Deskripsi Permasalahan Penetapan Akta Nikah Pernikahan Beda Agama di

51

B. Deskripsi Permasalahan Penetapan Akta Nikah Pernikahan Beda Agama di

Kantor Urusan Agama KUA Kec. Cilandak Pentingnya arti sebuah pencatatan dalam suatu masalah yang berkaitan dengan masalah mua’malah sangatlah urgen, Islam sebagai agama yang sempurna telah terlebih dahulu memerintahkan kepada para pemeluknya untuk mencatatkan setiap peristiwa yang berkenaan dengan individu yang lain. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS. Al-Bâqârâh 2: 282 : ﻰ ﻌ ﷲا لﺎ : ﺎﻳ ﻳﻬ ﱠﻟا ﺎ ﺬْﻳ ﻦ ا ْﻮ ا ذ ا ﺪ ﻳا ْﺘ ْﻢ ﺑ ﺪْﻳ ﻦ ا ا ﻰﻟ ﺟ ﺴ ًﻤ ﻰ ْآﺎ ﺘ ْﻮ ﻰ و ْﻟﻴ ْﻜﺘ ْ ﱠﺑ ْﻴ ﻜ ْﻢ آ ﺎ م ﺑ ْﻟﺎ ﻌ ْﺪ ل ... ةﺮ ﻟا ٢ : ٢ ٢ Artinya: Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermua’malah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar…” QS. Al-Bâqârâh 282: 2. Islam mengajarkan kepada para pemeluknya untuk mempermudah segala sesuatu dan bukan malah mempersulit sesuatu apalagi dalam hal ini menuju kepada suatu kebaikan dan cita-cita yang mulia yaitu demi melangsungkan dan menggapai sebuah mahligai pernikahan yang disunnahkan dalam Islam. Dalam hal ini Negara mewajibkan adanya pencatatan dalam setiap pernikahan bagi warga negaranya bukanlah untuk mempersulit warganya akan tetapi justru melindungi hak-hak warga tersebut demi terciptanya kenyamanan dan ketertiban masyarakat. Atas dasar itulah dapat penulis simpulkan bahwa pencatatan memang sangat diperlukan dan urgen dalam segala peristiwa antara satu orang dengan orang lain masalah mua’malah dalam hal ini kaitannya dengan masalah pernikahan . 52 Kantor Urusan Agama KUA Kecamatan merupakan lembaga pencatat pernikahan yang bertugas mendaftarkan dan mengurus kelengkapan administrasi. Lembaga ini bernaung dibawah Departemen Agama RI dan melaksanakan tugas berdasarkan peraturan pemerintah, baik Peraturan Menteri Agama maupun SK Gubernur. Meskipun tugas Kantor Urusan Agama KUA terbatas hanya kepada wilayah kecamatan saja, akan tetapi di wilayah kecamatan itu-lah peran sentral Kantor Urusan Agama KUA sebagai ujung tombak dan cerminan Departemen Agama secara umum. 12 Berdasarkan Lampiran Undang-undang Nomor: 1 Tahun 1974 pasal 2 ayat 1 yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, dan mekanisme pencatatannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor: 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yang menyatakan; Pasal 2 2 Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaannya itu selain agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat perkawinan pada kantor catatan sipil sebagaimana dimaksud dalam berbagai perundang-undangan mengenai pencatatan perkawinan. 13 12 KUA Kecamatan Cilandak, Laporan dan Evaluasi Kerja Kantor Urusan Agama Kecamatan Cilandak, Tahun 2007, h.2 13 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Himpunan Peraturan Perundang- undangan Perkawinan, Jakarta: Departemen Agama RI, 2009, h. 17-142. 53 Akan tetapi realita yang terjadi sekarang ini adalah dua orang yang berbeda agama yang ingin melangsungkan pernikahan dapat dinikahkan menurut tata cara agama Islam dan tercatat di Kantor Urusan Agama KUA Kecamatan. Sebelum membahas hasil penelitian dengan menganalisa seluruh data dan fakta di lapangan, penulis melakukan tahap pengolahan data dan penafsiran data dengan melakukan wawancara kepada mantan Kepala Kantor Urusan Agama KUA Kecamatan Cilandak Bapak Drs. H. Qomaruzzaman yang ketika menjabat beliau menikahkan dua orang yang berbeda agama dengan tata cara Islam dan tercatat secara sah di Kantor Urusan Agama KUA Kecamatan Cilandak. Berikut ini adalah berkas-berkas data yang diperoleh dari Kantor Urusan Agama KUA Kec. Cilandak: 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 Wawancara dengan mantan Kepala Kantor Urusan Agama KUA Kec. Cilandak. Hasil Wawancara dengan Bapak Drs. H. Qomaruzzaman. 1. Bagaimanakah menurut Bapak tentang Kontroversi Perkawinan Beda Agama? Kemudian beliau menjawab: Menurut saya, jika kita merujuk kepada Undang- undang Nomor: 1 tahun 1974 disitu dikatakan bahwa Pernikahan dapat terlaksana jika orang tersebut sama-sama satu Agama, yaitu Islam. Jika orang tersebut berbeda Agama tidak dapat dinikahkan, dan di dalam fiqh pernikahan beda Agama itu terjadi Ikhtilaf dikalangan para Ulama. 14 2. Lalu, Bagaimana Bapak dapat melangsungkan pernikahan orang yang berbeda Agama di Kantor Urusan Agama KUA Kec. Cilandak? Beliau menjawab: Ketika itu awalnya Saya mendapatkan surat perintah dari Direktur URAIS Departemen Agama RI Bapak Dr. H. Ichtijanto SA, SH, MA untuk dapat melaksanakan pernikahan dua orang yang berbeda Agama menurut hukum Islam, dicatat menurut Undang-undang Nomor: 22 tahun 1946 dan dilangsungkan oleh Kantor Urusan Agama Kec. Cilandak. Lalu, Saya katakan kepada beliau: Bapak saya tidak berani melaksanakan pernikahan tersebut karena bertentangan dengan Undang-undang Perkawinan Nomor: 1 tahun 1974 yang berlaku pada masa sekarang. 15 14 Qomaruzzaman, Mantan Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Cilandak, Wawancara pribadi, Tangerang, Senin, 18 Januari 2010 15 Ibid. 79 3. Kemudian, Apa yang menjadi dasar hukum atau alasan kuat Bapak, sehingga mau dan berani melangsungkan pernikahan orang yang berbeda Agama tersebut menurut hukum Islam dan tercatat di Kantor Urusan Agama KUA Kec. Cilandak? Lalu, beliau menerangkan: Ketika ada perintah untuk dapat melangsungkan pernikahan dua orang yang berbeda Agama tersebut, ketika itu awalnya Saya menolaknya. Saya tidak berani melangsungkan pernikahan orang tersebut, karena Saya tetap bersikeras menolak melangsungkan pernikahan tersebut, yang akhirnya Saya dipanggil ke Kantor Departemen Agama Kota Jakarta Selatan, setelah itu dipanggil ke Kanwil Prov. DKI Jakarta sehingga akhirnya Saya dipanggil ke Departemen Agama RI Pusat, untuk menghadap bertemu dengan Bapak Direktur Urais Departemen Agama RI Bapak Dr. H. Ichtijanto SA, SH, MA Kemudian beliau mengatakan kepada Saya: Bapak Qomaruzaman, ini ada surat dari Bridgjen Jenderal Purnawirawan H. Soemarno Soedarsono, tolong laksanakan dan catatkan Pernikahan anaknya di Kantor Urusan Agama KUA Kec. Cilandak. Lalu, Saya katakan kepada beliau, Bapak Saya tidak berani menikahkan orang tersebut, karena bertentangan dengan aturan yang berlaku sekarang ini. Lalu, Bapak Direktur memerintahkan kepada Saya lagi untuk dapat melaksanakan perintah tersebut. Karena Bapak Direktur Memerintahkan terus menerus kepada Saya dan selaku bawahan yang mendapat perintah dari Atasan atau Pimpinan, Saya harus taat akan perintah tersebut. 80 Lalu, Saya katakan kepada Beliau Bapak Direktur URAIS: Bapak, Saya berani melaksanakan Pernikahan tersebut akan tetapi, tolong buatkan surat perintah Saya atau surat tugas Saya, untuk dapat menikahkan dan mencatatkan pernikahan orang yang berbeda Agama di Kantor Urusan Agama KUA Kec. Cilandak, dan surat perintah atau surat tugas ini untuk pegangan Saya, manakala sewaktu-waktu ada yang memprotes atau sewaktu-waktu ada yang menggugat Saya, karena masalah Pernikahan ini. Dan inilah dasar hukum atau alasan yang saya tempuh dan Saya ambil sehingga Saya berani menikahkan pernikahan tersebut. Selain itu, Saya juga berdasarkan pada firman Allah dalam QS. Al- Maidâh 5 : 5 : ﻰ ﻌ ﷲا لﺎ : ﺼْ ﻤْﻟاو ْﺆﻤْﻟا ﻦ ﺼْ ﻤْﻟاو ْوا ﻦْﻳﺬﱠﻟا ﻦ ﺮْﻴﻏ ﻦْﻴ ﺼْ ﱠﻦهرْﻮﺟا ﱠﻦهْﻮﻤﺘْﻴ ا ذا ْﻢﻜ ْ ْﻦ ﺘﻜْﻟا اْﻮ ناﺪْﺧا ْيﺬ ﱠﺘ ﻻو ﻦْﻴ ﺎﺴ .. . ةﺪﺋ ﻤﻟا : Artinya: Allah SWT berfirman: ”Dan dihalalkan bagi kamu mengawini perempuan-perempuan terhormat dari orang-orang yang diberi Kitab Ahli Kitab sebelum kamu, apabila kamu telah memberikan kepada mereka itu maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berlaku serong berzina, dan tidak pula kamu menjadikan mereka gundik-gundik...” QS. Al- Maidâh 5 : 5. Maka menurut Saya ini adalah hujjah Saya, maka inilah yang Saya sebut adalah Hujjah Bil Kitabah yaitu yang mengacu kepada apa yang tertuang dalam Undang-undang nomor: 22 tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk dan juga berdasarkan kepada al-Qur’ânul Karîîm serta dengan mengacu 81 kepada perintah atasan atau pimpinan. 16 Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. An-Nisâ 4 : 59 : ﻰ ﻌ ﷲا لﺎ : او ﷲا اﻮﻌْﻴﻃا ْﻮ ا ﻦْﻳﺬﱠﻟا ﺎﻬﻳﺎﻳ لْﻮﺳﱠﺮﻟا اْﻮﻌْﻴﻃ ْﻢﻜْ ﺮْ ﻻْا ﻰﻟواو ... ءﺎﺴ ﻟا : Artinya : Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul Nya, dan ulil amri di antara kamu…” QS. An-Nisâ 4 : 59. 4. Sekarang saya bertanya kepada Anda: Apakah ada nasakh mansukh tidak dalam Undang-undang ini. Misalnya tidak ada atau dikatakan ada. Kalau misalnya tidak ada berarti Undang-undang ini berlaku. Akan tetapi, jika ada berarti Undang- undang ini kalah. Akan tetapi, kita balik hukum Syari’at Islam saja nasakh mansukh Ikhtilaf, apalagi Undang-undang hukum dunia. Kemudian Saya jelaskan kepada Anda, kalau Kalamullah itu Qodim, tidak mengenal nasakh mansukh, meskipun di dalam Ulumul Qur’an ada nasakh mansukh, tetapi Saya boleh mengambil sikap. Saya tidak sependapat adanya nasakh mansukh, Saya lebih condong kepada Ulama yang mengatakan nasakh mansukh itu tidak ada, tetapi yang terjadi adalah Littaqwiyah Saling menguatkan. Artinya saling menguatkan Undang- undang sebelumnya dengan Undang-undang yang ada sekarang ini. Terserah mau Saya disalahkan atau tidak ini dalilnya, ini hujjah Saya yang Saya jadikan dasar hukum Saya, atas dasar perintah Pimpinan juga Saya mau menikahkan dua orang 16 Ibid. 82 yang berbeda Agama, dan menurut Saya ini adalah Yurisprudensi sebagai landasan hukum Saya. 17 5. Bagaimana halnya dengan masalah Pencatatan Pernikahan Beda Agama itu sendiri di Kantor Urusan Agama KUA Kec. Cilandak menurut Bapak? Kemudian beliau menjelaskan: Syari’at Islam saja masalah nasakh mansukh ikhtilaf apalagi Undang-undang hukum dunia. Yang jelas Syari’ât Islam mengatakan sah pernikahan itu dan dicatat. Kenapa menolak pencatatan, kan’ orang tersebut minta perlindungan hukum. Sebagai warganegara perlu menghendaki perlindungan hukum, mohon dilindungi oleh hukum, Undang- undangnya ini Undang-undang nomor: 22 tahun 1946, 18 dan Ulama sendiri ada yang berpendapat membolehkan pernikahan pria Muslim dengan wanita Ahlu Kitab diantaranya: Menurut pendapat Jumhur Ulama baik Hanafi, Maliki, Syafi’I maupun Hambali, mereka berpendapat seorang pria muslim diperbolehkan kawin dengan wanita ahli kitab yang berada dalam lindungan kekuasaan Negara Islam Ahli Dzimmah. Jumhur Ulama mendasarkan pendapatnya kepada firman Allah dalam Q.S.al Maidâh 5 : 5. Selain itu, diantara sahabat yang kawin dengan ahli kitab adalah Usman bin Affan yang mengawini Nâilâh binti al-Ghârâmidâh seorang wanita beragama Nasrani, yang kemudian akhirnya masuk Islam. 19 17 Ibid. 18 Ibid. 19 M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah pada Masalah-masalah Kontemporer Hukum Islam , Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000, cet. IV, h. 11 83 6. Awalnya Bapak menolak menikahkan orang yang berbeda Agama, yang kemudian akhirnya Bapak dipanggil ke Kantor Departemen Agama Kota Jakarta Selatan, setelah itu dipanggil ke Kanwil Prov. DKI Jakarta sehingga akhirnya Bapak dipanggil ke Departemen Agama RI Pusat, bagaimana lalu akhirnya semua itu dapat terjadi dan terlaksana? Saya berpikir moderat, walaupun Saya mantan santri, tetapi Saya tidak mau dengar pendapat santri dulu. Berani berbuat maka Saya berani bertanggung jawab, karena Saya berpikir fiqih itu dinamis akan selalu berubah tidak tetap. Ketika itu, Kepala Bidang yang kesana kemari mengurus masalah ini. Kepala bidang waktu itu Bapak Arifin Nurdin. Bapak Arifin Nurdin ini waktu itu juga kalang kabut, tetapi Bapak Arifin Nurdin ini model Saya punya pemikiran yang moderat, seperti yang Saya jelaskan sebelumnya sehingga akhirnya Saya berani menikahkan orang yang berbeda Agama. 20

C. Analisis Yuridis Penetapan Akta Nikah Pernikahan Beda Agama di Kantor