Deskripsi Upacara Adat Kepustakaan yang Relevan .1 Sistem Kekerabatan Pada Masyarakat Batak Toba

Kalau masyarakat Batak itu diumpamakan sebuah kuali, maka Dalihan Na Tolu itulah tungkunya. Dan biasanya tungku yang digunakan tempat kuali untuk memasak sesuatu terdiri dari tiga batu, dan kalau tungku itu terbuat dari besi, tungku itu mempunyai tiga kaki. Dan oleh ketiga kaki itulah tungku itu kuat tempat duduknya periuk atau kuali. Dan karena tungku itu pulalah terjadinya keseimbangan kuali atau periuk yang digunakan menanak nasi di atasnya, dan dari situ pulalah menyala api solidaritas masyarakat.

2.1.2 Deskripsi Upacara Adat

Syamsudin 1985:1 menjelaskan kehidupan berkelompok masyarakat tidak terlepas dari kebudayaan, sebab kebudayaan ada karena adanya masyarakat pendukungnya. Salah satu dari wujud kebudayaan dapat dilihat dari kehidupan manusia baik itu aspek sosial, budaya, ekonomi dan lain sebagainya. Pelaksanaan upacara tersebut selalu dibayangkan sebagai upacara khikmat dan merasa sebagai sesuatu yang bersifat magic disertai dengan berbagai perasaan serta perlengkapan yang bersifat simbolis. Berbicara masalah upacara adat, sudah banyak sekali para peneliti yang telah mengkaji maupun menulis tentang hal tersebut. Seperti halnya Siregar 1994 yang mengkaji upacara mebat pada orang Batak Angkola. Kajiannya ingin mengungkapkan faktor-faktor yang menyebabkan pergeseran yang terjadi dalam upacara Mebat-ebat Boru Na marlojong adalah pihak yang melaksanakan kebanyakan sudah kurang memahami rangkaian upacara yang dimaksud seperti yang terdapat di Bona Pasogit, dan juga adanya pengaruh kebudayaan luar yang sifatnya lebih demikian. Sagala 1990 dalam kajiannya tentang upacara Mangongkal Holi upacara penggali tulang pada masyarakat Batak Toba. Adapun masalah pokok yang ingin diungkapkan dalam penelitiannya adalah mengapa upacara itu masih dilaksanakan dan bagaimana jalannya upacara. Pada akhirnya ditemukan kesimpulan bahwa ada beberapa faktor yang mendorong masyarakat Batak Toba masih melakukan upacara tersebut yaitu faktor raligi, faktor tuntutan adat, faktor ekonomi dan faktor gengsi sosial. Elisabet 1990 dalam kajiannya tentang upacara Tolak Bala pada Desa Sei Kambah Asahan. Adapun masalah pokok yang ingin diungkapkan dalam penelitiannya adalah hal-hal yang membuat upacara tersebut bertahan, serta fungsi dari pelaksanaan upacar tersebut. Pada akhirnya ditemukan kesimpulan bahwa upacara Tolak Bala di sampimg memberikan kekuatan spritual, juga dapat membuat dirinya merasa kuat, tetap aman, seakan-akan dirinya dilindungi. Peneliti ini diajukan untuk mengkaji peristiwa tutur dan makna-makna yang terkandung dalam upacara adat Mangongkal Holi. Suatu peristiwa tutur dan makna yang memiliki arti penting bagi masyarakat Parsoburan yang menjadikan upacara tersebut dapat terus bertahan hingga sekarang ini. Salah satu dari wujud kebudayaan dapat dilihat dari upacara adat Mangongkal Holi yang terdapat di Desa Parsoburan Kecamatan Habinsaran. Pelaksanaan upacara tersebut dibayangkan sebagai upacara yang sakral dan juga mistis dan disertai dengan berbagai perasaan serta perlengkapan yang bersifat simbolis. Geertz 1992:149 menjelaskan bahwa simbol adalah segalah objek berupa benda-benda, orang, peristiwa, tingkah laku dan upacara-upacara yang mengandung pengertian tertentu menurut kebudayaan yang bersangkutan. Dalam penelitian ini, Mangongkal Holi dalam proses pelaksanaannya berdoa, menggali tulang-belulang yang sudah dikubur, membersihkan tulang yang sudah digali, bernyayi bersama, dan makan bersama. Kegiatan tersebut dapat ditafsirkan maknanya.

2.1.3 Pengertian Sosiolinguistik