BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masyarakat Batak terdiri dari beberapa etnik yaitu Toba, Simalungun, Karo, AngkolaMandailing dan Pakpak Dairi. Namun sekarang ini sebutan Batak
hanya ditunjukkan kepada masyarakat Batak Toba saja. Batak Toba adalah sub atau bagian dari suku bangsa Batak yang
wilayahnya meliputi Kecamatan Balige, Porsea, Habinsaran, Laguboti, Ajibata, Uluan, Borbor, Lumban Julu, Sigumpar, Silaen, Siantar Narumonda, Tampahan.
Silindung, Samosir, dan Humbang bukanlah Toba, karena 4 empat sub atau bagian suku bangsa Batak memiliki wilayah dan marga yang berbeda.
Pada 2008, keresidenan Tapanuli disatukan dalam Propinsi Sumatera Utara. Toba saat ini masuk dalam wilayah Kabupaten Toba Samosir yang ibu
kotanya Balige. Kabupaten Toba Samosir memiliki beberapa kecamatan yaitu : Ajibata,
Balige, Bonatua Lunasi, Borbor, Habinsaran, Laguboti, Lumban Julu, Nassau, Parmaksian, Pintu Pohan Meranti, Porsea, Siantar Narumonda, Sigumpar, Silaen,
Tampahan, dan Uluan dibentuk berdasarkan undang-undang No.12 Tahun 1998 tentang pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten
Mandailing Natal, di Daerah Tingkat I Propinsi Sumatera Utara. Kabupaten Toba Samosir ini merupakan pemekaran dari Daerah Tingkat II Kabupaten Tapanuli
Utara.
Falsafah dalam adat Batak Toba dikenal Dalihan Na Tolu yang terdiri dari :
1. Somba marhula-hula
2. Manat mardongan tubu
3. Elek marboru
• Hula-hulaMora adalah pihak keluarga dari istri. Hula-hula ini menempati
posisi yang paling dihormati dalam pergaulan dan adat istiadat Batak semua sub-suku Batak sehingga kepada semua orang Batak dipesankan
harus hormat kepada Hula-hula somba marhula-hula. •
Dongan TubuHahanggi disebut juga dengan sabutuha adalah saudara laki-laki satu marga. Arti harafianya lahir dari perut yang sama. Mereka ini
seperti batang pohon yang saling berdekatan, saling menopang, karena terlalu dekatnya kadang-kadang ada pertikaian di antara mereka. Namun,
pertikaian tidak membuat hubungan satu marga bisa terpisah. Diumpamakan seperti air yang dibelah dengan pisau, kendati dibelah
tetapi tetap bersatu. Namun demikian kepada semua orang Batak berbudaya Batak dipesankan harus bijaksana kepada saudara semarga.
Diistilahkan manat mardongan tubu. •
BoruAnak Boru adalah pihak keluarga yang mengambil istri dari suatu marga keluaga lain. Boru ini menempati posisi paling rendah sebagai
‘parhobas’ atau pelayan, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun dalam setiap upacara adat. Namun berfungsi sebagai pelayan bukan berarti bisa
diperlakukan dengan semena-mena, melainkan pihak boru harus diambil hatinya, dibujuk, distilakan dengan Elek marboru.
Misalnya pada upacara adat kematian, dalam tradisi Batak, orang yang sudah mati akan mengalami perlakuan khusus, terangkum dalam sebuah upacara
adat kematian. Upacara adat kematian tersebut diklarifikasikan berdasarkan usia dan status orang yang meninggal tersebut. Bagi orang yang meninggal ketika
masih dalam kandungan mate dibortian belum mendapatkan perlakuan adat langsung dikubur tanpa peti mati. Tetapi bila mati ketika masih bayi mate poso-
poso, mati saat anak-anak mate dakdanak, mati saat remaja mate ponggol, keseluruhan kematian tersebut mendapat perlakuan adat : mayatnya ditutupi
selembar ulos kain tenunan khas masyarakat Batak sebelum dikubur. Ulos penutup mayat untuk mate poso-poso berasal dari orang tuanya, sedangakan untuk
mate dakdanak dan mate bulung, ulos dari tulang saudara laki-laki ibu orang yang telah meninggal.
Bagi orang Batak Toba, roh jiwa terbagi atas tiga bagian : tondi, sahala, dan begu. Tondi merupakan dari penggerak tubuh. Tondi ini didapat dari mulajadi
na bolon baik dari orang yang hidup dan yang sudah mati. Sahala adalah kekuatan tondi yakni kekuatan untuk mempunyai banyak keturunan, kepintaran,
pengetahuan atau talenta. Orang Batak Toba percaya bahwa orang yang hidup dan orang yang sudah mati dapat mengalihkan sahalanya pada orang lain. Begu adalah
arwah atau roh orang meninggal yang mendiami suatu tempat. Upacara adat Mangongkal Holi merupakan upacara yang dilaksanakan
sebagai tanda penghormatan terakhir kepada orang yang telah meninggal dunia. Upacara adat Mangongkal Holi pada masyarakat Batak Toba di Desa Parsoburan
Kecamatan Habinsaran merupakan salah satu dari berbagai budaya yang ada pada masyarakat Batak Toba di Desa Parsoburan Kecamatan Habinsaran yang sangat
memperhatikan tata krama dan cara berbahasa yang baik di dalam melaksanakan upacara tersebut.
Upacara Mangongkal Holi berlaku hanya untuk leluhur yang dianggap mempunyai kuasa atau pengaruh istimewa dan berhasil mencapai hamoraon
kekayaan, hasangapon hehormatan dan hagabean keturunan yang banyak yang merupakan tujuan keutamaan hidup suku Batak Toba. Roh mereka ini
diyakini memberi berkat. Dari pemahaman ini Gereja dapat menjelaskan persekutuan dengan para orang kudus yakni mereka yang telah berhasil mengejar
keutamaan para pengikut Kristus. Gereja meyakini para kudus yang telah bersama dengan Tuhan tidak pernah berhenti menjadi pengantara kita ke hadirat Bapa dan
menghubungkan kita dengan Kristus bdk. KGK 956-957. Dalam penelitian ini akan dijelaskan peristiwa tutur apa yang terdapat di
dalam upacara adat mangongkal holi pada masrarakat Batak Toba di Desa Parsoburan Kecamatan Habinsaran. Penelitian terhadap upacara adat Mangongkal
Holi di Desa Parsoburan Kecamatan Habinsaran sangatlah minim. Adapun beberapa para ahli yang melakukan penelitian ini, itu hanya sekedarnya. Dan tidak
banyak juga orang yang mengetahui adanya upacara ini, sebagian orang hanya mengetahui bahwasanya ada upacara lain, setelah dilakukannya upacara kematian
ternyata ada lagi upacara pembongkaran tulang-belulang orang yang sudah meninggal, dan memindahkan tulang-belulang yang sudah dibongkar ke dalam
sebuah Tugu. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan mengkaji lebih ke peristiwa tutur apa yang terdapat dalam upacara adat
mangongkal holi pada masyarakat Batak Toba di Desa Parsoburan Kecamatan Habinsaran.
1.2 Rumusan Masalah