maupun naskah dalam bahasa Jawa dan Sumatera. Temuan ini juga memperlihatkan adanya pertentangan dua kubu di atas.
29
Namun dari semua temuan yang sekarang disimpan di bibliotek Leiden Belanda dan perpustakaan Ferrara Italia tersebut disimpulkan oleh
Steenbrink bahwa tasawuf pertama yang berkembang di Jawa adalah kolaborasi yang dibawa Al-Ghazali yang mementingkan pelaksanaan
syariah dibandingkan konsep milik Ibnu ‘Arabi tentang wihdat al-wujud.
30
Tarekat-tarekat yang berkembang di Indonesia antara lain Tarekat Qadiriyah, Tarekat Naqsabandiyah, Tarekat Syadziliyah, Tarekat
Rifa’iyah, Tarekat Tijaniyah, Tarekat Sanusiyah, termasuk Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah TQN.
5. Macam-Macam tarekat
Dari sejarah perkembangan tarekat yang telah dibahas sebelumnya, dapat dilihat bahwa meskipun Al-Ghazali berhasil mengislahkan
pendangan dua kubu, namun tetap saja benih-benih perseteruan antar keduanya berkembang tanpa dapat dimonitor. Dari permasalahan itulah
akhirnya timbul upaya seleksi agar pergerakan tarekat dapat dikontrol. Hasil seleksi itu adalah pengklasifikasian tarekat ke dalam dua bagian
yaitu mu’tabarah sah dan ghairu mu’tabarah tidak sah. Tentunya untuk mencapai predikat mu’tabarah bagi sebuah tarekat
harus memiliki beberapa kriteria. Setidaknya ada dua kriteria utama bagi sebuah tarekat untuk mencapai predikat mu’tabarah tersebut yaitu :
29
Bakhtiar, Tasawuf dan Gerakan Tarekat, h. 66-67
30
ibid
a Ajaran-ajaran tarekat tersebut harus sesuai syariat yang digariskan Al-
Quran dan Sunnah. Hal ini penting karena hanya dengan dikembalikan pada Al-Quran dan Sunnahlah ajaran-ajaran sebuah tarekat bisa
dikatakan menyimpang atau tidak dari ajaran Islam. b
Wirid yang diamalkan adalah warisan yang tidak terputus mulai dari nabi Muhammad SAW dan seterusnya sampai mursyid terakhir tarekat
tersebut. Hal ini dapat dijadikan sebuah indikasi bahwa wirid yang diamalkan tarekat tersebut benar-benar terbukti pada garis ajaran dan
sanad ke-mursyid-an yang benar.
31
Dari kriteria-kriteria di ataslah beberapa tarekat melakukan terobosan dengan menjalin koordinasi dalam sebuah wadah organisasi.
Maka sejak tahun 1950-an dibentuklah suatu organisasi yang memayungi predikat mu’tabarah tarekat-tarekat itu yang dikenal dengan nama
Jam’iyah Ahlal-Thariqah al-Mu’tabarah .
32
Tidak sebatas organisasi itu, bahkan di Mesir, pembinaan dan koordinasi antar tarekat dilakukan di bawah bimbingan Departemen
Bimbingan Nasional Wizarah al-Irsyad al-Qaumi, agar hak-hak para pengikut tarekat untuk dilindungi dan mengembangkan potensi dapat tetap
berjalan secara tertib.
33
6. Hubungan Tarekat dengan Kesalehan Sosial