Latar Belakang Penyusunan Kompilasi Hukum Islam KHI

29 Pengumpulan bahan dari berbagai sumber yang dibuat oleh beberapa penulis yang berbeda untuk ditulis dalam suatu buku tertentu, sehingga dengan kegiatan ini semua bahan yang diperlukan dapat ditemukan dengan mudah. 2 Adapun yang dimaksud dengan Kompilasi Hukum Islam adalah sebuah kitab yang berisi kumpulan atau himpunan kaidah-kaidah atau garis- garis hukum Islam sejenis, yakni mengenai hukum perkawinan, hukum kewarisan dan hukum perwakafan yang disusun secara sistematis. 3 Dengan demikian, Kompilasi Hukum Islam merupakan suatu perwujudan hukum Islam yang khas di Indonesia atau dengan kata lain Kompilasi Hukum Islam merupakan wujud hukum Islam yang secara resmi berlaku sebagai hukum, untuk dipergunakan dan diterapkan oleh Instansi Pemerintah dan masyarakat yang memerlukannya dalam penyelesaian masalah-masalah yang berkenaan dengan bidang perkawinan, hibah, wasiat, wakaf, dan warisan. 4

2. Latar Belakang Penyusunan Kompilasi Hukum Islam KHI

Dalam salah satu tulisannya mengenai perlunya Kompilasi Hukum Islam KHI, K.H. Hasan Basry Ketua Umum MUI menyebutkan Kompilasi 2 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Akademika Pressindo, 2004, h.10-11. 3 Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Pedoman Penyuluhan Hukum, Jakarta: Departemen Agama RI, 1995, h.79. 4 Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999, Cet. I., h. 9-37. 30 Hukum Islam KHI ini sebagai keberhasilan besar umat Islam Indonesia pada Pemerintahan orde baru. Sebab dengan demikian, nantinya umat Islam di Indonesia akan mempunyai pedoman fiqih yang seragam dan telah menjadi hukum positif yang wajib dipatuhi oleh seluruh bangsa Indonesia yang beragama Islam. Dengan ini dapat diharapkan tidak akan terjadi kesimpangsiuran keputusan dalam lembaga-lembaga Peradilan Agama dan sebab-sebab khilaf yang disebabkan oleh masalah fiqh akan dapat diakhiri. 5 Dari penegasan ini tampak bahwa latar belakang pertama dari diadakannya penyusunan kompilasi adalah karena kesimpangsiuran putusan dan tajamnya perbedaan pendapat tentang masalah-masalah hukum Islam. Hal ini secara tegas dinyatakan, bahwa di Indonesia belum ada kompilasi maka dalam praktek sering kita lihat adanya Keputusan Peradilan Agama yang saling berbedatidak seragam, padahal kasusnya sama. Bahkan dapat dijadikan alat politik untuk memukul orang lain yang dianggap tidak sepaham. Juga telah kita saksikan bahwa masalah fiqh yang semestinya membawa rahmat ini malah menjadi sebab perpecahan. Dengan demikian, yang kita rasakan bukan rahmat akan tetapi laknat. Hal ini karena umat Islam salah paham dalam mendudukkan fiqh di samping belum adanya Kompilasi Hukum Islam KHI. 6 5 Hasan Basry, Perlunya Kompilasi Hukum Islam, Mimbar Ulama, no.104 April 1986: h. 60. 6 Ibid., h.60. 31 Mengenai Kitab-kitab rujukan bagi Peradilan Agama pada dasarnya adalah sangat beragam, akan tetapi pada tahun 1958 telah dikeluarkan Surat Edaran Biro Peradilan Agama No. B1735 tanggal 18 Februari 1958 yang merupakan tindak lanjut dari peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1957 tentang pembentukan Pengadilan Agama atau Mahkamah Syari’âh di luar Jawa dan Madura. Dalam huruf B Surat Edaran tersebut dijelaskan bahwa untuk mendapatkan kesatuan hukum yang memeriksa dan memutus perkara maka para Hakim Pengadilan AgamaMahkamah Syar’iyah dianjurkan agar mempergunakan sebagai pedoman kitab-kitab seperti Al Bayjuri, Fathul Muîn dengan syarahnya, Syarqawî ’alâ al Tahrirî, Qulyûbî atau Muhallî, Fathul Wahhâb dengan syarahnya, Tuhfah, Targhîb al Musytaq, Qawânîn al Syar’iyah Lissayyid Usman bin Yahya, Qawânîn al Syar’iyah Lisayyid Sadaqah Dakhlan, Syamsuri lil Farâid, Bughyah al Mustarsyidîn, Al Fiqh ‘alâ Madzâhib al ’Arba’ah, Mughni al Muhtâj. Materi tersebut kelihatannya memang masih belum memadai, sehingga sering kali dikeluarkan instruksi maupun surat edaran untuk menyeragamkan penyelesaian perkara kasus demi kasus. 7 Hal yang tidak kalah ruwetnya menurut Bustanul Arifin ialah, bahwa dasar keputusan Peradilan Agama adalah kitab-kitab fiqh. Ini membuka peluang bagi terjadinya pembangkangan atau setidaknya keluhan, ketika pihak yang kalah perkara mempertanyakan pemakaian kitabpendapat yang memang 7 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, h.21-22. 32 tidak menguntungkannya itu, seraya menunjuk kitabpendapat yang menawarkan penyelesaian yang berbeda. Bahkan di antara ke 13 kitab pegangan itu adalah telah jarang menjadi rujukan dan sering pula terjadi para berselisih sesama mereka tentang pemilihan kitab rujukan. Peluang demikian tidak akan terjadi di Peradilan Umum, sebab setiap keputusan Pengadilan selalu dinyatakan sebagai ”pendapat pengadilan”. Situasi Hukum Islam yang seperti ini menurut Bustanul Arifin yang mendorong Mahkamah Agung untuk mengadakan Kompilasi Hukum Islam KHI. 8 Masrani Basran berpendapat bahwa yang melatarbelakangi diadakannya Kompilasi Hukum Islam KHI adalah dikemukakannya tentang adanya ketidakjelasan persepsi tentang syarî’ah dan fikih. Menurutnya bahwa sejak ratusan tahun di kalangan umat Islam di seluruh dunia termasuk Indonesia, terjadi kekurangjelasan atau kalau tidak dapat dikatakan ”kekacauan persepsi” tentang arti dan ruang lingkup pengertian syarî’ah Islam dengan fikih, bahkan adakalanya dalam penetapan dan persepsi dianggap sama pula dengan al Dîn. Maka terjadilah kekacauan pengertian di kalangan umat Islam dan orang-orang yang diluar Islam. Karena syarî’ah Islam itu meliputi seluruh bidang kehidupan manusia maka persepsi yang keliru atau tidak jelas atau tidak mantap itu akan mengakibatkan pula kekacauan dan 8 Bustanul Arifin, Pemahaman Hukum Islam dalam Konteks Perundang-undangan, Wahyu, no.108 Mei 1985: h.27-28. 33 saling menyalahkan dalam bidang-bidang kehidupan umat, baik kehidupan pribadi maupun bidang kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hal inilah yang menurutnya pada poin kedua harus diluruskan, yaitu persepsi tentang syarî’ah harus diseragamkan tidak beraneka ragam lagi, harus dikembalikan pada awal asalnya sebelum terjadi kemunduran berfikir. 9 untuk mengatasi kesulitan inilah menurut Masrani Basran dilaksanakan proyek yurisprudensi Islam yang beruang lingkup mengadakan kompilasi hukum Islam KHI. Selanjutnya Yahya Harahap menambahkan sisi lain yang masih berkenaan dengan apa yang diungkapkan di atas. Ia menekankan pada adanya penonjolan kecenderungan mengutamakan fatwa atau penafsiran maupun sarah ulama dalam menemukan dan menerapkan hukum. Dikatakan bahwa para hakim di Peradilan Agama, pada umumnya sudah menjadikan kitab-kitab fikih sebagai landasan hukum. Kitab-kitab fikih sudah berubah fungsinya. Kalau semula kitab-kitab fikih merupakan literatur pengkajian ilmu hukum Islam, para Hakim Peradilan Agama telah menjadikannya ”Kitab Hukum” perundang-undangan. Menurutnya, praktik penerapan hukum yang semata- mata mendasarkan penemuan dan pengambilan hukum dari sumber kitab- kitab, benar-benar tidak dapat dipertahankan. Praktik yang seperti ini menurut 9 Masrani Basran, Kompilasi Hukum Islam, Mimbar Ulama, no.105 Mei 1986: h.8-9. 34 pendapatnya menjurus ke arah penegakan hukum menurut selera dan persepsi hakim. 10 Sekilas beberapa pandangan yang dikemukakan berkenaan dengan latar belakang diadakannya Kompilasi Hukum Islam KHI yang permasalahannya bertumpu pada pelaksanaan hukum Islam di lingkungan Pengadilan Agama.

3. Proses Penyusunan Kompilasi Hukum Islam KHI