BAB IV ANALISA PENINGKATAN KESALEHAN SOSIAL IKHWAN TAREKAT
QADIRIYAH NAQSABANDIYAH DI CIOMAS
A. Kegiatan-kegiatan Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Ciomas
Agama tidak hanya dijadikan sebagai kepercayaan untuk menyembah Sang Pencipta. Lebih dari itu, agama dianggap mampu menjawab masalah-
masalah sosial kemasyarakatan yang tidak jarang membuat masyarakat gamang dalam menentukan arah hidup.
Manusia sebagai makhluk sosial tentunya tidak akan menganggap agama sebagai kepercayaan individu. Manusia butuh teman untuk
mempercayai agama yang dijadikan media sharing atau sekedar bertanya tentang kepercayaan yang selama ini dianut. Terlepas dari kentalnya doktrin
agama untuk mengikat hati para pengikutnya, ternyata agama berpotensi untuk menciptakan komunitas sosial. Komunitas itu bisa terjadi karena satu rasa
senasib sepenanggungan, satu daerah, satu pekerjaan, atau satu kiblat. Syari’ati mengklasifikasikan komunitas sosial ini dalam beberapa term yaitu :
1. Ummah, yaitu sebuah komunitas masyarakat yang hijrah dan saling
membantu satu sama lain agar mampu mencapai tujuan yang sama-sama dicita-citakan.
2. Nation, yaitu sebuah komunitas sosial dalam masyarakat yang terbentuk
karena ras, kekerabatan, atau kesatuan daerah.
3. Qabilah, yaitu sebuah komunitas sosial masyarakat yang terdiri dari
sekumpulan individu yang bersepakat untuk menunjuk satu tujuan atau satu kiblat dalam kehidupan mereka.
4. Qaum, yaitu sebuah komunitas sosial kemasyarakatan yang bertujuan
untuk menyelesaikan suatu aktifitas dengan cara berserikat. 5.
Sya’b, yaitu sebuah komunitas sosial yang terbentuk sebagai cabang dari satu komunitas lain.
6. Thabaqah, yaitu sebuah komunitas sosial yang mempunyai pola hidup,
pekerjaan, dan pendapatan yang nyaris sama bahkan mungkin serupa. 7.
Mujtama’ atau Jami’ah, yaitu sebuah komunitas sosial yang berkumpul dalam suatu tempat.
8. Thaifah, yaitu sebuah komunitas sosial yang berkumpul dalam satu poros
atau zona tertentu. 9.
Race atau Ras, yaitu sebuah komunitas sosial yang tergabung karena kesamaan warna kulit, postur, darah, atau ciri-ciri jasmani lainnya
10. Masse atau Jumhur, yaitu sebuah komunitas sosial yang tersebar pada
suatu tempat tertentu 11.
People, yaitu suatu komunitas sosial yang menetap menempati suatu kawasan tertentu.
106
Terbentuknya komunitas sosial seperti disebutkan di atas juga dialami oleh para ikhwan Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah TQN. Dilandasi dengan
pencapaian tujuan yang sama yaitu menentramkan hati dan taqarrub kepada
106
Nanih Machendrawati dan Agus Ahmad Syafe’i, Pengembangan Masyarakat Islam; dari ideology, strategi, sampai tradisi
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001, h. 6-7
Allah, TQN dapat menggandeng predikat qabilah seperti apa yang telah disampaikan Syari’ati di atas. Sistem perwakilan yang dianut oleh Yayasan
Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya sebagai basis TQN menjadikan Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya di kota-kota besar di
Indonesia mendapat term sya’b karena merupakan cabang dari sebuah komunitas.
Berbagai syarat yang dilewati oleh para ikhwan TQN dalam memenuhi kehausan spiritualnya membuat mereka mengatur perilaku di tengah-tengah
masyarakat sejalan dengan apa yang mereka dapatkan dalam TQN. Pengaturan perilaku ini membuat ikhwan TQN terdefinisi sebagai umat Islam
versi Jalaludin Rakhmat.
107
Tidak hanya sebagai pemeluk Islam, ikhwan TQN juga menjalankan ritus-ritus keagamaan, mengembangkan pengetahuan
tentang agama, dan langsung terlibat secara ideologis dengan ajaran Islam. Komunitas yang terbentuk oleh ikhwan TQN dapat disebut sebagai
persaudaraan sufi sufi brotherhood yang membentuk sebuah kelompok masyarakat dengan kesatuan aqidah sebagai pondasi, menjalankan secara
harmonis potensi akal dan wahyu, melakukan analisa perbaikan akhlak secara simultan, menyuburkan khazanah budaya Islam, melaksanakan
ibadah baik ritual maupun sosial, serta tidak lupa menerapkan prinsip- prinsip ekonomi sesuai norma Islam karena sebuah komunitas tidak dapat
lepas dari motif ekonomi.
108
Keterlibatan ikhwan secara individu tidak serta merta menjadi solusi
bagi segala segi kehidupannya khususnya ekonomi. Para ikhwan mau tidak mau tetap harus merubah lingkungan materialnya untuk mempertahankan
kelangsungan hidup dengan kegiatan-kegiatan yang berpotensi memperbagus tingkat ekonomi. Hal itu seolah menyepakati apa yang dipahami sebagai
107
ibid, h. 13
108
ibid, h. 18-19
zuhud menurut TQN, dimana zuhud bukan berarti meninggalkan keduniawian,
akan tetapi lebih pada menekan angan-angan dan bersikap realistis. “Namun kegiatan-kegiatan produktif tersebut sangat sulit untuk tercapai dengan potensi
ekonomi dan alat-alat produksi yang minim apabila kegiatan-kegiatan itu dilakukan perseorangan.”
109
Untuk itulah para ikhwan TQN Ciomas tertarik dalam memperbaiki struktur ekonomi dengan menjabarkan program-program
TQN ke dalam kegiatan-kegiatan produktif tersebut. Salah satu pusat penyebaran TQN di Ciomas terletak di Pondok
Pesantren Al-Barokah di bawah pimpinan K.H. Ali Nurdin H. Udin. Watak pengusaha H. Udin semakin mendukung pembentukan solidaritas mekanik
para ikhwan dengan memunculkan kesadaran kolektif collective conscience mereka dalam dasar saling percaya namun tetap terikat pada norma-norma
yang tersurat maupun tersirat melalui lembaga pesantren. Pada awalnya seperti halnya situasi khas solidaritas mekanik, maka dalam perwujudan
kegiatan-kegiatan perbaikan ekonomi pasti akan adanya hukum-hukum yang bersifat represif yang menekan potensi individu. Namun demi tujuan yang
lebih baik dan hasil yang lebih merata kesadaran kolektif ini membawa para ikhwan
ke dalam wacana baru untuk memulai ide perwujudan kegiatan- kegiatan produktif.
110
Seperti yang dipaparkan H. Udin “…kalau ikhwan pengen
maju mah kadang-kadang kudu dipaksa, soalnya kan rata-rata tingkat ekonomi ikhwan sini mah menengah ke bawah, ada yang jadi supir angkot,
kuli bangunan, nu yang nganggur juga banyak, jadinya mesti patungan kalau
109
Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jakarta: PT Gramedia, 1988, Jilid 1, cet. II, h. 134
110
ibid, h.182-183
mau bikin usaha. Untung aja pada mau soalnya sadar kalau cuma dzikir doang nggak bakalan ningkat-ningkat
ekonomi teh.”
111
Pola-pola normatif agama dan budaya tentunya membatasi ide-ide ikhwan
tersebut dalam mewujudkan gagasannya
112
. Namun dengan semangat yang tinggi, akhirnya sebuah konsensus dicetuskan yaitu dengan membuat
sebuah “koperasi” dengan tetap menyandingkan nama pesantren di belakangnya menjadi Koperasi Al-Barokah. Ide untuk membuat koperasi
inipun disambut baik oleh H. Khoerullah H. Khoer, seorang ikhwan TQN di Ciomas, seperti yang dipaparkannya : “…awalnya sih memang bingung
nentuin usaha apa yang cocok dengan latar belakang Islam, TQN, terus
ikhwan yang pas-pasan. Tapi pas H. Udin ngusulkeun mengusulkan bikin
koperasi, para ikhwan yang hadir langsung pada setuju, komo deui apalagi pasarna
jelas”.
113
Tindakan sosial jenis ini menurut Weber tergolong dalam tindakan sosial tipe Rasionalitas Instrumental Zweckrationalität
114
karena rasionalitas dalam penentuan jenis usaha, alat yang digunakan, tujuan yang ingin dicapai,
hambatan-hambatan yang mungkin ada benar-benar dikedepankan sebagai penentuan untuk mencapai konsensus.
Untuk menghargai ikatan secara psikologis dengan TQN, H. Udin memanfaatkan santri-santrinya sebagai pengelola koperasi dan secara terang-
terangan H. Udin memastikan bahwa segala usaha yang dimiliki oleh Pondok
111
Wawancara Pribadi dengan K.H. Ali Nurdin, Pimpinan Pondok Pesantren Al-Barokah Ciomas Bogor, Bogor, 10 Desember 2007
112
ibid, h. 188
113
Wawancara Pribadi dengan H. Khoerullah, Ikhwan TQN Ciomas Bogor, Bogor, 10 Desember 2007
114
Johnson, Teori Sosiologi, Cet. II., h. 220
Pesantren Al-Barokah pengelolanya harus ikhwan TQN, seperti yang H. Udin katakan : “…wah gak enak dong, Al-Barokah kan sudah sering didatangi oleh
wakil talqin sebagai salah satu tempat yang aktif mengadakan manaqiban, makanya sebagai tanda loyalitas dan pemberdayaan ikhwan, yang ngelola
usaha, mau koperasi ataupun usaha-usaha lain yang nanti ada harus dipegang sama ikhwan TQN. Semuanya udah setuju kok kayak gitu.”
115
Senada dengan H. Udin, Ust. Fahrurrozi Ust. Oji, seorang ikhwan aktif pun menyetujui apabila kegiatan-kegiatan usaha Pondok Pesantren Al-
Barokah dikelola oleh ikhwan, dengan alasan bahwa masalah kepercayaan antar ikhwan sudah tidak perlu diragukan lagi : “…kayaknya kalau dikasih ke
yang lain nggak jamin deh, lagian repot, harus nyeleksi lah, tahu latar belakangnya lah. Tapi kalau yang megang ikhwan TQN mah percaya, soalnya
tiap hari ketemu, terus rumahnya juga nggak pada jauh, apalagi santri yang ngobong boarding sama ngaji di sini.”
116
Pada awalnya koperasi yang dibuat di Pondok Pesantren Al-Barokah berjenis koperasi penyedia jasa. Secara sadar ikhwan-ikhwan yang ikut andil
dalam menanamkan modal menyepakati bentuk usaha koperasi yang akan mereka laksanakan adalah dalam bidang transportasi, yaitu menyediakan
sarana Angkutan Kota angkot. Sesuai perjanjian, ikhwan yang bekerja sebagai supir angkot akan menyisihkan penghasilannya dengan jumlah
prosentase yang telah ditentukan. Hasil pengumpulan dana itu kemudian akan dibelikan angkot kembali yang nantinya dapat menjadi milik penanam modal.
Misalnya ikhwan yang memberi modal sejumlah 10 orang, maka hasil
115
Wawancara Pribadi dengan K.H. Ali Nurdin
116
Wawancara Pribadi dengan Ust. Fahrurrozi, Ikhwan TQN Ciomas Bogor, Bogor, 11 Desember 2007
pengumpulan dana supir angkot akan dibelikan angkot satu persatu. Sebelum angkot yang dibeli mencapai 10 unit sama dengan jumlah pemodal, maka
angkot itu masih menjadi milik koperasi untuk terus dikelola. Namun apabila jumlah angkot sudah mencapai 10 unit, maka angkot itu akan menjadi milik
pemberi modal masing-masing satu unit. Dari contoh kegiatan di atas, kita dapat mengetahui bahwa apa yang
dilakukan ikhwan TQN di Ciomas sudah memasuki wilayah Kesalehan Sosial. Meskipun tidak semua wilayah terjangkau, setidaknya koperasi jenis jasa ini
telah memberikan manfaat bagi ikhwan sendiri maupun masyarakat pada umunya selaku konsumen angkot.
Para ikhwan menyadari bahwa keadaan sosial mereka sebelum bergabung dengan TQN seperti menemui jalan buntu. Kelemahan masing-
masing baik berupa materi, intelektualitas, relasi, maupun interaksi sosial menjadikan kehidupan sosial mereka jalan di tempat. Namun setelah
bergabung dengan TQN, meskipun belum sepenuhnya merubah status ekonomi menjadi seperti yang diharapkan, namun setidaknya telah berhasil
memperbaiki taraf hidup dengan kegiatan yang lebih produktif, seperti yang dikatakan oleh Ust. Oji : “…dulu mah boro-boro kepikiran buat bikin usaha.
Tapi setelah ikutan TQN, kayaknya terbentuk ikatan batin yang potensial. Orangnya banyak, sayang kalau nggak dimanfaatkan buat hal-hal yang
positif. Ya hasilnya udah lumayan lah dibandingkan dulu.”
117
117
ibid
Berbeda dengan Ust. Oji yang selain pemodal juga bertindak sebagai supir angkutan, H. Udin menganggap usaha angkutan merupakan kegiatan
jangka panjang yang tidak perlu dijadikan prioritas perbaikan ekonomi ikhwan : “…buat sebagian ikhwan yang rangkap jadi pemodal sekaligus supir sih
pasti dapat duitnya agak banyakan. Tapi kan nggak semua ikhwan jadi pemodal; yang bisa nyetir aja paling cuma beberapa orang. Makanya saya
sih nganggap usaha angkot ini mah jadi program jangka panjang aja. Sambil nunggu kan bisa bikin usaha lain.”
118
Sebagai pebisnis, relasi yang telah dibangun oleh H. Udin membuahkan hasil. Koperasi Pondok Pesantren Al-Barokah melalui H. Udin
akhirnya berhasil menjalin kerjasama dengan Bank Bukopin untuk membuka divisi syariah Bank Bukopin yang berbasis koperasi. Nama yang disepakati
untuk usaha ini adalah “Swamitra Syariah Koperasi Pondok Pesantren Al- Barokah”. Dari usaha inilah akhirnya Koperasi Pondok Pesantren Al-Barokah
mengembangkan potensi Kesalehan Sosialnya yang bermanfaat bagi masyarakat umum.
Pada pembukaan perdananya, Swamitra Syariah Koperasi Pondok Pesantren Al-Barokah menarik banyak animo masyarakat untuk menabung
atau meminjam dana karena syarat-syarat yang lebih mudah dibandingkan bank syariah lainnya. Salah satu yang hadir dalam pembukaan itu adalah Drs.
H. Akbar, Ketua Bidang Dakwah Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya Perwakilan Bogor. Pada kesempatan lain K.H. Drs. Akbar memuji
kegiatan Koperasi Pondok Pesantren Al-Barokah sebagai sebuah langkah
118
Wawancara Pribadi dengan K.H. Ali Nurdin
maju bagi TQN dan peningkatan Kesalehan Sosial, seperti yang dikatakan beliau : “...perkembangan Pondok Pesantren Al-Barokah sebagai salah satu
tempat yang aktif menyelenggarakan ritual TQN nampaknya telah mencapai hasil yang menggembirakan. Setelah sempat gagal dalam membuat lembaga
pendidikan formal, Al-Barokah dengan leader yang mempunyai relasi yang luas menjadikan ikhwan TQN Ciomas menjadi selangkah lebih maju karena
selain bermanfaat bagi perbaikan ekonomi ikhwan, usaha-usaha yang dilakukan baik berupa usaha angkutan maupun Swamitra Syariah juga
sebagai langkah nyata perwujudan Kesalehan Sosial ikhwan TQN bagi masyarakat sekitarnya.”
119
Sama halnya dengan kegiatan usaha angkutan yang dikelola Koperasi Pondok Pesantren Al-Barokah, Swamitra Syariah Koperasi Pondok Pesantren
Al-Barokah pun dikelola oleh ikhwan TQN. Tidak hanya usaha milik koperasi Pondok Pesantren Al-Barokah,
usaha-usaha pribadi H. Udin seperti toko onderdil motor, pijat refleksi, pencucian mobil, perusahaan air mineral, dan warung juga menjadi
keuntungan tersendiri bagi ikhwan karena secara otomatis H. Udin akan merekrut karyawan untuk mengelola usahanya dari ikhwan TQN.
Swamitra Syariah Koperasi Pondok Pesantren Al-Barokah juga semakin memantapkan eksistensinya sebagai media peningkatan Kesalehan
Sosial dengan membuka pembayaran rekening telepon dan listrik online se- Jawa. Hal ini semakin memudahkan masyarakat Kecamatan Ciomas untuk
membayar rekening listrik maupun telepon karena tempat yang biasa dijadikan
119
Wawancara Pribadi dengan K.H. Akbar, Ketua Bidang Dakwah Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya Perwakilan Bogor, Bogor, 11 Desember 2007
tempat pembayaran rekening listrik dan telepon lainnya sering mengalami gangguan dan antrian yang panjang.
Selain dalam hal ekonomi, TQN di Kecamatan Ciomas juga melembagakan diri dalam pendidikan non-formal berupa pondok pesantren.
Dunia pendidikan juga merupakan bidang sosial yang kaya akan nilai-nilai Kesalehan Sosial.
Pondok Pesantren Al-Barokah yang merupakan pesantren TQN secara kurikulum mungkin sama dengan standar kurikulum pesantren pada
umumnya. Nilai Kesalehan Sosial pesantren sebagai lembaga pendidikan dapat dilihat dari interaksi antar santri maupun santri dengan ustadz. Sikap
saling menghormati, toleransi, dan disiplin merupakan modal utama bagi pengembangan kepribadian santri agar mereka siap mengimplementasikan
kesalehan ritual mereka dengan peningkatan ibadah dan akhlak dalam Kesalehan Sosial sehari-hari.
Khas pesantren TQN terletak pada intensitas dzikir yang dominan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dzikir mampu membuat hati
tentram, tenang, dan berpotensi membuat otak selalu berpikir jernih. Efek dari dzikir itulah yang diharapkan menjadi pintu bagi terbentuknya kesadaran akan
peningkatan Kesalehan Sosial. Dibandingkankan dengan hati yang bermasalah, hati yang tenang tentunya lebih berpeluang untuk melakukan
Kesalehan Sosial. Dan Apabila Kesalehan Sosial sudah dilakukan melalui program yang terencana dan terlembaga, maka dapat dipastikan bahwa orang-
orang yang terlibat di dalamnya secara langsung terlibat dalam melakukan aktifitas Kesalehan Sosial.
B. Indikator Peningkatan Kesalehan Sosial