mayoritas, malah terbanyak di dunia. Ajaran-ajaran agama Islam yang disampaikan oleh para pendakwah menjadikan umat Islam yang mayoritas tersebut terkena efek positif akan pelaksanaan ajaran-ajaran Islam salah satunya adalah aplikasi Kesalehan Sosial. 2 Agama Islam adalah agama yang sangat memperbolehkan ikhtilaf yang dapat saja muncul karena perbedaan cara pandang dan interpretasi. Ikhtilaf yang merupakan rahmat tersebut tentu saja tidak selamanya buruk karena terdapat segi positif yang berpotensi mendorong implementasi Kesalehan Sosial. Ikhtilaf yang muncul dapat menjadi alasan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. 54 ibid 3 Kehidupan di era yang modern seperti sekarang ini memunculkan banyak kesempatan untuk berbuat lebih bagi kemajuan individu maupun kelompok. Apabila modernisasi ini digunakan untuk kepentingan-kepentingan yang baik, bisa jadi Kesalehan Sosial akibat banyaknya aktifitas tambahan melalui modernisasi ini semakin banyak dilakukan. 4 Potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia di Indonesia sangat mendukung tingginya kemungkinan aplikasi Kesalehan Sosial. Misalnya, jutaan rakyat Indonesia yang mengenyam pendidikan, usaha, perdagangan, pertanian, atau kegiatan apapun yang mengoptimalkan kedua sumber daya tersebut menjadikan Indonesia secara otomatis merupakan pabrik potensial untuk melakukan Kesalehan Sosial. 5 Potensi ekonomi yang tinggi, seperti yang digambarkan misalnya dengan potensi zakat yang tinggi yang dapat mencapai triliyunan rupiah atau banyaknya minat melaksanakan ibadah haji meskipun dalam keadaan krisis ekonomi menjadi sebuah ilustrasi bahwa betapa kemungkinan masyarakat untuk berbuat shaleh secara sosial sebenarnya besar, asal dioptimalkan secara serius dengan sebaik- baiknya. b. Masalah 1 Ikhtilaf yang terjadi antar umat Islam karena pemikiran yang berbeda seperti yang dikatakan sebelumnya tidak semuanya negatif, namun perbedaan itu bukan berarti tanpa masalah karena tidak jarang antar kelompok saling menyalahkan. Apabila yang dipermasalahkan adalah masalah yang esensial dalam Islam tentu tidak dapat disalahkan, namun apabila yang dipermasalahkan adalah masalah furu’iyah, maka ikhtilaf berpotensi menjadi malapetaka bagi aplikasi Kesalehan Sosial. 2 Modernisasi yang disatu sisi merupakan potensi yang mendukung bagi aplikasi Kesalehan Sosial juga mempunyai dampak yang begitu menghambat. Meningkatnya angka kriminalitas akibat dunia yang semakin modern adalah salah satu contoh betapa modernisasi juga dapat dijadikan sebagai “kesalahan sosial” bagi sebagian orang yang sangat mungkin pelakunya adalah orang Islam akibat efek “mayoritas”. 3 Saat ini yang terjadi antara kesalehan pribadi dan Kesalehan Sosial seolah berbanding terbalik. Betapa tidak, masih banyak di sekitar kita fenomena individu yang shaleh dalam ritual pribadinya seperti rajin shalat, tidak pernah terlewat puasa fardlu ataupun sunnah, bahkan beberapa kali naik haji, namun membiarkan tetangganya bermasalah dalam ekonomi. 4 Kurangnya sosialisasi bahwa Kesalehan Sosial tidak dapat dipandang sebelah mata sebagai bagian integral dari keimanan. Terkadang kita masih tanpa sadar menganggap wilayah Kesalehan Sosial masih sempit sehingga kita tidak tahu harus berbuat apa. Padahal apabila Kesalehan Sosial dikampanyekan sebagai sebuah gerakan, hasilnya mungkin akan lebih baik dari sekarang.

BAB III GAMBARAN SINGKAT TAREKAT QADIRIYAH NAQSABANDIYAH

DI CIOMAS

A. Sejarah Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah

Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah TQN merupakan perpaduan dari dua tarekat besar, yaitu Tarekat Qadiriyah dan Tarekat Naqsabandiyah. TQN didirikan oleh Syeikh Ahmad Khatib Ibn Abd. Ghaffar Al-Sambasi Al-Jawi w. 1878 M 55 . Beliau adalah seorang ulama besar dari Indonesia yang tinggal sampai akhir hayatnya di Mekkah. 56 Beliau berangkat ke Mekkah pada usia 19 tahun untuk belajar keilmuan Islam termasuk tasawuf. Lama di sana menjadikan posisi beliau semakin diperhitungkan oleh teman-temannya, bahkan beliau menjadi Imam Besar Masjidil Haram serta menjadi tokoh yang berpengaruh di seluruh Indonesia. 57 Beliau belajar pada banyak guru diantara adalah Syeikh Daud bin Abdullah bin Idris al-Fatani, Syeikh Syamsuddin, Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari, Syeikh Abdullah al-Shomad al-Palimbani, Syeikh Abdul al-Hafidz Ajami, Syeikh Muhammad Shalih Rays, Syeikh Umar bin Abdul al-Karim bin Abdul al-Rasul al-Attar Syeikh Rays dan Syeikh al- Attar merupakan mufti Syafi’i yang juga pernah menjadi guru sahabatnya semasa di Mekkah yaitu Muhammad bin Ali al-Sanusi pendiri Tarekat Sanusiyah dan Muhammad Utsman al-Mirghani pendiri Tarekat Khatimiyah. Beliau juga rajin mengikuti ceramah Syeikh Bisri al-Jabati, seorang mufti Maliki, Sayyid Ahmad al-Marzuki, seorang mufti Hanafi, 55 “Pengertian Tasawuf,” http:www.suryalaya.org 56 Sri Mulyati, et al., Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia Jakarta: Prenada Media, 2005, h. 253 57 ibid