Perkawinan dalam Islam DESKRIPSI TEORITIS TENTANG PERKAWINAN BEDA AGAMA

BAB II DESKRIPSI TEORITIS TENTANG PERKAWINAN BEDA AGAMA

A. Perkawinan dalam Islam

Islam diyakini umatnya sebagai agama yang membawa rahmat bagi seluruh umat manusia rahmâtan lil-’alamîîn. Seluruh ajarannya dimaksudkan untuk mewujudkan dan memelihara kemaslahatan manusia. Sebagai agama terakhir yang diturunkan oleh Allah SWT, Islam tidak hanya memuat ajaran- ajaran yang menyangkut akidah atau akhlak semata, tetapi juga memberikan tuntunan dan pedoman yang mengatur seluruh aspek kehidupan umat manusia, salah satunya adalah hukum perkawinan. 1 Dalam hukum Islam, kata perkawinan dikenal dengan istilah nikah. Menurut ajaran Islam melangsungkan pernikahan berarti melaksanakan ibadah. 2 Pernikahan atau perkawinan merupakan sunnatullâh yang artinya perintah Allah dan RasulNya, tidak hanya keinginan manusia semata atau hawa nafsunya saja, karena seseorang yang telah berumah tangga berarti ia telah menjalankan sebagaian dari syarî’ah agama Islam. Islam sebagai Agama fitrah, dalam arti tuntunannya selalu sejalan dengan fitrah manusia, menilai bahwa perkawinan 1 Maria Ulfah Anshor dan Martin Lukito Sinaga, Tafsir Ulang Perkawinan Lintas Agama Perspektif Perempuan dan Pluralisme, Jakarta: Kapal Perempuan, 2004, cet. I, h. 39. 2 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama Kumpulan Tulisan, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002, cet. II, h. 3. 14 15 ﻰ ﻌ ﷲا لﺎ : ْﻢآدﺎ ﻋ ْﻦ ﻦْﻴ ّﺼﻟاو ْﻢﻜْ ﻰ ﺎﻳﻻْا اﻮ ﻜْاو ْﻢﻜﺋ او .. . رﻮ ﻟا ٢: ٢ Artinya : ” Dan Kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak berkawin dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan…”QS. An-Nûr 24: 32. Dalam hal ini Allah SWT menyeru para wali agar mengawinkan orang- orang yang masih sendirian Laki-laki yang belum beristri dan perempuan yang belum bersuami yang ada di bawah perwaliannya. Laki-laki yang dibekali rasa senang terhadap wanita begitu juga sebaliknya, dalam menempuh hidup di dunia sebagai khâlifâh tidak dibiarkan hidup sekehendak nafsunya, akan tetapi diberi aturan hidup bersama dengan pasangannya itu. Tujuannya agar mereka hidup dengan tenang dan damai diliputi rasa kasih sayang yang dapat menghibur dikala susah dan pemulih gairah dikala lelah. Hal ini dijelaskan Allah SWT dalam firman-Nya QS. Ar-Rûm 21 : 21: ﻰ ﻌ ﷲا لﺎ : و ْﻦ ﺘﻳا ﻪ ا ْن ﺧ ﻟﻜ ْﻢ ّ ْﻦ اْ ﺴ ﻜ ْﻢ ْزا و ًﺟا ﺎ ْﻮ ﻜْﺴﺘّﻟ ﺎﻬْﻴﻟا ﻌﺟو ْﻢﻜ ْﻴﺑ ًةﱠدﻮﱠ ًﺔﻤْﺣرﱠو ﻰ ﱠنا ْ ذﻟ ﻚ ﻻ ﻳ ّﻟ ْﻮ م ﱠﻳﺘ ﱠﻜ ﺮ ْو ن . موﺮﻟا ٢ :٢ Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. 3 M. Quraish Shihab, Pengantin Al-Qur’an “Kalung Permata Buat Anak-anakku, Jakarta: Lentera Hati, 2007, cet. II, h. 55. 16 Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” QS. Ar-Rûm 21 : 21 4 Dari makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasangan inilah Allah SWT menciptakan manusia menjadi berkembang biak dan berlangsung dari generasi ke generasi berikutnya. Hukum Islam juga ditetapkan untuk kesejahteraan umat, baik secara perorangan maupun secara bermasyarakat, baik untuk hidup di dunia maupun di akhirat. Islam mengatur keluarga bukan secara garis besar, tetapi sampai terperinci. Yang demikian ini menunjukkan perhatian yang sangat besar terhadap kesejahteraan keluarga. Dalam al-Qur’an dinyatakan bahwa berkeluarga itu termasuk sunnah rasul-rasul sejak dahulu sampai rasul terakhir Nabi Muhammad SAW. Pada hakekatnya, perkawinan adalah rasa cinta kasih, kewajiban, pemenuhan hasrat seksual dan pelanjutan keturunan. Dalam Islam, rasa cinta kasih adalah rukun pertama sebuah perkawinan, bahkan merupakan motivasinya. Sedang kewajiban dalam perkawinan adalah kerja sama kedua pihak, suami-isteri, dalam mengarungi kehidupan. Dan inilah yang akan menjamin rasa cinta kasih berikut perkembangannya, sebagaimana rasa cinta kasih itu sendiri menjadi pendorong kuat bagi suami – isteri dalam melaksanakan kewajibannya masing- masing. Kalau kita kembali kepada pokok syarî’ah untuk menafsirkan makna kewajiban di dalam kehidupan suami - isteri , yang terlihat oleh kita adalah 4 Dedi Junaedi, Bimbingan Perkawinan Membina Keluarga Sakinah Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah , Jakarta : Akademika Pressindo, 2002, cet. II, h. 7-15. 17 kewajiban seorang suami memberikan nafkah kepada isteri dan anak-anaknya. Selain itu kita tidak melihat adanya suatu ketentuan yang membatasi tugas-tugas. Hak-hak suami atas isterinya adalah sebanding dengan hak-hak isteri atas suaminya, sebagaimana yang dinyatakan dalam al-qur’an : ”Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.” Terbukti agama ini tidak menganggap memadai bila dalam perkawinan hanya terdapat perasaan cinta kasih dan sayang saja. Lebih dari itu, Islam menekankan kewajiban mempergauli isteri dengan baik. Hal ini berdasarkan nash alqur’an : ”Dan pergaulilah mereka secara patut kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, maka bersabarlah karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kepadanya kebaikan yang banyak. ” 5 Islam menganjurkan seseorang berkeluarga karena dari segi batin orang dapat mencapainya melalui berkeluarga yang baik. Demikian pula dari segi ketentuan bertambah dan berkesinambungannya amal kebaikan, dengan berkeluarga akan dapat dipenuhi. 6 Pemenuhan harat seksual adalah kebutuhan biologis manusia. Pada umumnya, kebutuhan itulah yang menjadi faktor utama suatu perkawinan. Pemenuhan seksual adalah kenikmatan sekaligus kewajiban. Oleh karena itu, seorang suami dan isteri berhak atas lainnya secara timbal balik. Setiap dari keduanya berhak menuntut pihak lain yang mengabaikan hubungan tersebut. Meninggalkan hubungan biologis dengan sadar dan sengaja oleh suami - 5 Al-Thahir Al-Hadâd, Wanita dalam Syari’at dan Masyarakat, Jakarta : Pustaka Firdaus, 1993, cet. IV, h. 59-60. 6 Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, Jakarta : Prenada Media, 2003, cet. I, h. 12. 18 isteri sama akibatnya dengan meninggalkannya karena ada halangan seperti terkena penyakit menular yang susah disembuhkan, atau adanya cacat serius yang menimpa salah satu pasangan suami - isteri sebelum akad perkawinan. Semuanya dapat membatalkan perkawinan. Adapun keturunan atau pengembangbiakan adalah kewajiban yang sangat ditekankan kepada segenap kaum muslimin. Karena itu, Islam mengaharamkan penggunaan alat-alat yang dapat mencegah kehamilan. Sebab tindakan itu sama halnya dengan menghambat pengembangbiakan. 7 Karena tujuan pernikahan tidak lain agar manusia dapat melanjutkan keturunan, guna mewujudkan rumah tangga yang mawaddah warrahmah cinta dan kasih sayang dalam kehidupan keluarga. 8

B. Perkawinan Beda Agama dalam Perspektif Fikih Klasik