Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kejadian Persalinan Patologis Hubungan Perilaku Ibu dengan Kejadian Persalina Patologis

5.2 Hubungan Paritas Ibu dengan Kejadian Persalinan Patologis

Paritas merupakan suatu kemampuan dari seorang wanita untuk melahirkan anak. Berdasarkan data yang terkumpul pada Rumah Sakit Sari Mutiara Medan, dari 40 responden melahirkan 82,5 mempunyai anak antara satu sampai tiga orang selebihnya lebih dari tiga. Bila dilihat dari jenis persalinan, seksio sesario lebih banyak pada paritas ibu kurang dari tiga yaitu 37,5. Dari hasil uji Fisher Exact diperoleh hasil P= 0,591 P0,05 yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara paritas dengan kejadian persalinan patologis. Penelitian ini berbeda dengan yang dilakukan Siti Mulidah 2002 yang menyatakan ada hubungan antara paritas dengan persalinan patologis. Tidak adanya hubungan antara paritas dengan kejadian persalinan pada penelitian ini kemungkinan karena paritas responden yang diteliti sebagian besar mempunyai paritas dari tiga.

5.3 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kejadian Persalinan Patologis

Tingkat pendidikan merupakan jenjang dalam penyelesaian proses pembelajaran secara formal. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang diharapkan pengetahuan maupun perilakunya juga makin baik. Dengan pendidikan yang makin tinggi, maka informasi dan pengetahuan yang diperoleh juga makin banyak, sehingga perubahan perilaku kearah yang baik diharapkan dapat terjadi. Namun dalam kenyataannya tingginya tingkat pendidikan tidak selalu diikuti oleh pengetahuan maupun perilaku yang baik. Dari data yang dikumpulkan dari 40 responden pada umumnya pendidikan SLTA 90 . Bila dilihat dari jenis persalinan, 45 ibu mengalami tindakan seksio sesaria, 41,65 . Berpendidikan SLTA. Dari hasil uji Fisher Universitas Sumatera Utara Exact diperoleh hasil P=0,622 P0,05 yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan kejadia persalinan patologis. Karena responden yang diteliti, lebih banyak pada kelompok yang berpendidikan SLTA. Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan Soekiman, 2002 tidak adanya hubungan karena yang diteliti rata-rata berpendidikan SLTA.

5.4 Hubungan Perilaku Ibu dengan Kejadian Persalina Patologis

Perilaku merupakan cerminan dari pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang terhadap sesuatu. Jadi walaupun tingkat pendidikan formal seseorang tinggi, belum tentu memiliki perilaku yang baik. Perilaku lebih ditentukan dari pengetahuan seseorang tentang sesuatu, respons terhadap apa yang dihadapi yang selanjutnya akan di aplikasikan dalam suatu tindakan. Pada penelitian ini 76,5 respons berperilaku buruk selama kehamilan yang meliputi kunjungan, asupan gizi selama hamil, senam hamil dan berperilaku hidup sehat. Dari hasil uji Chi Square diperoleh P= 0,00 P 0,05 artinya ada hubungan signifikan antara perilaku dengan kejadian persalinan patologis.penelitan ini sesuai dengan penelitian Siti Mulidah 2003. Ibu yang berperilaku buruk selama kehamilan memiliki resiko 4,73 kali mengalami persalinan patologis dibanding yang berperilaku baik. Pada penelitian ini 52,5 ibu memeriksa kehamilan lebih dari empat kali. Kondisi ini menyebabkan kurang mendapat informasi tentang perawatan kehamilan, tidak terdeteksi secara dini masalah dan komplikasi selama kehamilan yang berakibat pada persalinan. Pemeriksaan lebih dari dua kali menjelang kelahiran dapat memperkecil kemungkinan persalinan patologis. Penelitian Nuchsan 2007 menyatakan bahwa tingginya persalinan patologis akibat Ante Natal Care ANC yang Universitas Sumatera Utara kurang dari empat kali. Menurut Sibuea 2007, persalinan patologis lebih banyak pada ibu yang melakukan perawatan antenatal. Aspek perilaku ibu yang lain adalah pola makan ibu yang teratur selama hamil yaitu makan tiga kali sehari dengan lunak yang bervariasi, misalnya daging, telor, tempe, tahu, ikanbasah maupun ikan asin ditambah makan satu gelas teh sayur tanpa kuah setiap kali makan. Pola makan dapat mempengaruhi berat badan wanita hamil. Berat badan normalnya akan naik kira-kira 6,5-16,5 kg dengan rata-rata 12,5 kg. Kenaikan berat badan ibu terjadi terutama dalam kehamilan 20 minggu terakhir Wikjosastro, 2002. Pada penelitian ini pola makan ibu masih ada yang lebih dari tiga kali dalam sehari yaitu sebanyak 27,5. Kondisi ini mengakibatkan janin besar, sehingga tidak dapat melewati jalan lahir. Melakukan senam hamil secara teratur, khususnya dua minggu menjelang persalinan juga dapat mempengaruhi persalinan berakhir dengan normal atau patologis. Supriatmaja dan Swardewa 2006 mengatakan melakukan senam hamil dapat memperlancar aliran darah dan mencegah terjadinya konstipasi sehingga pada akhirnya akan mempermudah lancarnya persalinan. Senam yang dianjurkan adalah berjalan di pagi hari, menggerak- gerakkan otot tubuh dan melakukan pergerakan otot-otot panggul misalnya mengepel sambil jongkok dan melakukan pekerjaan rumah tangga dengan jongkok. Hal ini bertujuan agar otot-otot panggul menjadi lemas dan elastis sehingga waktu melahirkan jalan lahir mudah teregang dan anak mudah lahir serta terhindar dari robeknya jalan lahir Bobak 2000. Pada penelitian ini 27,5 ibu sulit dilewati anak ketika mau lahir. Selain itu kakunnya jalan lahir menyebabkan nyeri yang meningkat, akhirnya ibu tidak tahan dan sulit Universitas Sumatera Utara berkoordinasi dengan penolong. Pada keadaan ini biasanya lebih sering persalinan berakhir dengan tindakan. Selama hamil ibu harus berperilaku hidup sehat,memeriksakan diri ke petugas kesehatan jika ada keluhan. Adanya keluhan seperti pening berlebihan, muka bengkak, kaki bengkak, penglihatan berkunang-kunang dan gerak anak kurang. Jika ibu segera diperiksa bila ada keluhan, kemungkinan persalinan patologis dapat dihindari. Pada penelitian ini hanya 5 ibu yang memeriksakan kehamilan ke petugas kesehatan bila ada keluhan. Selebihnya istirahat di rumah, makan obat tradisional dan beli obat di warung. Sehingga apabila ada keluhan tidak terdeteksi masalah yang ada sehingga berakibat pada kondisi ibu dan janin. Selain itu penulis berasumsi kurangnya kemauan petugas melakukan kunjungan rumah, untuk memberi penyuluhan, sehingga pengetahuan ibu kurang tentang perawatan kehamilan. Pemeriksaan laboratorium: Hb dan glucose dan protein urinen. Pemeriksaan ini penting untuk mengetahui tanda penyakit Diabetes dan Pre eklamasi pada kehamilan. Pemeriksaan Hb dan urine minimal 2 kali dilakukan selama kehamilan. Pada penelitian ini masih ada ibu hamil yang tidak memeriksakan Hb dan urine. Makan tablet zat besi selama kehamilan dianjurkan sejak umur kehamilan 20 minggu. Selama hamil terjadi perubahan volume darah secara fisiologis terjadi ibu hamil. Untuk kenaikan Hb bayi mencapau 18-22 ddesi liter. Ibu harus mentransfer zat besi 300 mg selama hamil. Defisiensi zat besi dapat mengakibatkan anemia, sehingga dalam persalinan mengakibatkan, kurang energi, gangguan his, perdarahan dan letharg mengakibatkan persalinan berakhir dengan patologis. Pada penelitian ini hanya 47,5 responden makan Universitas Sumatera Utara tablet besi sejak kehamilan 20 minggu, selebihnya tidak sesuai dengan anjuran. Keadaan ini dapat mengakibatkan kadar Hb kurang dari 11 gr. Selain itu 85 ibu makan sayur kurang dari satu gelas setiap makan, tidak makan buah sehingga reasorbsi zat besi tidak sempurna. Pada Kondisi Hb yang rendah oksigen ke janin berkurang, yang dapat mengakibatkan persalinan patologis.

5.5 Hubungan Asuhan Kala I dengan kejadian Persalinan Patologis.